Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Kota sebagai Arena Utama Transformasi Iklim
Kota-kota dunia kini berada di garis depan dalam menghadapi krisis iklim. Dengan lebih dari separuh populasi dunia tinggal di wilayah urban, kota menjadi pusat emisi gas rumah kaca sekaligus korban utama dampak perubahan iklim seperti banjir, gelombang panas, dan kenaikan permukaan laut. Namun, kota juga menyimpan potensi besar sebagai laboratorium inovasi untuk mitigasi dan adaptasi iklim.
Disertasi Katharina Hölscher (2019) menawarkan analisis mendalam tentang bagaimana kota dapat mengubah tata kelola iklimnya agar lebih transformatif. Dengan membedah dua studi kasus—Rotterdam (Belanda) dan New York City (AS)—penelitian ini membangun kerangka kapasitas tata kelola yang dapat direplikasi di kota-kota lain di dunia.
Kerangka Teoritis: Transformative Climate Governance
Mengapa Butuh Pendekatan Transformatif?
Hölscher menegaskan bahwa perubahan iklim bukan sekadar masalah lingkungan, melainkan gejala dan pemicu dari ketergantungan jalur pembangunan kota yang tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, solusi parsial atau reaktif tidak cukup. Diperlukan perubahan sistemik—baik dalam tata kelola, perilaku, maupun institusi—yang mampu mengintegrasikan mitigasi, adaptasi, dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Empat Kapasitas Kunci Tata Kelola Transformatif
Penelitian ini merumuskan empat kapasitas utama yang harus dimiliki kota untuk mewujudkan tata kelola iklim yang transformatif:
Studi Kasus: Rotterdam dan New York City
Rotterdam: Kota Delta yang Tangguh
Angka Kunci:
New York City: Resiliensi Pasca Sandy
Angka Kunci:
Analisis Perbandingan: Bagaimana Kapasitas Tata Kelola Terbentuk?
Stewarding Capacity
Unlocking Capacity
Transformative Capacity
Orchestrating Capacity
Tantangan dan Kesenjangan
Kesenjangan Implementasi
Hambatan Sosial dan Politik
Studi Kasus Mikro: Benthemplein Water Square & Living Breakwaters
Benthemplein Water Square (Rotterdam)
Living Breakwaters (NYC)
Opini & Kritik: Apa yang Bisa Dipelajari Kota Lain?
Nilai Tambah Penelitian
Kritik
Hubungan dengan Tren Global & Industri
Rekomendasi Praktis untuk Kota Menuju Transformasi Iklim
Menuju Kota Tahan Iklim yang Inklusif dan Inovatif
Transformasi tata kelola iklim kota bukan sekadar soal teknologi atau kebijakan, tetapi tentang membangun kapasitas kolektif untuk berinovasi, berkolaborasi, dan beradaptasi secara berkelanjutan. Studi Rotterdam dan New York City menunjukkan bahwa perubahan nyata dimulai dari keberanian bereksperimen, keterbukaan pada kolaborasi lintas sektor, dan komitmen jangka panjang. Kota masa depan adalah kota yang mampu belajar, berinovasi, dan menempatkan warganya sebagai aktor utama perubahan.
Sumber Artikel
Hölscher, K. (2019). Transforming urban climate governance: Capacities for transformative climate governance. Doctoral thesis, Erasmus University Rotterdam.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Kekeringan Tantangan Abadi di Mediterania
Kawasan Mediterania, yang mencakup Eropa Selatan, Afrika Utara, dan pesisir Timur Tengah, dikenal sebagai salah satu wilayah semi-kering paling rentan di dunia. Kekeringan di sini bukan sekadar fenomena cuaca, melainkan krisis multidimensi yang mengancam ketahanan pangan, ekonomi, dan stabilitas sosial. Dalam paper terbarunya, Martin-Candilejo dkk. (2024) membedah evolusi, capaian, dan kekurangan tata kelola kekeringan di Mediterania, sekaligus menawarkan kerangka baru berbasis pengelolaan sumber daya bersama dan manajemen risiko.
Gambaran Umum: Mengapa Kekeringan di Mediterania Begitu Kompleks?
Karakteristik Wilayah
Definisi Kekeringan
Menurut World Meteorological Organization, kekeringan adalah “periode cuaca kering abnormal yang cukup lama sehingga menyebabkan ketidakseimbangan hidrologis serius.” Namun, definisi ini harus disesuaikan dengan kondisi lokal, baik dari sisi iklim maupun kebutuhan air masyarakat1.
Evolusi Kebijakan dan Praktik Pengelolaan Kekeringan
Dari Reaktif ke Proaktif
Statistik Publikasi dan Kebijakan
Studi Kasus: Praktik dan Tantangan di Lapangan
Spanyol: Drought Management Plans (DMPs)
Italia dan Yunani: Ketergantungan pada Air Irigasi
Maroko dan Tunisia: Krisis Air dan Ketahanan Sosial
Hambatan Menuju Pengelolaan Kekeringan Berkelanjutan
1. Hambatan Sosial
2. Hambatan Individual
3. Hambatan Ekonomi
4. Hambatan Teknologi
5. Hambatan Lingkungan
Analisis Kritis: Kesenjangan dan Peluang
Kesenjangan Utama
Peluang dan Rekomendasi
Studi Perbandingan dan Tren Global
Belajar dari Luar Mediterania
Tren Industri dan Kebijakan
Studi Kasus: Tensi Individu vs. Kolektif dalam Kekeringan
Ilustrasi Konflik
Peran Otoritas DAS
Menuju Masa Depan: Kerangka Pengelolaan Kekeringan Berkelanjutan
Empat Pilar Transformasi
Kritik dan Opini
Kelebihan Paper
Kekurangan dan Tantangan
Kesimpulan: Dari Krisis Menuju Ketahanan
Pengelolaan kekeringan di kawasan Mediterania telah berkembang, namun masih menghadapi tantangan besar di era perubahan iklim dan tekanan sosial-ekonomi. Paper ini menegaskan pentingnya transformasi dari pendekatan reaktif ke proaktif, penguatan kolaborasi lintas negara, serta integrasi sains sosial dan ekonomi dalam perencanaan. Dengan mengadopsi kerangka adaptif, insentif sukarela, dan koordinasi regional, Mediterania dapat membangun ketahanan air yang berkelanjutan dan inklusif.
Sumber Artikel
Martin-Candilejo, A.; Martin-Carrasco, F.J.; Iglesias, A.; Garrote, L. Heading into the Unknown? Exploring Sustainable Drought Management in the Mediterranean Region. Sustainability 2024, 16, 21. https://doi.org/10.3390/su16010021
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Pentingnya Tata Kelola Air di Bangladesh
Bangladesh, sebagai negara delta terbesar di dunia, menempatkan sumber daya air sebagai pusat ekonomi, ketahanan pangan, dan pembangunan. Dengan lebih dari 700 sungai, termasuk 57 sungai lintas batas, serta ketergantungan besar pada air tanah untuk irigasi dan konsumsi domestik, tata kelola air di Bangladesh menjadi isu strategis, terlebih di tengah ancaman perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk yang pesat.
Laporan yang diulas ini merupakan bagian dari proyek regional “Climate Adaptation and Resilience (CARE) for South Asia” yang didukung Bank Dunia. Studi ini menelaah kerangka kebijakan, kelembagaan, dan regulasi sektor air Bangladesh, mengidentifikasi celah, serta menawarkan rekomendasi untuk memperkuat adaptasi dan ketahanan iklim di sektor vital ini.
Lanskap Sumber Daya Air: Fakta dan Tantangan
Gambaran Umum Sumber Daya Air
Distribusi Musiman dan Ancaman Kualitas
Studi Kasus: Krisis Air Tanah di Zona Pesisir
Di wilayah pesisir seperti Khulna dan Barisal, kombinasi intrusi salinitas akibat kenaikan muka air laut dan kontaminasi arsenik menyebabkan krisis air bersih. Penduduk terpaksa mengandalkan air hujan atau air permukaan yang kualitasnya tidak selalu terjamin. Pemerintah telah menggalakkan teknologi rainwater harvesting (RWH), namun infrastruktur dan adopsi masih terbatas. Potensi RWH dapat mengurangi tekanan pada air tanah hingga 50% di wilayah urban1.
Kerangka Kebijakan dan Kelembagaan: Evolusi dan Evaluasi
Pilar Kebijakan Utama
Struktur Kelembagaan
Tantangan Tata Kelola
Studi Kasus: Implementasi Kebijakan dan Dampaknya
1. Pengelolaan Irigasi dan Upaya Pengurangan Ketergantungan Air Tanah
Pemerintah berupaya menurunkan proporsi lahan irigasi yang bergantung pada air tanah dari 73% menjadi 70% pada 2030, dengan meningkatkan pemanfaatan air permukaan. Namun, implementasi di lapangan masih terkendala infrastruktur, biaya, dan resistensi petani yang sudah terbiasa dengan sumur bor1.
2. Adaptasi Iklim di Sektor Pertanian
Melalui National Agriculture Policy 2018 dan Integrated Micro-Irrigation Policy 2017, pemerintah mendorong efisiensi irigasi dan adopsi teknologi hemat air. Namun, keterbatasan data sumber daya air dan kurangnya integrasi informasi antar sektor menjadi hambatan utama1.
3. Penanganan Banjir dan Bencana
Penerapan Bangladesh Delta Plan 2100 dan BCCSAP 2009 telah memperkuat upaya adaptasi, seperti pembangunan tanggul, shelter siklon, dan pengembangan varietas padi tahan salinitas. Namun, tantangan tetap ada pada pendanaan, koordinasi, dan keterlibatan masyarakat1.
Analisis Kritis: Kesenjangan, Tantangan, dan Peluang
Kesenjangan Kebijakan dan Implementasi
Tantangan Adaptasi Iklim
Peluang Perbaikan
Perbandingan dengan Negara Lain & Tren Global
Studi global oleh Gain et al. (2016) menunjukkan bahwa meski ketersediaan fisik air di Bangladesh cukup, aspek kualitas, keamanan, dan tata kelola masih sangat rendah dibanding negara-negara seperti Amerika Serikat atau Australia. Indeks keamanan air Bangladesh sangat dipengaruhi oleh risiko banjir, kualitas air yang buruk, dan kompleksitas pengelolaan lintas batas1.
Tren global mengarah pada penguatan tata kelola berbasis data, partisipasi masyarakat, dan integrasi adaptasi perubahan iklim ke dalam seluruh kebijakan sektor air. Bangladesh perlu mempercepat pembaruan kebijakan dan adopsi teknologi untuk mengejar ketertinggalan.
Rekomendasi dan Masa Depan Tata Kelola Air Bangladesh
Rekomendasi Utama dari Laporan
Opini dan Kritik
Laporan ini sangat komprehensif, namun masih kurang menyoroti aspek sosial-budaya dalam pengelolaan air, seperti resistensi masyarakat terhadap inovasi atau konflik kepentingan antar sektor. Selain itu, tantangan pendanaan dan political will untuk pembaruan kebijakan sering kali menjadi bottleneck yang tidak mudah diatasi hanya dengan rekomendasi teknokratik.
Namun, inisiatif CARE for South Asia yang mengintegrasikan penguatan kapasitas, digitalisasi, dan adaptasi iklim patut diapresiasi sebagai model yang dapat direplikasi di negara berkembang lain dengan karakteristik serupa.
Kesimpulan: Menuju Tata Kelola Air yang Adaptif dan Inklusif
Bangladesh berada di persimpangan penting dalam tata kelola air. Keberhasilan adaptasi dan ketahanan iklim sangat bergantung pada pembaruan kebijakan, penguatan kelembagaan, serta keterlibatan aktif masyarakat dan pemangku kepentingan lintas sektor. Dengan tantangan perubahan iklim yang kian nyata, tata kelola air yang adaptif, berbasis data, dan inklusif menjadi kunci masa depan pembangunan berkelanjutan Bangladesh.
Sumber Artikel
Milner, H., Foisal, A., Gupta, N., & Basnayake, S. (2023). Assessment of Water Sector Policy Frameworks of Bangladesh: Identifying Gaps and Addressing Needs. Bangkok: Asian Disaster Preparedness Center (ADPC).