Perubahan Iklim

Pengaruh Kebijakan Ekonomi Besar terhadap Perubahan Iklim, Ketahanan Pangan, dan Air di Negara Berkembang: Studi Kasus dan Rekomendasi Kebijakan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025


Kompleksitas Interaksi Kebijakan Global dan Dampaknya pada Negara Berkembang

Paper ini mengkaji bagaimana kebijakan negara maju dan ekonomi besar dunia, termasuk negara-negara BRICS, memengaruhi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) terkait perubahan iklim, ketahanan pangan, dan pengelolaan air di negara berkembang. Dengan fokus pada kebijakan non-kerjasama pembangunan, paper ini mengidentifikasi hotspot ketidaksesuaian kebijakan (policy coherence hotspots) yang berpotensi menghambat atau mendukung tujuan tersebut.

Kerangka Analisis dan Metodologi

  • Menggunakan pendekatan tinjauan literatur sistematis dan analisis kebijakan.
  • Fokus pada kebijakan perdagangan, investasi, energi, industri, dan infrastruktur dari negara maju dan emerging economies.
  • Studi kasus singkat di Bangladesh untuk memahami dampak kebijakan secara nasional.
  • Menelaah interlinkages antara kebijakan iklim, pangan, dan air dalam konteks nexus water-energy-food.

Temuan Utama dan Studi Kasus

1. Kebijakan Energi dan Dampaknya pada Iklim dan Sumber Daya

  • Subsidi besar-besaran untuk sektor bahan bakar fosil di negara maju dan emerging countries, seperti China (USD 1,4 triliun pada 2015) dan AS (USD 649 miliar), bertentangan dengan komitmen mitigasi iklim.
  • Kebijakan ini mendorong eksplorasi dan produksi bahan bakar fosil di negara berkembang, terutama Afrika dan Timur Tengah, memperburuk emisi dan degradasi lingkungan.
  • Contoh: Dukungan China melalui China Development Bank untuk proyek bahan bakar fosil di Afrika.
  • Di sisi lain, ada pergeseran ke energi bersih, seperti kemitraan Just Energy Transition di Afrika Selatan yang didukung oleh negara-negara G7.

2. Kebijakan Perdagangan dan Investasi yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan dan Lingkungan

  • Kebijakan perdagangan negara maju, seperti subsidi pertanian dan kebijakan impor-ekspor, berdampak negatif pada petani kecil di negara berkembang.
  • Contoh: Importasi kedelai dan minyak sawit dari wilayah deforestasi di Amerika Selatan yang menyebabkan kerusakan hutan tropis dan tekanan pada sumber daya air.
  • Perjanjian dagang seperti EU-Mercosur membuka pasar bagi produk yang terkait deforestasi, menimbulkan konflik antara tujuan perdagangan dan lingkungan.
  • Investasi asing di sektor agribisnis seringkali tidak memenuhi janji pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan lokal.

3. Infrastruktur dan Dampaknya pada Emisi dan Ketahanan Sosial

  • Proyek infrastruktur besar, seperti bendungan dan jaringan energi, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga meningkatkan emisi dan mengubah penggunaan lahan.
  • Contoh: Bendungan besar meningkatkan pasokan listrik namun mengancam akses air bagi komunitas hilir.
  • Infrastruktur perkotaan yang buruk memperparah risiko banjir dan pencemaran air di negara berkembang.
  • Kasus Bangladesh menunjukkan bahwa proyek infrastruktur yang dibiayai donor sering terkendala korupsi dan koordinasi lemah.

4. Kebijakan Keuangan dan Dampaknya pada Adaptasi Iklim

  • Pendanaan iklim internasional meningkat, mencapai USD 632 miliar pada 2019/2020, namun masih jauh dari kebutuhan adaptasi yang diperkirakan USD 140-300 miliar per tahun pada 2030.
  • Skema blended finance mulai digunakan untuk menarik investasi swasta, namun membawa risiko distorsi pasar dan ketergantungan.
  • Illicit financial flows mengurangi kapasitas fiskal negara berkembang untuk membiayai adaptasi dan mitigasi.
  • Contoh: Bangladesh menghadapi tantangan fiskal besar dalam membiayai adaptasi iklim dan mitigasi risiko bencana.

Analisis dan Opini

  • Paper ini mengungkapkan kompleksitas dan kontradiksi kebijakan global yang berdampak pada negara berkembang, terutama dalam konteks nexus air-pangan-energi-iklim.
  • Kebijakan negara maju seringkali tidak selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang, menimbulkan trade-offs dan hambatan.
  • Studi kasus Bangladesh memberikan gambaran nyata bagaimana kebijakan eksternal berinteraksi dengan konteks lokal, dengan dampak positif dan negatif.
  • Paper ini menekankan perlunya integrasi kebijakan lintas sektor dan negara, serta reformasi kebijakan perdagangan dan investasi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Rekomendasi Kebijakan

  • Meningkatkan koherensi kebijakan antara negara maju dan berkembang dengan mengintegrasikan tujuan iklim, pangan, dan air secara simultan.
  • Mengurangi subsidi bahan bakar fosil dan mengalihkan pendanaan ke energi terbarukan yang inklusif dan sesuai konteks lokal.
  • Memperkuat regulasi perdagangan untuk mencegah impor produk yang merusak lingkungan dan mengancam ketahanan pangan.
  • Mendorong investasi berkelanjutan yang melibatkan petani kecil dan komunitas lokal.
  • Memperbaiki tata kelola pendanaan iklim dengan transparansi, akuntabilitas, dan pengurangan risiko distorsi pasar.
  • Memperkuat kerja sama internasional dan regional dalam pengelolaan sumber daya air lintas batas dan rantai pasok pangan.

Kesimpulan: Menavigasi Kompleksitas Kebijakan Global untuk Masa Depan Berkelanjutan

Paper ini memberikan wawasan kritis tentang bagaimana kebijakan negara maju dan emerging economies mempengaruhi pencapaian tujuan iklim, pangan, dan air di negara berkembang. Dengan mengidentifikasi hotspot ketidaksesuaian kebijakan, studi ini membuka jalan bagi reformasi kebijakan yang lebih koheren dan berkeadilan. Integrasi lintas sektor dan kolaborasi global menjadi kunci untuk mengatasi tantangan pembangunan berkelanjutan di era perubahan iklim.

Sumber Artikel (Bahasa Asli)

Tondel, F., D’Alessandro, C., Dekeyser, K. (2022). The effects of major economies’ policies on climate action, food security and water in developing countries. Discussion Paper No. 327, ECDPM.

Selengkapnya
Pengaruh Kebijakan Ekonomi Besar terhadap Perubahan Iklim, Ketahanan Pangan, dan Air di Negara Berkembang: Studi Kasus dan Rekomendasi Kebijakan

Perubahan Iklim

Kerangka Perencanaan Strategis Sistem Air: Mewujudkan Pengelolaan Air yang Berkelanjutan dan Adaptif di Era Perubahan Iklim

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025


Kompleksitas dan Kebutuhan Perencanaan Sistem Air Terpadu

Dokumen ini menyajikan kerangka kerja (framework) perencanaan strategis yang digunakan oleh Deltares dalam mengelola berbagai jenis sistem air, mulai dari DAS, zona pesisir, sistem air perkotaan, hingga akuifer dan laut. Kerangka ini dirancang untuk menghadapi tantangan kompleks pengelolaan air yang melibatkan aspek fisik, sosial-ekonomi, dan kelembagaan, serta ketidakpastian masa depan akibat perubahan iklim dan dinamika sosial ekonomi.

Fungsi dan Karakteristik Sistem Air

  • Sistem air memiliki fungsi yang beragam, mulai dari penyediaan air minum, irigasi, energi, transportasi, hingga perlindungan terhadap banjir dan kekeringan.
  • Terdapat tiga subsistem utama yang saling berinteraksi:
    • Natural Resource System (NRS): Sumber daya air dan infrastruktur fisik.
    • Socio-Economic System (SES): Aktivitas manusia dan nilai sosial ekonomi yang terkait air.
    • Administrative and Institutional System (AIS): Kebijakan, regulasi, dan institusi yang mengatur pengelolaan air.
  • Perencanaan harus memperhatikan interaksi kompleks antar subsistem ini.

Prinsip Perencanaan Strategis Sistem Air

  • Perencanaan harus bersifat terintegrasi, komprehensif, dan inklusif, melibatkan semua pemangku kepentingan.
  • Harus mengadopsi pendekatan sistem yang mempertimbangkan seluruh siklus air dan interaksi antar komponen.
  • Menggunakan pendekatan adaptif untuk menghadapi ketidakpastian iklim dan sosial ekonomi.
  • Perencanaan dilakukan secara berkelanjutan dengan siklus evaluasi dan pembaruan.

Lima Fase Perencanaan Strategis

  1. Inception (Inisiasi): Menetapkan ruang lingkup, tujuan, dan batasan analisis, serta menyusun proses keterlibatan pemangku kepentingan.
  2. Situation Analysis (Analisis Situasi): Pengumpulan data, pemodelan sistem air, dan analisis masalah saat ini dan proyeksi masa depan.
  3. Strategy Building (Penyusunan Strategi): Pengembangan alternatif strategi, evaluasi risiko, dan pemilihan strategi terbaik dengan pendekatan adaptif.
  4. Preparation for Implementation (Persiapan Implementasi): Penyusunan rencana aksi, pengorganisasian, perencanaan pendanaan, dan studi kelayakan.
  5. Implementation (Pelaksanaan): Pelaksanaan proyek, monitoring, evaluasi, dan persiapan siklus perencanaan berikutnya.

Pendekatan Sistem dan Model Komputasi

  • Kerangka kerja ini menggabungkan kerangka konseptual dan kerangka komputasi yang melibatkan pemodelan matematis untuk menganalisis perilaku sistem air dan dampak keputusan.
  • Contoh pemodelan mencakup analisis aliran sungai, kualitas air, interaksi air tanah dan permukaan, serta risiko banjir dan kekeringan.
  • Model ini membantu dalam mengevaluasi berbagai skenario dan strategi pengelolaan.

Penerapan pada Berbagai Sistem Air

  • Integrated River Basin Management (IRBM): Pengelolaan menyeluruh DAS dengan fokus pada alokasi air, mitigasi banjir, dan perlindungan ekosistem.
  • Integrated Coastal Zone Management (ICZM): Pengelolaan zona pesisir yang mempertimbangkan interaksi darat-laut dan perlindungan terhadap erosi dan banjir.
  • Integrated Urban Water Management (IUWM): Pengelolaan air di kota-kota, termasuk air minum, limbah, dan drainase.
  • Integrated Groundwater Management (IGM): Pengelolaan air tanah untuk mencegah overpumping dan pencemaran.
  • Marine Spatial Planning (MSP): Perencanaan ruang laut untuk keseimbangan antara pembangunan dan konservasi.
  • Integrated Drought Risk Management (IDRM) dan Integrated Flood Risk Management (IFRM): Strategi mitigasi risiko kekeringan dan banjir secara terintegrasi.
  • Water Quality and Ecosystem Management: Perlindungan kualitas air dan ekosistem air tawar dan pesisir.

Studi Kasus dan Contoh Angka

  • Studi penerapan IRBM di Delta Mekong menunjukkan pentingnya integrasi data hidrologi, sosial-ekonomi, dan kebijakan untuk mengelola banjir dan irigasi secara adaptif.
  • Proyek Integrated Coastal Zone Management di Kuwait dan Filipina berhasil mengurangi risiko banjir pesisir dan meningkatkan kualitas ekosistem.
  • Di perkotaan, IUWM di Manila mengintegrasikan pengelolaan air minum dan limbah, mengurangi pencemaran dan meningkatkan layanan publik.
  • Pengelolaan air tanah di Mongolia dan Kosovo menggunakan model komputasi untuk mengantisipasi penurunan muka air dan pencemaran.
  • Pendekatan adaptif dalam manajemen risiko kekeringan dan banjir di berbagai negara meningkatkan kesiapsiagaan dan respons.

Keterlibatan Pemangku Kepentingan dan Inklusivitas

  • Keterlibatan aktif pemangku kepentingan dari awal sangat penting untuk keberhasilan perencanaan.
  • Proses partisipatif meningkatkan pemahaman bersama, kepemilikan rencana, dan legitimasi keputusan.
  • Dokumen ini menyediakan checklist inklusivitas di setiap fase perencanaan untuk memastikan keterwakilan semua kelompok, termasuk masyarakat rentan.
  • Contoh kegagalan proyek banjir di Jakarta yang tidak melibatkan nelayan secara memadai menunjukkan pentingnya inklusivitas.

Pendanaan dan Kerangka Keuangan

  • Perencanaan strategis harus mencakup analisis biaya-manfaat dan strategi pendanaan yang realistis.
  • Dokumen membahas berbagai sumber pembiayaan, termasuk publik, swasta, dan pembiayaan bersyarat untuk pengurangan risiko bencana (DRR).
  • Contoh model pembiayaan dan pengadaan proyek yang adaptif dan transparan disajikan untuk mendukung implementasi.

Kesimpulan dan Opini

Dokumen “Strategic Water Systems Planning” dari Deltares ini merupakan panduan komprehensif dan sistematis yang sangat relevan untuk para perencana, pembuat kebijakan, dan praktisi pengelolaan sumber daya air. Dengan menggabungkan pendekatan sistematis, partisipatif, dan adaptif, kerangka ini mampu menghadapi tantangan kompleks pengelolaan air di era perubahan iklim dan tekanan sosial ekonomi.

Kelebihan dokumen ini terletak pada integrasi aspek teknis, sosial, dan kelembagaan, serta penekanan pada inklusivitas dan pengelolaan risiko. Namun, implementasi kerangka ini memerlukan komitmen politik, kapasitas teknis, dan pendanaan yang memadai.

Dokumen ini juga relevan dengan tren global seperti SDG 6, adaptasi iklim, dan pengelolaan berbasis ekosistem, serta menawarkan contoh aplikasi nyata di berbagai sistem air yang beragam.

Sumber Artikel 

Beek, E. van, Nolte, A.J., Maat, J. ter, Fanesca-Sanchez, M., Asselman, N., Gehrels, H. (2022). Strategic Water Systems Planning: A Framework for Achieving Sustainable, Resilient and Adaptive Management. Deltares, December 2022.

Selengkapnya
Kerangka Perencanaan Strategis Sistem Air: Mewujudkan Pengelolaan Air yang Berkelanjutan dan Adaptif di Era Perubahan Iklim

Perubahan Iklim

Strategi Terpadu Menghadapi Banjir Jakarta Raya: Adaptasi Iklim, Tata Ruang, dan Kolaborasi Multi-Stakeholder

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025


Banjir Jakarta Raya sebagai Ancaman Berkepanjangan

Jakarta Raya (Jabodetabekpunjur) dikenal sebagai salah satu wilayah metropolitan dengan risiko banjir tertinggi di dunia. Banjir yang terjadi berulang kali, seperti pada tahun 2007, 2013, dan 2020, menimbulkan kerugian besar baik secara ekonomi maupun sosial. Dalam konteks perubahan iklim yang memperparah intensitas hujan ekstrem dan kenaikan muka air laut, dokumen ini menyajikan rangkaian policy briefs yang mengupas tantangan, solusi, dan rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan risiko banjir yang adaptif dan inklusif.

Analisis Risiko Banjir: Data dan Proyeksi

  • Estimasi risiko banjir di Jakarta saat ini mencapai sekitar USD 186 juta per tahun, dan diperkirakan meningkat hingga USD 521 juta per tahun pada 2030.
  • Faktor utama peningkatan risiko banjir adalah penurunan muka tanah (land subsidence) yang menyumbang 226% peningkatan risiko, disusul oleh perubahan penggunaan lahan (45%) dan kenaikan muka laut (14%).
  • Curah hujan ekstrem meningkat signifikan, dengan intensitas hujan tertinggi sejak 1866 tercatat pada Januari 2020.
  • Kepadatan penduduk Jakarta mencapai sekitar 15.900 jiwa/km², dua kali lipat dari Singapura, dengan pertumbuhan penduduk 1,19% per tahun, membuat lebih banyak orang tinggal di daerah rawan banjir.

Pendekatan Pengelolaan Risiko Banjir

Infrastruktur (Hard Engineering)

  • Pembangunan kanal banjir, tanggul pantai, dan normalisasi sungai menjadi pendekatan utama.
  • Kanal Banjir Timur (BKT) berhasil mengurangi luasan banjir hingga 27% dan volume banjir 34%, dengan penghematan risiko sebesar USD 311 juta.
  • Namun, pendekatan ini rentan terhadap efek samping seperti peningkatan risiko banjir di hilir dan biaya pemeliharaan yang tinggi.

Pendekatan Ekologis (Green Engineering)

  • Konsep rekayasa ekologis atau solusi berbasis alam (nature-based solutions) mengintegrasikan pengelolaan ruang hijau dan biru.
  • Strategi HURD (Holistic, Upstream, Rain, Downstream) mengelola siklus hidrologi secara menyeluruh.
  • Contoh: Pengembangan kawasan konservasi, restorasi mangrove, dan sistem polder buatan.
  • Pendekatan ini dapat menurunkan risiko banjir sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan dan ruang publik.

Pendekatan Sosial dan Institusional (Soft Engineering)

  • Pembentukan lembaga pengelola risiko banjir yang independen dan multi-stakeholder.
  • Penguatan partisipasi masyarakat dan edukasi publik tentang mitigasi dan adaptasi banjir.
  • Pengembangan sistem asuransi mikro untuk mengurangi dampak ekonomi banjir bagi kelompok rentan.
  • Pengembangan rencana darurat keluarga dan peningkatan koordinasi antar lembaga.

Kebijakan Tata Ruang Adaptif

  • Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2020 mengatur rencana tata ruang wilayah Jabodetabekpunjur hingga 2030 dengan fokus pada mitigasi dan adaptasi banjir.
  • Rencana ini mengintegrasikan pembangunan infrastruktur abu-abu (grey), biru (blue), dan hijau (green) secara terpadu.
  • Implementasi efektif membutuhkan konsistensi antara perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
  • Penataan ruang berbasis ekoregion dan hasil studi risiko banjir berbasis DAS serta proyeksi iklim masa depan sangat penting.
  • Namun, tantangan masih ada dalam pengawasan pelaksanaan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang.

Studi Kasus dan Dampak Sosial-Ekonomi

  • Kelapa Gading, kawasan rendah di Jakarta Utara, menjadi contoh di mana bisnis properti berkembang pesat meski rawan banjir.
  • Kehilangan ruang terbuka hijau akibat pembangunan masif memperparah risiko banjir.
  • Masyarakat miskin yang tinggal di daerah rawan banjir mengalami dampak sosial dan ekonomi yang lebih besar, seperti kehilangan mata pencaharian dan relokasi paksa.
  • Integrasi SDGs, Pengurangan Risiko Bencana (DRR), dan Adaptasi Perubahan Iklim (CCA) menjadi kerangka kerja yang diusulkan untuk mengatasi kompleksitas ini secara inklusif.

Rekomendasi Utama

  • Membangun lembaga pengelola risiko banjir yang independen dengan kewenangan dan pendanaan memadai.
  • Mengintegrasikan pendekatan infrastruktur, ekologis, dan sosial-institusional secara simultan.
  • Memperkuat kapasitas pemerintah dan masyarakat melalui pelatihan, edukasi, dan partisipasi aktif.
  • Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi pemantauan dan sistem peringatan dini banjir.
  • Melakukan revisi dan penegakan ketat terhadap rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
  • Mengembangkan mekanisme insentif dan kompensasi, termasuk asuransi mikro bagi komunitas rentan.

Kesimpulan: Menuju Jakarta yang Tangguh dan Inklusif

Policy Briefs ini memberikan gambaran menyeluruh tentang tantangan dan solusi pengelolaan risiko banjir di Jakarta Raya di tengah perubahan iklim. Dengan pendekatan multi-disiplin dan multi-stakeholder, serta integrasi kebijakan tata ruang dan mitigasi risiko, Jakarta berpotensi menjadi kota yang lebih tangguh dan inklusif. Namun, keberhasilan membutuhkan komitmen politik, koordinasi lintas sektor, dan partisipasi masyarakat yang kuat.

Sumber Artikel (Bahasa Asli)

Kusumanto, T., Triyanti, A., Tjiook, W. (Eds.). (2022). Dealing with Greater Jakarta Floods in Times of Climate Change. Policy Briefs Series, October 2022. TYK Research & Action Consulting, Utrecht University, Indonesian National Research and Innovation Agency (BRIN).

Selengkapnya
Strategi Terpadu Menghadapi Banjir Jakarta Raya: Adaptasi Iklim, Tata Ruang, dan Kolaborasi Multi-Stakeholder

Perubahan Iklim

Meningkatkan Ketahanan Air di Asia: Studi Kasus, Tantangan Tata Kelola, dan Inovasi Adaptasi Iklim

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025


Krisis Air dan Pentingnya Tata Kelola di Asia

Asia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya air, terutama di tengah perubahan iklim yang memperparah risiko kekeringan, banjir, dan degradasi kualitas air. Konferensi virtual “Water Resource Management in Agriculture for Achieving Food and Water Security Under Climate Change in Asia” (Oktober 2022) dan forum-forum terkait menyoroti kebutuhan mendesak untuk tata kelola air yang inovatif dan adaptif. Para peneliti dan praktisi dari berbagai negara Asia membagikan pengalaman, data, dan solusi nyata yang dapat menjadi inspirasi bagi pengambil kebijakan dan pelaku lapangan.

Fokus dan Pendekatan Penelitian

  • Penelitian dan diskusi menggabungkan pendekatan multidisiplin: ekonomi sumber daya, teknik irigasi, kebijakan publik, dan pengelolaan berbasis komunitas.
  • Studi kasus meliputi India, Nepal, China, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara.
  • Data kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk menganalisis dampak perubahan iklim terhadap sistem irigasi dan ketahanan pangan.
  • Pendekatan berbasis ekosistem dan partisipasi masyarakat menjadi tema sentral dalam strategi adaptasi.

Studi Kasus Utama dan Temuan Angka

1. India: Ketahanan Sistem Pertanian Semi-Kering

  • Peneliti Arjuna Srinidhi dari Wageningen University memaparkan bahwa sistem pertanian semi-kering di India menghadapi risiko tinggi kekeringan.
  • Studi menunjukkan bahwa penerapan teknologi konservasi air dan diversifikasi tanaman dapat meningkatkan ketahanan iklim dan produktivitas hingga 30%.
  • Pendekatan kolaboratif antara ilmuwan, pembuat kebijakan, dan komunitas lokal menjadi kunci keberhasilan.

2. Nepal: Adaptasi Berbasis Komunitas di Daerah Pegunungan

  • Aastha Bhusal dari LI-BIRD Nepal menyoroti pentingnya pelibatan komunitas dalam merancang strategi adaptasi iklim, terutama di sektor pertanian dan pengelolaan air.
  • Contoh: Program panen air hujan dan pengelolaan irigasi mikro yang meningkatkan ketersediaan air selama musim kemarau.
  • Data menunjukkan peningkatan hasil panen sebesar 20-25% di wilayah yang menerapkan teknologi adaptif ini.

3. China: Pengelolaan Rantai Pasok dan Pertanian Berkelanjutan

  • Profesor Chen Ji dan Chengfang Liu dari Zhejiang University dan Peking University meneliti dampak kebijakan pertanian hijau dan efisiensi penggunaan air di China.
  • Studi menggunakan data panel dari ribuan petani menunjukkan bahwa investasi dalam teknologi irigasi hemat air meningkatkan efisiensi air hingga 35% dan pendapatan petani hingga 15%.
  • Kebijakan insentif dan dukungan kelembagaan mempercepat adopsi teknologi ini.

4. Indonesia: Pengelolaan Air Terpadu dan Kebijakan Adaptasi

  • Peneliti dari Asian Development Bank Institute dan institusi lokal menyoroti pentingnya penguatan tata kelola air terpadu (IWRM) di Indonesia.
  • Studi kasus di beberapa DAS menunjukkan bahwa koordinasi antar lembaga dan partisipasi masyarakat meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya air.
  • Namun, tantangan seperti fragmentasi kelembagaan dan data yang belum terintegrasi masih menghambat.

Tema Sentral: Tata Kelola Air Berbasis Komunitas dan Adaptasi Iklim

  • Banyak studi menekankan bahwa pengelolaan air yang sukses harus melibatkan komunitas lokal secara aktif, menggabungkan pengetahuan tradisional dengan teknologi modern.
  • Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim, tetapi juga memperkuat kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
  • Contoh inovasi seperti sistem irigasi mikro, panen air hujan, dan pertanian konservasi menjadi solusi yang efektif dan berkelanjutan.

Tantangan Umum yang Dihadapi

  • Fragmentasi kelembagaan: Banyak negara menghadapi tumpang tindih kewenangan dan kurangnya koordinasi antar lembaga pengelola air.
  • Keterbatasan data dan monitoring: Data sumber daya air sering tidak lengkap dan tidak terintegrasi, menghambat pengambilan keputusan berbasis bukti.
  • Pendanaan dan kapasitas SDM: Keterbatasan dana dan kurangnya tenaga ahli menghambat implementasi program adaptasi.
  • Perubahan iklim yang cepat dan tidak pasti: Membutuhkan pendekatan adaptif dan fleksibel dalam perencanaan dan pengelolaan air.

Rekomendasi Strategis dan Praktis

  • Penguatan tata kelola terpadu yang melibatkan semua pemangku kepentingan dari tingkat lokal hingga nasional.
  • Peningkatan kapasitas teknis dan kelembagaan, termasuk pelatihan, penyediaan data, dan teknologi monitoring.
  • Pendekatan berbasis ekosistem untuk konservasi sumber daya air dan perlindungan lingkungan.
  • Pengembangan mekanisme pembiayaan inovatif untuk mendukung investasi infrastruktur dan program adaptasi.
  • Penggunaan teknologi digital dan big data untuk pemantauan real-time dan pengambilan keputusan cepat.
  • Penguatan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan komunitas sebagai aktor utama dalam pengelolaan air.

Hubungan dengan Tren Global dan Industri

  • Pendekatan ini sejalan dengan agenda SDG 6 tentang air bersih dan sanitasi, serta SDG 13 tentang aksi iklim.
  • Industri teknologi air semakin mengadopsi solusi digital dan smart water management.
  • Kerjasama regional dan internasional menjadi kunci untuk mengelola sumber daya air lintas batas.
  • Inovasi berbasis masyarakat dan nature-based solutions mendapat perhatian global sebagai strategi adaptasi efektif.

Membangun Masa Depan Ketahanan Air di Asia

Paper dan diskusi dalam forum ini memberikan gambaran komprehensif tentang tantangan dan solusi pengelolaan air di Asia di tengah perubahan iklim. Dengan mengintegrasikan pendekatan ilmiah, kebijakan, dan praktik berbasis komunitas, kawasan ini dapat memperkuat ketahanan air dan pangan secara berkelanjutan. Investasi pada tata kelola yang inklusif, adaptif, dan berbasis data menjadi kunci keberhasilan menghadapi krisis air masa depan.

Sumber Artikel 

Conference on Water Resource Management in Agriculture for Achieving Food and Water Security Under Climate Change in Asia, 26-27 October 2022, Virtual Conference, Japan Standard Time (JST).
Biographies of the Speakers, Global Alliance for Climate-Smart Agriculture (GACSA), Food and Agriculture Organization (FAO), Asian Development Bank Institute (ADBI), and related organizations.

Selengkapnya
Meningkatkan Ketahanan Air di Asia: Studi Kasus, Tantangan Tata Kelola, dan Inovasi Adaptasi Iklim

Perubahan Iklim

Desentralisasi dan Pendidikan di Papua: Studi Kasus Jayawijaya dan Hambatan Pelayanan Publik

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025


Desentralisasi sebagai Instrumen Reformasi Tata Kelola

Desentralisasi merupakan salah satu reformasi kelembagaan penting yang bertujuan mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat dan meningkatkan akuntabilitas serta responsivitas layanan publik. Di Indonesia, desentralisasi mulai diterapkan secara luas sejak 1999, termasuk di Papua yang memiliki status otonomi khusus sejak 2001. Namun, meskipun dana dan kewenangan dialihkan ke daerah, capaian pembangunan, khususnya di sektor pendidikan di Jayawijaya, masih jauh dari harapan.

Metodologi dan Fokus Studi

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, analisis dokumen kebijakan, dan observasi lapangan di Jayawijaya. Fokus utama adalah mengidentifikasi hambatan dalam penyediaan layanan pendidikan dasar setelah desentralisasi.

Temuan Utama: Tiga Hambatan Utama dalam Pendidikan di Jayawijaya

1. Uniformitas Kebijakan Nasional yang Tidak Sesuai Konteks Lokal

  • Kebijakan pendidikan dan kurikulum nasional diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan kondisi geografis, budaya, dan sosial Jayawijaya yang unik.
  • Contoh: Standar jarak maksimal sekolah 3 km tidak realistis di wilayah pegunungan dengan akses transportasi terbatas.
  • Buku pelajaran nasional sulit dipahami siswa karena menggunakan konteks budaya yang asing, seperti gambar kereta api dan gunung Bromo.
  • Yayasan Kristen Wamena (YKW) mengembangkan Buku Paket Kontekstual Papua yang lebih relevan, namun belum diakui secara resmi oleh pemerintah.

2. Sistem Insentif yang Tidak Efektif dan Ketidakhadiran Guru

  • Tingginya angka ketidakhadiran guru, terutama guru PNS, menjadi masalah utama.
  • Faktor penyebab: lokasi terpencil, gaji yang rendah, kurangnya fasilitas pendukung (transportasi, perumahan, kesehatan).
  • Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunjangan guru belum efektif karena pengalokasian dana yang tidak sesuai kebutuhan lokal dan minimnya pengawasan.
  • Data UNICEF (2012) menunjukkan ketidakhadiran guru di daerah pegunungan Papua mencapai 50%, jauh lebih tinggi dibanding daerah dataran rendah (25%).

3. Monitoring dan Koordinasi yang Lemah

  • Struktur pemerintahan yang kompleks dan terfragmentasi menyebabkan lemahnya koordinasi antara pemerintah kabupaten, kecamatan, dan sekolah.
  • Monitoring guru dan sekolah sulit dilakukan karena jarak geografis yang jauh dan infrastruktur yang buruk.
  • Kepala sekolah sering tidak hadir, memperparah masalah ketidakhadiran guru dan kualitas pendidikan.
  • Pengawasan lebih efektif jika didelegasikan ke tingkat kecamatan, namun kewenangan masih terbatas.

Studi Kasus dan Data Pendukung

  • Jayawijaya memiliki luas 7.030 km² dengan 40 kecamatan dan 328 desa.
  • Populasi 268.137 jiwa (2017) dengan kepadatan 1 orang per 25 km², sangat tersebar dan sulit dijangkau.
  • Rata-rata lama sekolah di Jayawijaya hanya 5 tahun, jauh di bawah target nasional 8,8 tahun.
  • Alokasi anggaran pendidikan hanya 0,95% dari total APBD Jayawijaya, terendah di Papua.
  • BOS dialokasikan Rp800.000 per siswa per tahun tanpa penyesuaian kondisi lokal.

Analisis Teoritis: Multi-Level Governance dan Agency Theory

  • Desentralisasi menciptakan hubungan principal-agent antara pemerintah pusat (principal) dan daerah (agent), serta antara pemerintah daerah dan penyedia layanan (guru, sekolah).
  • Masalah muncul ketika tujuan dan kepentingan principal dan agent tidak selaras, serta adanya asimetri informasi dan lemahnya mekanisme kontrol.
  • Kondisi geografis yang sulit memperburuk masalah monitoring dan akuntabilitas.
  • Uniformitas kebijakan nasional menghambat fleksibilitas daerah dalam menyesuaikan layanan dengan kebutuhan lokal.

Opini dan Kritik

  • Penelitian ini memberikan gambaran mendalam tentang hambatan nyata di lapangan yang sering terabaikan dalam wacana desentralisasi.
  • Penekanan pada konteks geografis dan kelembagaan lokal menjadi kekuatan utama.
  • Namun, solusi yang diusulkan masih terbatas pada rekomendasi kebijakan tanpa eksplorasi mendalam tentang inovasi teknologi atau pendekatan partisipatif yang lebih luas.
  • Studi ini juga membuka ruang untuk riset lebih lanjut mengenai peran masyarakat dan teknologi dalam memperbaiki monitoring dan akuntabilitas.

Rekomendasi Kebijakan

  • Kebijakan pendidikan harus fleksibel dan responsif terhadap konteks lokal, termasuk kurikulum dan standar pelayanan.
  • Penguatan sistem insentif yang sesuai dengan kondisi lokal dan pengawasan yang ketat terhadap kehadiran guru.
  • Delegasi kewenangan monitoring ke tingkat kecamatan dan desa untuk meningkatkan efektivitas pengawasan.
  • Peningkatan alokasi anggaran pendidikan yang proporsional dengan kebutuhan daerah terpencil.
  • Dukungan berkelanjutan untuk pengembangan bahan ajar kontekstual dan pelatihan guru.

Desentralisasi yang Berkeadilan dan Kontekstual

Tesis ini menegaskan bahwa desentralisasi di Papua, khususnya Jayawijaya, menghadapi tantangan besar dalam penyediaan layanan pendidikan dasar. Uniformitas kebijakan nasional, sistem insentif yang tidak efektif, dan lemahnya monitoring menjadi hambatan utama. Untuk mewujudkan desentralisasi yang efektif, diperlukan pendekatan yang menghargai keragaman lokal, memperkuat kapasitas pemerintahan daerah, dan meningkatkan akuntabilitas melalui pengawasan yang lebih dekat dengan masyarakat. Hanya dengan demikian, tujuan desentralisasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan pendidikan di wilayah terpencil dapat tercapai.

Sumber Artikel 

Efriandi, T., Couwenberg, O., Holzhacker, R.L. (2019). Decentralization and public service provision: A case study of the education sector in Jayawijaya District, Papua, Indonesia. Contemporary Southeast Asia, 41(3), 364-389. http://doi.org/10.1355/cs41-3b

Selengkapnya
Desentralisasi dan Pendidikan di Papua: Studi Kasus Jayawijaya dan Hambatan Pelayanan Publik

Perubahan Iklim

Meningkatkan Tata Kelola Air di Asia: Tantangan, Kerangka Kerja, dan Strategi untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025


Pentingnya Tata Kelola Air untuk Masa Depan Asia

Asia, sebagai benua terpadat dan terbesar di dunia, memiliki peran sentral dalam pengelolaan sumber daya air global. Meskipun memiliki sekitar 32% sumber air tawar dunia, kawasan ini menghadapi tantangan besar seperti pertumbuhan penduduk yang cepat, urbanisasi, industrialisasi, dan perubahan iklim yang memperburuk ketersediaan dan kualitas air. Paper ini melakukan tinjauan sistematis terhadap literatur tata kelola air (water governance/WG) di Asia antara tahun 2000-2020, mengidentifikasi tantangan utama, kerangka kerja yang digunakan, serta merekomendasikan strategi untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Pendekatan Sistematis dan Luas

Penulis menggunakan metode PRISMA untuk menyeleksi literatur dari database Scopus dan Google Scholar, termasuk artikel peer-reviewed, laporan institusi, dan literatur abu-abu. Dari 350 dokumen yang ditemukan, 145 publikasi dipilih untuk analisis mendalam berdasarkan relevansi, metodologi, dan cakupan studi kasus di Asia.

Tren dan Distribusi Studi Tata Kelola Air di Asia

  • Jumlah publikasi meningkat signifikan sejak 2015, seiring dengan munculnya SDGs.
  • Fokus studi paling banyak di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia Timur. Negara dengan studi terbanyak adalah India, China, Vietnam, dan Thailand.
  • Wilayah Asia Tengah dan Barat kurang mendapat perhatian karena keterbatasan data dan konflik politik.

Definisi dan Konsep Tata Kelola Air

  • Tata kelola air mencakup sistem politik, sosial, ekonomi, dan administratif yang mengatur penggunaan dan pengelolaan air di berbagai tingkat masyarakat.
  • Tidak ada definisi tunggal yang disepakati, namun prinsip utama meliputi transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan keberlanjutan.
  • Konsep “effective water governance” menekankan keterlibatan aktif pemangku kepentingan, keadilan sosial, dan responsivitas terhadap perubahan.

Isu Utama dalam Tata Kelola Air di Asia

Pengelolaan Air Lintas Batas (Transboundary Water Management/TWM)

  • Asia memiliki 57 DAS lintas batas, namun hanya 10 yang memiliki perjanjian pengelolaan resmi.
  • Konflik air timbul akibat pembangunan bendungan, alokasi irigasi, dan perubahan iklim.
  • Contoh: Konflik di DAS Ganges-Brahmaputra-Meghna dan Mekong.

Manajemen Irigasi

  • Pertanian menggunakan porsi terbesar air, namun efisiensi irigasi rendah.
  • Fragmentasi kelembagaan dan teknologi usang menjadi kendala utama.

Kualitas Air

  • Polusi limbah domestik, industri, dan pertanian mengancam kesehatan dan ekosistem.
  • Studi di China dan India menunjukkan tantangan besar dalam pengelolaan limbah.

Nexus Air-Pangan-Energi-Iklim

  • Interdependensi sektor ini menuntut tata kelola terintegrasi dan adaptif.
  • Contoh: Pengelolaan bendungan untuk energi dan irigasi harus mempertimbangkan dampak iklim dan kebutuhan pangan.

Kerangka Kerja Tata Kelola Air yang Digunakan

  • Kerangka hukum dan kelembagaan (Legal and Institutional Framework/LIF) paling banyak digunakan untuk analisis kasus.
  • Teori Ostrom (Institutional Analysis and Development/IAD) dan Adaptive Integrated Water Management (AIWM) banyak dipakai untuk memahami dinamika kelembagaan dan adaptasi.
  • OECD Water Governance Indicator and Measurement (WGIM) framework digunakan untuk menilai efektivitas dan transparansi tata kelola.
  • Kerangka ini menekankan regulasi jelas, pengelolaan adaptif, keterlibatan pemangku kepentingan, koordinasi lintas sektor, dan transparansi data.

Tantangan Tata Kelola Air di Asia

  • Fragmentasi kelembagaan dan tumpang tindih peran antar lembaga.
  • Keterbatasan kapasitas teknis dan finansial.
  • Kurangnya koordinasi dan kepercayaan antar pemangku kepentingan, khususnya di wilayah lintas batas.
  • Data dan sistem informasi yang belum terintegrasi dan kurang transparan.
  • Pengaruh politik dan ketidakstabilan menghambat reformasi.

Rekomendasi dan Jalan ke Depan

  • Perbaikan kerangka hukum dan kelembagaan untuk mengurangi tumpang tindih dan memperjelas tanggung jawab.
  • Penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia.
  • Peningkatan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan.
  • Pengembangan mekanisme koordinasi lintas sektor dan lintas negara.
  • Implementasi sistem monitoring dan evaluasi berbasis data.
  • Adopsi pendekatan adaptif dan inovatif untuk menghadapi perubahan iklim dan dinamika sosial ekonomi.

Studi Kasus dan Contoh Nyata

  • Konflik dan kerjasama di DAS Mekong antara negara hilir dan hulu.
  • Pengelolaan air irigasi dan kualitas air di perbatasan India dan Bangladesh.
  • Pengelolaan air perkotaan dan pertanian di Delta Mekong, Vietnam.
  • Reformasi kelembagaan air di China.

Tata Kelola Air sebagai Pilar Pencapaian SDGs di Asia

Tata kelola air yang efektif dan adaptif adalah kunci mengatasi tantangan air di Asia dan mencapai SDG 6. Dengan kerangka kerja yang tepat, penguatan kelembagaan, dan kolaborasi lintas sektor serta negara, kawasan ini dapat mengelola sumber daya airnya secara berkelanjutan. Studi ini menjadi referensi penting bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi untuk memperbaiki tata kelola air di Asia.

Sumber Artikel

Nguyen Hong Duc, Pankaj Kumar, Pham Tam Long, Gowhar Meraj, Pham Phuong Lan, Mansour Almazroui, Ram Avtar. (2024). A Systematic Review of Water Governance in Asian Countries: Challenges, Frameworks, and Pathways Toward Sustainable Development Goals. Earth Systems and Environment.

Selengkapnya
Meningkatkan Tata Kelola Air di Asia: Tantangan, Kerangka Kerja, dan Strategi untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
« First Previous page 2 of 5 Next Last »