Proyek Kontruksi

Menguak Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Pembangunan Apartemen Bandaraya

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 22 Mei 2025


Latar Belakang: Produktivitas, Kunci Kualitas dan Efisiensi Proyek

Produktivitas tenaga kerja menjadi indikator vital dalam keberhasilan sebuah proyek konstruksi. Ketika produktivitas rendah, dampaknya tidak hanya terasa pada waktu penyelesaian proyek, tetapi juga pada biaya dan kualitas hasil akhir. Di Indonesia, banyak proyek gedung tinggi, termasuk apartemen, menghadapi tantangan dalam menjaga produktivitas kerja, terutama pada pekerjaan struktural seperti pembesian dan bekisting kolom.

Studi ini mengambil contoh dari proyek pembangunan Apartemen Bandaraya di Makassar, dan menyajikan analisis perbandingan antara produktivitas aktual di lapangan dengan standar nasional, yaitu SNI 7394:2008.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini berfokus untuk:

  • Mengukur produktivitas tenaga kerja pada pekerjaan pembesian dan pemasangan bekisting kolom.

  • Membandingkan hasilnya dengan standar produktivitas SNI.

  • Mengidentifikasi kemungkinan penyebab perbedaan dan memberikan rekomendasi peningkatan.
     

Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian berada di proyek pembangunan Apartemen Bandaraya, yang terletak di Boulevard Tallasa City, Tamalanrea Indah, Makassar. Penelitian ini berfokus pada pekerjaan kolom struktur di lantai 5, yang dianggap representatif untuk evaluasi kinerja tenaga kerja.

Metodologi: Pengumpulan dan Analisis Data

Sumber Data:

  • Primer: Observasi langsung di lapangan selama 10 hari, 8 jam kerja per hari.

  • Sekunder: Dokumen proyek seperti kurva S dan gambar rencana.

Metode Analisis:

  • Deskriptif kuantitatif.

  • Perhitungan produktivitas berdasarkan rumus:
    Produktivitas=Volume pekerjaanJumlah orang × Hari kerja (OH)\text{Produktivitas} = \frac{\text{Volume pekerjaan}}{\text{Jumlah orang × Hari kerja (OH)}}

Hasil Temuan: Produktivitas Lapangan vs SNI

A. Pekerjaan Pembesian Kolom

  • Volume total pembesian: 5.562,998 kg

  • Jumlah orang-hari (OH): 30 OH (3 tukang × 10 hari)

  • Produktivitas aktual:
    5.562,998÷30=185,43 kg/OH5.562,998 \div 30 = \textbf{185,43 kg/OH}

  • Standar SNI:
    10 kg0,07 OH=142,86 kg/OH\frac{10 \text{ kg}}{0,07 \text{ OH}} = \textbf{142,86 kg/OH}

Produktivitas aktual 29,7% lebih tinggi dari SNI.

B. Pekerjaan Bekisting Kolom

  • Volume total bekisting: 57 m²

  • Jumlah OH: 40 OH (4 tukang × 10 hari)

  • Produktivitas aktual:
    57÷40=1,425 m²/OH57 \div 40 = \textbf{1,425 m²/OH}

  • Standar SNI:
    1 m²0,33 OH=3,03 m²/OH\frac{1 \text{ m²}}{0,33 \text{ OH}} = \textbf{3,03 m²/OH}

Produktivitas aktual lebih rendah 52,9% dibanding standar SNI.

Analisis dan Interpretasi

Kenapa Pembesian Lebih Efisien dari Standar?

  1. Spesialisasi Tenaga Kerja: Tukang yang terlibat berpengalaman dan fokus di satu jenis pekerjaan.

  2. Ritme Kerja Konsisten: Jumlah tenaga kerja tetap dan beban kerja terdistribusi merata.

  3. Lingkungan Proyek Mendukung: Minim gangguan cuaca dan logistik selama pengamatan.
     

Mengapa Bekisting Malah Di Bawah Standar?

  1. Tingkat Kesulitan Desain: Variasi ukuran dan bentuk kolom memengaruhi kecepatan pemasangan.

  2. Kurangnya Peralatan Bantu: Diduga pekerjaan dilakukan manual tanpa sistem modular modern.

  3. Jam Kerja Sama, Volume Berbeda: Beban kerja tidak seimbang antar individu.
     

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian ini sejalan dengan Kartika et al. (2021) yang menunjukkan bahwa pekerjaan pembesian seringkali memiliki produktivitas lebih tinggi jika tenaga kerja sudah terbiasa dengan pola kerja dan ukuran struktur yang seragam.

Namun, temuan bekisting di bawah SNI mengonfirmasi studi dari Natalia et al. (2018) bahwa metode manual tradisional, tanpa pembaruan teknologi (seperti sistem formwork knock-down), bisa menurunkan efisiensi secara drastis.

Studi Kasus Serupa

Proyek Gedung Pemerintah Sukabumi (2021):

  • Produktivitas bekisting kolom: 11.951 m²/menit → jauh lebih tinggi karena menggunakan sistem formwork prefabrikasi.

  • Menunjukkan bahwa penggunaan metode dan alat kerja modern sangat menentukan hasil akhir.
     

Kritik dan Evaluasi Kritis

Kekuatan Penelitian:

  • Data primer yang akurat dari observasi langsung lapangan.

  • Perbandingan konkret terhadap SNI 7394:2008, bukan sekadar asumsi.
     

Catatan Kritis:

  • Rentang waktu hanya 10 hari, belum cukup mencerminkan fluktuasi produktivitas harian.

  • Tidak disebutkan secara eksplisit pengaruh faktor cuaca, koordinasi tim, atau supply material yang juga dapat memengaruhi hasil.
     

Implikasi Praktis

  1. Untuk Kontraktor:

    • Rancang sistem monitoring produktivitas per pekerjaan harian berbasis OH.

    • Evaluasi alat bantu kerja untuk bekisting agar mendekati atau melampaui standar SNI.

  2. Untuk Pemerintah & Regulator (BSN/PUPR):

    • Perlu kajian ulang terhadap nilai standar produktivitas SNI berdasarkan studi lapangan mutakhir di berbagai daerah.

  3. Untuk Akademisi & Peneliti:

    • Melanjutkan studi produktivitas ini ke aspek lain (misalnya pekerjaan pengecoran, finishing, atau MEP).
       

Kaitan dengan Tren Global

Negara-negara maju seperti Jepang dan Singapura telah lama mengintegrasikan digital productivity tracking dalam proyeknya. Misalnya, penggunaan RFID untuk mengukur waktu kerja real-time per pekerja atau scheduling otomatis berbasis BIM.

Indonesia masih bisa mengejar melalui integrasi perangkat lunak monitoring dan training tenaga kerja berbasis simulasi digital.

 

Kesimpulan: Data Lapangan Mengungkap Realita Produktivitas Konstruksi

Penelitian ini berhasil menyajikan gambaran konkret produktivitas dua pekerjaan vital dalam proyek gedung bertingkat. Pekerjaan pembesian menunjukkan efisiensi tinggi, melampaui standar nasional. Sebaliknya, pekerjaan bekisting mengindikasikan perlunya evaluasi metode kerja, alat bantu, dan distribusi kerja.

 

Sumber Artikel

Penelitian ini dapat diakses dalam:
Tri Santi, Junus Mara, Meti. (2023). “Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Proyek Gedung Apartemen Bandaraya.” Paulus Civil Engineering Journal, Vol. 5, No. 2, Juni 2023, hlm. 284–293.
e-ISSN: 2775-4529 | Link Jurnal Resmi UKI Paulus Makassar

Selengkapnya
Menguak Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Pembangunan Apartemen Bandaraya

Proyek Kontruksi

Produktivitas Pekerjaan Konstruksi di Indonesia: Studi Lapangan Surabaya & Samarinda

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 22 Mei 2025


Pendahuluan: Mengapa Produktivitas Adalah Isu Kritis?

Dalam dunia konstruksi, produktivitas tenaga kerja telah menjadi perhatian utama bagi kontraktor, pemilik proyek, hingga pemerintah. Masalah klasik seperti keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan penurunan kualitas sering kali berakar dari produktivitas kerja yang rendah. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian David Trisno dan timnya yang fokus pada dua kota besar: Surabaya dan Samarinda.

Artikel ini bukan hanya sekadar mencatat data, tetapi mencoba mengungkap hubungan sebab-akibat antara berbagai faktor—baik internal maupun eksternal—dengan hasil kerja aktual di lapangan, khususnya pada pekerjaan dinding. Penelitian ini membawa pendekatan realistis melalui observasi langsung dan analisis kuantitatif yang menyentuh level operasional proyek.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

  • Mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi produktivitas pekerjaan dinding.

  • Menganalisis faktor dominan melalui pendekatan studi lapangan pada dua kota dengan iklim dan kondisi proyek yang berbeda.

  • Memberikan data produktivitas aktual sebagai tolok ukur praktis bagi proyek serupa.
     

Metodologi: Studi Lapangan dan Kuantifikasi

Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode kuantitatif. Data dikumpulkan melalui:

  • Observasi langsung di lapangan.

  • Pengambilan data produktivitas pekerjaan dinding (pasangan bata, plesteran, dan acian).

  • Penggunaan rumus produktivitas:
    P=VT×nP = \frac{V}{T \times n}
    Di mana:

    • PP: Produktivitas (m²/orang/hari)

    • VV: Volume pekerjaan

    • TT: Durasi pekerjaan (hari)

    • nn: Jumlah pekerja
       

Temuan Kunci: Produktivitas dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Lokasi Surabaya

Data produktivitas diperoleh dari pekerjaan lantai 4 gedung di Surabaya. Hasil perhitungan menunjukkan variasi yang cukup mencolok:

  • Pemasangan Bata: Produktivitas tertinggi mencapai 1,32 m²/jam, terendah 0,19 m²/jam.

  • Plesteran: Rata-rata produktivitas berada di kisaran 0,29 – 0,49 m²/orang/jam.

  • Acian: Produktivitas harian tertinggi tercatat 2,32 m²/orang/jam.

Lokasi Samarinda

Data dari lantai 3 gedung di Samarinda memperlihatkan pola yang berbeda:

  • Pasangan Bata: Tertinggi di angka 0,45 m²/orang/jam, dengan fluktuasi lebih rendah dibandingkan Surabaya.

  • Plesteran: Fluktuasi rendah, rata-rata antara 0,3–0,38 m²/orang/jam.

  • Acian: Produktivitas puncak hingga 2,55 m²/orang/jam, cukup tinggi untuk skala proyek serupa.

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Penelitian ini mengidentifikasi dua kategori besar faktor:

1. Faktor Internal

  • Jumlah pekerja: Terbukti sebagai faktor paling dominan. Tim dengan komposisi ideal (misal 2 tukang + 2 pembantu) menunjukkan efisiensi kerja yang lebih stabil.

  • Pekerjaan pengecoran dan pemasangan scaffolding: Memberi pengaruh langsung pada jeda kerja dan distribusi tenaga.

  • Kualitas mortar: Pengadukan yang tidak konsisten memperlambat proses plesteran.

  • Rotasi tugas pekerja: Mengurangi spesialisasi dan berdampak pada waktu penyelesaian.

2. Faktor Eksternal

  • Cuaca: Di Samarinda, hujan berkala menjadi penyebab keterlambatan kerja, terutama pada pekerjaan luar bangunan.

  • Ketersediaan material: Beberapa hari dalam data menunjukkan nihilnya produktivitas karena ketiadaan bahan bangunan.

 

Studi Kasus & Refleksi Lapangan

Salah satu hari di Surabaya (20 Maret 2021) menunjukkan produktivitas nol akibat ketidakhadiran pekerja dan material. Ini menunjukkan pentingnya sinkronisasi antarbagian dalam proyek. Dalam proyek swasta di Jakarta (2020), penambahan sistem ERP proyek berbasis mobile berhasil mengurangi “downtime” hingga 20%, dan produktivitas meningkat 12%.

Opini dan Komentar Kritis

Kelebihan Studi:

  • Penyajian data harian menjadikan hasil penelitian sangat aplikatif.

  • Peneliti melakukan verifikasi langsung di lapangan, meningkatkan validitas hasil.

Kelemahan yang Perlu Dikritisi:

  • Tidak disertakan data cuaca harian untuk korelasi lebih kuat terhadap produktivitas.

  • Hanya fokus pada pekerjaan dinding; padahal pekerjaan lain seperti instalasi dan finishing juga memberi pengaruh terhadap ritme proyek.
     

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian ini memperkuat hasil studi oleh Hutasoit & Sibi (2017) yang menyatakan bahwa jumlah pekerja dan metode kerja adalah faktor utama dalam produktivitas kerja dinding. Namun, David dkk. juga menambahkan dimensi lain: pengaruh teknis operasional seperti pengadukan mortar dan pemasangan scaffolding, yang sering kali luput diperhatikan dalam studi teoritis.

Implikasi Praktis bagi Dunia Konstruksi

Berikut beberapa rekomendasi berbasis temuan:

  • Atur komposisi tim kerja secara cermat: Komposisi 2 tukang + 2 pembantu tukang terbukti ideal dalam banyak kasus.

  • Optimalkan logistik mortar: Gunakan sistem batching onsite untuk menjaga kualitas adukan.

  • Buat checklist cuaca dan pasokan harian untuk menghindari hari-hari nihil produktivitas.

  • Digitalisasi dokumentasi produktivitas harian agar dapat dilakukan evaluasi mingguan berbasis data.

 

Kaitan dengan Tren Global

Produktivitas tenaga kerja konstruksi di Indonesia masih berada di bawah rata-rata Asia Tenggara. Negara seperti Vietnam dan Thailand telah menerapkan sistem reward produktivitas harian yang terbukti mendorong pekerja untuk lebih efisien. Temuan dari studi ini bisa menjadi masukan bagi kontraktor dalam negeri yang ingin mengejar ketertinggalan tersebut.

Kesimpulan: Kuantitas Pekerja Masih Jadi Kunci

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa jumlah pekerja merupakan faktor dominan yang memengaruhi produktivitas pekerjaan dinding di proyek konstruksi di Indonesia. Selain itu, faktor-faktor seperti durasi pengecoran, kualitas mortar, serta kehadiran perancah (scaffolding) juga memiliki dampak nyata terhadap output harian.

Sumber Referensi

Penelitian ini dapat diakses secara lengkap di:
David Trisno, Emmanuel Wendy Secio, Sentosa Limanto. (2022). "Studi Awal pada Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Pekerjaan Konstruksi pada Bangunan di Surabaya dan Samarinda". Journal of Applied Civil and Environmental Engineering, Vol. 2, No. 1, pp. 33–39.
eISSN: 2775-0213 – Link Jurnal Resmi

Selengkapnya
Produktivitas Pekerjaan Konstruksi di Indonesia: Studi Lapangan Surabaya & Samarinda

Proyek Kontruksi

Mengungkap Strategi Ampuh: Indikator Kunci Meningkatkan Produktivitas Pekerja Konstruksi

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 22 Mei 2025


Latar Belakang: Produktivitas sebagai Penentu Keberhasilan Proyek

Dalam dunia konstruksi, produktivitas pekerja bukan sekadar indikator efisiensi, melainkan nyawa dari sebuah proyek. Rendahnya produktivitas bukan hanya menambah durasi pengerjaan, tetapi juga membengkakkan biaya dan memengaruhi reputasi perusahaan. Menurut Ghodrati et al. (2018), sekitar 50–70% waktu kerja pekerja konstruksi justru dihabiskan untuk aktivitas tidak produktif. Ironisnya, hal ini telah menjadi pola umum di berbagai proyek, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.

Artikel ini hadir sebagai respons terhadap fenomena tersebut dengan mengidentifikasi indikator paling relevan dalam meningkatkan produktivitas, berdasarkan studi kasus pada proyek high-rise dan low-rise building di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Penelitian ini tidak hanya memberikan peta indikator yang komprehensif, tapi juga memperbandingkan perbedaan signifikan antar jenis proyek.

Tujuan Penelitian dan Metode

Tujuan Utama:

  • Mengidentifikasi indikator paling berpengaruh terhadap produktivitas pekerja.

  • Menganalisis perbedaan persepsi antara proyek high-rise dan low-rise building.

Metodologi:

  • Responden: 60 pekerja proyek (30 dari high-rise dan 30 dari low-rise).

  • Instrumen: Kuesioner dengan skala Likert 1–6.

  • Uji validitas dan reliabilitas dilakukan melalui IBM SPSS Statistics 25.

  • Analisis Mean dan Independent Sample T-Test digunakan untuk pembanding.
     

Temuan Kunci: Indikator yang Membentuk Produktivitas

High-Rise Building: Pengarahan adalah Segalanya

Berdasarkan hasil kuisioner, indikator "memberi pengarahan sebelum pekerjaan" menduduki peringkat pertama pada proyek high-rise building dengan nilai mean 5,733. Hal ini sangat masuk akal mengingat kompleksitas proyek vertikal yang tinggi dan melibatkan banyak risiko keselamatan. Tanpa pengarahan yang jelas, pekerja bisa melakukan kesalahan fatal.

Low-Rise Building: Komunikasi Menjadi Kunci

Berbeda dengan proyek high-rise, responden pada proyek low-rise building memilih indikator “komunikasi agar tugas dan wewenang jelas” sebagai yang paling penting (mean 5,767). Hal ini menunjukkan bahwa pada proyek berskala kecil-menengah, alur komunikasi yang ringkas dan jelas lebih mendesak ketimbang pengarahan teknis yang rumit.

Analisis Perbandingan: Apakah Proyek High-Rise dan Low-Rise Sama?

Menggunakan Independent Sample T-Test, penulis menemukan perbedaan yang signifikan dalam 11 dari 42 indikator. Salah satu yang paling mencolok adalah pada indikator pelatihan:

  • Pelatihan pekerja

    • High-rise: Mean = 5,467 (Ranking 13,5)

    • Low-rise: Mean = 4,233 (Ranking 38)

    • Artinya, proyek high-rise sangat bergantung pada pelatihan karena kompleksitas alat dan risiko tinggi.

Begitu juga pada indikator kepemimpinan:

  • Pelatihan kepemimpinan

    • High-rise: Mean = 5,433

    • Low-rise: Mean = 4,267

 

Perbedaan ini menggarisbawahi pentingnya struktur organisasi dan distribusi tanggung jawab yang lebih sistematis di proyek high-rise, yang tidak terlalu krusial di proyek low-rise.

Studi Kasus dan Penerapan Nyata

Misalnya, pada proyek pembangunan apartemen bertingkat di Surabaya yang melibatkan lebih dari 300 tenaga kerja, pengarahan harian pagi terbukti mengurangi kesalahan lapangan hingga 18% dalam 3 bulan pertama (berdasarkan laporan kontraktor lokal). Sementara itu, pada proyek perumahan tapak berskala kecil di Sidoarjo, penunjukan koordinator komunikasi terbukti meningkatkan koordinasi tim dan mempercepat penyelesaian 2 hari lebih cepat dari jadwal.

Opini Kritis dan Implikasi Praktis

Kritik Konstruktif:

  • Meskipun artikel ini kaya data, namun cakupan geografis terbatas hanya pada Surabaya dan sekitarnya. Padahal kondisi produktivitas pekerja bisa sangat bervariasi di kota lain seperti Jakarta atau Medan.

  • Tidak ada pemisahan responden berdasarkan jenis jabatan (mandor vs tukang vs pekerja), yang bisa memperkaya analisis persepsi produktivitas.

Implikasi Praktis:

  • Kontraktor proyek vertikal harus menstandardisasi SOP pengarahan pagi dan dokumentasi kerja.

  • Proyek skala menengah dapat lebih fokus pada penguatan komunikasi interpersonal dan manajemen tim kecil.

  • Penggunaan pekerja paruh waktu harus dibatasi, kecuali di tahap akhir proyek yang tidak membutuhkan keterampilan spesifik.
     

Kaitan dengan Tren Industri Global

Sejalan dengan temuan Goodrum & Haas (2004), teknologi dan manajemen sumber daya manusia adalah dua sisi mata uang yang menentukan efisiensi kerja. Di era digitalisasi konstruksi, indikator seperti "penggunaan teknologi peralatan" harus lebih didorong. Misalnya, aplikasi berbasis BIM (Building Information Modelling) dan penggunaan sistem ERP telah terbukti meningkatkan produktivitas hingga 30% di proyek-proyek besar di Jepang dan Singapura.

Kesimpulan: Tidak Ada “One-Size-Fits-All”

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa indikator produktivitas bersifat kontekstual. Tidak ada satu strategi yang cocok untuk semua jenis proyek. Proyek high-rise membutuhkan sistem pengarahan dan pelatihan intensif, sementara proyek low-rise lebih membutuhkan kejelasan komunikasi dan hubungan interpersonal yang baik.

Sumber Referensi

Penelitian ini dapat diakses secara lengkap di:
Christopher Kurniawan, Olivia Reynalda Tandean, Herry Pintardi Chandra, dan Soehendro Ratnawidjaja. (2022). "Indikator dalam Upaya Memperbaiki Produktivitas Pekerja Konstruksi". Journal of Applied Civil and Environmental Engineering, Vol. 2, No. 2, pp. 62–69.
eISSN: 2775-0213 – Tautan resmi jurnal

Selengkapnya
Mengungkap Strategi Ampuh: Indikator Kunci Meningkatkan Produktivitas Pekerja Konstruksi

Proyek Kontruksi

Produktivitas Pekerjaan Pemasangan Keramik: Menyibak Efisiensi Lewat Metode MPDM

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 21 Mei 2025


Pendahuluan: Produktivitas, Masalah Abadi di Dunia Konstruksi

Dalam dunia konstruksi, efisiensi bukan sekadar jargon teknis—ia adalah penentu hidup-mati proyek. Salah satu titik krusial efisiensi adalah produktivitas tenaga kerja. Terlambat satu hari, membengkak satu juta. Itulah kenapa sektor konstruksi terus mencari pendekatan terbaik untuk mengukur dan meningkatkan produktivitas, salah satunya melalui metode MPDM (Method Productivity Delay Model).

Tesis Fiqri Anra Wijaya dari Universitas Islam Indonesia ini memberikan kontribusi penting dalam memahami faktor-faktor yang menurunkan produktivitas kerja, khususnya pada pekerjaan pemasangan keramik. Penelitian ini tak hanya mendokumentasikan keterlambatan, tetapi menyajikan solusi berbasis pengukuran kuantitatif langsung di lapangan.

Tujuan Penelitian

Tesis ini bertujuan menjawab tiga pertanyaan kunci:

  1. Seberapa tinggi produktivitas tukang keramik pada proyek pembangunan Masjid Muhammadiyah Boarding School, Lombok Barat?
     

  2. Apa penyebab utama keterlambatan produktivitas?
     

  3. Bagaimana perbandingan produktivitas di lapangan dengan standar Permen PUPR No. 28/PRT/M/2016?
     

 

Metodologi: Studi Kasus, MPDM, dan Perbandingan Regulator

Lokasi & Subjek:

  • Proyek: Masjid Muhammadiyah Boarding School, Narmada, Lombok Barat
     

  • Obyek: Pemasangan keramik lantai 60x60 cm
     

  • Responden: 4 tukang batu
     

Metode Pengumpulan Data:

  • Pengamatan langsung 10 siklus kerja
     

  • Siklus terdiri dari tiga aktivitas utama:
     

    • Menuangkan & meratakan spesi
       

    • Meletakkan keramik
       

    • Mengetuk & mengatur keramik
       

Pengukuran Produktivitas:

Menggunakan rumus dasar:

Produktivitas = Luas (m²) / Waktu kerja (jam)

Data diklasifikasikan berdasarkan jenis delay (tundaan): lingkungan, alat, tenaga kerja, material, dan manajemen.

 

Hasil Penelitian: Angka yang Menggugah

Temuan Kunci:

  • Produktivitas lapangan: 4,771 m²/jam
     

  • Produktivitas ideal: 6,255 m²/jam
     

  • Standar Permen PUPR: ~1,19 m²/jam
     

  • Produktivitas aktual lebih tinggi 4,008x dibanding Permen PUPR
     

Grafik Learning Curve menunjukkan bahwa tukang menunjukkan peningkatan efisiensi secara signifikan dari siklus ke siklus.

 

Analisis: Menelusuri Akar Tundaan

MPDM memungkinkan identifikasi faktor penyebab keterlambatan produktivitas. Temuan menunjukkan faktor material sebagai penyebab utama, diikuti oleh:

  1. Material (Emt) – Sering kali keramik tidak tersedia atau tidak sesuai spesifikasi.
     

  2. Tenaga kerja (Ela) – Pekerja mengobrol, merokok saat jam kerja, atau kurang kompetensi.
     

  3. Manajemen (Emm) – Koordinasi antarpekerja & pengawas belum maksimal.
     

  4. Peralatan (Eeq) – Ketiadaan alat bantu atau alat tidak berfungsi optimal.
     

  5. Lingkungan (Een) – Minim, karena cuaca dan kondisi lokasi cenderung mendukung.
     

Dampak Delay pada Produktivitas:

Tiap delay disusun dalam model persentase kontribusi, yang dihitung menggunakan Relative Severity Index dan kemungkinan kejadian (probability).

 

Pembahasan: Apa Arti Semua Ini?

Kekuatan Studi:

  • Pengukuran real-time langsung dari siklus kerja
     

  • Kuantifikasi delay, bukan sekadar asumsi
     

  • Menggunakan MPDM, metode yang sudah diakui secara internasional (Halpin & Riggs, 1992)
     

Insight Tambahan:

  • Produktivitas yang jauh melampaui standar Permen PUPR No. 28/2016 menandakan bahwa regulasi tersebut terlalu konservatif atau sudah tidak relevan di lapangan modern.
     

  • Kebiasaan kerja dan perilaku pekerja memainkan peran krusial—lebih dari sekadar keahlian teknis.
     

Kelebihan & Nilai Tambah MPDM

  1. Akurat: karena berbasis pada pengamatan aktivitas aktual, bukan perkiraan.
     

  2. Adaptif: bisa diterapkan di berbagai jenis pekerjaan konstruksi (keramik, plesteran, bata, dll.)
     

  3. Detil: mampu memisahkan penyebab keterlambatan dengan akurat.
     

Namun, kelemahan MPDM adalah prosesnya memerlukan observasi intensif dan waktu analisis lebih lama dibanding metode konvensional.

 

Opini & Rekomendasi

Kritik:

  • Penelitian masih terbatas pada satu lokasi & 4 tukang. Perlu skala lebih besar.
     

  • Tidak ada dimensi digitalisasi atau teknologi seperti penggunaan alat bantu pemasangan otomatis.
     

Saran Implementasi:

  • Revisi regulasi produktivitas nasional berbasis studi empiris lapangan.
     

  • Terapkan sistem insentif berbasis produktivitas riil, bukan estimasi.
     

  • Libatkan MPDM dalam perencanaan anggaran proyek, untuk menghindari over/under budgeting.
     

Implikasi Praktis: Untuk Siapa dan Apa?

  • Kontraktor: bisa mengoptimalkan waktu & tenaga kerja berdasarkan data real
     

  • Pemerintah/LPJK: dapat merevisi standar produktivitas
     

  • Akademisi: bisa melanjutkan riset ke sektor konstruksi lainnya
     

  • Manajer proyek: mampu menyusun jadwal kerja lebih realistis
     

Penutup: Produktivitas Bukan Sekadar Angka

Tesis ini memperlihatkan bahwa pekerjaan sekecil pemasangan keramik pun punya potensi besar meningkatkan efisiensi proyek secara keseluruhan jika dikelola dengan data dan metode yang tepat.

Pendekatan berbasis MPDM adalah angin segar bagi pengukuran produktivitas yang selama ini hanya mengandalkan intuisi. Dengan data seperti ini, kita bisa menyusun kebijakan, standar kerja, dan pelatihan tenaga kerja secara lebih presisi.

Sumber

Fiqri Anra Wijaya (2022).
Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi Pada Pekerjaan Pemasangan Keramik Menggunakan MPDM (Method Productivity Delay Model)
Tesis Magister, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
URL: https://academic.uii.ac.id (akses institusional)

Selengkapnya
Produktivitas Pekerjaan Pemasangan Keramik: Menyibak Efisiensi Lewat Metode MPDM

Proyek Kontruksi

Optimalisasi Proyek "Design and Build": Studi Kasus Masjid Al-Huda Universitas Merdeka Malang

Dipublikasikan oleh Anisa pada 21 Mei 2025


Dalam dunia konstruksi modern, efisiensi waktu dan biaya menjadi kunci utama keberhasilan suatu proyek. Salah satu pendekatan yang semakin populer untuk mencapai tujuan ini adalah metode Design and Build (DB) atau Rancang Bangun (RB). Sebuah studi kasus mendalam mengenai pembangunan Masjid Al-Huda Universitas Merdeka Malang memberikan gambaran komprehensif tentang bagaimana pendekatan RB, dengan segala tantangan dan dinamikanya, dapat menghasilkan penyelesaian proyek yang tepat waktu dan fungsional. Artikel ini akan menganalisis secara rinci studi kasus tersebut, menyoroti faktor-faktor penentu keberhasilan, serta memberikan perspektif tambahan yang relevan dengan tren industri konstruksi saat ini.

Mendesaknya Kebutuhan: Latar Belakang Proyek Masjid Al-Huda

Proyek pembangunan Masjid Al-Huda Universitas Merdeka Malang bukan sekadar proyek konstruksi biasa; ia adalah respons terhadap kebutuhan mendesak akan fasilitas peribadatan yang dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, khususnya pada bulan Ramadhan 2023. Kondisi ini secara inheren menuntut percepatan proses pembangunan, di mana metode konvensional yang memisahkan tahapan desain dan konstruksi mungkin tidak akan mampu memenuhi target waktu yang ketat.

Awalnya, Masjid Al-Huda berlokasi di dalam lingkungan kampus, sehingga hanya melayani jamaah dari kalangan kampus. Namun, dengan dukungan dari Pemerintah Kota Malang, lokasi masjid dipindahkan ke tepi Jalan Terusan Raya Dieng. Perubahan lokasi ini strategis untuk memperluas jangkauan pelayanan masjid, menjadikannya fasilitas peribadatan umum yang juga dapat diakses oleh warga sekitar Universitas Merdeka Malang. Proyek ini didanai melalui swakelola oleh Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka (YPTM), yang sebagian besar berasal dari dana wakaf jamaah, mengindikasikan bahwa proyek ini juga memiliki nilai sosial dan amal yang tinggi. Luas proyek mencakup area ±865 m2 dari total lahan 1083 m2, yang terbagi menjadi bangunan utama masjid (600 m2), lahan parkir (363 m2), dan taman (120 m2).

Transisi Menuju Rancang Bangun: Solusi di Tengah Keterbatasan

Pada mulanya, proyek ini melibatkan tiga pihak utama: YPTM sebagai pemilik, tim perencana/pengawas, dan PT. KIM sebagai kontraktor pelaksana. Namun, minimnya dokumen pelaksanaan yang memadai mengharuskan adanya koordinasi intensif. Situasi ini mendorong integrasi tim perencana/pengawas dengan kontraktor, membentuk sistem RB yang terintegrasi. Metode RB memang dikenal sebagai solusi efektif untuk proyek-proyek yang mendesak karena mampu mengintegrasikan tim perancang dan tim pembangunan menjadi satu kesatuan, sehingga memangkas waktu pengerjaan dan meningkatkan efisiensi.

Pendekatan RB memiliki dua pekerjaan mendasar: merancang dokumen pelaksanaan dan melaksanakan konstruksi, dengan seluruh pekerjaan berada dalam satu tanggung jawab terpadu. Meskipun efisien, sistem ini juga rentan terhadap ketidakpastian karena proses perancangan yang berjalan paralel dengan konstruksi, memungkinkan perubahan desain. Dalam konteks Masjid Al-Huda, keputusan untuk mengadopsi RB terbukti krusial dalam memenuhi tenggat waktu yang ketat, yaitu operasionalisasi masjid pada bulan Ramadhan 2023.

Dinamika Pelaksanaan: Faktor Kritis dalam Proyek RB

Keberhasilan proyek RB sangat bergantung pada sinergi dan kemampuan berbagai pihak yang terlibat. Dalam studi kasus Masjid Al-Huda, beberapa faktor signifikan telah diidentifikasi:

1. Kemampuan Tim Perencana/Perancang

Tim perencana/perancang memegang peranan sentral dalam proyek RB, terutama dalam mengakomodasi keinginan pemilik dan memastikan kelancaran pelaksanaan. Di proyek ini, kecepatan tim perancang didorong oleh penerapan konsep kontekstual. Konsep kontekstual mengarahkan perancangan objek agar selaras dengan lingkungan sekitarnya, dalam hal ini, fasade gedung kampus Unmer Malang yang sudah ada. Pendekatan ini secara signifikan mempercepat proses perancangan karena keputusan desain dasar sudah ditentukan oleh konteks yang ada. Tim ini melibatkan perencana, pengawas, drafter berpengalaman, dan mahasiswa praktik, menunjukkan kapasitas yang memadai dalam menyusun Detail Engineering Design (DED) dan dokumen lainnya.

2. Kemampuan Tim Pelaksana (Kontraktor)

Tim konstruksi, yang dalam kasus ini adalah PT. KIM, menunjukkan kapabilitas tinggi dalam menangani permasalahan lapangan dengan sigap. Mereka mampu membuat keputusan cepat berdasarkan koordinasi dengan tim perancang. Untuk mengejar target waktu, tim pelaksana bahkan melakukan penambahan personil dan jam kerja lembur guna mencapai progres yang diharapkan.

3. Kemampuan Manajer Proyek

Manajer proyek berperan sebagai koordinator utama yang memastikan komunikasi berjalan lancar antarpihak terkait. Di proyek Masjid Al-Huda, kemampuan manajer proyek terlihat dari koordinasi mingguan yang intensif dan pengawasan lapangan yang ketat. Koordinasi intensif ini juga mencakup penyediaan gambar DED, penandatanganan kontrak, dan penawaran harga, yang memastikan setiap pihak segera menjalankan perannya.

4. Kemampuan Pemilik (Owner)

YPTM sebagai pemilik tidak hanya memfasilitasi, tetapi juga mengakomodasi dan mengawasi progres proyek secara intensif, bahkan setiap hari. Kemampuan manajerial owner, termasuk penetapan jadwal yang ketat dan ketersediaan personil, sangat mempengaruhi keberhasilan proyek. Pengendalian proyek dilakukan berdasarkan evaluasi progres yang berkelanjutan.

5. Faktor Proses Pengadaan (Procurement)

Proses pengadaan menjadi faktor dominan yang menentukan progres pekerjaan. Di proyek ini, YPTM langsung mendatangkan produsen dan menentukan sub-kontraktor untuk pekerjaan fasade (kusen-kaca, kubah, dinding pelingkup/ACP) dan interior (mihrab, plafon, tangga). Proses penawaran dilakukan melalui presentasi dan diskusi, yang memastikan pemilihan pihak yang memenuhi spesifikasi teknis proyek.

6. Faktor Lingkup Proyek

Perubahan lingkup proyek, baik penambahan maupun pengurangan pekerjaan, dapat sangat memengaruhi kelancaran dan waktu penyelesaian. Pada Masjid Al-Huda, terjadi penambahan pekerjaan berupa perluasan lantai 1 menjadi area parkir yang diubah menjadi ekstensi. Sebaliknya, ada pengurangan pekerjaan karena pembatalan koneksi lantai 2 masjid dengan gedung LPPM. Perubahan spesifikasi teknis, seperti perbedaan persepsi bahan penutup dinding interior dan pola kaligrafi mihrab/fasade, juga terjadi. Meski demikian, tim proyek mampu mengelola perubahan ini dengan adaptasi dan penambahan jam kerja.

Konseptualisasi Desain Kontekstual: Sebuah Pendekatan Cerdas

Salah satu aspek yang paling menarik dari proyek ini adalah penerapan konsep perancangan kontekstual. Konsep ini melibatkan penyesuaian desain objek baru dengan lingkungan sekitarnya, sehingga tercipta keselarasan dan keutuhan. Dalam konteks Masjid Al-Huda, ini berarti desain masjid disesuaikan dengan fasade perulangan gedung rektorat dan lingkungan kampus Unmer Malang yang sudah ada. Pendekatan ini bukan hanya mempercepat proses perancangan—karena keputusan desain utama sudah ditentukan—tetapi juga menciptakan identitas arsitektur yang kohesif bagi seluruh kampus.

Pendekatan kontekstual dalam arsitektur telah banyak dibahas dalam literatur. Misalnya, studi oleh Jefri dan Puspitasari (2019) dan Prasetyo dan Trisnowati (2023) menyoroti pentingnya arsitektur kontekstual dalam menciptakan bangunan yang harmonis dengan lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan desain yang diambil untuk Masjid Al-Huda sejalan dengan prinsip-prinsip arsitektur yang telah terbukti.

Refleksi dan Pembelajaran dari Proyek Design and Build

Keberhasilan Masjid Al-Huda menunjukkan bahwa metode RB sangat efektif untuk proyek dengan tenggat waktu yang ketat dan tingkat urgensi yang tinggi. Indikator keberhasilan utama adalah kemampuan masjid untuk beroperasi pada Bulan Ramadhan 2023, sesuai target yang ditetapkan.

Meskipun sukses, proyek ini juga menyoroti beberapa area yang memerlukan perbaikan. Salah satu tantangan utama adalah potensi tumpang tindih peran antara perencana, pengawas, dan kontraktor dalam sistem RB yang terintegrasi. Meskipun integrasi ini esensial untuk kecepatan, kurangnya definisi peran yang jelas dapat memicu konflik. Oleh karena itu, disarankan untuk mempertegas aturan kerja sama antarperan guna meminimalkan potensi konflik di masa mendatang.

Studi ini juga mengkonfirmasi temuan dari penelitian lain mengenai faktor risiko dalam proyek RB. Alam (2011) dan Tarigan (2018) mengidentifikasi berbagai faktor risiko, termasuk kemampuan manajerial owner, proses pengadaan, kemampuan perencana, kemampuan pelaksana, dan lingkup proyek. Pengalaman proyek Masjid Al-Huda memperkuat relevansi faktor-faktor ini dalam menentukan kesuksesan proyek RB.

Proyek Design and Build di Era Digital: Peluang dan Tantangan Masa Depan

Melihat keberhasilan proyek Masjid Al-Huda, ada peluang besar untuk mengintegrasikan teknologi modern demi optimalisasi lebih lanjut dalam proyek RB. Implementasi Building Information Modeling (BIM) dapat menjadi langkah selanjutnya yang revolusioner. BIM memungkinkan kolaborasi yang lebih erat antara tim desain dan konstruksi, mengurangi kesalahan desain, dan mempercepat proses pembangunan secara keseluruhan. Dengan BIM, perubahan desain dapat divisualisasikan secara real-time, meminimalkan kejutan di lapangan dan meningkatkan efisiensi koordinasi.

Selain itu, manajemen risiko dalam proyek RB dapat ditingkatkan melalui penggunaan analitik data dan kecerdasan buatan (AI). Dengan menganalisis data dari proyek-proyek sebelumnya, AI dapat memprediksi potensi risiko dan memberikan rekomendasi mitigasi yang proaktif, jauh sebelum masalah tersebut muncul. Ini sangat relevan dengan sifat proyek RB yang melibatkan ketidakpastian desain yang berjalan paralel.

Kesimpulan

Proyek Masjid Al-Huda Universitas Merdeka Malang adalah contoh nyata keberhasilan penerapan metode Design and Build dalam menghadapi kendala waktu yang ketat. Kunci keberhasilan terletak pada integrasi tim yang kuat, kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkup proyek, serta dedikasi seluruh pihak yang terlibat. Pendekatan kontekstual dalam desain terbukti efektif dalam mempercepat proses perancangan tanpa mengorbankan kualitas dan keselarasan arsitektur. Meskipun tantangan berupa potensi tumpang tindih peran perlu diatasi dengan definisi kerja sama yang lebih jelas, proyek ini memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana sinergi dan manajemen yang efektif dapat mewujudkan proyek konstruksi yang kompleks dalam waktu yang singkat.

Pengalaman dari Masjid Al-Huda juga menegaskan bahwa faktor kemampuan perencana, kontraktor, manajer proyek, dan pemilik adalah pilar utama keberhasilan proyek RB. Dalam konteks yang lebih luas, proyek ini juga menjadi bukti bahwa adopsi pendekatan inovatif seperti RB, yang didukung oleh kolaborasi intensif, dapat menjadi solusi strategis untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang mendesak di masa depan.

Sumber Artikel

Penelitian ini dapat diakses di:

  • Rizki Prasetiya. (2024). Masjid Al-Huda Universitas Merdeka Malang: Proyek Design and Build. MINTAKAT: Jurnal Arsitektur, 25(1), 1-12.

    • ISSN (Print): 1411-7193

    • ISSN (Online): 2654-4059

    • (Tidak ada tautan langsung atau DOI yang disediakan dalam dokumen, sehingga tidak dapat ditambahkan.)

Selengkapnya
Optimalisasi Proyek "Design and Build": Studi Kasus Masjid Al-Huda Universitas Merdeka Malang

Proyek Kontruksi

Menavigasi Pilihan Kritis: Kriteria Pemilihan Metode Pengiriman Proyek untuk Bangunan di Surabaya

Dipublikasikan oleh Anisa pada 21 Mei 2025


Setiap proyek konstruksi, tak peduli skalanya, dimulai dengan sebuah keputusan fundamental: bagaimana proyek itu akan dilaksanakan? Pilihan metode pengiriman proyek (Project Delivery Method - PDM) adalah salah satu keputusan paling krusial yang harus diambil oleh pemilik proyek, karena ia akan menentukan struktur kontrak, alokasi tanggung jawab, manajemen risiko, dan pada akhirnya, kesuksesan proyek secara keseluruhan. Di kota-kota yang berkembang pesat seperti Surabaya, yang terus menyaksikan geliat pembangunan gedung-gedung baru, pemilihan PDM yang tepat menjadi semakin kompleks namun vital. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Andi, Sugianto, dan Lukas dari Petra Christian University, yang dipublikasikan di Civil Engineering Dimension pada tahun 2024, menawarkan kerangka kerja sistematis untuk membantu pemilik proyek di Surabaya dalam membuat keputusan PDM yang optimal. Studi ini tidak hanya mengidentifikasi kriteria-kriteria kunci, tetapi juga mengusulkan model pengambilan keputusan multi-kriteria yang dapat menjadi panduan praktis.

PDM: Lebih dari Sekadar Kontrak, Ini Strategi Proyek

PDM adalah kerangka kerja kontraktual dan organisasi yang mendefinisikan hubungan antara pemilik proyek, desainer, dan kontraktor. Pilihan PDM yang tepat dapat menjadi fondasi kesuksesan, sementara pilihan yang salah dapat membawa pada pembengkakan biaya, keterlambatan jadwal, sengketa, dan penurunan kualitas. Artikel ini menyoroti bahwa berbagai kriteria harus dipertimbangkan secara matang dalam proses pemilihan PDM, termasuk sifat unik proyek konstruksi, karakteristik spesifik pemilik, dan detail proyek itu sendiri.

Secara umum, ada beberapa PDM utama yang banyak digunakan di industri konstruksi global:

  1. Design-Bid-Build (DBB) atau Single General Contractor: Ini adalah metode tradisional di mana pemilik mengontrak desainer (arsitek/insinyur) dan kontraktor secara terpisah. Desain diselesaikan terlebih dahulu, kemudian dilelang kepada kontraktor. Keuntungannya adalah kejelasan peran dan tanggung jawab, namun seringkali memakan waktu lebih lama dan memiliki risiko perubahan desain yang lebih tinggi selama konstruksi.

  2. Design-Build (DB): Pemilik mengontrak satu entitas tunggal yang bertanggung jawab atas desain dan konstruksi. Keuntungannya adalah efisiensi waktu, satu titik tanggung jawab, dan potensi inovasi. Ini telah banyak dibahas dalam paper sebelumnya, misalnya konteks di Jakarta (Lindawati & Wibowo), Jepang (Suratkoni), dan Sri Lanka (Rathugama).

  3. Construction Management (CM): CM dapat berupa CM-at-Risk (CMAR) di mana CM memegang kontrak konstruksi dan bertanggung jawab atas harga maksimum yang dijamin, atau Agency CM di mana CM bertindak sebagai penasihat pemilik.

  4. Multiple Primes: Pemilik mengontrak beberapa kontraktor utama secara langsung untuk bagian-bagian pekerjaan yang berbeda. Ini memberikan pemilik kontrol lebih besar, tetapi juga meningkatkan beban koordinasi.

Setiap PDM memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, dan tidak ada "satu ukuran untuk semua" yang cocok untuk setiap proyek. Oleh karena itu, penting untuk memiliki pendekatan yang sistematis dalam memilih PDM yang paling sesuai.

Metodologi Penelitian: Membangun Model Keputusan Multi-Kriteria

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kriteria kunci dalam pemilihan PDM untuk proyek bangunan di Surabaya dan kemudian mengusulkan model pengambilan keputusan. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini, berdasarkan informasi yang diberikan, adalah pendekatan multi-criteria decision-making (MCDM), khususnya menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP adalah teknik yang kuat untuk menguraikan keputusan kompleks menjadi hierarki elemen yang lebih mudah dikelola, kemudian mengevaluasi setiap elemen berdasarkan perbandingan berpasangan.

Langkah-langkah umum dalam penerapan AHP meliputi:

  1. Mendefinisikan Masalah: Menentukan tujuan utama, yaitu pemilihan PDM yang optimal.

  2. Mengidentifikasi Alternatif PDM: Dalam kasus ini, alternatif yang diteliti adalah Single General Contractor, Multiple Primes, dan Design-Build.

  3. Mengidentifikasi Kriteria Keputusan: Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pilihan PDM. Peneliti dalam studi ini menilai dan mengevaluasi kriteria-kriteria kunci ini.

  4. Membangun Struktur Hierarki: Mengatur tujuan, kriteria, sub-kriteria (jika ada), dan alternatif dalam struktur hierarki.

  5. Melakukan Perbandingan Berpasangan: Ahli atau responden memberikan penilaian relatif untuk setiap pasangan kriteria dan alternatif berdasarkan skala AHP (misalnya, 1-9, di mana 1 berarti kepentingan yang sama dan 9 berarti sangat lebih penting).

  6. Menghitung Vektor Prioritas: AHP menggunakan matematika matriks untuk menghitung bobot relatif (vektor prioritas) untuk setiap kriteria dan alternatif.

  7. Melakukan Uji Konsistensi: AHP juga menghitung rasio konsistensi untuk memastikan bahwa penilaian responden konsisten secara logis.

  8. Menentukan Peringkat Akhir: Menggabungkan bobot kriteria dengan bobot alternatif untuk mendapatkan peringkat keseluruhan dan merekomendasikan PDM terbaik.

Pengumpulan data dilakukan melalui survei ahli atau kuesioner yang disebarkan kepada para profesional konstruksi di Surabaya. Responden adalah para pemilik proyek atau pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan PDM.

Temuan Kunci: Kriteria Dominan untuk Pemilihan PDM di Surabaya

Meskipun abstrak tidak merinci bobot numerik spesifik dari setiap kriteria, penelitian AHP umumnya akan menghasilkan peringkat prioritas untuk setiap kriteria yang dipertimbangkan. Kriteria-kriteria kunci yang dievaluasi dalam studi ini kemungkinan besar mencakup, tetapi tidak terbatas pada:

  • Tujuan Proyek: Misalnya, kendala waktu (jadwal agresif), kendala biaya (anggaran ketat), kebutuhan akan inovasi, atau persyaratan kualitas tinggi.

  • Karakteristik Proyek: Seperti kompleksitas desain, ukuran proyek, jenis bangunan (misalnya, perumahan, komersial, industri), atau kondisi situs.

  • Karakteristik Pemilik: Seperti pengalaman pemilik dengan metode pengiriman proyek tertentu, kapasitas internal pemilik untuk manajemen proyek, atau keinginan pemilik untuk kontrol terhadap desain dan konstruksi.

  • Manajemen Risiko: Seberapa besar pemilik ingin mengalihkan risiko kepada kontraktor atau seberapa besar pemilik ingin mempertahankan kontrol risiko.

  • Fleksibilitas dan Perubahan: Seberapa besar kemungkinan perubahan desain atau lingkup selama proyek.

Berdasarkan studi AHP yang khas, kemungkinan besar penelitian ini menemukan bahwa beberapa kriteria memiliki bobot yang jauh lebih tinggi daripada yang lain. Misalnya, bisa jadi "Kendala Waktu" atau "Manajemen Risiko" adalah kriteria paling dominan yang memengaruhi pilihan PDM oleh pemilik proyek di Surabaya. Ini akan mengindikasikan bahwa pemilik cenderung memilih PDM yang dapat menyelesaikan proyek lebih cepat atau yang dapat mengalihkan risiko secara efektif.

Contoh temuan yang mungkin muncul dari penelitian ini (jika angka spesifik disertakan dalam full paper):

  • Bobot Kriteria: Jika Kendala Waktu memiliki bobot prioritas 0.35, Manajemen Risiko 0.25, dan Kontrol Desain 0.15, ini menunjukkan bahwa waktu dan risiko adalah perhatian utama bagi pemilik di Surabaya.

  • Peringkat PDM: Berdasarkan bobot kriteria tersebut, PDM seperti Design-Build (jika kecepatan prioritas) atau Single General Contractor (jika kontrol desain prioritas) akan mendapatkan peringkat lebih tinggi.

Analisis Mendalam: Relevansi Konteks Lokal dan Tantangan Umum

Studi ini memiliki relevansi tinggi karena berfokus pada konteks lokal Surabaya. Setiap kota atau wilayah memiliki dinamika industri konstruksinya sendiri, termasuk budaya bisnis, ketersediaan sumber daya, peraturan lokal, dan tingkat pengalaman profesional.

  • Dinamika Surabaya: Surabaya, sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, adalah pusat pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Tingginya aktivitas pembangunan gedung komersial, perumahan, dan fasilitas publik di Surabaya kemungkinan besar menuntut metode pengiriman proyek yang efisien dan cepat. Hal ini membuat kriteria seperti "kendala waktu" menjadi sangat relevan.

  • Karakteristik Pemilik Proyek di Indonesia: Di Indonesia, pemilik proyek mungkin memiliki tingkat pengalaman yang bervariasi dalam mengelola proyek konstruksi. Beberapa mungkin memiliki departemen manajemen proyek yang kuat, sementara yang lain mungkin lebih memilih untuk menyerahkan tanggung jawab kepada pihak eksternal. Model ini dapat membantu pemilik dengan pengalaman terbatas untuk membuat keputusan yang lebih terinformasi.

  • Perbandingan dengan Penelitian Global: Penelitian serupa tentang pemilihan PDM telah banyak dilakukan di berbagai negara. Misalnya, studi di Amerika Utara seringkali menyoroti faktor-faktor seperti "kolaborasi tim" dan "potensi inovasi" sebagai pendorong pemilihan DB. Studi di Asia Tenggara mungkin menekankan "kemampuan finansial kontraktor" atau "hubungan dengan pemerintah". Studi ini dapat membantu memvalidasi apakah kriteria umum bersifat universal atau ada kekhususan regional.

    • Sebagai contoh, jika studi Andi dkk. menemukan bahwa "biaya awal yang rendah" adalah kriteria dominan, sementara studi di negara maju lebih menekankan "nilai jangka panjang" atau "keberlanjutan", ini menunjukkan perbedaan prioritas yang menarik.

  • Peran Pemerintah Daerah: Meskipun studi ini berfokus pada proyek bangunan, pemerintah daerah (misalnya, Pemkot Surabaya) sebagai pemilik proyek juga dapat menggunakan model ini untuk memilih PDM yang tepat untuk proyek infrastruktur lokal mereka, yang juga menghadapi tekanan waktu dan anggaran.

Implikasi Praktis dan Nilai Tambah

Penelitian ini memiliki implikasi praktis yang signifikan bagi industri konstruksi di Surabaya dan sekitarnya:

  1. Panduan untuk Pemilik Proyek: Model yang diusulkan AHP ini dapat menjadi alat bantu yang kuat bagi pemilik proyek untuk membuat keputusan PDM yang lebih objektif dan terstruktur. Ini mengurangi ketergantungan pada intuisi atau kebiasaan semata.

  2. Transparansi dalam Pengambilan Keputusan: Dengan menguraikan kriteria dan bobotnya, proses pemilihan PDM menjadi lebih transparan, yang dapat mengurangi konflik dan meningkatkan akuntabilitas.

  3. Optimalisasi Kinerja Proyek: Dengan memilih PDM yang paling sesuai dengan karakteristik dan tujuan proyek, peluang kesuksesan (tepat waktu, sesuai anggaran, kualitas tinggi) dapat meningkat secara signifikan.

  4. Pendidikan Industri: Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengedukasi para pemangku kepentingan di industri konstruksi (pengembang, kontraktor, konsultan) tentang pentingnya pemilihan PDM yang strategis.

  5. Dasar untuk Penelitian Lanjutan: Model ini dapat menjadi fondasi untuk penelitian lebih lanjut, seperti pengembangan perangkat lunak berbasis AHP untuk pemilihan PDM, atau integrasi dengan faktor keberlanjutan dan risiko dalam model keputusan.

Kritik dan Saran Pengembangan

Meskipun penelitian ini sangat relevan dan metodologinya kuat, ada beberapa area yang dapat menjadi fokus untuk pengembangan lebih lanjut:

  • Validasi Empiris Lebih Lanjut: Meskipun AHP melibatkan input dari para ahli, validasi model dengan mengaplikasikannya pada sejumlah proyek nyata di Surabaya dan membandingkan hasilnya dengan kinerja proyek aktual akan sangat memperkuat argumen.

  • Kriteria Keberlanjutan dan Dampak Sosial: Mengingat semakin pentingnya isu keberlanjutan dalam konstruksi, akan sangat berharga jika model ini diperluas untuk memasukkan kriteria terkait dampak lingkungan (CO_2 emisi, penggunaan material daur ulang) dan dampak sosial (partisipasi komunitas, penciptaan lapangan kerja lokal).

  • Penggunaan Data Kuantitatif Objektif: Selain input subjektif dari para ahli, integrasi data kinerja proyek historis yang objektif (misalnya, cost overrun, schedule delay, data kualitas) dapat meningkatkan akurasi dan objektivitas model.

  • Dinamika Pasar Kontraktor: Penelitian dapat diperluas untuk mempertimbangkan dinamika pasar kontraktor di Surabaya. Apakah ada banyak kontraktor yang berpengalaman dalam metode DB? Apakah ada persaingan yang sehat di setiap PDM?

  • Peran Teknologi: Bagaimana peran teknologi, seperti BIM atau digital twins, dapat memengaruhi pilihan PDM? PDM tertentu mungkin lebih cocok untuk proyek-proyek yang sangat mengandalkan teknologi canggih.

Kesimpulan: Menentukan Arah Proyek di Surabaya dan Lebih Jauh

Penelitian oleh Andi, Sugianto, dan Lukas adalah kontribusi penting yang mengisi kesenjangan dalam literatur tentang pemilihan PDM dalam konteks kota berkembang seperti Surabaya. Dengan menyediakan model berbasis AHP, studi ini memberdayakan pemilik proyek untuk membuat keputusan yang lebih cerdas dan terinformasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat keberhasilan proyek konstruksi di wilayah tersebut.

Di era proyek yang semakin kompleks dan menuntut, kemampuan untuk memilih PDM yang tepat bukanlah lagi kemewahan, melainkan kebutuhan. Penelitian ini tidak hanya memberikan alat praktis, tetapi juga mendorong pemikiran yang lebih strategis dalam manajemen proyek, membuka jalan menuju industri konstruksi yang lebih efisien, adaptif, dan sukses di Surabaya dan di seluruh Indonesia.

Sumber Artikel:

Andi, Sugianto, S.E., & Lukas, Y.S. (2024). Project Delivery Method Selection Criteria for Building Projects in Surabaya, Indonesia. Civil Engineering Dimension, 26(2), 111-119. Diakses dari https://doi.org/10.9744/ced.26.2.111-119

Selengkapnya
Menavigasi Pilihan Kritis: Kriteria Pemilihan Metode Pengiriman Proyek untuk Bangunan di Surabaya
« First Previous page 3 of 5 Next Last »