Investasi dalam kondisi non-stasioner: evaluasi ekonomi jalur adaptasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

22 Juni 2025, 06.15

pixabay.com

Adaptasi Infrastruktur di Era Ketidakpastian Iklim

Perubahan iklim telah mengubah paradigma perencanaan infrastruktur, terutama untuk investasi jangka panjang seperti pertahanan banjir, bendungan, dan sistem air. Paper Haasnoot dkk. (2020) menyoroti tantangan utama: bagaimana membuat keputusan investasi yang tahan banting di tengah ketidakpastian iklim dan sosial-ekonomi yang “non-stationary”—artinya, masa depan tidak bisa lagi diasumsikan serupa dengan masa lalu. Artikel ini mengulas konsep, studi kasus, dan temuan paper secara kritis, mengaitkannya dengan tren global serta memberikan opini dan rekomendasi kebijakan.

Tantangan Investasi Infrastruktur: Path-Dependency dan Risiko Lock-in

Keputusan investasi infrastruktur air biasanya bersifat jangka panjang, dengan umur operasional puluhan hingga ratusan tahun. Namun, perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan dinamika ekonomi dapat membuat infrastruktur yang awalnya efektif menjadi usang atau “stranded asset”. Contoh nyata adalah Bendungan Optima di Oklahoma, AS, yang dibangun pada 1978 dengan biaya US$48 juta untuk pengendalian banjir dan suplai air, namun tidak pernah digunakan karena perubahan iklim dan ekonomi di hulu sungai. Akibatnya, terjadi “lock-in”: biaya untuk beralih ke solusi lain sangat mahal dan secara politik sulit dilakukan.

Di Belanda, Maeslant Barrier dibangun pada 1990-an dengan biaya €450 juta untuk melindungi Rotterdam dari banjir. Namun, kenaikan permukaan laut yang lebih cepat dari prediksi bisa membuat penghalang ini harus diganti 25 tahun sebelum masa pakai desain berakhir, dengan biaya penggantian sekitar €956 juta. Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya fleksibilitas dan adaptasi dalam perencanaan infrastruktur.

Adaptation Pathways: Merancang Investasi yang Fleksibel

Adaptation pathways adalah pendekatan dinamis yang merancang urutan atau “jalur” investasi adaptasi, bukan hanya satu keputusan besar di awal. Pendekatan ini memetakan berbagai pilihan yang bisa diambil seiring waktu, tergantung pada bagaimana kondisi berubah. Setiap jalur investasi memiliki “adaptation tipping point”—yaitu titik di mana solusi yang ada tak lagi memadai dan perlu diganti atau dilengkapi.

Framework ekonomi yang dikembangkan Haasnoot dkk. memperkenalkan konsep “transfer costs”—biaya yang timbul saat harus beralih dari satu jalur adaptasi ke jalur lain. Transfer costs ini mencakup biaya pembongkaran, relokasi, atau penyesuaian infrastruktur ketika skenario masa depan berubah lebih cepat atau lebih lambat dari prediksi.

Studi Kasus: Pengelolaan Risiko Banjir di Sungai Waal, Belanda

Penulis mengaplikasikan framework ini pada kasus pengelolaan banjir di Sungai Waal, Belanda. Terdapat empat opsi utama:

  • Menaikkan tanggul (dike) setinggi 0,5 m (low dike)
  • Menaikkan tanggul lebih tinggi (high dike)
  • Memberi ruang pada sungai (room for the river) skala kecil
  • Memberi ruang pada sungai skala besar

Dari empat opsi ini, dirancang enam jalur adaptasi, misalnya: mulai dengan low dike lalu beralih ke room for the river saat diperlukan, atau langsung membangun high dike dari awal. Setiap jalur dievaluasi berdasarkan biaya awal, biaya berulang, transfer costs, serta manfaat berupa pengurangan kerugian banjir.

Dalam skenario perubahan iklim cepat, debit sungai bisa naik dari 14.000 m³/s ke 20.000 m³/s dalam 80 tahun; pada skenario lambat, dalam 100 tahun. Setiap opsi memiliki kapasitas maksimal menahan debit tertentu sebelum terjadi banjir, yang menjadi tipping point untuk beralih ke opsi lain.

Angka-Angka Kunci dan Hasil Evaluasi Ekonomi

  • Biaya awal Maeslant Barrier: €450 juta
  • Biaya penggantian dini: €956 juta
  • Biaya pembangunan Optima Dam: US$48 juta (tidak pernah digunakan)
  • Manfaat adaptasi: Dihitung dari kerugian banjir yang dihindari, misal 56 unit/tahun untuk skenario iklim cepat dan 45 unit/tahun untuk skenario lambat
  • Pertumbuhan ekonomi: Diasumsikan 2% per tahun, mempengaruhi nilai lahan dan transfer costs
  • Discount rate: 3% untuk menghitung Net Present Value (NPV) dari setiap jalur adaptasi

Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam horizon waktu 40 tahun (tanpa transfer costs), opsi low dike terlihat paling menguntungkan secara ekonomi. Namun, dalam horizon 80 tahun (dengan transfer costs karena harus beralih ke solusi lain), jalur yang dimulai dengan room for the river skala kecil lalu ditambah low dike menjadi lebih efisien. Ini menunjukkan bahwa strategi yang tampak optimal dalam jangka pendek bisa menjadi suboptimal dalam jangka panjang jika tidak memperhitungkan biaya adaptasi di masa depan.

Pelajaran Penting: Transfer Costs dan Path-Dependency

Salah satu temuan utama paper ini adalah pentingnya menghitung transfer costs dalam evaluasi ekonomi. Jika tidak diperhitungkan, keputusan investasi cenderung “terkunci” (lock-in) pada solusi awal, dan biaya beralih di masa depan bisa sangat besar. Di Belanda, misalnya, sejarah panjang pembangunan tanggul menyebabkan akumulasi aset dan populasi di daerah yang dilindungi, sehingga biaya relokasi atau pembebasan lahan untuk memberi ruang pada sungai menjadi sangat mahal.

Transfer costs juga meningkat seiring waktu karena pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi. Jika tidak ada kebijakan untuk mencegah pembangunan di area yang mungkin nanti dibutuhkan untuk adaptasi (misal zona banjir), maka biaya adaptasi di masa depan akan melonjak.

Manfaat Ekologis dan Sosial: Beyond Cost-Benefit

Selain manfaat ekonomi berupa pengurangan kerugian banjir, opsi “room for the river” juga memberikan co-benefits berupa peningkatan jasa ekosistem, kualitas lingkungan, dan rekreasi. Paper ini mengasumsikan manfaat tambahan sebesar 0,5%–0,7% dari kerugian banjir yang dihindari, namun penulis menekankan bahwa manfaat ekologi sering sulit dimonetisasi dan sangat tergantung pada pilihan politik serta nilai sosial.

Kritik dan Analisis Tambahan

Kekuatan Paper

  • Inovasi Metodologi: Framework EEFAP (Economic Evaluation Framework for Adaptation Pathways) memperluas analisis ekonomi klasik dengan memasukkan urutan keputusan dan transfer costs.
  • Relevansi Praktis: Studi kasus Belanda sangat aplikatif untuk negara-negara dataran rendah, pesisir, atau kawasan urban yang menghadapi risiko banjir dan perubahan iklim.
  • Fleksibilitas: Framework ini tidak memerlukan prediksi probabilitas masa depan secara presisi, sehingga cocok untuk ketidakpastian iklim yang dalam.

Kritik

  • Kesulitan Monetisasi Co-benefits: Manfaat ekologi dan sosial sering diabaikan atau sulit diukur, padahal bisa mengubah urutan prioritas investasi.
  • Keterbatasan Data: Perhitungan transfer costs dan tipping point sangat bergantung pada data lokal, yang tidak selalu tersedia di negara berkembang.
  • Pengaruh Kebijakan dan Politik: Keputusan investasi sering dipengaruhi oleh siklus politik, bukan analisis ekonomi jangka panjang.

Perbandingan dengan Tren Global dan Literatur Lain

Pendekatan pathways semakin diadopsi dalam kebijakan adaptasi iklim global, seperti di Inggris (Thames Estuary 2100), Australia, dan Selandia Baru. Studi European Environment Agency (2023) juga menekankan pentingnya menghitung biaya inaction, biaya adaptasi, dan manfaat adaptasi secara holistik, termasuk triple dividend: mengurangi risiko, meningkatkan ekonomi lokal, dan memperbaiki ekosistem.

Namun, laporan I4CE (2023) menegaskan bahwa di banyak negara, estimasi biaya adaptasi masih terfragmentasi dan belum menjadi dasar utama pengambilan keputusan. Hal ini karena sulitnya memisahkan biaya adaptasi dari investasi rutin, serta banyaknya aktor dan sektor yang terlibat.

Studi Kasus Lain: Optima Dam dan Maeslant Barrier

Optima Dam di Oklahoma adalah contoh nyata kegagalan perencanaan jangka panjang yang tidak memperhitungkan perubahan iklim dan ekonomi. Bendungan ini menjadi aset “terbuang” karena perubahan kondisi hulu sungai.

Maeslant Barrier di Belanda, meski canggih, menghadapi risiko usang dini akibat kenaikan muka air laut yang lebih cepat dari prediksi. Jika penggantian dilakukan sebelum masa pakai selesai, biaya sosial dan ekonomi sangat besar, apalagi jika pelabuhan Rotterdam—salah satu pelabuhan terbesar dunia—terhambat operasionalnya.

Rekomendasi Kebijakan dan Implikasi Industri

  1. Integrasi Transfer Costs dalam Analisis Investasi:
    Semua perencanaan infrastruktur jangka panjang harus menghitung biaya beralih (transfer costs) dan skenario perubahan iklim.
  2. Fleksibilitas dan Zoning Adaptif:
    Pemerintah perlu menetapkan zona adaptasi (misal, zona banjir) untuk mencegah pembangunan di area yang mungkin diperlukan untuk solusi adaptasi di masa depan.
  3. Monetisasi Co-benefits:
    Manfaat ekologi dan sosial harus dimasukkan dalam analisis ekonomi, meski sulit diukur, agar solusi berbasis alam mendapat prioritas yang layak.
  4. Horizon Evaluasi yang Panjang:
    Hindari evaluasi investasi hanya dalam horizon 20–30 tahun; gunakan horizon 80–100 tahun sesuai umur infrastruktur.
  5. Transparansi dan Partisipasi Publik:
    Libatkan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam perencanaan pathways untuk meningkatkan legitimasi dan keberlanjutan kebijakan.

Menuju Investasi Adaptasi yang Tahan Banting dan Fleksibel

Paper Haasnoot dkk. (2020) menegaskan bahwa perencanaan infrastruktur di era perubahan iklim harus mengedepankan fleksibilitas, adaptasi bertahap, dan evaluasi ekonomi yang memasukkan transfer costs serta manfaat ekologi. Keputusan investasi hari ini membentuk masa depan selama puluhan tahun, sehingga mengabaikan ketidakpastian dan biaya adaptasi di masa depan bisa berujung pada kerugian besar dan aset yang sia-sia. Pendekatan pathways adalah jawaban strategis untuk membangun ketahanan infrastruktur, ekonomi, dan masyarakat di tengah dunia yang terus berubah.

Sumber Artikel 

Investments under non-stationarity: economic evaluation of adaptation pathways, Marjolijn Haasnoot, Maaike van Aalst, Julie Rozenberg, Kathleen Dominique, John Matthews, Laurens M. Bouwer, Jarl Kind, N. LeRoy Poff. Climatic Change (2020) 161:451–463.