Menciptakan Rantai Pasokan Berkelanjutan: Peran Komunikasi dalam Praktik Keberlanjutan SCM

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

20 Februari 2025, 13.59

unplash.com

Disertasi karya Saif Mir dari University of Arkansas (2017) ini mengupas tuntas tentang bagaimana organisasi dapat menciptakan sustainable supply chains (rantai pasokan berkelanjutan) melalui pengaruh pada para profesional supply chain management (SCM). Mir berpendapat bahwa para profesional SCM adalah kunci perubahan dalam organisasi mereka, dan komunikasi merupakan alat penting untuk membujuk mereka dalam mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Disertasi ini terdiri dari tiga studi yang menggunakan metodologi berbeda untuk meneliti peran komunikasi dalam pengembangan dan implementasi inisiatif keberlanjutan.

Studi 1: Grounded Theory Investigation

Studi pertama menggunakan pendekatan grounded theory untuk mengidentifikasi faktor-faktor jaringan, komunikasi, dan struktural yang membangun business case (alasan bisnis) yang kuat untuk pengembangan inisiatif keberlanjutan. Business case yang kuat ini secara positif memengaruhi niat para profesional SCM dan mendorong adopsi sukarela kegiatan yang mendukung terciptanya sustainable supply chain.

Melalui serangkaian wawancara mendalam dengan para profesional SCM, Mir menemukan bahwa terdapat empat faktor utama yang mendorong adopsi praktik berkelanjutan:

  • *Business Case:* Organisasi yang melihat keberlanjutan sebagai peluang bisnis, bukan sekadar kewajiban etis, lebih mungkin untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Misalnya, perusahaan yang mampu mengurangi biaya melalui efisiensi energi atau pengurangan limbah akan memiliki business case yang lebih kuat untuk keberlanjutan.
  • *Network Factors:* Kolaborasi dengan mitra rantai pasokan, organisasi industri, dan lembaga pemerintah dapat memberikan pengetahuan, sumber daya, dan dukungan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan.
  • *Communication Factors:* Komunikasi yang efektif sangat penting untuk membangun kesadaran, memotivasi karyawan, dan berbagi praktik terbaik. Komunikasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat audiens yang berbeda.
  • *Structural Factors:* Struktur organisasi, kebijakan, dan insentif dapat memengaruhi perilaku para profesional SCM. Organisasi yang memiliki struktur yang mendukung keberlanjutan, seperti tim keberlanjutan khusus atau metrik kinerja yang terkait dengan keberlanjutan, lebih mungkin untuk mencapai tujuan keberlanjutan mereka.

Studi 2: Field Experiment

Studi kedua adalah eksperimen lapangan yang meneliti efektivitas pesan-pesan normatif dalam memotivasi voluntary pro-environmental behavior of employees (VPBE) (perilaku pro-lingkungan sukarela karyawan). Eksperimen ini melibatkan 645 truk di sebuah perusahaan truk berukuran sedang. Para pengemudi menerima pesan mingguan yang dirancang untuk mendorong perilaku pro-lingkungan, seperti mengurangi idle time (waktu idle) dan meningkatkan efisiensi bahan bakar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua dari lima pesan yang diuji efektif dalam mendorong VPBE. Pesan-pesan ini menekankan norma-norma sosial dan manfaat pribadi dari perilaku pro-lingkungan. Misalnya, satu pesan menyoroti bahwa sebagian besar pengemudi lain di perusahaan tersebut telah berhasil mengurangi idle time mereka, sementara pesan lain menekankan bahwa mengurangi idle time dapat menghemat uang pengemudi untuk bahan bakar.

Studi ini menunjukkan kekuatan komunikasi dalam memengaruhi perilaku karyawan dan memberikan bukti empiris tentang efektivitas pesan-pesan normatif dalam konteks keberlanjutan.

Studi 3: Vignette-Based Experiment

Studi ketiga menggunakan eksperimen berbasis vignette (sketsa) untuk menyelidiki peran komunikasi inter-organisasi sebagai sarana persuasi bagi para manajer SCM untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan dalam organisasi mereka. Vignette adalah deskripsi singkat dari situasi hipotetis yang digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana orang akan bereaksi dalam situasi tertentu.

Dalam studi ini, para manajer SCM disajikan dengan vignette yang menggambarkan situasi di mana mereka harus memutuskan apakah akan menginvestasikan sumber daya dalam inisiatif keberlanjutan. Vignette tersebut memvariasikan jenis pesan yang diterima para manajer SCM, serta fokus keberlanjutan mereka (yaitu, apakah mereka lebih fokus pada manfaat ekonomi atau lingkungan dari keberlanjutan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi tergantung pada fokus keberlanjutan manajer SCM. Manajer yang lebih fokus pada manfaat ekonomi dari keberlanjutan lebih mungkin untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan ketika mereka menerima pesan yang menekankan manfaat ekonomi tersebut. Sebaliknya, manajer yang lebih fokus pada manfaat lingkungan dari keberlanjutan lebih mungkin untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan ketika mereka menerima pesan yang menekankan manfaat lingkungan tersebut.

Studi ini menyoroti pentingnya menyesuaikan komunikasi dengan nilai-nilai dan motivasi audiens. Dengan memahami apa yang penting bagi para manajer SCM, organisasi dapat mengembangkan pesan-pesan yang lebih persuasif dan efektif dalam mendorong adopsi praktik-praktik berkelanjutan.

Implikasi Disertasi

Disertasi ini memiliki implikasi teoretis dan praktis yang signifikan. Secara teoretis, disertasi ini berkontribusi pada literatur supply chain dengan menyoroti bahwa komunikasi bukan hanya alat untuk bertukar informasi, tetapi juga dapat digunakan untuk persuasi. Disertasi ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana faktor-faktor jaringan, komunikasi, dan struktural dapat memengaruhi adopsi praktik-praktik berkelanjutan dalam rantai pasokan.

Secara praktis, disertasi ini memberikan panduan bagi organisasi tentang bagaimana mengembangkan dan mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan yang efektif. Disertasi ini menekankan pentingnya membangun business case yang kuat untuk keberlanjutan, membangun jaringan dengan mitra rantai pasokan, dan menyesuaikan komunikasi dengan kebutuhan dan minat audiens yang berbeda.

Salah satu poin penting dari disertasi ini adalah perlunya menyelaraskan komunikasi dan tanggung jawab pekerjaan. Hal ini memberikan wawasan manajerial mengenai komunikasi inter- dan intra-organisasi yang efektif dalam menciptakan sustainable supply chains. Dengan kata lain, pesan-pesan keberlanjutan harus relevan dengan pekerjaan sehari-hari para profesional SCM agar mereka merasa termotivasi untuk bertindak.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, disertasi Saif Mir ini memberikan kontribusi yang berharga bagi pemahaman kita tentang bagaimana menciptakan sustainable supply chains. Melalui tiga studi yang dirancang dengan baik, Mir menunjukkan bahwa komunikasi adalah alat yang ampuh untuk membujuk para profesional SCM dalam mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Disertasi ini memberikan panduan praktis bagi organisasi yang ingin meningkatkan kinerja keberlanjutan mereka dan menciptakan rantai pasokan yang lebih berkelanjutan.

Studi Kasus dan Angka-Angka

  • Perusahaan Truk: Studi eksperimen lapangan pada perusahaan truk menunjukkan bahwa pesan normatif yang efektif dapat mengurangi idle time truk secara signifikan, yang menghasilkan penghematan bahan bakar dan pengurangan emisi. Meskipun angka pastinya tidak disebutkan secara spesifik dalam abstrak, implikasinya adalah bahwa intervensi komunikasi yang ditargetkan dapat menghasilkan dampak lingkungan yang positif dan nyata.
  • Fokus Keberlanjutan Manajer SCM: Eksperimen berbasis vignette menunjukkan bahwa manajer yang fokus pada keuntungan ekonomi lebih responsif terhadap pesan yang menekankan manfaat finansial dari inisiatif keberlanjutan. Ini menggarisbawahi pentingnya menyesuaikan komunikasi dengan motivasi dan nilai-nilai individu untuk meningkatkan adopsi praktik-praktik berkelanjutan.

Sumber: Mir, S. (2017). Creating Sustainable Supply Chains: Influencing Sustainable Practices in the Supply Chain (Doctoral Dissertation). University of Arkansas, Fayetteville.