Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 18 Juni 2025
Mengapa Tata Kelola Air Menjadi Isu Kritis?
Di tengah perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan urbanisasi pesat, dunia menghadapi krisis air yang tidak hanya soal ketersediaan, tetapi juga tata kelola. Permasalahan air kerap kali berakar pada lemahnya tata kelola—bukan sekadar kurangnya sumber daya fisik. Paper “Water governance challenges at a local level: implementation of the OECD Water Governance Indicator Framework in the General Pueyrredon Municipality, Buenos Aires Province, Argentina” menawarkan studi kasus mendalam tentang bagaimana kerangka tata kelola air OECD diimplementasikan di tingkat lokal, serta tantangan dan pelajaran yang dapat dipetik untuk konteks global dan Indonesia1.
Artikel ini mengupas temuan utama paper tersebut, menyoroti data dan studi kasus aktual, serta menganalisis relevansinya dengan tren industri, kebijakan, dan tantangan tata kelola air di berbagai negara. Dengan gaya populer dan SEO-friendly, resensi ini relevan untuk pembuat kebijakan, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat luas yang peduli pada keberlanjutan sumber daya air.
Gambaran Umum: Definisi dan Kerangka Tata Kelola Air
Apa Itu Tata Kelola Air?
Tata kelola air didefinisikan sebagai serangkaian aturan, praktik, dan proses politik, institusional, serta administratif—baik formal maupun informal—yang menentukan bagaimana keputusan terkait air diambil dan diimplementasikan, bagaimana kepentingan para pemangku kepentingan diakomodasi, serta bagaimana akuntabilitas dijaga1. Tata kelola air yang efektif melibatkan:
OECD Water Governance Indicator Framework
OECD mengembangkan 12 Prinsip Tata Kelola Air yang menjadi rujukan global, meliputi aspek peran dan tanggung jawab, skala pengelolaan, koherensi kebijakan, kapasitas, data dan informasi, pembiayaan, kerangka regulasi, inovasi, integritas dan transparansi, keterlibatan pemangku kepentingan, keadilan antar pengguna, serta monitoring dan evaluasi1.
Studi Kasus: General Pueyrredon Municipality (GPM), Argentina
Profil Wilayah
General Pueyrredon (GPM) adalah salah satu wilayah urban terbesar di Provinsi Buenos Aires, Argentina, dengan populasi 682.605 jiwa (2023) dan mencakup kota Mar del Plata serta sejumlah kawasan peri-urban1. Wilayah ini terkenal dengan keanekaragaman ekosistem, pertanian hortikultura, dan pertumbuhan penduduk yang pesat, namun menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan air tanah sebagai sumber utama air bersih.
Sistem Pengelolaan Air
Analisis Kerangka Tata Kelola Air: Temuan Kunci
1. Kerangka Kebijakan (What)
2. Kelembagaan (Who)
3. Instrumen Implementasi (How)
Studi Kasus dan Data Empirik
1. Ketersediaan dan Akses Air Bersih
2. Keterlibatan Pemangku Kepentingan
3. Pembiayaan dan Investasi
4. Monitoring dan Evaluasi
Tantangan Utama Tata Kelola Air GPM
Perbandingan dengan Studi dan Praktik Global
Relevansi dan Pelajaran untuk Indonesia
Kritik dan Opini
Kaitan dengan Tren Industri dan Kebijakan Global
Rekomendasi Strategis
Tata Kelola Air sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Studi kasus General Pueyrredon menegaskan bahwa tata kelola air yang efektif bukan hanya soal regulasi atau institusi, tetapi juga implementasi nyata, transparansi, dan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan1. Tantangan fragmentasi, lemahnya data, dan minimnya inovasi adalah masalah universal yang juga dihadapi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dengan mengadopsi kerangka OECD dan menyesuaikannya dengan konteks lokal, kota-kota di Indonesia dan negara berkembang lain dapat memperkuat tata kelola air, mengurangi ketimpangan, dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Tata kelola air yang baik adalah fondasi bagi masa depan yang inklusif, sehat, dan berkelanjutan.
Sumber Asli
Martín Velasco, M.J., Calderon, G., Lima, M.L., Matencón, C.L., & Massone, H.E. (2023). Water governance challenges at a local level: implementation of the OECD Water Governance Indicator Framework in the General Pueyrredon Municipality, Buenos Aires Province, Argentina. Water Policy, 25(7), 623–638.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 18 Juni 2025
Mengapa Kota Perlu Adaptasi Air dan Iklim?
Di era urbanisasi pesat dan perubahan iklim ekstrem, kota-kota dunia menghadapi tantangan ganda: banjir yang lebih sering, kekeringan, dan penurunan kualitas air. Kota-kota besar di Asia, termasuk Wuhan di Tiongkok, menjadi contoh nyata bagaimana solusi inovatif sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan dan kualitas hidup masyarakat urban. Paper “Building Climate Resilience and Water Security in Cities: Lessons from the Sponge City of Wuhan, China” membedah strategi, efektivitas, dan pelajaran penting dari program Sponge City—sebuah pendekatan berbasis alam untuk mengelola air perkotaan secara berkelanjutan.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam temuan paper tersebut, menyoroti angka-angka kunci, studi kasus, serta memberikan analisis kritis dan relevansi terhadap tren global. Dengan gaya populer dan SEO-friendly, resensi ini cocok untuk pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat luas yang peduli masa depan kota.
Latar Belakang: Krisis Air dan Urbanisasi di Tiongkok
Fakta dan Tantangan
Dampak Perubahan Iklim
Paradigma Baru: Nature-Based Solutions dalam Tata Kelola Air
Kelemahan Infrastruktur Konvensional
Pendekatan lama mengandalkan “grey infrastructure” seperti bendungan, tanggul, dan saluran beton. Namun, solusi ini mahal, boros energi, dan sering gagal mengatasi banjir ekstrem atau polusi air1.
Solusi Berbasis Alam (Nature-Based Solutions)
Studi Kasus: Transformasi Wuhan sebagai “Sponge City”
Kota Wuhan: Profil dan Tantangan
Implementasi Sponge City di Wuhan
Analisis Ekonomi: Efisiensi Biaya dan Manfaat Sosial
Perbandingan Biaya: Green vs Grey Infrastructure
Manfaat Tambahan (Co-Benefits)
Studi Kasus Ikonik: Wuhan Garden Expo Park & Yangtze River Beach Park
Wuhan Garden Expo Park
Yangtze River Beach Park
Tantangan Implementasi dan Pembelajaran
Hambatan Teknis dan Kelembagaan
Solusi dan Rekomendasi
Kebijakan Nasional: Kerangka Pendukung Sponge City
Strategi Pemerintah Tiongkok
Rekomendasi Kebijakan untuk Negara Lain
Analisis Kritis: Perbandingan dan Relevansi Global
Perbandingan dengan Studi Lain
Kaitan dengan Tren Industri dan Urbanisasi Global
Opini dan Rekomendasi: Menuju Kota Tahan Iklim
Kekuatan Model Wuhan
Tantangan ke Depan
Inspirasi Global dari Sponge City Wuhan
Studi kasus Sponge City Wuhan membuktikan bahwa solusi berbasis alam bukan hanya alternatif, tapi kebutuhan utama di era perubahan iklim dan urbanisasi. Dengan investasi yang lebih efisien, manfaat sosial-lingkungan yang luas, dan dukungan kebijakan yang kuat, model ini layak menjadi inspirasi bagi kota-kota di seluruh dunia—termasuk Indonesia—untuk membangun masa depan yang lebih tangguh, sehat, dan berkelanjutan.
Sumber Asli
Oates, L., Dai, L., Sudmant, A. and Gouldson, A. 2020. Building Climate Resilience and Water Security in Cities: Lessons from the sponge city of Wuhan, China. Coalition for Urban Transitions. London, UK, and Washington, DC.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juni 2025
Air sebagai Sumber Daya Vital yang Terancam
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan semua aktivitas ekonomi, terutama sektor pertanian yang menyerap sekitar 70% dari total penggunaan air global. Namun, meskipun bumi sebagian besar tertutup air, ketersediaan air tawar yang dapat digunakan sangat terbatas dan semakin terancam oleh perubahan iklim, pertumbuhan populasi, polusi, dan eksploitasi berlebihan. Paper berjudul Water scarcity: A global hindrance to sustainable development and agricultural production – A critical review of the impacts and adaptation strategies oleh Biswas et al. (2025) memberikan tinjauan kritis mengenai dampak kekurangan air secara global, dengan fokus khusus pada sektor pertanian dan perspektif India sebagai negara berkembang yang menghadapi krisis air parah.
Jenis dan Penyebab Kekurangan Air
Jenis Kekurangan Air
Penyebab Utama
Dampak Kekurangan Air pada Pertanian dan Ketahanan Pangan
Strategi Adaptasi dan Manajemen Air dalam Pertanian
Teknik Irigasi Efisien
Praktik Pertanian Berkelanjutan
Teknologi dan Inovasi
Kebijakan dan Manajemen Sumber Daya Air
Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Tren Global
Paper ini memberikan gambaran komprehensif yang menggabungkan aspek fisik, sosial, dan ekonomi dari krisis air global, dengan fokus kuat pada sektor pertanian dan negara berkembang seperti India. Pendekatan multidisipliner dan penggunaan data kuantitatif serta studi kasus nyata memperkuat argumen dan relevansi kebijakan.
Namun, tantangan implementasi strategi adaptasi tetap besar, terutama terkait biaya awal teknologi irigasi modern dan kebutuhan pelatihan petani. Selain itu, aspek kelembagaan dan politik air yang kompleks perlu lebih banyak perhatian untuk memastikan keberlanjutan.
Dibandingkan dengan literatur lain, paper ini menegaskan pentingnya integrasi antara inovasi teknologi, kebijakan harga dan pasar air, serta praktik tradisional yang adaptif. Hal ini sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan inklusif.
Menuju Pertanian Berkelanjutan di Tengah Krisis Air
Krisis air merupakan hambatan utama bagi pembangunan berkelanjutan dan ketahanan pangan global. Dengan meningkatnya tekanan akibat perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan pola konsumsi yang berubah, kebutuhan akan strategi adaptasi yang efektif semakin mendesak.
Paper ini menyajikan berbagai solusi praktis dan inovatif yang dapat diadopsi di berbagai wilayah, khususnya negara berkembang seperti India, untuk mengurangi dampak kekurangan air pada pertanian. Penggabungan teknologi efisien, praktik pertanian berkelanjutan, dan kebijakan yang mendukung akan menjadi kunci keberhasilan.
Upaya terkoordinasi antara pemerintah, peneliti, petani, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan ketersediaan air yang cukup bagi generasi sekarang dan mendatang.
Sumber Artikel :
Biswas, A., Sarkar, S., Das, S., Dutta, S., Roy Choudhury, M., Giri, A., Bera, B., Bag, K., Mukherjee, B., Banerjee, K., Gupta, D., & Paul, D. (2025). Water scarcity: A global hindrance to sustainable development and agricultural production – A critical review of the impacts and adaptation strategies. Cambridge Prisms: Water, 3, e4
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juni 2025
Air sebagai Kunci Ketahanan Sistem Pangan Global
Perubahan iklim yang semakin nyata membawa tantangan besar terhadap ketersediaan air dan keberlanjutan sistem pangan dunia. Dalam konteks ini, tata kelola air yang efektif menjadi fondasi utama untuk membangun sistem pangan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan. Dokumen Water Governance for Climate Resilient Food Systems (September 2021) yang disusun oleh 31 ahli global dari berbagai disiplin ilmu dan institusi internasional, mengangkat urgensi menempatkan air sebagai pusat perhatian dalam transformasi sistem pangan menghadapi masa depan iklim yang tidak pasti.
Resensi ini akan menguraikan secara komprehensif tantangan, prinsip tata kelola air yang direkomendasikan, studi kasus dan angka penting dari dokumen, serta analisis kritis dan relevansi dengan tren global dan industri.
Tantangan Tata Kelola Air dalam Sistem Pangan di Era Perubahan Iklim
Dokumen ini menegaskan bahwa meskipun produksi pangan global meningkat dan berhasil menekan harga pangan, krisis iklim dan ketidakpastian siklus air mengancam keberlanjutan sistem pangan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi adalah:
Pandemi COVID-19 juga memperparah krisis pangan dan memperlihatkan kerentanan sistem pangan global terhadap gangguan eksternal.
Enam Prinsip Tata Kelola Air untuk Sistem Pangan Tangguh
Dokumen ini mengajukan enam atribut kunci yang harus diadopsi dalam tata kelola air untuk membangun sistem pangan yang tahan iklim:
Studi Kasus dan Data Penting
Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Tren Global
Pendekatan tata kelola air yang diusulkan menekankan pentingnya mengatasi kompleksitas sosial-ekologis dan menghindari solusi satu dimensi seperti peningkatan efisiensi irigasi yang sering gagal ketika diterapkan secara luas. Konsep polisentris dan partisipatif sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya bersama yang inklusif dan adaptif.
Namun, tantangan nyata tetap ada dalam hal pendanaan, kapasitas institusi, dan resistensi politik terhadap reformasi tata kelola air. Inovasi teknologi dan insentif ekonomi harus dipadukan dengan penguatan kelembagaan dan pemberdayaan komunitas lokal agar efektif.
Selain itu, integrasi solusi tradisional dan modern menjadi penting agar tata kelola air tidak hanya berfokus pada teknologi tinggi, tetapi juga menghargai kearifan lokal dan praktik berkelanjutan yang telah terbukti.
Rekomendasi Kebijakan dan Implikasi Praktis
Dokumen Water Governance for Climate Resilient Food Systems menegaskan bahwa air adalah bahasa perubahan iklim dan pusat dari ketahanan sistem pangan masa depan. Dengan mengadopsi tata kelola air yang kompleks, inklusif, inovatif, dan berorientasi jangka panjang, kita dapat membangun sistem pangan yang tidak hanya produktif dan efisien, tetapi juga adil dan berkelanjutan.
Transformasi ini membutuhkan komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan, terutama perempuan, pemuda, dan komunitas lokal yang paling terdampak. Hanya dengan pendekatan holistik dan kolaboratif, kita dapat menghadapi tantangan air dan pangan di era perubahan iklim yang penuh ketidakpastian.
Sumber Artikel :
Water Governance for Climate Resilient Food Systems, September 2021, Statement by 31 global practitioners and researchers, United Nations Food Systems Summit 2021.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juni 2025
Tantangan Pengelolaan Air di Wilayah Mediterania
Wilayah Mediterania dikenal sebagai kawasan yang sangat rentan terhadap perubahan iklim, khususnya terkait dengan ketersediaan air. Kekeringan, fluktuasi curah hujan, dan peningkatan suhu yang signifikan mengancam keberlanjutan sektor pertanian yang sangat bergantung pada irigasi. Dalam konteks ini, pengelolaan air yang efektif dan adaptif menjadi kunci untuk mencapai ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.
Paper berjudul “Water Governance for Climate-Resilient Agriculture in Mediterranean Countries” oleh Georgia Sismani, Vassilios Pisinaras, dan Georgios Arampatzis (2024) mengupas secara komprehensif bagaimana tata kelola air yang terintegrasi dan adaptif dapat diterapkan di tingkat organisasi petani untuk mendukung pertanian yang tahan iklim. Studi ini menyoroti pengalaman tiga organisasi petani (Farmers’ Organizations/F.ORs) di Crete, Yunani, dan Basilicata, Italia, sebagai pilot project yang mengimplementasikan skema tata kelola air berbasis standar European Water Stewardship (EWS).
Kerangka Tata Kelola Air Terintegrasi: Water Management Adaptation Strategy (WMAS) dan Agricultural Water Management System (AWMS)
Konsep dan Metodologi
Penelitian ini mengembangkan sebuah skema tata kelola air terintegrasi yang terdiri dari dua komponen utama:
WMAS dan AWMS dirancang mengacu pada standar European Water Stewardship (EWS), yang menekankan tiga prinsip utama: pengelolaan kuantitas air, kualitas air, dan pelestarian area bernilai konservasi tinggi (HCV), serta prinsip tata kelola yang transparan dan partisipatif.
Pembagian Peran dalam AWMS
Setiap F.OR menetapkan tiga peran kunci untuk pengelolaan air:
Ketiga peran ini saling berkomunikasi dan melapor ke manajemen organisasi untuk menjamin pelaksanaan yang efektif.
Studi Kasus: Implementasi di Tiga Organisasi Petani di Mediterania
Lokasi dan Karakteristik
Mirabello mengalami tingkat kelangkaan air tertinggi di antara ketiga lokasi, menambah urgensi pengelolaan air yang efisien.
Monitoring dan Evaluasi
Untuk memantau implementasi AWMS, dibuat sistem formulir khusus yang diisi secara berkala oleh Water Steward dan petani anggota. Monitoring ini mencakup praktik pengelolaan air di 10 kebun per lokasi pilot, dengan pelatihan intensif bagi Water Steward untuk memastikan akurasi dan konsistensi data.
Hasil Implementasi dan Pelajaran Penting
Kepatuhan Regulasi dan Transparansi
Interrelasi Air dengan Energi dan Sumber Daya Lain
Penanganan Keadaan Darurat
Evaluasi dan Revisi Strategi
Analisis Kritis dan Kaitan dengan Tren Global
Kompleksitas dan Adaptasi Standar EWS
Implementasi standar EWS di sektor pertanian terbukti lebih kompleks dibandingkan di industri, karena fragmentasi lahan, keragaman praktik, dan sumber air yang berbeda-beda. Hal ini menuntut adaptasi prinsip dan indikator EWS agar sesuai dengan konteks pertanian Mediterania.
Pentingnya Monitoring dan Konsultasi Ahli
Keberhasilan implementasi sangat bergantung pada monitoring yang sistematis dan dukungan ahli, terutama pada tahap awal. Pengalaman F.OR dengan standar lain seperti ISO atau EMS mempercepat adopsi AWMS.
Keterlibatan dan Komunikasi
Transparansi dan komunikasi internal yang intensif menjadi kunci keberhasilan, membantu mengatasi kesenjangan informasi antara manajemen dan anggota. Komunikasi terkait risiko iklim ekstrem, seperti kekeringan dan banjir, harus dilakukan secara proaktif untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
Hubungan dengan Otoritas Lokal
Meski ada komunikasi dengan otoritas lokal, interaksi ini masih bersifat satu arah dan perlu diperkuat agar pengelolaan air dapat terintegrasi dengan kebijakan regional dan nasional. Mengingat sektor pertanian menyerap sekitar 80% penggunaan air nasional, peran F.OR dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sangat strategis.
Nilai Tambah dan Implikasi Kebijakan
Kesimpulan
Studi ini menegaskan bahwa tata kelola air yang efektif dan adaptif di sektor pertanian merupakan fondasi penting untuk membangun ketahanan iklim di wilayah Mediterania yang rentan terhadap kekeringan dan perubahan iklim. Dengan mengintegrasikan strategi adaptasi pengelolaan air dan sistem manajemen yang jelas, organisasi petani dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, menjaga kualitas sumber daya, dan mempersiapkan diri menghadapi risiko iklim.
Pengalaman pilot project di tiga F.OR di Yunani dan Italia membuktikan bahwa pendekatan ini dapat diimplementasikan dengan baik, meskipun memerlukan monitoring yang ketat, dukungan ahli, dan komunikasi yang intensif. Keberlanjutan strategi ini juga bergantung pada keterlibatan aktif petani dan sinergi dengan kebijakan lokal dan nasional.
Model tata kelola air ini dapat menjadi referensi penting bagi wilayah lain yang menghadapi tantangan serupa, sekaligus mendukung pencapaian target mitigasi dan adaptasi iklim secara global.
Sumber Artikel :
Sismani, G.; Pisinaras, V.; Arampatzis, G. Water Governance for Climate-Resilient Agriculture in Mediterranean Countries. Water 2024, 16, 1103
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juni 2025
Memahami Dimensi Sosial dalam Krisis Iklim Global
Perubahan iklim merupakan tantangan global yang tidak hanya berdampak pada aspek fisik dan lingkungan, tetapi juga sangat terkait dengan dimensi sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Konferensi Internasional Socioecos 2024 yang diselenggarakan di Universidad del País Vasco, Bilbao, Spanyol, menghadirkan kumpulan riset dan diskusi interdisipliner yang mendalam mengenai praktik-praktik sosial-ekologis dalam konteks darurat iklim dan keberlanjutan. Buku prosiding konferensi ini, yang memuat lebih dari 800 abstrak dan puluhan makalah lengkap, menjadi sumber penting untuk memahami bagaimana ilmu sosial berkontribusi dalam mengatasi krisis iklim yang kompleks.
Resensi ini akan mengulas tema utama konferensi, studi kasus penting, serta kontribusi beberapa pembicara kunci yang menyoroti hubungan antara perubahan iklim, keadilan sosial, dan transformasi masyarakat melalui praktik sosial-ekologis.
Dimensi Sosial dalam Perubahan Iklim: Kritik dan Tantangan
Salah satu isu utama yang diangkat dalam konferensi ini adalah keterlambatan ilmu sosial dalam merespons perubahan iklim secara komprehensif, terutama dibandingkan dengan ilmu biophysical yang lebih cepat mengadopsi isu ini. Kritik utama menyatakan bahwa pendekatan yang berfokus pada individu seringkali mengabaikan aspek institusional, sosial, dan budaya yang lebih luas, sehingga kebijakan yang dihasilkan kurang efektif dan tidak menyentuh akar masalah (Tejerina et al., 2024).
Lebih jauh, kerangka interpretatif dominan, termasuk laporan IPCC, dianggap mendepolitisasi diskursus iklim dengan mengabaikan analisis kritis terhadap sistem nilai, relasi kekuasaan, dan proses institusional yang menjadi penyebab utama krisis iklim. Konsep “post-politik” ini menyoroti bagaimana wacana ilmiah dan kebijakan iklim sering mempertahankan status quo sosial-ekonomi yang tidak adil.
Praktik Sosial-Ekologis: Dari Gerakan Sosial hingga Transformasi Budaya
Konferensi ini membagi diskusi ke dalam beberapa track tematik yang luas, antara lain:
Studi Kasus dan Angka Penting
Analisis dan Nilai Tambah
Konferensi ini menegaskan bahwa krisis iklim tidak dapat dipahami dan diatasi hanya dari perspektif ilmiah dan teknis, tetapi harus melibatkan analisis kritis terhadap struktur sosial, budaya, dan politik yang mendasarinya. Pendekatan interdisipliner dan partisipatif menjadi kunci dalam mengembangkan solusi yang inklusif dan berkeadilan.
Gerakan sosial seperti Extinction Rebellion menunjukkan bahwa transformasi sosial yang nyata membutuhkan perubahan cara hidup dan hubungan antar manusia serta dengan alam, bukan sekadar kebijakan top-down. Konsep budaya regeneratif yang mereka usung memperlihatkan bagaimana praktik sosial dapat menjadi alat politik yang efektif.
Di sisi lain, analisis NGO tentang loss and damage menggarisbawahi pentingnya keadilan iklim dan tanggung jawab negara maju dalam mendukung negara berkembang, memperlihatkan kompleksitas negosiasi internasional yang melibatkan banyak aktor dan kepentingan.
Studi nasionalisme oleh Conversi membuka ruang diskusi penting mengenai bagaimana ideologi politik dapat menjadi penghalang atau pendorong dalam aksi iklim, sebuah aspek yang sering diabaikan dalam studi perubahan iklim.
Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan
Kesimpulan
Buku prosiding konferensi Socioecos 2024 memberikan gambaran luas dan mendalam tentang bagaimana perubahan iklim harus dipahami sebagai fenomena sosial-ekologis yang kompleks. Kontribusi ilmu sosial sangat penting untuk membuka ruang dialog kritis tentang keadilan, kekuasaan, dan transformasi budaya dalam menghadapi krisis iklim. Studi kasus dan diskusi dari berbagai disiplin ilmu dan gerakan sosial menunjukkan bahwa perubahan nyata membutuhkan aksi kolektif, inklusif, dan berkelanjutan yang menggabungkan ilmu, seni, politik, dan praktik sosial.
Sumber Artikel :
Tejerina, B., Miranda de Almeida, C., & Acuña, C. (Eds.). (2024). Climate Change, Sustainability and Socio-ecological Practices: Conference Proceedings June 6-7, 2024, Universidad del País Vasco/Euskal Herriko Unibertsitatea, Bilbao, Spain. Servicio Editorial de la Universidad del País Vasco / Euskal Herriko Unibertsitateko Argitalpen Zerbitzua. ISBN: 978-84-9082-680-5