Pendidikan jarak jauh

30,74% Anak di Dunia Tidak Dapat Mengakses Pembelajaran Jarak Jauh pada 2020

Dipublikasikan oleh Admin pada 13 Maret 2022


UNICEF melaporkan setidaknya ada 30,74% atau 463 juta anak di seluruh dunia yang tidak dapat mengakses pembelajaran jarak jauh selama penutupan sekolah akibat pandemi Covid-19 pada 2020.

Afrika Timur dan Selatan menjadi wilayah dengan kesulitan terhadap akses pembelajaran jarak jauh tertinggi. Sebanyak 49,63% atau 67 juta anak-anak di wilayah ini tidak memiliki akses untuk melakukan pembelajaran jarak jauh.

 Wilayah Afrika Barat dan Tengah menyusul dengan persentase anak yang tidak memiliki akses untuk belajar jarak jauh sebesar 47,79% atau 54 juta anak. Kemudian, wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara sebesar 40,22% atau 37 juta anak.

Menurut UNICEF, anak-anak yang bersekolah di negara-negara miskin telah kehilangan hampir empat bulan kegiatan sekolah sejak awal pandemi, dibandingkan dengan anak-anak di negara-negara maju yang kehilangan enam minggu kegiatan sekolah.

Hal ini juga berdampak buruk pada anak-anak yang bersekolah di negara-negara miskin karena minimnya program pembelajaran yang lebih terstruktur selama pandemi sehingga mereka akan semakin tertinggal.

Sumber: databoks.katadata.co.id 

Selengkapnya
30,74% Anak di Dunia Tidak Dapat Mengakses Pembelajaran Jarak Jauh pada 2020

Pendidikan jarak jauh

Learning Loss Akibat Pembelajaran Jarak Jauh?

Dipublikasikan oleh Admin pada 13 Maret 2022


Kampus ITS, Opini – Penutupan sekolah telah menjadi alat umum dalam pertempuran melawan Covid-19. Pendidikan dilakukan secara serentak dengan cara daring guna menghindari pola pendidikan tatap muka (luring). Dalam kenyataannya, ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap pendidikan di sekolah berimbas pada kemampuan belajar siswa hingga dapat terjadi learning loss. Selain dari aspek ketergantungan ini, konsep dari pembelajaran jarak jauh yang ditawarkan pemerintah juga terkesan tidak siap dalam penyusunan program dan kurikulum yang sesuai riset, survei dan realita di Indonesia.

Penangguhan pembelajaran tatap muka di sekolah ini telah menimbulkan kekhawatiran akan penurunan kualitas pengetahuan kognisi, keterampilan vokasi, dan keterampilan sosial yang dimiliki pribadi siswa. Dimulai dari penyampaian materi yang tidak leluasa, kesulitan untuk bertanya maupun berkonsultasi dengan guru, serta gangguan kelancaran internet. Selain itu, proses pembelajaran daring yang diselenggarakan oleh guru belum menemukan format yang tepat di banyak sekolah sehingga efektivitasnya masih sering dipertanyakan.

Jika dilihat lebih jauh, tumpuan sistem pendidikan pada tingkat rendah, seperti TK dan SD semua akan beralih ke keluarga, dengan orangtua yang mengawasi berlangsungnya proses pembelajaran siswa. Secara singkat, orangtua akan berperan sebagai guru yang mengajarkan materi-materi kurikulum hingga menyelesaikan tugas sekolah. Hal ini sangat tidak mengherankan bila para orangtua mengeluh berperan sebagai guru dirumah karena mengalami banyak kesulitan.

Di lain sisi, pihak sekolah pun merasakan kesulitan dengan keterbatasan dalam memberikan materi ajar kepada siswa. Jam belajar mengajar berkurang, materi pelajaran tidak tersampaikan dengan baik, dan sulitnya mengajar materi yang bersifat praktikum, sehingga hal ini menimbulkan rasa was-was di kalangan pelaku dan pengamat pendidikan.

Dari permasalahan learning loss ini, dikhawatirkan siswa akan mengalami kesulitan belajar setelah masa pandemi Covid-19 usai. Jika kualitas siswa menurun, nantinya akan berimbas pada pembangunan pendidikan secara keseluruhan dan juga dunia kerja. Tidak mengherankan bila muncul saran-saran yang berisikan gagasan untuk memperpanjang lama tahun belajar. Beberapa diantaranya mengusulkan masa belajar diperpanjang selama 6 bulan, ada juga yang menyarankan diperpanjang selama satu tahun, dan ada pula yang menyarankan diperpanjang sesuai lama dari pandemi ini.

Namun, apakah learning loss yang terjadi pada para siswa ini murni diakibatkan oleh sistem PJJ dan pandemi?

Dilihat dari konsep learning loss yang dipakai di Indonesia dan di luar negeri, terdapat perbedaan yang mencolok. Di Indonesia, konsep learning loss hanya dipahami sebagai bentuk penurunan daya kemampuan siswa akibat adanya pandemi Covid-19. Berdasarkan konsep, learning loss sendiri sebenarnya dapat terjadi karena beberapa hal semisal liburan sekolah, tidak masuk sekolah, pengajaran yang tidak efektif hingga putus sekolah. Sedangkan di luar negeri, konsep learning loss ini adalah suatu kondisi hilangnya atau menurunnya pengetahuan dan keterampilan siswa yang disebabkan oleh kekurangan atau terputus secara berkelanjutan dalam pendidikan.

Jika saya tekankan pada konsep learning loss secara menyeluruh di Indonesia, hal ini terjadi akibat dari adanya pengajaran yang kurang efektif. Jika melihat kebelakang sebelum terjadi pandemi, para siswa sudah sering mengalami learning loss yang tidak pernah disadari oleh guru, dinas pendidikan dan pemerintah.

Setelah diberlakukannya sistem pembelajaran daring oleh pemerintah justru semakin memperparah ketidakefektifan dalam proses belajar mengajar. Selain karena rendahnya tingkat pemahaman guru tentang teknologi, kebingungan para guru mengenai kebijakan pemerintah yang diambil masih belum relevan dengan realitas di Indonesia. Saat ini hanya ada pengajaran yang berupa soal-soal tanpa adanya pembelajaran terlebih dahulu.

Jadi, apakah ada solusi untuk mengatasi learning loss ini?

Pertama, sekolah harus terus mengembangkan kapasitas siswa dan guru sehingga mampu mengoptimalkan pembelajaran melalui daring. Pelajari banyak pengalaman selama pandemi yang tidak akan hilang ketika keadaan sudah normal. Dari pengalaman tersebut akan tercipta inspirasi dan masukan untuk pengembangan pendidikan kedepannya.

Kedua, pembelajaran selama pandemi difokuskan pada topik dan keterampilan yang esensial dan berguna bagi siswa untuk menempuh pendidikan tingkat lanjut dan dunia kerja. Untuk mewujudkan pembelajaran yang berguna, bukan hanya pada pemahaman materi, melainkan juga penekanan pada makna.

Ketiga, pengembangan kurikulum dan model pelajaran yang membebaskan siswa daripada mengejar nilai karena hal ini justru membuat pribadi siswa menjadi individualis dan tidak peka sosial. Pada kurikulum, sudah seharusnya pelajar dan guru tidak dibebankan pada kurikulum ‘normal’ yang tertuang dalam kompetensi dasar karena hal ini tidak mengalami perubahan sama sekali padahal jam pelajaran mengalami pengurangan yang cukup signifikan.

Keempat, pembelajaran yang mendalam dapat dipahami sebagai proses seseorang agar mampu mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam suatu situasi dan mampu menerapkannya pada situasi baru (pandemi, red) atau bisa dibilang sebagai bentuk pembelajaran transformasi.

Dan terakhir, kelima, diperlukan pengetahuan keterampilan (tool-knowledge) agar bisa secara mandiri, mencari, dan memperoleh ilmu pengetahuan baru. Disini guru berperan sebagai pemateri dan motivator bagi siswa guna meningkatkan kualitas pembentukan sikap dan karakter pribadi siswa. Penguasaan ini akan mempermudah siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru yang mendukung kemampuan belajar mandiri siswa.

Konsep learning loss ini bukan hanya terfokus pada unsur teknologi informasi, melainkan juga membutuhkan penataan ulang kurikulum yang selaras dengan kondisi pada saat ini. Sekolah juga seharusnya lebih membuat siswa lebih siap menghadapi kebebasan dalam mencari ilmu pengetahuan alih-alih hanya mengejar target tugas dan nilai.

Sumber: its.ac.id

 

Selengkapnya
Learning Loss Akibat Pembelajaran Jarak Jauh?

Pendidikan jarak jauh

Pencarian model pembelajaran jarak jauh

Dipublikasikan oleh Admin pada 13 Maret 2022


Adi seorang PNS yang bekerja di suatu pemerintah daerah, dan sebagai PNS dirinya memiliki kebutuhan untuk terus berkembang tentunya itu bukan hanya sebagai kebutuhannya tetapi juga tuntutan dari pekerjaannya. Salah satu cara untuk terus mengembangkan dirinya adalah dengan mengikuti pelatihan.

Adi biasanya mengikuti pelatihan yang diadakan oleh lembaga pembina jabatan fungsionalnya. Sebelum pandemi, Adi biasa mengikuti pelatihan dengan bertatap muka langsung. Bisa di daerah lain yang masih satu provinsi, tetapi juga sering mengikuti pelatihan ke Jakarta. Ketika mengikuti pelatihan tersebut, bukan hanya pengetahuannya yang semakin berkembang, namun juga sebagai cara dirinya untuk mengistirahatkan dirinya dari tugas kantor sehari-hari. Saat mengikuti pelatihan, dirinya juga bisa berkeliling di daerah sekitar tempat pelatihan, sehingga kebutuhannya akan hiburan dan rekreasi terpenuhi.

Tetapi, pandemi mengubah itu semua. Kini dirinya tidak lagi bisa mengikuti pelatihan secara tatap muka, karena pelatihan yang diadakan semuanya dilakukan secara e-learning. Hal ini membuat dirinya tidak perlu lagi datang jauh-jauh dari tempatnya bekerja ke tempat pelatihan.

Perubahan pola pelatihan yang dialami Adi, juga dialami oleh para pelajar dan mahasiswa. Anak-anak sekolah yang tadinya bisa bermain dan berinteraksi dengan guru dan teman-teman sekolahnya, kini hanya bisa belajar dari rumah. Para mahasiswa yang tadinya bisa berorganisasi secara langsung, kini tidak bisa lagi. Semua itu karena dipaksa oleh kondisi pandemi.

Dunia pendidikan dan pelatihan seperti dipaksa untuk berubah, dari yang sebagian besar menggunakan metode tatap muka langsung, kini sebagian besar menggunakan metode e-learning.

Metode e-learning merupakan salah satu metode pembelajaran jarak jauh yang juga telah berkembang. Sebelum lahirnya internet, sebenarnya sudah ada pembelajaran jarak jauh hanya saja menggunakan layanan pos. Modul-modul dan tes dikirimkan menggunakan pos.

Pembelajaran jarak jauh kemudian berkembang dengan menggunakan telepon. Modul tercetak tetap dikirimkan melaluli pos, namun metode ujian menggunakan telepon.

Kemudian internet semakin masih, maka muncullah metode e-learning. Metode ini sangat mengandalkan jaringan internet. Modelnya pun bermacam-macam, ada yang semuanya berjalan secara otomatis, artinya semua bahan pembelajaran diunggah di suatu situs. Peserta bisa belajar dari bahan-bahan ajar tersebut, lalu ujiannya pun disitus tersebut. Jika lulus, langsung ada sertifikat yang bisa kita unduh atau dikirim ke alamat email kita. Metode ini merupakan metode yang bisa berjalan secara otomatis, dan metode ini juga bisa mengakomodir jumlah siswa yang sangat banyak. Melalui metode ini pula, maka lahirlah platform MOOC.

MOOC atau Massive Open Online Course, merupakan kursus atau pelatihan yang bisa diikuti oleh banyak orang sekaligus. Sudah banyak instansi pendidikan yang memiliki MOOC.

Kelebihan dari MOOC adalah dapat menyelenggarakan kursus atau pelatihan yang pesertanya sangat banyak tanpa perlu banyak campur tangan dari penyelenggara. Namun, MOOC memiliki kelemahan yaitu jenis dari pelatihannya terbatas. Karena sifatnya yang otomatis, maka MOOC lebih cocok jika digunakan untuk jenis pelatihan yang sifatnya memberikan pengetahuan kognitif. Sedangkan pengetahuan yang sifatnya praktik, agak kurang cocok. Mengapa demikian? Karena pengetahuan yang sifatnya praktik perlu ada keterlibatan dari pengajar, terutama untuk menilai hasil belajar peserta.

Selain MOOC ada juga metode hybrid atau campuran yang menggabungkan metode sinkronus dan asinkronus. Jika MOOC bisa dikatakan merupakan metode asinkronus sepenuhnya, berbeda dengan metode campuran ini, karena masih memerlukan keterlibatan dari pengajar. Sehingga metode campuran ini, kurang tepat jika pesertanya terlalu banyak.

Metode campuran sebenarnya baik, karena ada unsur sinkronus di dalamnya. Namun permasalahannya timbul ketika sesi sinkronus pada metode campuran ini sifatnya hanya searah. Jika memang hanya searah, apa bedanya dengan metode MOOC?

Memang, dunia pendidikan dan pelatihan terus berkembang dan para tenaga pendidikan dan pelatihan pun masih terus menemukan formula yang tepat. Mungkin ada yang memang cocok dengan MOOC atau ada juga yang cocok dengan metode campuran, atau mungkin suatu hari nanti ditemukan model pembelajaran yang lain, yang lebih tepat dan dapat dengan lebih efektif.

Sumber: pusdiklat.perpusnas.go.id

 

Selengkapnya