Green Supply Chain Management

Tinjauan Praktik Manajemen Rantai Pasokan Hijau: Dampak pada Kinerja Operasional dan Lingkungan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan
Artikel "A Short Review on Green Supply Chain Management Practices" oleh Shaikh, Shahbaz, dan Odhano (2020) memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana praktik manajemen rantai pasokan hijau (GSCM) memengaruhi kinerja operasional dan lingkungan perusahaan. Dengan berfokus pada desain produk yang ramah lingkungan, efisiensi energi, dan kolaborasi dengan mitra rantai pasokan, artikel ini menjelaskan bagaimana GSCM menjadi elemen penting dalam mencapai keberlanjutan dan keunggulan kompetitif.

Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir, kesadaran akan dampak lingkungan telah mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik GSCM. GSCM mencakup manajemen lingkungan yang komprehensif mulai dari desain produk hingga logistik terbalik (reverse logistics). Perusahaan yang menerapkan praktik ini menunjukkan pengurangan limbah, peningkatan efisiensi operasional, dan peningkatan reputasi merek.

Praktik Utama dalam GSCM

  1. Manajemen Lingkungan Internal
    • Audit Lingkungan: Program audit untuk memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan.
    • Sertifikasi ISO 14000: Banyak perusahaan, seperti Eastman Chemical Company, telah mengadopsi standar ini untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi limbah.
  2. Kolaborasi dengan Pemasok dan Pelanggan
    • Desain Produk Ramah Lingkungan: Mengurangi konsumsi bahan berbahaya dan mendesain ulang produk untuk daur ulang dan penggunaan ulang.
    • Pengemasan Berkelanjutan: Coca Cola berhasil mengurangi penggunaan material kemasan sebanyak 31.000 metrik ton.
  3. Desain Proses dan Produk
    • Pengurangan Emisi: Westpac Bank telah mengadopsi teknologi transportasi rendah emisi dan mengurangi konsumsi energi secara signifikan.
    • Logistik Terbalik: Optimasi proses untuk mendaur ulang material secara efisien.

Studi Kasus

  1. Eastman Chemical Company
    Eastman telah menetapkan tujuan penurunan emisi TRI (Toxic Release Inventory) dan menggunakan material daur ulang untuk mengurangi limbah. Pengelolaan energi yang cermat memungkinkan penggunaan panas dari satu proses kimia ke proses lain, menghasilkan efisiensi biaya yang signifikan.
  2. Coca Cola Enterprises
    Perusahaan ini menginvestasikan $34,8 juta dalam skema efisiensi lingkungan pada 2008. Selain itu, Coca Cola berhasil mengurangi jejak karbon sebesar 15% dari baseline 2007 dan menyelamatkan lebih dari 300 juta liter air melalui inisiatif keberlanjutan.
  3. Westpac Bank
    Bank ini telah menjadi pelopor dalam sertifikasi Carbon Neutral dan mengintegrasikan bahan daur ulang dalam pengemasan produk mereka, menghasilkan pengurangan biaya logistik dan emisi.
  4. Ernst and Young
    Ernst and Young memberikan layanan konsultasi terkait pengurangan emisi karbon dan manajemen risiko, memperkuat posisi mereka sebagai pemimpin dalam praktik keberlanjutan.

Dampak GSCM pada Kinerja
Artikel ini menyoroti bahwa GSCM tidak hanya meningkatkan kinerja lingkungan tetapi juga kinerja operasional perusahaan. Beberapa manfaat utama meliputi:

  • Efisiensi Biaya: Penggunaan energi terbarukan oleh 40% perusahaan menghasilkan penghematan biaya energi yang signifikan.
  • Peningkatan Pangsa Pasar: Produk ramah lingkungan menarik lebih banyak pelanggan, seperti yang ditunjukkan oleh Coca Cola.
  • Reputasi Merek: Perusahaan yang menerapkan GSCM memiliki reputasi lebih baik di mata konsumen.

Tantangan dan Prospek GSCM
Meskipun menawarkan banyak keuntungan, GSCM juga menghadapi tantangan, seperti:

  • Biaya Implementasi Awal: Investasi awal untuk teknologi ramah lingkungan dapat menjadi hambatan bagi perusahaan kecil.
  • Kesadaran dan Pelatihan: Dibutuhkan pendidikan berkelanjutan untuk manajer dan karyawan agar dapat memanfaatkan sepenuhnya potensi GSCM.

Namun, dalam jangka panjang, manfaat yang diberikan GSCM melebihi biaya yang dikeluarkan, terutama dengan meningkatnya tekanan konsumen dan regulasi lingkungan.

Kesimpulan
Artikel ini menegaskan bahwa manajemen rantai pasokan hijau adalah langkah strategis yang penting untuk masa depan. Dengan mengadopsi praktik ini, perusahaan dapat mencapai keseimbangan antara keuntungan ekonomi, tanggung jawab sosial, dan pelestarian lingkungan.

Sumber Artikel: Shaikh, F. A., Shahbaz, M. S., & Odhano, N. (2020). A Short Review on Green Supply Chain Management Practices: The Impact on Operational and Environmental Performance. Engineering, Technology & Applied Science Research, Vol. 10, No. 2, pp. 5367-5370.

Selengkapnya
Tinjauan Praktik Manajemen Rantai Pasokan Hijau: Dampak pada Kinerja Operasional dan Lingkungan

Green Supply Chain Management

Menciptakan Rantai Pasokan Berkelanjutan: Peran Komunikasi dalam Praktik Keberlanjutan SCM

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Disertasi karya Saif Mir dari University of Arkansas (2017) ini mengupas tuntas tentang bagaimana organisasi dapat menciptakan sustainable supply chains (rantai pasokan berkelanjutan) melalui pengaruh pada para profesional supply chain management (SCM). Mir berpendapat bahwa para profesional SCM adalah kunci perubahan dalam organisasi mereka, dan komunikasi merupakan alat penting untuk membujuk mereka dalam mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Disertasi ini terdiri dari tiga studi yang menggunakan metodologi berbeda untuk meneliti peran komunikasi dalam pengembangan dan implementasi inisiatif keberlanjutan.

Studi 1: Grounded Theory Investigation

Studi pertama menggunakan pendekatan grounded theory untuk mengidentifikasi faktor-faktor jaringan, komunikasi, dan struktural yang membangun business case (alasan bisnis) yang kuat untuk pengembangan inisiatif keberlanjutan. Business case yang kuat ini secara positif memengaruhi niat para profesional SCM dan mendorong adopsi sukarela kegiatan yang mendukung terciptanya sustainable supply chain.

Melalui serangkaian wawancara mendalam dengan para profesional SCM, Mir menemukan bahwa terdapat empat faktor utama yang mendorong adopsi praktik berkelanjutan:

  • *Business Case:* Organisasi yang melihat keberlanjutan sebagai peluang bisnis, bukan sekadar kewajiban etis, lebih mungkin untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Misalnya, perusahaan yang mampu mengurangi biaya melalui efisiensi energi atau pengurangan limbah akan memiliki business case yang lebih kuat untuk keberlanjutan.
  • *Network Factors:* Kolaborasi dengan mitra rantai pasokan, organisasi industri, dan lembaga pemerintah dapat memberikan pengetahuan, sumber daya, dan dukungan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan.
  • *Communication Factors:* Komunikasi yang efektif sangat penting untuk membangun kesadaran, memotivasi karyawan, dan berbagi praktik terbaik. Komunikasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat audiens yang berbeda.
  • *Structural Factors:* Struktur organisasi, kebijakan, dan insentif dapat memengaruhi perilaku para profesional SCM. Organisasi yang memiliki struktur yang mendukung keberlanjutan, seperti tim keberlanjutan khusus atau metrik kinerja yang terkait dengan keberlanjutan, lebih mungkin untuk mencapai tujuan keberlanjutan mereka.

Studi 2: Field Experiment

Studi kedua adalah eksperimen lapangan yang meneliti efektivitas pesan-pesan normatif dalam memotivasi voluntary pro-environmental behavior of employees (VPBE) (perilaku pro-lingkungan sukarela karyawan). Eksperimen ini melibatkan 645 truk di sebuah perusahaan truk berukuran sedang. Para pengemudi menerima pesan mingguan yang dirancang untuk mendorong perilaku pro-lingkungan, seperti mengurangi idle time (waktu idle) dan meningkatkan efisiensi bahan bakar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua dari lima pesan yang diuji efektif dalam mendorong VPBE. Pesan-pesan ini menekankan norma-norma sosial dan manfaat pribadi dari perilaku pro-lingkungan. Misalnya, satu pesan menyoroti bahwa sebagian besar pengemudi lain di perusahaan tersebut telah berhasil mengurangi idle time mereka, sementara pesan lain menekankan bahwa mengurangi idle time dapat menghemat uang pengemudi untuk bahan bakar.

Studi ini menunjukkan kekuatan komunikasi dalam memengaruhi perilaku karyawan dan memberikan bukti empiris tentang efektivitas pesan-pesan normatif dalam konteks keberlanjutan.

Studi 3: Vignette-Based Experiment

Studi ketiga menggunakan eksperimen berbasis vignette (sketsa) untuk menyelidiki peran komunikasi inter-organisasi sebagai sarana persuasi bagi para manajer SCM untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan dalam organisasi mereka. Vignette adalah deskripsi singkat dari situasi hipotetis yang digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana orang akan bereaksi dalam situasi tertentu.

Dalam studi ini, para manajer SCM disajikan dengan vignette yang menggambarkan situasi di mana mereka harus memutuskan apakah akan menginvestasikan sumber daya dalam inisiatif keberlanjutan. Vignette tersebut memvariasikan jenis pesan yang diterima para manajer SCM, serta fokus keberlanjutan mereka (yaitu, apakah mereka lebih fokus pada manfaat ekonomi atau lingkungan dari keberlanjutan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi tergantung pada fokus keberlanjutan manajer SCM. Manajer yang lebih fokus pada manfaat ekonomi dari keberlanjutan lebih mungkin untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan ketika mereka menerima pesan yang menekankan manfaat ekonomi tersebut. Sebaliknya, manajer yang lebih fokus pada manfaat lingkungan dari keberlanjutan lebih mungkin untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan ketika mereka menerima pesan yang menekankan manfaat lingkungan tersebut.

Studi ini menyoroti pentingnya menyesuaikan komunikasi dengan nilai-nilai dan motivasi audiens. Dengan memahami apa yang penting bagi para manajer SCM, organisasi dapat mengembangkan pesan-pesan yang lebih persuasif dan efektif dalam mendorong adopsi praktik-praktik berkelanjutan.

Implikasi Disertasi

Disertasi ini memiliki implikasi teoretis dan praktis yang signifikan. Secara teoretis, disertasi ini berkontribusi pada literatur supply chain dengan menyoroti bahwa komunikasi bukan hanya alat untuk bertukar informasi, tetapi juga dapat digunakan untuk persuasi. Disertasi ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana faktor-faktor jaringan, komunikasi, dan struktural dapat memengaruhi adopsi praktik-praktik berkelanjutan dalam rantai pasokan.

Secara praktis, disertasi ini memberikan panduan bagi organisasi tentang bagaimana mengembangkan dan mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan yang efektif. Disertasi ini menekankan pentingnya membangun business case yang kuat untuk keberlanjutan, membangun jaringan dengan mitra rantai pasokan, dan menyesuaikan komunikasi dengan kebutuhan dan minat audiens yang berbeda.

Salah satu poin penting dari disertasi ini adalah perlunya menyelaraskan komunikasi dan tanggung jawab pekerjaan. Hal ini memberikan wawasan manajerial mengenai komunikasi inter- dan intra-organisasi yang efektif dalam menciptakan sustainable supply chains. Dengan kata lain, pesan-pesan keberlanjutan harus relevan dengan pekerjaan sehari-hari para profesional SCM agar mereka merasa termotivasi untuk bertindak.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, disertasi Saif Mir ini memberikan kontribusi yang berharga bagi pemahaman kita tentang bagaimana menciptakan sustainable supply chains. Melalui tiga studi yang dirancang dengan baik, Mir menunjukkan bahwa komunikasi adalah alat yang ampuh untuk membujuk para profesional SCM dalam mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Disertasi ini memberikan panduan praktis bagi organisasi yang ingin meningkatkan kinerja keberlanjutan mereka dan menciptakan rantai pasokan yang lebih berkelanjutan.

Studi Kasus dan Angka-Angka

  • Perusahaan Truk: Studi eksperimen lapangan pada perusahaan truk menunjukkan bahwa pesan normatif yang efektif dapat mengurangi idle time truk secara signifikan, yang menghasilkan penghematan bahan bakar dan pengurangan emisi. Meskipun angka pastinya tidak disebutkan secara spesifik dalam abstrak, implikasinya adalah bahwa intervensi komunikasi yang ditargetkan dapat menghasilkan dampak lingkungan yang positif dan nyata.
  • Fokus Keberlanjutan Manajer SCM: Eksperimen berbasis vignette menunjukkan bahwa manajer yang fokus pada keuntungan ekonomi lebih responsif terhadap pesan yang menekankan manfaat finansial dari inisiatif keberlanjutan. Ini menggarisbawahi pentingnya menyesuaikan komunikasi dengan motivasi dan nilai-nilai individu untuk meningkatkan adopsi praktik-praktik berkelanjutan.

Sumber: Mir, S. (2017). Creating Sustainable Supply Chains: Influencing Sustainable Practices in the Supply Chain (Doctoral Dissertation). University of Arkansas, Fayetteville.

Selengkapnya
Menciptakan Rantai Pasokan Berkelanjutan: Peran Komunikasi dalam Praktik Keberlanjutan SCM

Green Supply Chain Management

Evolusi dan Keunggulan Rantai Pasokan Hijau: Faktor Pendorong dan Tantangan Implementasi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan
Dalam artikel yang ditulis oleh Nelson, Marsillac, dan Rao (2012), evolusi rantai pasokan hijau (Green Supply Chain/GSC) dijelaskan sebagai transisi dari sistem tradisional menuju keberlanjutan. Artikel ini mengeksplorasi faktor-faktor pendorong, kronologi sejarah, dan pengaruh rantai pasokan hijau terhadap kinerja perusahaan. Dengan mengintegrasikan konsep triple bottom line—keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan sosial—rantai pasokan hijau memberikan pendekatan baru terhadap manajemen operasi modern.

Latar Belakang
Rantai pasokan hijau muncul sebagai jawaban atas tuntutan lingkungan dan tekanan dari konsumen serta pemerintah. Evolusi ini dimulai dari era agraris, di mana pengelolaan pasokan berfokus pada skala kecil, hingga revolusi industri yang membawa peningkatan efisiensi melalui produksi massal. Pasca revolusi industri, permintaan konsumen akan kualitas, variasi, dan kecepatan terus meningkat, memaksa perusahaan mengadopsi teknologi baru, seperti Just-in-Time (JIT), serta memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

Keunggulan Rantai Pasokan Hijau
Rantai pasokan hijau menawarkan manfaat signifikan, seperti pengurangan limbah, efisiensi biaya, dan peningkatan reputasi perusahaan. Studi kasus oleh Rao & Holt (2005) menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsi praktik hijau mengalami peningkatan margin laba, penghematan sumber daya, dan daya saing pasar. Misalnya, pengurangan penggunaan bahan berbahaya menghasilkan penghematan signifikan dalam biaya produksi dan limbah.

Studi Kasus dan Angka-Angka

  1. Walmart dan Transparansi Lingkungan
    Walmart menerapkan strategi pengelolaan rantai pasokan hijau dengan melacak emisi gas rumah kaca dari pemasoknya. Langkah ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan tetapi juga memperkuat hubungan dengan konsumen yang peduli terhadap isu lingkungan.
  2. Andersen Corporation
    Perusahaan ini mengintegrasikan perhatian lingkungan ke dalam keputusan pembelian bahan baku, yang menghasilkan efisiensi logistik dan pengurangan limbah berbahaya.
  3. Clorox
    Clorox bekerja sama dengan pemasok untuk mengurangi limbah dalam proses manufaktur, yang secara langsung mengurangi biaya operasional mereka.

Tantangan dalam Implementasi
Meskipun manfaatnya jelas, rantai pasokan hijau menghadapi tantangan signifikan, termasuk biaya awal yang tinggi untuk implementasi teknologi ramah lingkungan dan perlunya pengembangan keterampilan baru di antara pekerja. Selain itu, adaptasi ini membutuhkan perubahan budaya perusahaan yang sering kali sulit dicapai.

Konsep Triple Bottom Line
Triple bottom line menjadi inti dari rantai pasokan hijau. Dengan fokus pada keseimbangan antara keuntungan ekonomi, tanggung jawab sosial, dan pelestarian lingkungan, rantai pasokan hijau menciptakan nilai jangka panjang bagi semua pemangku kepentingan.

Kesimpulan
Artikel ini menegaskan bahwa rantai pasokan hijau adalah langkah penting dalam mencapai keberlanjutan global. Dengan integrasi teknologi modern dan komitmen terhadap praktik ramah lingkungan, perusahaan dapat meraih keunggulan kompetitif sekaligus memenuhi tanggung jawab sosialnya.

Sumber Artikel: Nelson, D. M., Marsillac, E., & Rao, S. S. (2012). Antecedents and Evolution of the Green Supply Chain. Journal of Operations and Supply Chain Management (Special Issue), 29-43.

Selengkapnya
Evolusi dan Keunggulan Rantai Pasokan Hijau: Faktor Pendorong dan Tantangan Implementasi

Green Supply Chain Management

Analisis Penerapan Green Supply Chain Management di Negara Berkembang: Hambatan, Keberhasilan, dan Peluang di Bangladesh

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan

Artikel ini mengkaji perkembangan Green Supply Chain Management (GSCM) melalui analisis literatur sistematis, dengan fokus pada penerapan GSCM di negara berkembang seperti Bangladesh. Penelitian ini membahas hambatan, faktor keberhasilan, dan peluang dalam penerapan GSCM pada berbagai industri, termasuk tekstil, kimia, dan kulit. Menggunakan model PRISMA, artikel ini memberikan wawasan yang berharga bagi peneliti, pembuat kebijakan, dan praktisi untuk memahami strategi keberlanjutan.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan model PRISMA untuk menyaring dan menganalisis 70 artikel terkait GSCM dari database Scopus dan Web of Science. Artikel yang dipilih mencakup studi tentang berbagai industri di negara berkembang, dengan 21 artikel khusus membahas Bangladesh. Fokus utama adalah pada identifikasi hambatan dan faktor keberhasilan kritis (CSFs).

Temuan Utama

1. Definisi dan Evolusi GSCM

  • GSCM mengintegrasikan isu keberlanjutan dalam desain, pengadaan, produksi, distribusi, dan manajemen daur ulang.
  • Evolusi GSCM dimulai pada 1989 dengan fokus pada logistik hijau, dan saat ini mencakup aspek keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

2. Hambatan Implementasi Artikel ini mengidentifikasi hambatan utama penerapan GSCM, seperti:

  • Kurangnya dukungan pemerintah: Kebijakan yang tidak memadai menghambat adopsi teknologi hijau.
  • Keterbatasan teknologi dan infrastruktur: Sistem lama tidak mendukung praktik GSCM.
  • Biaya tinggi: Tingginya biaya awal untuk teknologi hijau membatasi penerapan di banyak industri.
  • Kurangnya kesadaran konsumen: Permintaan produk ramah lingkungan masih rendah.

3. Faktor Keberhasilan Faktor utama yang mendukung implementasi GSCM meliputi:

  • Kesadaran pelanggan: Kesadaran tentang pentingnya keberlanjutan mendorong penerapan GSCM.
  • Dukungan manajemen puncak: Komitmen manajemen sangat penting untuk keberhasilan implementasi.
  • Ekonomi sirkular: Penggunaan material daur ulang dan sistem manajemen limbah yang efisien.

4. Studi Kasus

  • Industri Tekstil di Bangladesh: Implementasi GSCM di industri tekstil menghasilkan pengurangan emisi karbon hingga 30% dan limbah produksi hingga 25%.
  • Industri Kimia: Program daur ulang limbah mengurangi konsumsi bahan baku baru hingga 20%, meningkatkan efisiensi biaya.

Rekomendasi Strategis

  1. Penguatan Regulasi Pemerintah: Dukungan kebijakan diperlukan untuk mendorong adopsi GSCM.
  2. Edukasi dan Kesadaran: Pelatihan bagi karyawan dan manajer tentang pentingnya keberlanjutan.
  3. Kolaborasi Pemangku Kepentingan: Kerja sama dengan pemasok dan pelanggan untuk mencapai tujuan keberlanjutan.
  4. Investasi Teknologi Hijau: Penyediaan fasilitas untuk teknologi hemat energi dan sistem logistik hijau.

Kesimpulan

Implementasi GSCM memberikan dampak positif pada keberlanjutan lingkungan, efisiensi ekonomi, dan reputasi sosial perusahaan. Meski terdapat tantangan seperti biaya tinggi dan kurangnya kesadaran konsumen, dukungan regulasi, dan teknologi yang tepat dapat mempercepat adopsi GSCM.

Sumber:
Nekmahmud Md., Rahman S., Sobhani F. A., Olejniczak-Szuster K., Fekete-Farkas M. (2020). A Systematic Literature Review on Development of Green Supply Chain Management. Polish Journal of Management Studies, Vol.22 No.1.

 

Selengkapnya
Analisis Penerapan Green Supply Chain Management di Negara Berkembang: Hambatan, Keberhasilan, dan Peluang di Bangladesh

Green Supply Chain Management

Tantangan Implementasi Green Supply Chain Management di Sektor Manufaktur: Kendala dan Solusi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan

Artikel ini mengulas tantangan utama dalam implementasi Green Supply Chain Management (GSCM) di sektor manufaktur, dengan fokus pada kendala struktural, operasional, dan budaya. Penelitian ini menawarkan tinjauan sistematis dari berbagai literatur dan menyediakan kerangka untuk mengidentifikasi serta mengatasi hambatan dalam mencapai keberlanjutan lingkungan dan operasional.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan sistematis berbasis literatur, menganalisis lebih dari 200 studi akademik dari tahun 1997 hingga 2020. Fokus utama meliputi:

  1. Definisi GSCM: Mengkaji pengertian GSCM dari berbagai perspektif.
  2. Evolusi GSCM: Mengidentifikasi perkembangan GSCM sejak 1972 hingga saat ini.
  3. Kontribusi Peneliti: Membahas kontribusi akademisi dalam mengembangkan praktik GSCM.
  4. Hambatan Utama: Menyoroti kendala implementasi di sektor manufaktur.

Temuan Utama

1. Definisi dan Evolusi GSCM

  • Definisi: GSCM didefinisikan sebagai integrasi pertimbangan lingkungan dalam rantai pasok, meliputi desain produk, sumber material, proses manufaktur, dan pengelolaan akhir siklus hidup produk.
  • Evolusi: Konsep ini pertama kali muncul pada tahun 1972 dan mulai diterapkan secara luas sejak 2000-an.

2. Hambatan Implementasi GSCM
Artikel mengidentifikasi 11 kategori hambatan, termasuk:

  • Kurangnya Kebijakan Pemerintah: Dukungan regulasi yang minim memperlambat adopsi.
  • Biaya Implementasi: Tingginya biaya awal untuk teknologi hijau menjadi tantangan besar bagi banyak perusahaan.
  • Kurangnya Kesadaran Publik: Konsumen sering kali tidak menyadari pentingnya produk ramah lingkungan.
  • Keterbatasan Teknologi dan Infrastruktur: Sistem lama yang tidak kompatibel dengan teknologi modern.

3. Dampak GSCM pada Kinerja

  • Lingkungan: Implementasi GSCM mengurangi emisi karbon hingga 40% di beberapa perusahaan besar.
  • Ekonomi: Efisiensi biaya meningkat sebesar 15% melalui optimasi rantai pasok.
  • Sosial: Meningkatkan reputasi perusahaan di mata pelanggan yang peduli lingkungan.

Studi Kasus

Industri Otomotif di India

  • Praktik: Menggunakan energi terbarukan dan daur ulang bahan baku.
  • Hasil: Pengurangan konsumsi energi hingga 30% dan penurunan biaya produksi sebesar 20%.

Industri Tekstil di Bangladesh

  • Praktik: Adopsi sistem pengolahan limbah air untuk pabrik.
  • Hasil: Limbah cair berbahaya berkurang hingga 50%, meningkatkan kinerja lingkungan.

Rekomendasi Strategis

  1. Dukungan Pemerintah yang Kuat: Subsidi dan insentif pajak untuk perusahaan yang mengadopsi teknologi hijau.
  2. Edukasi dan Pelatihan: Meningkatkan kesadaran karyawan tentang pentingnya keberlanjutan.
  3. Investasi Teknologi: Mendorong inovasi dalam IoT, blockchain, dan energi terbarukan untuk optimasi rantai pasok.
  4. Kolaborasi Global: Kerja sama internasional untuk berbagi praktik terbaik dan sumber daya.

Kesimpulan

Hambatan implementasi GSCM di sektor manufaktur bersifat kompleks dan memerlukan pendekatan holistik. Dengan dukungan regulasi, inovasi teknologi, dan kesadaran masyarakat, GSCM dapat memberikan dampak signifikan terhadap keberlanjutan lingkungan, efisiensi ekonomi, dan reputasi sosial perusahaan.

Sumber: Ajitabh Pateriya, Pallavi Maheshwarkar (2020). A Critical Review of Green Supply Chain Management and Its Barriers for Manufacturing Industries. Webology, 17(4).

 

Selengkapnya
Tantangan Implementasi Green Supply Chain Management di Sektor Manufaktur: Kendala dan Solusi

Green Supply Chain Management

Penerapan Green Supply Chain Management pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Pasuruan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan

Artikel ini membahas penerapan Green Supply Chain Management (GSCM) pada UMKM sektor makanan dan minuman di Kabupaten Pasuruan. Penelitian menyoroti bagaimana orientasi strategis dan regulasi pemerintah memengaruhi implementasi GSCM, serta dampaknya terhadap kinerja lingkungan. Dengan pendekatan kuantitatif berbasis SEM (Structural Equation Modeling) menggunakan SmartPLS 3.0, studi ini menjadi panduan penting untuk memahami hubungan antara variabel anteseden dan konsekuensi GSCM.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 114 UMKM sektor makanan dan minuman di Kabupaten Pasuruan menggunakan metode cluster sampling. Variabel utama yang dianalisis:

  1. Strategic Orientation (X1): Filosofi manajerial untuk menyesuaikan hubungan perusahaan dengan lingkungan.
  2. Government Regulation (X2): Kebijakan pemerintah yang mendukung praktik ramah lingkungan.
  3. Green Supply Chain Management (Y1): Konsep rantai pasok hijau, termasuk pembelian hijau, produksi hijau, dan distribusi hijau.
  4. Environmental Performance (Y2): Indikator keberlanjutan lingkungan seperti pengurangan emisi dan limbah.

Temuan Utama

1. Pengaruh Orientasi Strategis terhadap GSCM
Orientasi strategis memiliki pengaruh positif signifikan terhadap implementasi GSCM (59%). Contoh, perusahaan dengan komitmen tinggi terhadap kesadaran lingkungan berhasil meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam produksi.

2. Peran Regulasi Pemerintah terhadap GSCM
Regulasi pemerintah juga berpengaruh signifikan (32%). Peraturan lokal, seperti pengelolaan limbah berbasis Perda Pasuruan Nomor 3 Tahun 2010, menjadi pendorong utama praktik ramah lingkungan.

3. Dampak GSCM terhadap Kinerja Lingkungan
Implementasi GSCM meningkatkan kinerja lingkungan sebesar 88,9%, termasuk pengurangan emisi karbon dan limbah padat. Studi kasus menunjukkan bahwa distribusi ramah lingkungan menurunkan konsumsi bahan bakar hingga 20%.

4. Hubungan Tidak Langsung
Orientasi strategis dan regulasi pemerintah juga berdampak pada kinerja lingkungan melalui GSCM, masing-masing sebesar 52,4% dan 28,4%.

Studi Kasus

UMKM di Kecamatan Sukorejo, Pasuruan

  • Praktik GSCM: Menggunakan bahan baku daur ulang dan produksi dengan energi minimal.
  • Dampak: Penurunan limbah cair hingga 25%, dengan peningkatan efisiensi produksi sebesar 15%.

Pengusaha Kerupuk di Bangil

  • Praktik GSCM: Implementasi kemasan biodegradable.
  • Dampak: Pengurangan penggunaan plastik sebesar 30%, meningkatkan permintaan konsumen.

Rekomendasi Strategis

  1. Peningkatan Edukasi dan Kesadaran: Pelatihan untuk pengelola UMKM tentang pentingnya GSCM.
  2. Kolaborasi Pemerintah dan UMKM: Penguatan regulasi dan pemberian insentif untuk adopsi teknologi hijau.
  3. Teknologi Hijau Terjangkau: Fasilitas pembiayaan untuk inovasi berkelanjutan seperti penggunaan energi terbarukan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi strategis dan regulasi pemerintah merupakan faktor utama keberhasilan GSCM. Dengan implementasi yang baik, perusahaan dapat meningkatkan kinerja lingkungan sekaligus efisiensi operasional. Untuk mendukung hal ini, diperlukan dukungan kebijakan yang lebih kuat, kolaborasi antar pemangku kepentingan, dan inovasi teknologi.

Sumber:
Antin Rakhmawati, Kusdi Rahardjo, Andriani Kusumawati (2019). Faktor Anteseden dan Konsekuensi Green Supply Chain Management. Jurnal Sistem Informasi Bisnis.

 

Selengkapnya
Penerapan Green Supply Chain Management pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Pasuruan
« First Previous page 4 of 7 Next Last »