Investasi

BKPM Berkomitmen Mendukung Investasi BASF di Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kunjungan kerjanya ke Frankfurt, Jerman, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melakukan pertemuan langsung dengan BASF. BASF merupakan perusahaan multinasional Jerman dan produsen bahan kimia terbesar di dunia. 

Pertemuan tersebut guna menindaklanjuti minat investasi BASF pada bidang industri smelter atau pemurnian hidrometalurgi nikel dan kobalt yang menghasilkan produk bahan baku baterai kendaraan listrik. Rencananya, BASF bekerja sama dengan Eramet, perusahaan pertambangan asal Prancis, akan melakukan kerja sama investasi kompleks pengolahan nikel-kobalt bagi keperluan pengembangan kendaraan listrik. 

Proyek itu mencakup pembangunan pabrik High-Pressure Acid Leaching (HPAL) dan Base Metal Refinery (BMR). Bahlil menjelaskan, rencana investasi BASF itu sejalan dengan fokus pemerintah Indonesia saat ini dalam mewujudkan hilirisasi industri. 

Bahlil meminta agar investasi BASF tidak hanya berhenti pada industri pemurnian nikel, tapi hingga produk akhir berupa komponen baterai listrik. "Kami akan dukung penuh rencana investasi BASF ini. Terkait perizinan dan insentif investasi, kami yang akan urus. Kita akan kawal terus sampai beres," ungkap Bahlil melalui keterangan resmi yang diterima Republika, Senin (11/10).

Adapun pembangunan HPAL tersebut akan berlokasi di Halmahera Tengah, Maluku Utara. Kapasitas produksinya sekitar 42 ribu metrik ton nikel per tahun dan sekitar 5.000 metrik ton kobalt per tahun.

Dalam pertemuan itu, Markus Kamieth sebagai anggota Board of Executive Director BASF menyampaikan apresiasi atas komitmen Kementerian Investasi/BKPM dalam memfasilitasi rencana investasi BASF di Indonesia. Terkait rencana investasinya, ia mengharapkan Kementerian Investasi/BKPM dapat mendorong kawasan industri independen dalam penyediaan listrik secara proporsional yang berasal dari energi terbarukan.

Berdasarkan catatan Kementerian Investasi/BKPM, total realisasi investasi asal negara Jerman secara akumulatif dari 2016 sampai kuartal II 2021 mencapai 1.143 juta dolar AS. Angka itu menempati posisi ke-16 di antara asal negara investasi lainnya. Adapun total proyek dari realisasi investasi Jerman di Indonesia tersebut sebanyak 3.015 dan menyerap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebanyak 35.492 orang.

Sumber: ekonomi.republika.co.id

Selengkapnya
BKPM Berkomitmen Mendukung Investasi BASF di Indonesia

Keprofesian

Kemendikbud dan BNSP Mengeluarkan 149 Skema Sertifikasi untuk Meningkatkan Kompetensi SDM Lulusan Vokasi

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


KOMPAS.com – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menandatangani 149 skema sertifikasi nasional pendidikan tinggi vokasi di lima bidang, Kamis (25/3/2021). Kelima bidang tersebut adalah permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, dan care service. 

Sertifikasi kompetensi sendiri menjadi salah satu poin paket Link And Match 8+i yang sedang diterapkan Ditjen Pendidikan Vokasi. Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto memaparkan, pendidikan vokasi dan industri harus menyusun kurikulum bersama, melaksanakan pembelajaran berbasis project riil dari industri, meningkatkan pengajar dari industri, magang, dan melaksanakan sertifikasi profesi. “Skema sertifikasi yang sudah disusun bersama dan disepakati ini diharapkan nantinya ikut mengintervensi kurikulum dan pembelajaran di pendidikan vokasi,” ujar Dirjen Wikan dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (28/3/2021). 

Adapun penyiapan skema sertifikasi untuk pendidikan D3 dan D4 mendapatkan apresiasi dari kalangan industri, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Hal tersebut menjadi tonggak sejarah baru karena baru kali pertama dilaksanakan. Selain itu, penyusunan skema sertifikasi merupakan bukti “pernikahan” antara pendidikan vokasi dan industri. Plt. Direktur Bina Standardisasi, Kompetensi, dan Pelatihan Kerja Kemenaker Muchtar Aziz mengatakan, penandatangan 149 sertifikasi tersebut merupakan peristiwa bersejarah. Oleh karena itu, kata dia, peristiwa tersebut dapat dijadikan sebagai bukti bahwa Indonesia dapat menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing melalui kolaborasi berbagai pihak, yakni pendidikan vokasi, industri, asosiasi profesi, serta kementerian terkait. 

“Pertama saya menyampaikan apresiasi kepada Kemendikbud, terutama Ditjen Pendidikan Vokasi, karena saat ini saya menyaksikan momentum dalam perjalanan sejarah. Jika kita mencoba mengungkit kembali sejarah masa lalu, langkah ini sebenarnya merupakan obsesi yang sudah dirintis sejak zaman Orde Baru,” ujar Muchtar di sesi diskusi panel bersama Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud. Kemenaker menilai, sertifikasi kompetensi merupakan sebuah pertaruhan kepercayaan. Keseriusan Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama Pendidikan Tinggi Vokasi (LSP P1 PTV) dalam memberikan sertifikasi kompetensi bagi mahasiswa akan menentukan kepercayaan kalangan industri. Pasalnya, ketika lembaga sertifikasi tidak bisa melaksanakan uji kompetensi dan penilaian secara kredibel, reputasinya pun menjadi buruk di mata industri. 

Muchtar menjelaskan, proses sertifikasi yang kredibel dapat dilihat dari asesor dan prosesnya. Ia pun mengingatkan agar lembaga sertifikasi internal tidak asal memberikan sertifikat. “Di sinilah peranan BNSP penting dalam melakukan pengawalan terhadap proses sertifikasi, termasuk dari jenis skema sertifikasinya,” tutur Muchtar. Muchtar juga menyebut, kalangan industri pun harus mau memberikan rekognisi terhadap pemegang sertifikat kompetensi. Pasalnya, selama ini kalangan industri hanya melihat latar pendidikan formal saat merekrut pekerja. Kalangan industri, imbuh Muchtar, juga dapat memberikan rekognisi lain berupa pembukaan kesempatan pengembangan karier bagi lulusan vokasi yang memegang sertifikat. Pihak Kemenaker, lanjutnya, sedang menjalankan kajian untuk meneliti kebutuhan kompetensi industri di masa pandemi Covid-19. 

Kajian ini juga untuk menjawab kebutuhan pekerja di masa depan. Dari kalangan industri, Corporate Communication and CSR PT Trakindo Utama Candy Sihombing mengatakan, strategi yang dilakukan industri untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas adalah dengan terlibat dalam proses pendidikan di politeknik. Hal tersebut diwujudkan melalui penyusunan kurikulum bersama, pengembangan skill, on the job training di industri, hingga terlibat langsung dalam proses penyusunan skema sertifikasi, khususnya di bidang alat berat. “Kami ingin menjaga komitmen untuk terlibat dalam proses pembelajaran di pendidikan vokasi. Kami tidak ingin menunggu di ujung jalan, tetapi kami ingin jemput bola dari awal untuk memastikan kualitas calon tenaga kerja,” ucap Candy.

Sumber: nasional.kompas.com
 

Selengkapnya
Kemendikbud dan BNSP Mengeluarkan 149 Skema Sertifikasi untuk Meningkatkan Kompetensi SDM Lulusan Vokasi

Keprofesian

Kemendikbud Menyiapkan 12.000 Sertifikasi Kompetensi untuk Mahasiswa Vokasi

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


KOMPAS.com – Melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Vokasi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan program sertifikasi kompetensi dan profesi. Program yang diperuntukkan bagi mahasiswa vokasi 2021, resmi diluncurkan dalam “Program Sertifikasi Kompetensi Mahasiswa Vokasi” yang dilaksanakan daring pada Selasa, (9/3/2021). 

Direktur Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi, Beny Bandanadjaya mengharapkan, bantuan tersebut dapat meningkatkan potensi dan kompetensi bagi mahasiswa vokasi. “Dengan adanya bantuan ini, kami berharap dapat memfasilitasi hak mahasiswa, yaitu hak sertifikasi kompetensi,” ujar Beny dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (21/03/2021). Program bantuan sertifikasi kompetensi bagi mahasiswa vokasi juga diharapkan bisa melahirkan lulusan mahasiswa vokasi yang kompeten dan profesional sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Adapun tujuan dari program tersebut memiliki adalah meningkatkan penyerapan lulusan pendidikan tinggi dalam pasar kerja lokal dan nasional. Selain itu, lulusan mahasiswa vokasi juga diharapkan mampu berdaya saing secara global dalam pasar kerja internasional. Program sertifikasi kompetensi dan profesi ini menargetkan sekitar 12.000 mahasiswa untuk dapat memperoleh bantuan dalam kurun waktu pelaksanaan mulai Maret-November 2021. Sementara itu, sejumlah bidang yang akan difokuskan dalam program sertifikasi kompetensi yaitu bidang permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, pariwisata, industri jasa, dan bidang lain yang mendukung empat fokus bidang itu. 

Sebagai informasi, bagi mahasiswa pendidikan tinggi vokasi yang ingin mendaftar program tersebut akan melalui berbagai prosedur tahapan yang telah ditetapkan Dikti Vokasi dan Profesi. Beberapa persyaratan yang ditetapkan untuk mengikuti program ini, antara lain; berlaku bagi mahasiswa Diploma II minimal menginjak semester tiga, Diploma III minimal semester lima, serta mahasiswa Diploma IV minimal semester tujuh. Selanjutnya, nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) juga menjadi salah satu penilaian bagi mahasiswa pendidikan tinggi vokasi yang mendaftar program tersebut. Adapun standar nilai IPK mahasiswa yang dapat mengikuti program sertifikasi dan profesi adalah 2,75 dalam skala angka 4.

Sumber: www.kompas.com
 

Selengkapnya
Kemendikbud Menyiapkan 12.000 Sertifikasi Kompetensi untuk Mahasiswa Vokasi

Keprofesian

Ujian Sertifikasi Kompetensi Programmer: Langkah Penting dalam Persiapan Lulusan Berkualitas untuk Industri Teknologi

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


Sertifikasi kompetensi menjadi salah satu kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta sebagai persiapan bekal untuk terjun ke dunia industri. 

Program sertifikasi kompetensi, merupakan bagian dari program revitalisasi Pendidikan vokasi Kemenristek Dikti, yang diharapkan setiap perguruan tinggi dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas. Selain itu, akan memiliki daya saing tinggi. Peraturan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi.

Dalam mendukung kegiatan tersebut, Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) menerapkannya melalui Sertifikasi Kompetensi bidang networking, yang pelaksanaannya melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Universitas BSI. Sertifikasi ini berlangsung secara offline, di Universitas BSI kampus Cut Mutia, pada Rabu (26/1) silam.

Adapun pada kegiatan tersebut, pengujinya adalah Direktur LSP Universitas BSI, Firmansyah serta para asesor-asesor LSP Universitas BSI bidang Programming diantaranya Miwan Kurniawan, Nicodias Palasara, Elin Panca Saputra dan Rahayu Ningsih yang juga dihadiri oleh 13 Asesi (Mahasiswa).

Nicodias Palasara, salah asesor menjelaskan, kegiatan tersebut berjalan dengan lancar dan mendapat rekomendasi kompeten sebesar 100% yang menjadi salah satu kebanggaan bagi mahasiswa Universitas BSI kampus Cut Mutia.

“Semuanya memenuhi dan memiliki keahlian dalam bidang programmer. Diharapkan dengan adanya sertifikasi kompetensi ini, bisa menjadi modal utama bagi mereka agar dapat bersaing di dunia industri,” ucap Nicodias. 

Ia menambahkan, kegiatan ini  berlangsung secara offline dan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Sebelum masuk, para peserta harus Scan Peduli Lindungi, Cek suhu tubuh, menjaga jarak, memakai masker dan membawa perlengkapan ibadah pribadi, khusus mahasiswa Muslim.

“Adanya sertifikat kompetensi bagi mahasiswa, dapat digunakan sebagai bukti yang sah, bahwa mahasiswa-mahasiswa Universitas BSI memiliki kemampuan pada bidang yang diujikan. Sehingga kemampuannya itu, dapat diakui secara tertulis oleh negara melalui lembaga LSP Universitas BSI,” jelasnya.

Sumber: news.republika.co.id
 

Selengkapnya
Ujian Sertifikasi Kompetensi Programmer: Langkah Penting dalam Persiapan Lulusan Berkualitas untuk Industri Teknologi

Keprofesian

Menatap Masa Depan Teknik: Pengambilan Sumpah Insinyur ke-10 Menyoroti Tantangan dan Peluang Pengembangan Prodi di Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


Selasa, 30 Januari 2024, Program Studi Program Profesi Insinyur (PSPPI) Fakultas Teknik Undip menggelar acara Pengambilan Sumpah Insinyur ke-10 untuk periode Januari 2024. Pengambilan sumpah insinyur kali ini berlangsung secara hybrid di Engineering Hall, Gedung Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc Lantai 5.

Para periode ini, PSPPI Fakultas Teknik Undip berhasil mencetak 69 insinyur baru. Seluruh insinyur yang dilantik merupakan mahasiswa dari kelas Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Menurut Prof. Dr. Ir. Widayat, S.T, M.T, IPM, ASEAN Eng, Ketua PSPPI Fakultas Teknik Undip, kelas RPL di PSPPI Fakultas Teknik Undip sedikit berbeda karena ada tambahan 4 SKS yang harus ditempuh secara langsung. Dengan adanya tambahan SKS tersebut, mahasiswa masih harus menyelesaikan sisa SKS melalui kuliah selama satu semester. Hal ini merupakan terobosan baru yang bisa dipraktikkan di Indonesia.

“Di PSPPI ini, penerapan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)-nya tidak penuh. Rekognisi Anda sekalian memberikan sekitar 20 SKS. 4 SKS masih harus ditempuh secara riil. Artinya, laporan studi kasus dapat ditempuh dalam satu semester. Ini bisa jadi pionir, ke depannya bisa jadi model RPL yang ada di Indonesia,” ungkap Prof. Widayat

Dekan Fakultas Teknik Undip, Prof. Dr. Jamari, S.T, M.T. berharap, ke depannya PSPPI Fakultas Teknik Undip bisa terus berkembang dan bisa mencetak lebih banyak insinyur bagi Indonesia. “Di Indonesia, jumlah insinyur itu masih jauh dari target. Harusnya tiap 1 juta penduduk insinyurnya ada 10 ribu. Tapi kenyataannya baru ada 2600 (per 1 juta penduduk), artinya jauh dari target. Sehingga PR kita bersama untuk mengembangkan Program Profesi Insinyur ini. Kita harus segera,” ucap Prof. Jamari.

Pada pengambilan sumpah insinyur periode ini, ada beberapa sivitas akademika Fakultas Teknik Undip yang juga diambil sumpahnya. Beberapa diantaranya adalah Prof. Dr. Dipl.Ing. Ir. Berkah Fajar Tamtama Kiono dari Departemen Teknik Mesin, Prof. Dr. Ir. Nuroji, M.T dari Departemen Teknik Sipil, Dr. Ir. Naniek Utami Handayani, S.T, M.T dari Departemen Teknik Industri, Ir. Vanadia Mardiastuti, S.T, M.Eng dan Ir. Narulita Santi, S.T, M.Eng. dari Departemen Teknik Geologi.

Sekretaris Jenderal Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ir. Bambang Goeritno, M.Sc, MPA, IPU, APEC Engineer berharap, para insinyur baru ini bisa ikut mengenalkan Program Profesi Insinyur ke khalayak umum. “Kita berharap para lulusan yang baru saja dikukuhkan bisa dilibatkan untuk mengampanyekan program ini, sehingga semakin banyak insinyur yang bisa kita cetak. Karena gap-nya (antara jumlah insinyur dan jumlah penduduk) semakin besar tiap tahunnya.”

Sumber: psppi.ft.undip.ac.id

Selengkapnya
Menatap Masa Depan Teknik: Pengambilan Sumpah Insinyur ke-10 Menyoroti Tantangan dan Peluang Pengembangan Prodi di Indonesia

Revolusi Industri

Pengertian Industrial Society

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


Dalam sosiologi, masyarakat industri adalah masyarakat yang digerakkan oleh penggunaan teknologi dan mesin untuk memungkinkan produksi massal, yang mendukung populasi besar dengan kapasitas pembagian kerja yang tinggi. Struktur seperti ini berkembang di dunia Barat pada periode waktu setelah Revolusi Industri, dan menggantikan masyarakat agraris pada masa pra-modern dan pra-industri. Masyarakat industri pada umumnya adalah masyarakat massa, dan mungkin akan digantikan oleh masyarakat informasi. Mereka sering dikontraskan dengan masyarakat tradisional.

Masyarakat industri menggunakan sumber energi eksternal, seperti bahan bakar fosil, untuk meningkatkan laju dan skala produksi. Produksi pangan dialihkan ke pertanian komersial besar di mana produk-produk industri, seperti mesin pemanen dan pupuk berbasis bahan bakar fosil, digunakan untuk mengurangi tenaga kerja manusia yang dibutuhkan sekaligus meningkatkan produksi. Karena tidak lagi dibutuhkan untuk memproduksi makanan, kelebihan tenaga kerja dipindahkan ke pabrik-pabrik ini di mana mekanisasi digunakan untuk lebih meningkatkan efisiensi. Ketika populasi tumbuh, dan mekanisasi semakin disempurnakan, sering kali sampai pada tingkat otomatisasi, banyak pekerja beralih ke industri jasa yang berkembang.

Masyarakat industri membuat urbanisasi menjadi hal yang diinginkan, sebagian agar para pekerja dapat lebih dekat dengan pusat-pusat produksi, dan industri jasa dapat menyediakan tenaga kerja bagi para pekerja dan pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan finansial dari mereka, dengan imbalan sebagian keuntungan produksi yang dapat digunakan untuk membeli barang. Hal ini menyebabkan munculnya kota-kota yang sangat besar dan daerah pinggiran kota di sekitarnya dengan tingkat aktivitas ekonomi yang tinggi.

Pusat-pusat kota ini membutuhkan input Sumber: energi eksternal untuk mengatasi berkurangnya hasil konsolidasi pertanian, yang sebagian disebabkan oleh kurangnya lahan subur di dekatnya, biaya transportasi dan penyimpanan yang terkait, dan tidak berkelanjutan. Hal ini membuat ketersediaan Sumber: daya energi yang dibutuhkan menjadi prioritas utama dalam kebijakan pemerintah industri.

Pengembangan industri

Sebelum Revolusi Industri di Eropa dan Amerika Utara, yang diikuti dengan industrialisasi lebih lanjut di seluruh dunia pada abad ke-20, sebagian besar ekonomi sebagian besar bersifat agraris. Barang-barang kebutuhan pokok sering kali dibuat di dalam rumah tangga dan sebagian besar produksi lainnya dilakukan di bengkel-bengkel kecil oleh para pengrajin dengan spesialisasi atau mesin yang terbatas.

Di Eropa pada akhir Abad Pertengahan, para pengrajin di banyak kota membentuk serikat pekerja untuk mengatur perdagangan mereka sendiri dan secara kolektif mengejar kepentingan bisnis mereka. Sejarawan ekonomi Sheilagh Ogilvie berpendapat bahwa gilda-gilda tersebut semakin membatasi kualitas dan produktivitas manufaktur. Namun, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa bahkan pada zaman kuno, ekonomi besar seperti kekaisaran Romawi atau dinasti Han di Tiongkok telah mengembangkan pabrik untuk produksi yang lebih terpusat di industri tertentu.

Dengan Revolusi Industri, sektor manufaktur menjadi bagian utama dari ekonomi Eropa dan Amerika Utara, baik dari segi tenaga kerja maupun produksi, yang menyumbang sepertiga dari seluruh aktivitas ekonomi. Seiring dengan kemajuan pesat dalam teknologi, seperti tenaga uap dan produksi baja massal, manufaktur baru secara drastis mengkonfigurasi ulang ekonomi yang sebelumnya bersifat merkantilis dan feodal. Bahkan saat ini, industri manufaktur sangat penting bagi banyak negara maju dan setengah maju.

Deindustrialisasi

Secara historis, industri manufaktur tertentu mengalami penurunan karena berbagai faktor ekonomi, termasuk pengembangan teknologi pengganti atau hilangnya keunggulan kompetitif. Contoh yang pertama adalah penurunan manufaktur kereta ketika mobil diproduksi secara massal.

Tren yang terjadi baru-baru ini adalah migrasi negara-negara industri yang makmur menuju masyarakat pasca industri. Hal ini terjadi dengan adanya pergeseran besar dalam tenaga kerja dan produksi dari sektor manufaktur dan menuju sektor jasa, sebuah proses yang disebut dengan istilah tersierisasi. Selain itu, sejak akhir abad ke-20, perubahan cepat dalam teknologi komunikasi dan informasi (kadang-kadang disebut revolusi informasi) telah memungkinkan beberapa bagian dari beberapa negara untuk berspesialisasi dalam sektor kuarter pengetahuan dan layanan berbasis informasi. Untuk alasan ini dan alasan lainnya, dalam masyarakat pasca-industri, produsen dapat dan sering kali merelokasi operasi industri mereka ke wilayah dengan biaya lebih rendah dalam proses yang dikenal sebagai off-shoring.

Pengukuran hasil industri manufaktur dan dampak ekonominya tidak stabil secara historis. Secara tradisional, kesuksesan telah diukur dalam jumlah pekerjaan yang diciptakan [meragukan - diskusikan]. Berkurangnya jumlah karyawan di sektor manufaktur diasumsikan sebagai akibat dari penurunan daya saing sektor ini, atau pengenalan proses manufaktur ramping.

Terkait dengan perubahan ini adalah peningkatan kualitas produk yang diproduksi. Meskipun dimungkinkan untuk memproduksi produk berteknologi rendah dengan tenaga kerja berketerampilan rendah, kemampuan untuk memproduksi produk berteknologi tinggi dengan baik bergantung pada staf yang sangat terampil.

Kebijakan industri

Saat ini, karena industri merupakan bagian penting dari sebagian besar masyarakat dan negara, banyak pemerintah akan memiliki setidaknya beberapa peran dalam merencanakan dan mengatur industri. Hal ini dapat mencakup isu-isu seperti polusi industri, pembiayaan, pendidikan kejuruan, dan hukum ketenagakerjaan.

Tenaga kerja industri

Dalam masyarakat industri, industri mempekerjakan sebagian besar penduduk. Hal ini biasanya terjadi di sektor manufaktur. Serikat pekerja adalah organisasi pekerja yang bersatu untuk mencapai tujuan bersama di bidang-bidang utama seperti upah, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya. Serikat pekerja, melalui kepemimpinannya, melakukan tawar-menawar dengan pemberi kerja atas nama anggota serikat pekerja (anggota biasa) dan menegosiasikan kontrak kerja dengan pemberi kerja. Gerakan ini pertama kali muncul di kalangan pekerja industri.

Dampak terhadap perbudakan

Budaya Mediterania kuno mengandalkan perbudakan di seluruh perekonomian mereka. Sementara perbudakan sebagian besar menggantikan praktik tersebut di Eropa selama Abad Pertengahan, beberapa negara Eropa memperkenalkan kembali perbudakan secara ekstensif pada periode modern awal, terutama untuk tenaga kerja yang paling kasar di koloni mereka. Revolusi Industri memainkan peran sentral dalam penghapusan perbudakan di kemudian hari, sebagian karena dominasi ekonomi baru dari manufaktur domestik melemahkan kepentingan dalam perdagangan budak. Selain itu, metode industri yang baru membutuhkan pembagian kerja yang kompleks dengan pengawasan pekerja yang lebih sedikit, yang mungkin tidak sesuai dengan kerja paksa.

Perang

Revolusi Industri mengubah peperangan, dengan persenjataan dan pasokan yang diproduksi secara massal, transportasi bertenaga mesin, mobilisasi, konsep perang total, dan senjata pemusnah massal. Contoh awal perang industri adalah Perang Krimea dan Perang Saudara Amerika, tetapi potensi penuhnya terlihat selama perang dunia. Lihat juga kompleks industri militer, industri senjata, industri militer, dan perang modern.

Penggunaan dalam ilmu sosial dan politik abad ke-20

"Masyarakat industri" memiliki arti yang lebih spesifik setelah Perang Dunia II dalam konteks Perang Dingin, internasionalisasi sosiologi melalui organisasi seperti UNESCO, dan penyebaran hubungan industri Amerika ke Eropa. Pengukuhan posisi Uni Soviet sebagai kekuatan dunia mengilhami refleksi tentang apakah hubungan sosiologis antara ekonomi industri yang sangat maju dengan kapitalisme perlu diperbarui. Transformasi masyarakat kapitalis di Eropa dan Amerika Serikat menjadi kapitalisme kesejahteraan yang dikelola dan diatur oleh negara, sering kali dengan sektor-sektor industri yang signifikan yang dinasionalisasi, juga berkontribusi pada kesan bahwa mereka mungkin berevolusi di luar kapitalisme, atau menuju suatu "konvergensi" yang umum terjadi pada semua "jenis" masyarakat industri, baik kapitalis maupun komunis. Manajemen negara, otomatisasi, birokrasi, tawar-menawar kolektif yang dilembagakan, dan kebangkitan sektor tersier dianggap sebagai penanda umum masyarakat industri.

Paradigma "masyarakat industri" pada tahun 1950-an dan 1960-an sangat ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Eropa dan Amerika Serikat setelah Perang Dunia II, dan sangat dipengaruhi oleh karya para ekonom seperti Colin Clark, John Kenneth Galbraith, W.W. Rostow, dan Jean Fourastié. Perpaduan sosiologi dengan ekonomi pembangunan memberikan paradigma masyarakat industri kemiripan yang kuat dengan teori modernisasi, yang meraih pengaruh besar dalam ilmu sosial dalam konteks dekolonisasi pascaperang dan perkembangan negara-negara pascakolonial.

Sosiolog Prancis Raymond Aron, yang memberikan definisi paling berkembang untuk konsep "masyarakat industri" pada tahun 1950-an, menggunakan istilah ini sebagai metode komparatif untuk mengidentifikasi ciri-ciri umum masyarakat kapitalis Barat dan masyarakat komunis gaya Soviet. Sosiolog lain, termasuk Daniel Bell, Reinhard Bendix, Ralf Dahrendorf, Georges Friedmann, Seymour Martin Lipset, dan Alain Touraine, menggunakan gagasan serupa dalam karya mereka, meskipun dengan definisi dan penekanan yang terkadang sangat berbeda. Gagasan utama dari teori masyarakat industri juga biasanya diungkapkan dalam gagasan para reformis di partai-partai sosial-demokratik Eropa yang menganjurkan untuk berpaling dari Marxisme dan mengakhiri politik revolusioner.

Karena keterkaitannya dengan teori modernisasi non-Marxis dan organisasi anti-komunis Amerika seperti Kongres untuk Kebebasan Budaya, teori "masyarakat industri" sering dikritik oleh para sosiolog sayap kiri dan Komunis sebagai ideologi liberal yang bertujuan untuk menjustifikasi status quo pascaperang dan melemahkan oposisi terhadap kapitalisme. Namun, beberapa pemikir sayap kiri seperti André Gorz, Serge Mallet, Herbert Marcuse, dan Mazhab Frankfurt menggunakan aspek-aspek teori masyarakat industri dalam kritik mereka terhadap kapitalisme.

Bibliografi pilihan teori masyarakat industri

  • Adorno, Theodor. " Kapitalisme Akhir atau Masyarakat Industri ?" (1968)

  • Aron, Raymond. Pelajaran Dix-huit di masyarakat industri . Paris: Gallimard, 1961.

  • Aron, Raymond. Kelas Lutte des: pelajaran baru di masyarakat industri . Paris: Gallimard, 1964.

  • Bell, Daniel. Akhir Ideologi: Tentang Kehabisan Ide Politik di Tahun Lima Puluh. New York: Pers Bebas, 1960.

  • Dahrendorf, Ralf. Konflik Kelas dan Kelas dalam Masyarakat Industri . Stanford: Pers Universitas Stanford, 1959.

  • Gorz, Andre. Strategi ouvrière et néo-capitalisme . Paris: Seuil, 1964.

  • Friedmann, Georges. Le Travail dalam waktu dekat. Paris: Gallimard, 1956.

  • Kaczynski, Theodore J. " Masyarakat Industri dan Masa Depannya ". Berkeley, CA: Jolly Roger Pers, 1995.

  • Kerr, Clark, dkk. Industrialisme dan Manusia Industri. Oxford: Pers Universitas Oxford, 1960.

  • Lipset, Seymour Martin. Manusia Politik: Basis Sosial Politik. Garden City, NJ: Doubleday, 1959.

  • Marcuse, Herbert. Manusia Satu Dimensi: Studi dalam Ideologi Masyarakat Industri Maju . Boston: Beacon Press, 1964.

  • Touraine, Alain. Sosiologi Tindakan . Paris: Seuil, 1965.

Disadur dari: en.wikipedia.org

 

Selengkapnya
Pengertian Industrial Society
« First Previous page 622 of 1.158 Next Last »