Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 01 Maret 2024
Keamanan hayati (biosecurity) adalah seperangkat prinsip yang digunakan untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul ketika seseorang menangani atau bekerja dengan bahaya biologis, terutama di lingkungan laboratorium, praktik, dan kegiatan penanggulangannya. Biosecurity bertujuan untuk melindungi personel dan memastikan keamanan biologis dengan mengelola risiko ilmiah secara aman. Selain itu, biosecurity juga mencakup aspek keamanan pangan dan manajemen risiko terkait organisme hasil rekayasa genetika. Meskipun sering digunakan secara bersamaan atau bergantian, istilah keamanan hayati, biosecurity, dan biosafety semuanya bertujuan untuk mengurangi risiko terkait dengan bahaya biologis. Namun, biosecurity secara khusus mengacu pada upaya untuk mencegah intrusi, penyebaran, dan pelarian dari ancaman biologis dan informasi biologis yang tidak diinginkan.
Sejarah Singkat
Munculnya mikrobiologi modern pada abad ke-19 memungkinkan para ilmuwan untuk melakukan eksperimen dengan berbagai mikroorganisme. Meskipun infeksi yang berasal dari laboratorium telah ada sejak zaman Louis Pasteur dan Robert Koch, kesadaran akan perlunya melindungi keselamatan para pekerja yang berurusan dengan mikroorganisme dan bahan biologis lainnya baru meningkat pada abad ke-20.
Pada tahun 1955, diadakan Konferensi Keselamatan Hayati pertama di Maryland untuk berbagi pengetahuan tentang berbagai isu keselamatan, termasuk isu kimiawi, radiologis, dan industri di laboratorium. Konferensi ini kemudian melahirkan Asosiasi Keselamatan Hayati Amerika (ABSA) pada tahun 1984 dengan tujuan mempromosikan keselamatan bagi para pekerja profesional.
Penerapan keselamatan hayati di laboratorium mikrobiologi dimulai di Amerika Utara dan Britania Raya pada awal tahun 1970-an, di mana personel laboratorium diberikan pelatihan tentang penggunaan alat pelindung diri dan metode pembatasan fisik untuk mencegah penyebaran agen biologis. Konferensi Asilomar tentang DNA Rekombinan yang diadakan pada tahun 1975 membahas potensi bahaya biologis dan mengatur penerapan bioteknologi agar tidak membahayakan masyarakat.
Salah satu kecelakaan laboratorium yang berdampak besar adalah flu Rusia pada tahun 1977, di mana virus H1N1 diduga keluar dari laboratorium dan menyebar di masyarakat.
Berbagai organisasi kemudian menerbitkan panduan keselamatan hayati, seperti Manual Keselamatan Hayati Laboratorium oleh WHO pada tahun 1983 dan Keselamatan Hayati dalam Laboratorium Mikrobiologis dan Biomedis oleh CDC pada tahun 1984.
Pada tahun 2000, Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati disepakati oleh berbagai negara untuk mengatur perpindahan organisme hidup termodifikasi antar negara. Selain itu, Organisasi Standardisasi Internasional menerbitkan standar ISO 35001:2019 tentang Sistem Manajemen Biorisiko Laboratorium, yang mendefinisikan keselamatan hayati sebagai praktik dan pengendalian untuk mengurangi risiko paparan atau pelepasan bahan biologis yang tidak disengaja.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Keselamatan_hayati
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 01 Maret 2024
Kebijakan pertanian merujuk kepada serangkaian regulasi yang berkaitan dengan pertanian baik dalam negeri maupun impor hasil pertanian. Biasanya, pemerintah menerapkan kebijakan pertanian dengan maksud mencapai berbagai tujuan di pasar produk pertanian dalam negeri. Tujuan tersebut mungkin meliputi jaminan pasokan yang cukup, stabilitas harga, peningkatan kualitas produk, seleksi varietas produk, optimalisasi penggunaan lahan, dan peningkatan kesejahteraan petani.
Kepentingan kebijakan pertanian
Ruang lingkup dan permasalahan dalam kebijakan pertanian mencakup berbagai aspek, antara lain:
Pengurangan Kemiskinan
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar dalam menyediakan mata pencaharian bagi 75% populasi miskin di pedesaan. Untuk meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian bagi warga miskin, penting untuk memperhatikan infrastruktur, pendidikan, dan layanan informasi di wilayah pedesaan.
Keamanan Hayati
Dalam konteks pertanian industri, keamanan hayati bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit ke hewan ternak dan manusia, seperti flu burung, penyakit sapi gila, dan penyakit lain yang berpotensi merugikan sumber daya hayati setempat.
Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan adalah kondisi di mana manusia memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap makanan yang mencukupi dan aman untuk menjalani kehidupan yang aktif dan sehat. Faktor-faktor penting dalam menciptakan ketahanan pangan meliputi ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan stabilitas bahan pangan dalam jangka waktu yang panjang. Ancaman terhadap ketahanan pangan termasuk pertumbuhan populasi global, perubahan pola diet, dan dampak perubahan iklim.
Kedaulatan Pangan
Kedaulatan pangan adalah hak bagi manusia untuk menentukan sistem pangan mereka sendiri, meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi pangan. Gerakan ini menekankan peran manusia dalam pembuatan kebijakan pangan, mengutamakan petani, warga desa, nelayan, dan komunitas lokal, dibandingkan dengan dominasi korporasi dan pasar global.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_pertanian
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 29 Februari 2024
Pertanian adalah kegiatan manusia yang melibatkan pemanfaatan sumber daya hayati untuk memproduksi pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidup. Hal ini meliputi menanam tanaman, bercocok tanam, beternak, serta penggunaan mikroorganisme dan enzim biologis dalam pengolahan produk lanjutan seperti keju dan tempe.
Selain itu, pertanian juga mencakup perikanan dan eksploitasi hutan. Meskipun sebagian besar penduduk dunia mencari nafkah dari pertanian, kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global hanya sekitar 4%. Kelompok Ilmu Pertanian mempelajari pertanian dengan dukungan ilmu pengetahuan seperti ilmu tanah, meteorologi, teknik pertanian, biokimia, dan statistik karena pertanian terkait erat dengan faktor-faktor ruang dan waktu.
Petani adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada orang yang menjalankan pertanian, seperti petani tembakau atau petani ikan. Secara khusus, orang yang memelihara ternak disebut peternak.
Cakupan Pertanian
Pertanian, dalam arti luasnya, mencakup segala kegiatan yang melibatkan penggunaan makhluk hidup seperti tanaman, hewan, dan mikroba untuk kepentingan manusia. Secara khusus, pertanian merujuk pada kegiatan pembudidayaan tanaman.
Terdapat berbagai macam usaha pertanian dengan subjek yang berbeda-beda. Kehutanan, misalnya, melibatkan pohon dan biasanya dilakukan di lahan hutan. Peternakan menggunakan hewan darat dan seringkali melibatkan hewan vertebrata kecuali ikan dan amfibia, sementara perikanan berfokus pada hewan perairan. Namun, banyak usaha pertanian yang melibatkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut untuk efisiensi dan peningkatan keuntungan.
Segala usaha pertanian pada dasarnya bersifat ekonomis, melibatkan pengetahuan tentang pengelolaan tempat usaha, pemilihan bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan, pengemasan, dan pemasaran. Pertanian intensif, yang merupakan bagian dari agribisnis, menekankan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal.
Di sisi lain, ada pertanian berkelanjutan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan memasukkan pengetahuan lokal serta aspek kelestarian daya dukung lahan dan lingkungan sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Namun, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan pertanian industrial.
Pertanian modern biasanya menggabungkan elemen-elemen dari kedua pendekatan tersebut. Selain itu, ada juga pertanian ekstensif yang melibatkan sedikit masukan dan pertanian subsisten yang dilakukan tanpa motif bisnis, hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Pertanian memiliki dua ciri khas utama: melibatkan volume besar barang dan memiliki risiko yang relatif tinggi karena melibatkan makhluk hidup dalam proses produksinya. Beberapa bentuk pertanian modern telah mengurangi ciri-ciri ini, tetapi kebanyakan usaha pertanian di dunia masih menghadapi tantangan tersebut.
Sejarah singkat pertanian dunia
Diperkirakan bahwa manusia pertama menjinakkan anjing sebelum mulai bercocok tanam, menjadikannya sebagai penjinakan hewan pertama. Praktik agroekosistem awal menggunakan hutan sebagai sumber makanan. Hortikultura dimulai dengan memanfaatkan tanaman hutan di sekitar sungai, di mana masyarakat secara bertahap menjadi akrab dengan pohon dan semak yang berguna. Pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu di Timur Dekat, fokus pada budidaya biji-bijian dan kacang-kacangan. Periode Neolitik, Zaman Perunggu, dan Megalitik mengalami perubahan dalam kepercayaan, dari menyembah dewa pemburu menjadi dewa kesuburan dan pangan.
Di Tiongkok, kucing dijinakkan untuk mengendalikan hewan pengerat di ladang. Pertanian dan peternakan menyebar ke Eropa, Afrika Utara, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Hewan peliharaan pertama yang dijinakkan termasuk kambing/domba, babi, kucing, sapi, kuda, kerbau, dan yak. Budidaya ikan air tawar telah dikenal di Tiongkok dan Jepang selama 2000 tahun, sedangkan budidaya ikan laut berkembang pada abad ke-20. Pertanian sayuran dan buah-buahan telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno dan Yunani Kuno. Tanaman serat seperti ganja, kapas, dan rami juga ditanam. Pemanfaatan unsur hara tanah, seperti pupuk kandang dan abu, telah dikembangkan di berbagai belahan dunia.
Pertanian Kontemporer
Pertanian di abad ke-20 ditandai dengan peningkatan produktivitas, penggunaan pestisida dan pupuk sintetik, pembiakan selektif, dan mekanisasi. Namun, kekhawatiran akan dampak lingkungan menyebabkan berkembangnya gerakan pertanian organik. Gerakan ini didorong oleh sertifikasi bahan pangan organik pertama di dunia pada tahun 1991 oleh Uni Eropa. Pada tahun 2005, Kebijakan Pertanian Bersama Uni Eropa direformasi untuk mendukung pertanian organik.
Gerakan pertanian berkelanjutan semakin meluas sebagai respons terhadap perhatian terhadap masalah lingkungan. Pada tahun 2007, harga biji-bijian meningkat karena permintaan sebagai pakan ternak di Cina dan India, serta untuk produksi biofuel. Namun, hal ini juga menyebabkan kerusuhan karena harga pangan naik. Peningkatan pertanian skala kecil diusulkan sebagai solusi untuk meningkatkan suplai bahan pangan dan ketahanan pangan. Meskipun demikian, terjadi degradasi lahan yang serius, terutama di Afrika, yang dapat mengancam ketahanan pangan di masa depan.
China menjadi produsen hasil pertanian terbesar di dunia pada tahun 2009, diikuti oleh Uni Eropa, India, dan Amerika Serikat. Amerika Serikat memiliki produktivitas pertanian 1,7 kali lebih tinggi dibandingkan tahun 1948. Enam negara, termasuk Amerika Serikat dan Kanada, menyumbang 90% biji-bijian bahan pangan yang diperdagangkan di dunia. Defisit air semakin meningkat, meningkatkan impor biji-bijian di negara berkembang, dan potensial terjadi juga di negara besar seperti China dan India.
Tenaga Kerja Pertanian
Pada tahun 2011, ILO menyatakan bahwa lebih dari 1 miliar orang bekerja di sektor pertanian, di mana sekitar 70% di antaranya adalah pekerja anak-anak. Pertanian juga menjadi sektor dengan jumlah pekerja wanita yang signifikan di berbagai negara. Meskipun demikian, sektor jasa menjadi sektor yang mengalahkan pertanian dalam jumlah pekerja pada tahun 2007, dengan tren penurunan jumlah pekerja pertanian yang cenderung berlanjut.
Pekerja pertanian menghadapi risiko tinggi terhadap cedera, penyakit paru-paru, kehilangan pendengaran, penyakit kulit, dan kanker akibat penggunaan bahan kimia dan paparan sinar matahari. Pada pertanian industri, cedera sering terjadi akibat penggunaan alat dan mesin pertanian, serta paparan bahan kimia. ILO mencatat bahwa pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling berbahaya, dengan perkiraan 170 ribu kematian pekerja pertanian setiap tahun.
Sistem pertanian bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti sumber daya, geografi, kebijakan pemerintah, dan budaya petani. Beberapa sistem termasuk pertanian berpindah, pertanian monokultur, tanaman rotasi, dan sistem polikultur. Sementara itu, sistem produksi hewan ternak dapat berdasarkan sumber pakan yang digunakan, dengan beberapa negara industri menggunakan sistem kandang penuh untuk produksi daging dan produk peternakan lainnya. Namun, praktik seperti penggunaan hormon pertumbuhan menjadi kontroversi di berbagai tempat di dunia.
Masalah lingkungan
Transformasi lahan untuk keperluan pertanian dan penggunaan sumber daya air menjadi dua masalah utama yang dihadapi dalam konteks pertanian modern. Transformasi lahan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, dengan sekitar 39-50% lahan dunia telah diubah oleh manusia. Degradasi lahan, termasuk deforestasi, desertifikasi, erosi, dan salinisasi, menjadi masalah serius yang mempengaruhi produktivitas ekosistem jangka panjang.
Masalah eutrofikasi juga muncul akibat aliran nutrisi dari lahan pertanian ke ekosistem perairan, menyebabkan peningkatan populasi alga dan tumbuhan air yang dapat mengakibatkan kebinasaan ikan dan kehilangan keanekaragaman hayati. Penggunaan air dalam pertanian juga menjadi perhatian, karena pertanian memanfaatkan sekitar 70% air tawar dunia. Terjadi penurunan ketersediaan air di berbagai daerah, yang dapat mengakibatkan kompetisi penggunaan air antara sektor pertanian, industri, dan perkotaan.
Penggunaan pestisida juga menjadi masalah lingkungan, dengan peningkatan penggunaan sejak tahun 1950-an. Pestisida dapat menyebabkan resistensi pada hama dan memicu dampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sementara itu, perubahan iklim juga memiliki dampak yang signifikan pada pertanian, termasuk perubahan pola cuaca, kekeringan, dan banjir yang dapat mempengaruhi produksi pangan.
Dalam menghadapi masalah ini, perlu adanya pendekatan yang berkelanjutan dalam manajemen lahan, penggunaan air, dan penggunaan pestisida dalam pertanian. Selain itu, langkah-langkah adaptasi juga perlu diambil untuk mengatasi dampak perubahan iklim pada produksi pangan.
Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian melibatkan produksi, distribusi, dan konsumsi produk serta jasa pertanian. Sejak akhir abad ke-19, kajian ekonomi pertanian telah berkembang pesat, dipengaruhi oleh berbagai sistem pertanian dari masa lampau seperti sistem bagi hasil dan sistem feodal. Meskipun harga pangan yang dipengaruhi oleh aktivitas pertanian cenderung meningkat, biaya langsung yang dikeluarkan oleh petani telah berkurang karena efisiensi dalam produksi dan peningkatan nilai tambah melalui pemrosesan dan pemasaran.
Digitalisasi menjadi kunci dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas di sektor pertanian. Teknologi digital dapat membantu petani dalam berbagai aspek, mulai dari budidaya hingga pemasaran produk. Namun, masih diperlukan upaya untuk mengintegrasikan teknologi digital secara luas di kalangan petani.
Kebijakan pemerintah juga memiliki dampak signifikan pada pasar produk pertanian melalui berbagai insentif seperti pajak, subsidi, dan tarif. Sejak tahun 1960-an, kebijakan ini telah mempengaruhi pertanian di negara berkembang dan maju. Meskipun beberapa negara telah melakukan kesepakatan untuk membatasi distorsi kebijakan perdagangan pertanian antara tahun 1980-an dan 2000-an, masih terdapat distorsi kebijakan pada tahun 2009 yang mempengaruhi harga beberapa komoditas pertanian seperti gula, susu, dan beras. Subsidi kapas di negara maju, misalnya, telah menekan harga kapas di pasar global dan merugikan petani kapas di negara berkembang.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 29 Februari 2024
Sukun, juga dikenal sebagai Kururu, Ketimbul, atau Timbul (Artocarpus altilis), adalah salah satu spesies pohon penghasil buah. Buah sukun tidak memiliki biji dan memiliki daging yang lunak yang menyerupai roti saat dimasak atau digoreng. Oleh orang Eropa, buah ini dikenal dengan sebutan "sun" (Jerman: sukun, dalam bahasa Belanda: broodvrucht, dll). Sebenarnya, sukun merupakan varietas selektif yang tidak mengandung biji. Kata "sukun" berarti "tanpa biji" dalam bahasa Jawa, dan digunakan untuk varietas buah lain yang juga tidak memiliki biji, seperti jambu biji dan durian. Di berbagai daerah di Indonesia, buah ini dikenal dengan nama yang berbeda seperti Kuru, Karawi, dan Bakala. Di kawasan Pasifik, kultivar sukun sangat penting sebagai sumber karbohidrat.
Deskripsi
Pohon sukun, juga dikenal sebagai pohon timbul, umumnya merupakan pohon yang tinggi, dapat mencapai ketinggian hingga 30 meter, meskipun di pedesaan tingginya biasanya hanya sekitar belasan meter. Pohon ini biasanya memiliki cabang yang rendah dan batang besar yang lurus, dengan panjang hingga 8 meter, sering kali dilengkapi dengan akar papan yang rendah dan memanjang.
Daunnya tersebar dengan renggang, berukuran besar, dan tersusun secara berselang-seling. Ukuran lembar daun berkisar antara 20-40 × 20–60 cm, dengan pembagian menyirip dalam. Daun ini cenderung liat dan agak keras seperti kulit, dengan permukaan atas berwarna hijau tua yang mengkilap dan permukaan bawah yang kusam, kasar, dan berbulu halus. Kuncupnya tertutup oleh daun penumpu besar yang berbentuk kerucut. Ketika terluka, seluruh bagian pohon akan mengeluarkan getah putih atau lateks.
Bunga-bunga terletak di ketiak daun, dekat ujung ranting. Bunga jantan berbentuk bulir dan menggantung, dengan panjang sekitar 15–25 cm, awalnya berwarna hijau muda dan berubah menjadi kuning saat matang, dengan serbuk sari berwarna kuning yang mudah tersebar oleh angin. Bunga betina berbentuk bulat atau agak silindris, dengan ukuran sekitar 5-7 × 8–10 cm, berwarna hijau. Buahnya merupakan hasil perkembangan dari bunga betina, dengan diameter sekitar 10–30 cm. Buah dengan biji (timbul) memiliki duri-duri lunak dan pendek, berwarna hijau tua. Sementara itu, buah tanpa biji (sukun) biasanya memiliki kulit hijau kekuningan, dengan duri-duri yang berkurang menjadi pola mata faset segi-4 atau segi-6 di kulitnya.
Biji yang timbul berbentuk bulat atau agak gepeng hingga agak persegi, berwarna coklat, dengan ukuran sekitar 2,5 cm, dan dilapisi oleh tenda bunga. Sukun tidak menghasilkan biji, dan tenda bunganya di bagian atas menyatu, membentuk 'daging buah' sukun.
Hasil dan Kegunaan
Buah sukun yang tak berbiji merupakan sumber karbohidrat penting di berbagai kepulauan tropis, terutama di Pasifik dan Asia Tenggara. Buah ini dapat dimasak dalam berbagai cara, seperti direbus, digoreng, disangrai, atau dibakar. Di beberapa wilayah, buah sukun yang berlebihan akan difermentasi menjadi pasta yang awet dan bergizi, atau diolah menjadi keripik.
Sukun dapat menghasilkan buah hingga 200 per pohon per tahun, dengan berat bervariasi antara 400-1200 gram, bahkan ada yang mencapai 5 kilogram. Buah ini memiliki nilai energi antara 470-670 kJ per 100 gram. Daging buah yang dikeringkan dapat dijadikan tepung yang kaya akan pati, gula, protein, dan sedikit lemak.
Daun sukun bisa dijadikan pakan ternak, kulit batangnya menghasilkan serat yang baik, sedangkan getahnya digunakan untuk berbagai keperluan, seperti menjerat burung, menambal perahu, atau sebagai bahan dasar permen karet. Kayu sukun memiliki pola yang bagus dan digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk alat rumah tangga dan pembuatan perahu. Buah yang berbiji dapat dipetik saat masih muda dan dimasak sebagai sayuran atau camilan.
Penyebaran dan Ekologi
Sukun berasal dari kepulauan Nusantara hingga Papua, kemudian menyebar ke pulau-pulau di Pasifik mengikuti migrasi suku-suku Austronesia sekitar 2000 tahun sebelum Masehi. Selama perdagangan rempah di akhir zaman Majapahit, sukun menyebar ke Jawa dari Maluku. Pengaruh kolonisasi bangsa Eropa kemudian membawa sukun ke Malaysia, India, Sri Lanka, Mauritius, dan Afrika pada tahun 1899. Saat ini, sukun telah menyebar luas di berbagai wilayah tropis di seluruh dunia.
Sukun menyukai iklim tropis dengan suhu panas (20-40ËšC), curah hujan tinggi (2000–3000 mm per tahun), dan kelembapan tinggi (70-90%). Tanaman ini lebih cocok tumbuh di dataran rendah, meskipun dapat ditemui hingga ketinggian sekitar 1500 m. Anakan pohon biasanya tumbuh lebih baik di bawah naungan tetapi memerlukan sinar matahari penuh saat dewasa. Meskipun kebanyakan kultivarnya dapat tumbuh subur di tanah aluvial yang subur dan berdrainase baik, varietas sukun juga dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk tanah berawa, tanah kapur, dan tanah payau. Beberapa klaim tentang potensi pengobatan tradisional dengan daun sukun yang tua belum didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Sukun_(pohon)
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 29 Februari 2024
Ubi Jalar, juga dikenal sebagai Ubi Jawa, Petata, Singkong, atau Ubi Jalar (Ipomoea batatas), adalah salah satu jenis tanaman budidaya yang memiliki akar berupa umbi-umbian kaya akan karbohidrat. Umbi ubi jalar merupakan makanan pokok penting di Afrika, dan di Asia, selain umbinya, daun ubi jalar muda juga dimanfaatkan sebagai sayuran. Beberapa varietas ubi jalar bahkan dijadikan tanaman hias karena memiliki daun yang indah.
Asal usul ubi jalar masih menjadi perdebatan. Ada yang berpendapat bahwa tanaman ini berasal dari daerah beriklim tropis seperti Amerika Selatan dan Papua. Namun, terdapat juga teori yang menyatakan bahwa penduduk asli Amerika membantu menyebarkan ubi jalar ke Asia melalui perjalanan laut. Namun, teori ini ditolak secara luas karena bertentangan dengan fakta klimatologi dan antropologi.
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang sangat penting dalam makanan kita, dan juga mengandung vitamin, mineral, antioksidan, dan serat. Ada berbagai varietas ubi jalar yang ada di Indonesia, seperti Daya, Borobudur, Prambanan, Mendut, Kalasan, Muara Taks, Changkuan, dan Sewu. Salah satu varietas baru yang dilepas pada tahun 2001 adalah Cilembu, yang berasal dari Sumedang.
Ubi jalar Cilembu dikenal memiliki kualitas terbaik, terutama di daerah Sumedang. Daerah budidaya ubi jalar di Sumedang mencakup Chilembu, Kadasu, Pangeran, dan sekitarnya. Ubi jalar Shirembu, salah satu varietas dari Sumedang, memiliki kulit berwarna gading, urat daun yang panjang, dan ciri khas sarinya yang manis seperti madu saat dipanggang. Rasanya sangat manis dan empuk, terutama jika dipanggang tanpa tutup setelah disimpan lebih dari seminggu.
Budidaya Ubi Jalar
Ubi jalar bisa ditanam dengan mudah menggunakan stolon atau batang rambatnya. Proses penanamannya cukup sederhana, dengan mencangkul lahan yang akan ditanami agar stolon ubi jalar dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam tanah. Perawatannya pun tidak terlalu sulit. Ubi jalar akan tumbuh optimal jika lahan terkena sinar matahari langsung, dan perlu dilakukan pemeliharaan dari gulma untuk menghindari persaingan unsur hara di sekitar tanaman. Pemberian pupuk UREA atau organik akan meningkatkan hasil panen. Panen ubi jalar dilakukan dengan mencangkul di sekitar tanaman, untuk menghindari kerusakan pada umbi yang terkena cangkul atau alat pertanian.
Sejarah Ubi Jalar
Ubi jalar atau ketela rambat, juga dikenal sebagai "sweet potato", diperkirakan berasal dari Benua Amerika. Ahli botani dan pertanian meyakini bahwa daerah asal tanaman ini adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, menyimpulkan bahwa daerah asal utama tanaman ini adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia pada abad ke-16, terutama di negara-negara beriklim tropis. Para penjelajah Spanyol membawa ubi jalar ke Asia, terutama ke Filipina, Jepang, dan Indonesia.
Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu, atau secara ilmiah dikenal sebagai Ipomoea Batatas var Ayamurasaki, adalah satu varietas ubi jalar yang memiliki kulit dan daging berwarna ungu. Tanaman ini tumbuh subur di daerah beriklim hangat dan berpasir. Ubi jalar ungu memiliki rasa manis dan tekstur yang lembut, sehingga sering digunakan dalam berbagai hidangan seperti makanan penutup, makanan laut, sup, atau sebagai camilan. Selain lezat, ubi jalar ungu juga kaya akan serat, vitamin, dan mineral seperti vitamin A, vitamin C, dan zat besi. Antioksidan yang terdapat dalam ubi jalar ungu juga bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
Ubi Jalar Merah
Menurut riset yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor, ubi jalar merah yang berasal dari Papua mengandung senyawa beta karoten yang dapat membantu menurunkan infeksi HIV/AIDS. Oleh karena itu, disarankan untuk dijadikan sebagai bagian dari diet utama bagi penderita HIV/AIDS, bersama dengan bahan makanan lainnya. Ubi jalar merah memiliki kandungan beta karoten tertinggi dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya, mencapai 14187 IU per 100 gram porsi, atau setara dengan 89% kebutuhan harian akan vitamin A. Beta karoten merupakan senyawa pembentuk vitamin A yang penting bagi kesehatan tubuh.
Disadur darI: https://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_jalar
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 29 Februari 2024
Ubi kayu, yang juga dikenal sebagai singkong, kaspe, ketela pohon, ubi sampa, atau ubi Prancis (Manihot esculenta, sinonim: Manihot utilissima), adalah tanaman tahunan tropis dan subtropis dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai sumber karbohidrat utama, sementara daunnya sering digunakan sebagai sayuran.
Tanaman ini dapat tumbuh hingga ketinggian 7 meter dengan cabang yang cukup jarang. Ubi kayu memiliki akar tunggang yang berkembang menjadi umbi akar yang dapat dimakan, dengan ukuran rata-rata umbi berkisar 2–3 cm di diameter dan 50–80 cm panjangnya, tergantung pada klon atau kultivar. Bagian dalam umbinya biasanya berwarna putih atau kekuningan. Meskipun demikian, umbi singkong tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, karena dapat mengalami kerusakan yang ditandai dengan perubahan warna menjadi biru gelap akibat pembentukan asam sianida yang beracun bagi manusia.
Umbi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun rendah protein. Protein yang lebih tinggi terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionina.
Sejarah dan Pengaruh Ekonomi Singkong
Singkong, atau Manihot esculenta, pertama kali dikenal di Amerika Selatan dan kemudian dikembangkan di Brasil dan Paraguay sekitar 10 ribu tahun yang lalu. Spesies ini tumbuh liar di Brasil selatan, tetapi semua kultivar dapat dibudidayakan. Bukti arkeologis menunjukkan budidaya singkong oleh kebudayaan Indian Maya di Meksiko dan El Salvador.
Produksi singkong dunia mencapai 192 juta ton pada tahun 2004, dengan Nigeria, Brasil, Indonesia, dan Thailand menjadi produsen utama. Di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), singkong diperkenalkan sekitar tahun 1810 oleh orang Portugis dari Brasil. Tanaman ini secara bertahap menyebar di Pulau Jawa, menjadi sumber pangan tambahan yang penting.
Pada awal abad ke-20, konsumsi singkong meningkat pesat di Jawa seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cepat. Singkong juga menjadi komoditas ekspor penting Hindia Belanda, terutama dalam bentuk tepung tapioka. Pabrik-pabrik pengolahan singkong dibangun di Jawa untuk memproduksi tepung tapioka yang diekspor ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang.
Hingga kini, singkong tetap menjadi bahan pangan utama di Indonesia dan diakui sebagai salah satu makanan pokok setelah padi-padian dan jagung. Dalam sejarah, Hindia Belanda memainkan peran penting dalam ekspor dan produksi tepung tapioka, dengan Jawa menjadi pusat industri pengolahan singkong. Nama lokal untuk tanaman ini di Jawa Barat adalah "Sampai" atau "Singkong," sementara dalam bahasa Melayu sering disebut sebagai "ubi kayu" atau "ketela pohon."
Pengolahan Ubi Kayu atau Singkong
Pengolahan singkong melibatkan beberapa langkah. Umbi singkong dapat dikonsumsi mentah, namun mengandung pati utama dengan sedikit glukosa, memberikan rasa sedikit manis. Namun, dalam kondisi tertentu, terutama jika teroksidasi, dapat terbentuk glukosida racun yang kemudian menjadi asam sianida (HCN), memberikan rasa pahit. Umbi dengan rasa manis biasanya mengandung sekitar 20 mg HCN per kilogram, sementara umbi dengan rasa pahit mengandung 50 kali lipatnya. Proses pemasakan dapat efektif mengurangi kadar racun ini. Dari pati umbi ini, dibuat tepung tapioka (kanji).
Penggunaan dan Kadar Gizi Ubi Kayu atau Singkong
Singkong memiliki banyak aplikasi dalam berbagai jenis masakan, baik direbus sebagai pengganti kentang, digunakan sebagai pelengkap hidangan, maupun diolah menjadi tepung yang dapat menggantikan tepung gandum, cocok bagi mereka yang memiliki alergi gluten.
Berikut adalah nilai gizi singkong per 100 gram:
Varietas tanaman Singkong
Tanaman singkong dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kandungan asam hidrosianik dalam akarnya, yang menentukan apakah varietas tersebut dapat dikonsumsi atau beracun. Secara umum, varietas yang aman untuk dikonsumsi mengandung kurang dari 50 miligram asam hidrosianik per kilogram bahan segar. Saat ini, terdapat 10 varietas ubi kayu yang tersedia di pasaran, yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok: varietas untuk konsumsi pangan dan untuk keperluan industri.
Varietas yang cocok untuk konsumsi pangan meliputi N1 Mekarmanik, Adira 1, Malang 1, Malang 2, dan Darul Hidayah. Sementara itu, untuk keperluan industri, terdapat N1 Mekarmanik, Adira 2, Adira 4, Malang 4, Malang 6, UJ 5, dan UJ 3. Varietas untuk konsumsi pangan umumnya memiliki tekstur umbi yang pulen dan kadar asam hidrosianik di bawah 50 miligram per kilogram, tanpa rasa pahit. Di sisi lain, varietas untuk keperluan industri memiliki kadar patin atau bahan kering sekitar 0,6 gram per kilogram. Beberapa varietas unggul singkong yang telah dirilis oleh Kementerian Pertanian termasuk Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1, Malang 2, Darul Hidayah, Malang 4, dan Malang 6.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_kayu