Membangun Ketahanan Iklim dan Keamanan Air Perkotaan: Studi Kasus Sponge City Wuhan, China

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

18 Juni 2025, 09.35

pixabay.com

Mengapa Kota Perlu Adaptasi Air dan Iklim?

Di era urbanisasi pesat dan perubahan iklim ekstrem, kota-kota dunia menghadapi tantangan ganda: banjir yang lebih sering, kekeringan, dan penurunan kualitas air. Kota-kota besar di Asia, termasuk Wuhan di Tiongkok, menjadi contoh nyata bagaimana solusi inovatif sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan dan kualitas hidup masyarakat urban. Paper “Building Climate Resilience and Water Security in Cities: Lessons from the Sponge City of Wuhan, China” membedah strategi, efektivitas, dan pelajaran penting dari program Sponge City—sebuah pendekatan berbasis alam untuk mengelola air perkotaan secara berkelanjutan.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam temuan paper tersebut, menyoroti angka-angka kunci, studi kasus, serta memberikan analisis kritis dan relevansi terhadap tren global. Dengan gaya populer dan SEO-friendly, resensi ini cocok untuk pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat luas yang peduli masa depan kota.

Latar Belakang: Krisis Air dan Urbanisasi di Tiongkok

Fakta dan Tantangan

  • Pertumbuhan Urbanisasi Pesat: Proporsi penduduk kota di Tiongkok melonjak dari 19% pada 1980 menjadi 51% pada 2012. Dalam rentang 2000-2014, Tiongkok menyumbang 32% ekspansi lahan perkotaan dunia, setara dengan wilayah sebesar Denmark yang berubah menjadi kota1.
  • Masalah Air Serius: Separuh kota di Tiongkok tidak memenuhi standar nasional pengendalian banjir. Sekitar 80% air hujan di perkotaan menjadi limpasan, membawa limbah dan polusi ke sungai dan danau1.
  • Risiko Bencana: Antara 2004-2014, Tiongkok mengalami bencana alam terbanyak di dunia, termasuk banjir besar, tanah longsor, badai, dan kekeringan. Kerugian ekonomi akibat banjir mencapai hingga 1% PDB per tahun1.

Dampak Perubahan Iklim

  • Curah Hujan Ekstrem: Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas hujan ekstrem, memperparah risiko banjir dan kerusakan infrastruktur1.
  • Kota di Zona Rawan: Banyak kota tumbuh di zona pesisir rendah atau dekat sungai besar, meningkatkan kerentanan terhadap banjir dan kekurangan air bersih1.

Paradigma Baru: Nature-Based Solutions dalam Tata Kelola Air

Kelemahan Infrastruktur Konvensional

Pendekatan lama mengandalkan “grey infrastructure” seperti bendungan, tanggul, dan saluran beton. Namun, solusi ini mahal, boros energi, dan sering gagal mengatasi banjir ekstrem atau polusi air1.

Solusi Berbasis Alam (Nature-Based Solutions)

  • Definisi: Intervensi yang mengandalkan restorasi, perlindungan, dan pengelolaan ekosistem alami untuk mengatasi tantangan perkotaan.
  • Contoh: Taman kota, atap hijau, jalan berpori, lahan basah buatan, dan penyimpanan air hujan1.
  • Manfaat: Lebih murah, multifungsi (mengurangi banjir, meningkatkan kualitas udara, memperbaiki biodiversitas, dan menambah ruang hijau)1.

Studi Kasus: Transformasi Wuhan sebagai “Sponge City”

Kota Wuhan: Profil dan Tantangan

  • Lokasi Strategis: Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, dikenal sebagai “River City” karena seperempat wilayahnya berupa perairan. Kota ini dihuni 8,5 juta orang di dataran banjir pertemuan Sungai Yangtze dan Han1.
  • Masalah Utama: Urbanisasi memperparah banjir dan polusi air. Pada Juli 2016, hujan deras 600 mm dalam seminggu menyebabkan banjir besar, menewaskan 15 orang, merugikan 1 juta penduduk, dan kerugian ekonomi CNY 5,3 miliar (US$750 juta)1.

Implementasi Sponge City di Wuhan

  • Investasi Besar: Wuhan menerima dana CNY 500 juta (US$73 juta) per tahun (2015-2017) dari pemerintah pusat, plus komitmen dana kota CNY 10,2 miliar (US$1,4 miliar)1.
  • Skala Proyek: 389 proyek sponge city di dua distrik utama, mencakup 38,5 km²—mulai dari taman, danau buatan, kanal air, hingga atap hijau dan jalan berpori1.
  • Teknologi Kunci: Rain garden, permeable pavement, pengelolaan air hujan, danau buatan untuk menampung air limpasan, serta restorasi ekosistem sungai dan danau1.

Analisis Ekonomi: Efisiensi Biaya dan Manfaat Sosial

Perbandingan Biaya: Green vs Grey Infrastructure

  • Sponge City Programme: Total biaya CNY 14,9 miliar (US$2,1 miliar) untuk 389 proyek1.
  • Alternatif Konvensional: Upgrade sistem drainase bawah tanah diperkirakan menelan biaya CNY 18,8 miliar (US$2,7 miliar)1.
  • Efisiensi: Pendekatan berbasis alam menghemat CNY 4 miliar (US$600 juta) dibanding solusi konvensional, belum termasuk biaya tambahan jika terjadi overrun proyek besar1.

Manfaat Tambahan (Co-Benefits)

  • Kesehatan & Kesejahteraan: Taman kota dan ruang hijau memperbaiki kualitas udara, menurunkan suhu lokal hingga 3°C, serta meningkatkan kebahagiaan warga1.
  • Ekonomi Lokal: Nilai tanah di sekitar Wuhan Expo Park melonjak dari CNY 4.383 menjadi CNY 10.218 (US$631 ke US$1.471) per m² setelah proyek sponge city1.
  • Lingkungan: Vegetasi di taman menyerap 724 ton karbon per tahun, mendukung konservasi biodiversitas, dan mengurangi biaya penyiraman hingga CNY 1,5 juta (US$220.000) per tahun1.

Studi Kasus Ikonik: Wuhan Garden Expo Park & Yangtze River Beach Park

Wuhan Garden Expo Park

  • Transformasi Lahan Sampah: Taman seluas 30 km² ini dulunya adalah tempat pembuangan sampah terbesar di Asia.
  • Inovasi Air: 70% air hujan ditampung oleh rain garden, menurunkan kebutuhan air bersih untuk penyiraman dan memperbaiki kualitas air tanah1.
  • Biodiversitas: Lebih dari 400 spesies tanaman ditanam, menciptakan habitat baru dan memperkaya ekosistem kota1.

Yangtze River Beach Park

  • Efek Pendinginan: Suhu di taman ini 3°C lebih rendah dibanding area kota sekitarnya.
  • Manfaat Sosial: Terdapat 15 lapangan sepak bola, 7 kolam renang, dan 45.000 pohon, menjadikannya ruang publik multifungsi dan ikon wisata baru Wuhan1.
  • Ekonomi: Kenaikan nilai tanah di sekitar taman lebih dari dua kali lipat pasca proyek1.

Tantangan Implementasi dan Pembelajaran

Hambatan Teknis dan Kelembagaan

  • Lokasi Proyek: Banyak proyek sponge city belum menyasar pusat kota yang padat, padahal di sanalah risiko banjir dan polusi paling tinggi1.
  • Fleksibilitas Desain: Standar nasional sering kurang adaptif terhadap kondisi lokal (iklim, hidrologi, tata ruang)1.
  • Koordinasi Antarinstansi: Fragmentasi tugas antar dinas membuat proyek sering berjalan parsial, bukan terintegrasi secara regional1.

Solusi dan Rekomendasi

  • Manual Lokal: Wuhan mengembangkan pedoman desain sendiri yang lebih kontekstual, menyesuaikan standar nasional dengan kebutuhan lokal1.
  • Pendanaan Inovatif: Kolaborasi dengan BUMN dan pemanfaatan kenaikan nilai tanah (land value capture) untuk membiayai proyek baru1.
  • Keterlibatan Publik: Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pemeliharaan ruang hijau, meningkatkan rasa kepemilikan dan efektivitas pemantauan1.

Kebijakan Nasional: Kerangka Pendukung Sponge City

Strategi Pemerintah Tiongkok

  • Regulasi dan Standar: Pemerintah pusat menetapkan hukum dasar, standar wajib, serta target ambisius (20% lahan kota harus memenuhi standar sponge city pada 2020, 80% pada 2030)1.
  • Dukungan Finansial: Dana co-funding, insentif pajak, dan prioritas kredit untuk proyek sponge city1.
  • Skala Nasional: Investasi CNY 10 triliun (US$1,5 triliun) untuk 100.000 km² infrastruktur sponge city di seluruh Tiongkok1.

Rekomendasi Kebijakan untuk Negara Lain

  • Integrasi Hijau & Abu-abu: Kombinasikan solusi berbasis alam dengan infrastruktur konvensional untuk hasil optimal1.
  • Inovasi Pendanaan: Terapkan insentif fiskal, seperti earmarking tarif utilitas untuk konservasi atau skema land value capture1.
  • Eksperimen & Pembelajaran Kota-ke-Kota: Dorong proyek percontohan, pertukaran pengetahuan, dan adaptasi inovasi lintas kota1.
  • Transparansi Data: Bangun platform data terbuka untuk memantau, mengevaluasi, dan mempercepat replikasi solusi efektif1.

Analisis Kritis: Perbandingan dan Relevansi Global

Perbandingan dengan Studi Lain

  • Low Impact Development (LID) di AS/Kanada: Sponge City terinspirasi LID, namun skala dan dukungan pemerintah di Tiongkok jauh lebih besar dan terkoordinasi1.
  • Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS) di Eropa: Prinsip serupa, namun implementasi di Tiongkok lebih terintegrasi dengan kebijakan nasional dan pendanaan publik1.
  • Water Sensitive Urban Design (WSUD) di Australia: Fokus pada adaptasi lokal dan integrasi ekosistem, mirip dengan pendekatan Wuhan yang mengembangkan manual lokal1.

Kaitan dengan Tren Industri dan Urbanisasi Global

  • Smart City & Green Infrastructure: Sponge City menjadi bagian dari tren smart city, menggabungkan teknologi, data, dan solusi alami untuk mengatasi tantangan urbanisasi1.
  • ESG & Investasi Berkelanjutan: Proyek hijau seperti sponge city semakin diminati investor global karena memenuhi kriteria Environmental, Social, Governance (ESG)1.
  • Paris Agreement & SDGs: Sponge City mendukung pencapaian SDG 6 (air bersih & sanitasi), SDG 11 (kota berkelanjutan), dan SDG 13 (aksi iklim)1.

Opini dan Rekomendasi: Menuju Kota Tahan Iklim

Kekuatan Model Wuhan

  • Efisiensi Biaya: Bukti nyata bahwa investasi pada solusi berbasis alam lebih ekonomis dan multifungsi dibanding infrastruktur konvensional1.
  • Manfaat Sosial-Lingkungan: Peningkatan kualitas hidup, kesehatan, dan ekonomi lokal menjadi argumen kuat bagi replikasi model ini di kota lain1.
  • Kebijakan Terintegrasi: Dukungan regulasi, pendanaan, dan koordinasi lintas level pemerintahan menjadi kunci sukses1.

Tantangan ke Depan

  • Adaptasi Lokal: Setiap kota harus menyesuaikan desain sponge city dengan karakteristik lingkungan dan sosialnya sendiri.
  • Pendanaan Berkelanjutan: Diperlukan inovasi pembiayaan, termasuk kemitraan publik-swasta dan pemanfaatan kenaikan nilai tanah.
  • Keterlibatan Masyarakat: Partisipasi publik penting untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas jangka panjang.

Inspirasi Global dari Sponge City Wuhan

Studi kasus Sponge City Wuhan membuktikan bahwa solusi berbasis alam bukan hanya alternatif, tapi kebutuhan utama di era perubahan iklim dan urbanisasi. Dengan investasi yang lebih efisien, manfaat sosial-lingkungan yang luas, dan dukungan kebijakan yang kuat, model ini layak menjadi inspirasi bagi kota-kota di seluruh dunia—termasuk Indonesia—untuk membangun masa depan yang lebih tangguh, sehat, dan berkelanjutan.

Sumber Asli

Oates, L., Dai, L., Sudmant, A. and Gouldson, A. 2020. Building Climate Resilience and Water Security in Cities: Lessons from the sponge city of Wuhan, China. Coalition for Urban Transitions. London, UK, and Washington, DC.