Ilmu Pendidikan

Manusia Sebagai Aset Produktivitas

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 27 April 2024


Para ekonom menggunakan istilah “human capital”, kadang-kadang dikenal sebagai “aset manusia”, untuk merujuk pada karakteristik individu yang dianggap berharga dalam proses produksi. Ini mencakup pendidikan, kesehatan prima, dan informasi, kemampuan, dan pengetahuan staf. Pendapatan per orang sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia. Penelitian menunjukkan bahwa investasi pada sumber daya manusia memberikan keuntungan finansial yang besar selama masa muda dan masa dewasa awal. Dunia usaha dapat meningkatkan tingkat kualitas dan produktivitas dengan berinvestasi pada sumber daya manusia, misalnya melalui pelatihan dan pendidikan.

“Kemampuan yang diperoleh dan berguna dari semua penduduk atau anggota masyarakat” adalah salah satu elemen yang disebutkan Adam Smith dalam definisinya tentang modal. Irving Fisher mungkin yang pertama kali menciptakan istilah “modal manusia”. Arthur Cecil Pigou adalah orang pertama yang membahas istilah “modal manusia”: Seperti halnya modal berwujud, ada yang namanya investasi pada sumber daya manusia. Batasan antara ekonomi dalam investasi dan ekonomi dalam konsumsi menjadi kabur begitu hal ini diketahui. Karena konsumsi merupakan investasi pada kapasitas produktif seseorang—sampai pada titik tertentu. Hal ini sangat penting terutama bagi anak-anak, karena mengurangi asupan terlalu banyak dapat mengurangi efektivitasnya secara signifikan di kemudian hari.

Cek untuk konsumsi pribadi juga merupakan cek untuk investasi, bahkan untuk orang dewasa, setelah kita melampaui titik di mana kemewahan dan kenyamanan yang "tidak perlu" dianggap berada di luar jangkauan uang. Namun, kata tersebut tidak digunakan secara luas dalam ilmu ekonomi sampai ekonom Chicago School seperti Theodore Schultz, Gary Becker, dan Jacob Mincer mempopulerkannya. Gagasan selanjutnya tentang modal manusia dipengaruhi oleh teori modal organik dan ekonomi manusia yang dikembangkan oleh sosiolog Austria Rudolf Goldscheid pada awal abad ke-20.

Ungkapan “investasi dalam sumber daya manusia dan distribusi pendapatan pribadi” pertama kali digunakan dalam Journal of Political Economy pada tahun 1958 oleh Jacob Mincer, dan masih digunakan dalam penelitian ekonomi neoklasik kontemporer. Theodore Schultz kemudian memberikan kontribusi terhadap kemajuan topik tersebut. Penggunaan konsep “modal manusia” dalam ilmu ekonomi oleh Mincer dan Gary Becker adalah yang paling terkenal. Diterbitkan pada tahun 1964, buku Becker, Human Capital, menjadi referensi klasik selama bertahun-tahun. Perspektif ini membandingkan modal manusia dengan “alat produksi fisik”, seperti pabrik dan mesin. Seseorang dapat berinvestasi pada sumber daya manusia melalui pelatihan, pendidikan, dan perawatan medis, dan kemampuan seseorang untuk memproduksi barang dan jasa sebagian bergantung pada tingkat pengembalian modal tersebut.

Modal manusia adalah suatu metode produksi, artinya semakin banyak investasi di dalamnya maka akan menghasilkan lebih banyak output. Meskipun tidak dapat diangkut seperti tanah, tenaga kerja, atau modal permanen, modal manusia dapat digantikan. Modal manusia dipandang oleh beberapa teori pertumbuhan modern sebagai komponen kunci pembangunan ekonomi. Investigasi tambahan menunjukkan pentingnya pendidikan bagi kesejahteraan finansial masyarakat.

Istilah "modal manusia" diperluas pada tahun 1990-an untuk mencakup bakat bawaan, kesehatan fisik, dan kebugaran, yang semuanya penting agar seseorang berhasil mempelajari informasi dan kemampuan baru. Paul Romer, yang mendirikan pendekatan kontemporer yang didorong oleh inovasi untuk menjelaskan pembangunan ekonomi, bersama-sama dianugerahi Hadiah Nobel Ekonomi 2018 atas karya konseptualisasi dan pemodelannya yang memasukkan sumber daya manusia sebagai faktor penentu yang penting. Berdasarkan penelitian terbaru, ekonom Michael Waldman dari Cornell University dan Robert Gibbons dari MIT pertama kali mengajukan gagasan baru tentang sumber daya manusia yang spesifik tugas pada tahun 2004. Gagasan tersebut menyoroti bagaimana sumber daya manusia sering kali diperoleh dengan cara yang khusus untuk pekerjaan yang ada. (yaitu, kemampuan yang diperlukan untuk aktivitas tersebut), dan bahwa sumber daya manusia yang diperoleh untuk tugas tersebut bermanfaat bagi beberapa organisasi yang membutuhkan keterampilan yang dapat ditransfer. Ide ini dapat digunakan untuk penugasan pekerjaan, dinamika gaji, kompetisi, dinamika promosi internal, dll.

Dalam arti luas, sumber daya manusia merupakan gabungan aktivitas: semua informasi, keterampilan, bakat, pengalaman, kecerdasan, pelatihan, dan kompetensi yang dimiliki anggota suatu komunitas baik secara individu maupun kolektif. Sumber daya tersebut merupakan kemampuan kolektif masyarakat dan merupakan sejenis kekayaan yang dapat digunakan untuk mencapai seluruh atau sebagian tujuan negara, negara, atau kedua-duanya. Tiga kategori digunakan untuk lebih menyebarkan sumber daya manusia:

  • Pengetahuan
  • Sosial
  • Emosional

Pentingnya sumber daya manusia dalam pembangunan ekonomi, pertumbuhan produktivitas, dan kreativitas sering kali diklaim sebagai alasan pemerintah memberikan subsidi untuk pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja. Banyak teori yang secara langsung menghubungkan pendidikan dengan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Teori ekonomi awal berasumsi bahwa tenaga kerja adalah sumber daya yang sepadan, homogen, dan mudah dipertukarkan, salah satu dari tiga faktor produksi (yang lainnya adalah tanah, dan aset uang dan peralatan fisik yang diasumsikan dapat dipertukarkan). Asumsi ini mencerminkan konteksnya, yaitu sektor sekunder dalam perekonomian menghasilkan lebih banyak produksi dibandingkan sektor tersier yang mampu diproduksi pada saat itu di sebagian besar negara.

Komponen produksi manusia ditingkatkan dari analisis mekanis dasar menjadi modal manusia, seperti halnya tanah dianggap sebagai modal alam dan merupakan aset tersendiri. Konsep "pertumbuhan seimbang" dalam analisis keuangan teknis kontemporer mengacu pada tujuan peningkatan yang setara dalam jumlah total kemampuan manusia dan aset fisik yang digunakan dalam produksi produk dan jasa. Ketika sektor tersier, yang membutuhkan inovasi, mulai menghasilkan lebih banyak pendapatan daripada sektor sekunder di negara-negara paling maju pada tahun 1950an, anggapan bahwa tenaga kerja dapat dimodelkan secara agregat mulai dipertanyakan.

Akibatnya, lebih banyak fokus ditempatkan pada variabel-variabel yang berkontribusi terhadap keberhasilan pengelolaan manusia dibandingkan dengan kegagalan. Dikaji bagaimana kepemimpinan, keterampilan, dan bahkan ketenaran berfungsi. Mayoritas teori yang digunakan saat ini mencoba menganalisis sumber daya manusia dengan membedahnya menjadi satu atau lebih komponen. Secara umum, modal emosional mengacu pada sumber daya bawaan seseorang (kompetensi emosional pribadi dan sosial) yang bermanfaat bagi pertumbuhan profesional, organisasi, dan pribadi mereka serta kohesi sosial dan keuntungan pribadi, ekonomi, dan sosial (Gendron, 2004, 2008 ).

Seiring dengan banyak sinonim seperti niat baik, nilai merek, kohesi sosial, ketahanan sosial, dan konsep terkait seperti selebriti atau ketenaran, modal sosial telah dipahami sebagai gabungan dari ikatan dan hubungan sosial. Penting untuk membedakan modal sosial dari bakat yang dikembangkan secara unik oleh seorang individu (seperti seorang atlet) dan yang tidak dapat diwariskan kepada orang lain tidak peduli seberapa keras mereka berusaha, dan modal instruksional, yaitu bagian yang dapat ditransfer atau diajarkan. . "Modal intelektual" sebuah tim—yang mencerminkan kapasitas sosial dan pengajaran mereka—dengan asumsi tertentu tentang keunikan individu dalam konteks tempat mereka bekerja—adalah analisis lain yang kurang umum yang mengacaukan instruksi kesehatan yang baik dengan kesehatan itu sendiri. Demikian pula, kebiasaan atau sistem manajemen pengetahuan yang baik terkadang dikacaukan dengan instruksi yang mereka susun dan awasi.

Penilaian-penilaian ini umumnya sepakat bahwa ada perbedaan antara pengaruh masyarakat atau kekuatan persuasif, konsep atau keterampilan yang dapat diajarkan, dan badan individu yang terlatih. Pemodelan manusia sebagai aset modal adalah topik umum dalam akuntansi manajemen. Apa pun bentuknya, sumber daya manusia—yang tumbuh melalui pendidikan dan pengalaman—sangat penting bagi keberhasilan suatu bisnis (Crook et al., 2011). Perkembangan kota dan daerah juga bergantung pada sumber daya manusia. Sebuah penelitian pada tahun 2012 mengamati hubungan antara upaya penelitian dan pengembangan lembaga pendidikan dan keluaran gelar universitas serta sumber daya manusia di wilayah metropolitan tempat mereka berada.

OECD mendesak negara-negara ekonomi maju untuk mengadopsi langkah-langkah pada tahun 2010 untuk meningkatkan inovasi produk dan layanan serta pengetahuan sebagai cara yang hemat biaya untuk memastikan kesejahteraan berkelanjutan. Hilangnya individu-individu terampil atau terlatih dari suatu negara yang berinvestasi pada negara tersebut ke negara lain yang mendapatkan keuntungan dari kehadiran mereka tanpa melakukan investasi pada negara tersebut dikenal sebagai “pelarian modal manusia”, dan ini merupakan topik yang sering dibahas dalam kebijakan internasional.

Sumber:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Manusia Sebagai Aset Produktivitas

Ilmu Pendidikan

Definisi dan Jenis-jenis Pelatihan

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 27 April 2024


Pelatihan adalah proses pemberian informasi, keterampilan, dan kebugaran yang berkaitan dengan kemampuan praktis tertentu kepada diri sendiri atau orang lain. Meningkatkan kemampuan, kapasitas, produktivitas, dan kinerja seseorang adalah tujuan khusus dari pelatihan. Ini berfungsi sebagai landasan bagi institut teknologi (juga dikenal sebagai perguruan tinggi teknik atau politeknik) dan menjadi inti program pemagangan. Di luar kompetensi awal, pelatihan dapat terus mempertahankan, meningkatkan, dan memperbarui kemampuan sepanjang kehidupan kerja selain pembelajaran mendasar yang diperlukan untuk perdagangan, karier, atau profesi. Pelatihan semacam ini dapat disebut sebagai pengembangan profesional oleh orang-orang dalam profesi dan vokasi tertentu. Istilah "pelatihan" juga menggambarkan proses menjadi sehat secara fisik untuk pekerjaan atau aktivitas tertentu, seperti olahraga, seni bela diri, militer, atau pekerjaan lainnya.

Latihan fisik

Fokus pelatihan fisik adalah pada tujuan mekanistik; program-program ini membangun keterampilan motorik, ketangkasan, kekuatan, atau kebugaran fisik tertentu, sering kali dengan tujuan mencapai puncaknya pada waktu tertentu. Ketika digunakan dalam konteks militer, pelatihan mengacu pada pengembangan stamina fisik untuk terlibat dan memenangkan pertempuran serta berbagai kemampuan yang diperlukan untuk memenangkan perang. Ini mencakup berbagai topik, seperti cara menggunakan berbagai senjata, teknik bertahan hidup di luar ruangan, dan cara menangkis penangkapan musuh. Merujuk pada pelatihan dan pendidikan yang diberikan oleh militer. Hal ini membantu memilih untuk melakukan pelatihan autogenik, yang juga dikenal sebagai pelatihan relaksasi, dalam upaya meningkatkan kapasitas mereka untuk mengatasi stres atau bersantai karena alasan psikologis atau fisiologis. Meskipun pelatihan autogenik memiliki hasil yang terbatas atau hanya menjadi subjek dari sedikit penelitian, pelatihan relaksasi telah disarankan bermanfaat untuk beberapa gangguan medis berdasarkan penelitian tertentu.

Pelatihan keterampilan kerja

Profesi tertentu dapat melibatkan aktivitas berbahaya dan memerlukan tingkat keterampilan tertentu sebelum praktisinya dapat menjalankan tugasnya dengan cara yang membuat mereka atau orang di sekitar tetap aman. Sebelum diizinkan bekerja sebagai instruktur bersertifikat, seseorang mungkin perlu menjalani evaluasi dan sertifikasi kompetensi minimum yang dapat diterima untuk pekerjaan menyelam, penyelamatan, pemadam kebakaran, dan mengoperasikan peralatan dan kendaraan tertentu.

Pelatihan dalam kerja

Beberapa orang menggunakan istilah terkait untuk pembelajaran kerja guna meningkatkan kinerja: "pelatihan dan pengembangan". Ada juga lebih banyak program yang dapat diakses secara online bagi orang-orang yang ingin memperoleh pelatihan yang melampaui apa yang diberikan oleh pekerjaan mereka. Layanan ini mencakup, misalnya, evaluasi keterampilan, konseling karir, dan bantuan pendukung. Pelatihan semacam itu secara luas dapat diklasifikasikan menjadi pelatihan di luar pekerjaan atau di dalam pekerjaan. Pendekatan pelatihan di tempat kerja menggunakan alat, perlengkapan, dokumen, dan materi nyata yang akan digunakan peserta setelah menyelesaikan pelatihan mereka di lingkungan kerja pada umumnya. Bagi pekerja kejuruan, pelatihan di tempat kerja umumnya dianggap paling bermanfaat. Karyawan mendapatkan pelatihan sambil melakukan pekerjaan nyata di tempat kerjanya. Guru sering kali merupakan pelatih profesional (atau mungkin karyawan yang berpengetahuan dan berpengalaman) yang menggunakan ceramah formal di kelas selain praktik langsung. Perangkat lunak konferensi video dan teknologi berbasis web terkadang digunakan untuk pengajaran.

Dalam sebuah perusahaan, pelatihan di tempat kerja relevan untuk setiap departemen. Teknik lain yang memanfaatkan teknologi untuk mendukung pertumbuhan peserta pelatihan adalah pelatihan berbasis simulasi. Hal ini terutama terjadi ketika mendidik kemampuan yang membutuhkan banyak pengalaman dan ketika ada tanggung jawab besar terhadap kehidupan dan harta benda orang. Salah satu manfaat pelatihan simulasi adalah memberikan kesempatan kepada instruktur untuk mengidentifikasi, memeriksa, dan mengatasi kesenjangan keterampilan apa pun pada peserta didik dalam lingkungan virtual yang aman. Selain itu, dengan memberikan 'skenario' untuk dialami dan dipelajari oleh peserta pelatihan, seperti keadaan darurat dalam penerbangan atau kegagalan sistem, pelatih dapat membantu peserta pelatihan meningkatkan keterampilan mereka jika mereka menghadapi sesuatu yang tidak biasa dalam pekerjaan.

Mengemudikan pesawat terbang, pesawat ruang angkasa, lokomotif, dan kapal laut, mengelola wilayah/sektor pengatur lalu lintas udara, pelatihan operasi pembangkit listrik, pelatihan sistem militer/pertahanan tingkat lanjut, dan pelatihan tanggap darurat tingkat lanjut seperti pelatihan kebakaran atau pertolongan pertama adalah beberapa contoh keterampilan yang sering dilakukan. termasuk pelatihan simulator selama tahap pengembangan. Ketika seorang karyawan menerima pelatihan di luar pekerjaan, hal ini menyiratkan bahwa mereka tidak langsung dianggap sebagai pekerja produktif pada saat itu. Pelatihan semacam ini terjadi jauh dari lingkungan kerja biasa.

Pelatihan karyawan di lokasi yang terpisah dari tempat kerja sebenarnya merupakan aspek lain dari pendekatan pelatihan di luar pekerjaan. Seringkali mencakup ceramah, seminar, studi kasus, akting peran, dan simulasi, manfaatnya adalah membiarkan peserta beristirahat dari pekerjaan dan fokus sepenuhnya pada pelatihan itu sendiri. Telah terbukti bahwa pengajaran semacam ini lebih berhasil dalam menanamkan konsep dan ide. Sebuah layanan yang akan membantu mengembangkan kemampuan karyawan dan mengubah sikap terhadap pekerjaan ditawarkan oleh beberapa perusahaan seleksi manusia. [Referensi diperlukan] Topik yang dibahas dalam pelatihan staf internal dapat berkisar dari pengembangan kepemimpinan hingga teknik pemecahan masalah yang efisien. Di bidang pelatihan kerja, On-the-Job Training Plan atau OJT Plan merupakan inovasi yang relatif modern. Rencana OJT yang baik harus mencakup hal-hal berikut, menurut Departemen Dalam Negeri AS: ringkasan topik yang akan dibahas, perkiraan jumlah jam yang dibutuhkan, tanggal penyelesaian, dan sistem evaluasi.

Pelatihan spiritual

Istilah "pelatihan" dalam konteks agama dan spiritual dapat berarti proses menyucikan pikiran, perasaan, pemahaman, dan perilaku untuk mencapai berbagai tujuan spiritual, seperti (misalnya) menjadi lebih dekat dengan Tuhan atau terbebas dari rasa sakit. Ambil contoh pelatihan spiritual yang diformalkan dari Pelatihan Tiga Unsur Buddhisme, meditasi Hindu, atau pemuridan agama Kristen, misalnya. Tergantung pada lingkungan pelatihan dan komunitas agama yang menjadi bagiannya, komponen pelatihan ini mungkin bersifat sementara atau seumur hidup.

Umpan balik untuk artificial intelligence

Para peneliti juga telah membuat protokol pelatihan untuk sistem AI. Sistem umpan balik berdasarkan "fungsi kebugaran" digunakan oleh algoritme evolusioner, seperti pemrograman genetika dan teknik pembelajaran mesin lainnya, untuk memungkinkan program komputer menilai seberapa sukses suatu entitas menyelesaikan suatu pekerjaan. Teknik-teknik tersebut membangun serangkaian program, atau "populasi" program, dan kemudian secara otomatis menilai "kesesuaian" setiap program dengan mengukur seberapa efektif program tersebut mencapai tujuan yang diinginkan. Populasi yang berkinerja terbaik digunakan oleh sistem untuk membuat program baru secara otomatis. Program-program yang bermanfaat bagi masyarakat termiskin digantikan oleh anggota-anggota baru ini. Proses ini diulangi hingga tingkat kinerja yang diinginkan tercapai. Setelah pelatihan awal, sistem robotika seperti itu dapat beroperasi secara real-time, memungkinkan robot untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru dan perubahan pada dirinya sendiri, seperti keausan atau kerusakan. Sebagai langkah awal dalam pelatihan, para peneliti juga telah menciptakan robot yang tampaknya meniru perilaku dasar manusia.

Sumber:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Definisi dan Jenis-jenis Pelatihan

Ilmu Pendidikan

Mengenal Istilah Pemahaman

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Pemahaman adalah kemampuan untuk memanfaatkan ide-ide untuk mewakili sesuatu yang abstrak atau fisik, seperti orang, situasi, atau pesan. Ini adalah proses kognitif. Hubungan antara yang mengetahui dan yang dipahami disebut pemahaman. Pemahaman menunjukkan adanya keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memungkinkan tindakan yang bijaksana terkait dengan kumpulan informasi tertentu. Meskipun tidak selalu, pemahaman sering dikaitkan dengan perolehan ide dan, kadang-kadang, teori atau teori-teori yang berhubungan dengan konsep-konsep tersebut. Namun, tanpa harus mengenal ide-ide atau teori-teori yang berkaitan dengan benda, hewan, atau sistem tersebut dalam budayanya, seseorang mungkin memiliki kapasitas yang kuat untuk mengantisipasi perilaku objek, hewan, atau sistem tersebut—dan karenanya, dapat memahaminya. , di satu sisi. Mereka bisa saja menciptakan keyakinan dan gagasan unik mereka sendiri, yang mungkin lebih unggul atau lebih rendah dari norma-norma yang diterima dalam masyarakat mereka. Dengan demikian, kapasitas untuk mengambil kesimpulan terkait dengan pemahaman.

Baik pengetahuan maupun pemahaman memerlukan definisi yang disepakati. Ludwig Wittgenstein meneliti bagaimana kata-kata digunakan dalam bahasa sehari-hari, mengenali detail terkait dalam konteks, daripada berfokus pada pendefinisian pengetahuan atau pemahaman. Meskipun pengetahuan dipandang bernilai rendah, pemahaman—yang didefinisikan sebagai mengetahui sesuatu dalam konteks—dianggap memiliki nilai relatif lebih besar. Namun, pemahaman juga bisa merujuk pada situasi di mana informasi kurang.

Pemahaman mungkin berasal dari sumber non-kausal atau dari penyebab yang dirasakan, yang menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan komponen mendasar dari pemahaman. Baik pengetahuan maupun pemahaman mungkin ada secara paralel; kita dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman pada saat yang bersamaan. Bahkan dengan adanya informasi, seseorang mungkin tidak dapat menarik kesimpulan yang tepat tentang contoh-contoh yang dapat dibandingkan. Karena tampaknya seseorang mungkin memiliki pemahaman tentang suatu topik meskipun mereka mendapat informasi yang salah tentang topik tersebut, maka pemahaman mungkin tidak terlalu menuntut dibandingkan pengetahuan.

Namun, hal ini lebih menuntut karena, ketika ditemukan pada tingkat yang lebih dalam, hal ini menuntut agar hubungan mendasar di antara gagasan-gagasan seseorang benar-benar “dilihat” atau “digenggam” oleh orang yang melakukan pemahaman tersebut. Menurut model proposisional dan realisme penjelas, pemahaman bermula dari pernyataan kausal. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa pemahaman adalah memahami bagaimana suatu sebab dapat menghasilkan suatu hasil. Karena pemahaman berarti mengetahui hubungan antara komponen dan bagian lain serta mungkin hubungan antara bagian dan keseluruhan, maka pemahaman tidak terfokus pada satu gagasan saja. Meskipun korelasinya belum tentu bersifat sebab-akibat, namun korelasi tersebut membantu dalam pemahaman. Pengetahuan tentang ketergantungan mungkin merupakan sarana untuk mengungkapkan pemahaman.

Menurut Gregory Chaitin, pemahaman adalah sejenis kompresi data. Dia menjelaskan dalam artikelnya "The Limits of Reason" bahwa memahami segala sesuatu memerlukan kemampuan untuk menyimpulkan serangkaian pedoman langsung yang menggambarkannya. Misalnya, kita dapat menjelaskan keberadaan siang dan malam dengan menggunakan model sederhana—rotasi bumi—yang juga menjelaskan sejumlah besar data, seperti variasi suhu, kecerahan, dan komposisi atmosfer bumi. Kami telah menggunakan model prediktif dasar untuk mengompresi sejumlah besar data. Dengan cara yang sama, kita dapat mengkonseptualisasikan 0,33333... sebagai sepertiga.

Diperlukan lima ide untuk merepresentasikan bilangan pada metode pertama ("0", "titik desimal", "3", "tak terhingga", "tak terhingga 3"); namun, hanya tiga konsep yang diperlukan dalam pendekatan kedua ("1", "pembagian", "3"), yang dapat menghasilkan semua data representasi pertama. Menurut Chaitin, pengertiannya adalah kapasitas kompresi data. Sudut pandang pemahaman ini menjadi dasar bagi beberapa teori agen cerdas. Misalnya, istilah ini digunakan dalam buku "The Shortcut" karya Nello Cristianini untuk menjelaskan mengapa robot mampu memahami dunia dengan cara yang secara fundamental berbeda dari cara manusia.

Sumber:

https://en.wikipedia.org/wiki/Understanding

Selengkapnya
Mengenal Istilah Pemahaman

Ilmu Pendidikan

Apa Itu Plagiat atau Plagiarisme?

Dipublikasikan oleh Mochammad Reichand Qolby pada 06 Februari 2023


Plagiat / Plagiarisme

Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Dalam dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.

Setiap karangan yang asli dianggap sebagai hak milik si pengarang dan tidak boleh dicetak ulang tanpa izin yang mempunyai hak atau penerbit karangan tersebut.

Tergolong Plagiarisme

- Tulisan orang lain diakui sebagai tulisan sendiri

- Membuat tulisan yang sama tetapi tidak menyebutkan sumbernya

- Meringkas dan Memparafrasekan tanpa menyebutkan sumber

- Meringkas dan Memparafrase kalimat dan kata tanpa menyebutkan sumber

- Mengakui karya orang lain sebagai kepunyaan sendiri

Sumber : Wikipedia

Selengkapnya
Apa Itu Plagiat atau Plagiarisme?

Ilmu Pendidikan

Pengondisian klasik

Dipublikasikan oleh Admin pada 12 Maret 2022


Pengondisian klasik adalah suatu proses belajar yakni stimulus netral dapat memunculkan respon baru setelah dipasangkan dengan stimulus yang biasanya mengikuti respon tersebut.[1] Pengondisian klasik ini pada mulanya ditemukan oleh Ivan Pavlovfisiolog dari Rusia ketika sedang melakukan penelitian eksperimen mengenai proses produksi air liur pada anjing.[2] Ia melihat bahwa anjing tersebut tidak hanya merespon berdasarkan kebutuhan biologis (rasa lapar), tetapi juga sebagai hasil dari proses belajar yang kemudian disebut sebagai pengondisian klasik.[1] Dalam ilmu psikologi, pengondisian klasik digunakan sebagai terapi untuk mengubah perilaku individu.[3]

Ivan Pavlov, penemu pengondisian klasik

Eksperimen Pavlov

Pengondisian anjing Pavlov

Pada awal kariernya, Ivan Pavlov bukanlah peneliti di bidang psikologi.[4] Ia adalah fisiolog yang mempelajari sistem pencernaan pada anjing.[4] Pada eksperimennya, Pavlov memasang sebuah selang pada kelenjar liur seekor anjing untuk mengukur jumlah produksi air liur anjing tersebut.[5] Ia membunyikan sebuah bel dan setelah beberapa detik kemudian memberikan makanan kepada anjing tersebut.[1] Pemasangan stimulus antara membunyikan sebuah bel dan memberikan makanan kepada anjing tersebut dilakukan berulang kali dan direncanakan dengan sangat hati-hati.[1] Pada awalnya, anjing tersebut akan mengeluarkan air liur ketika makanan telah dimunculkan.[1] Tidak lama kemudian, anjing tersebut mengeluarkan air liur ketika mendengar suara bel.[1] Bahkan pada eksperimennya, ketika Pavlov menghentikan pemberian makanan, anjing tersebut masih mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel.[1] Anjing tersebut telah mengalami pengondisian klasik dalam mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel.[1] Berkat eksperimennya, pada tahun 1904 Ivan Pavlov memenangkan hadiah Nobel di bidang psikologi dan kedokteran atas karyanya mengenai pencernaan.[6]

Komponen Pengondisian Klasik

Refleks Baru

Menurut Pavlov, refleks mengeluarkan air liur pada anjing tersebut terdiri dari sebuah stimulus tidak terkondisi (unconditioned stimulus) berupa makanan, dan sebuah respon yang tidak terkondisi (unconditioned response) yakni produksi air liur.[2] Stimulus tidak terkondisi adalah sebuah kejadian atau suatu hal yang menghasilkan sebuah respon secara otomatis atau menghasilkan refleks yang alami.[2] Sedangkan respon tidak terkondisi adalah respon yang dihasilkan secara otomatis.[2] Menurut Pavlov, proses pengondisian klasik terjadi ketika sebuah stimulus netral (stimulus yang tidak atau belum menghasilkan sebuah respon tertentu) dipasangkan secara teratur dengan sebuah stimulus tidak terkondisi selama beberapa kali.[2] Stimulus netral ini kemudian akan berubah menjadi stimulus yang terkondisi (conditioned stimulus) yang menghasilkan sebuah proses pembelajaran atau respon terkondisi (conditioned response), serupa dengan respon alamiah.[2] Contoh pada eksperimen Pavlov adalah bel yang dibunyikan.[2] Sebelumnya bel yang dibunyikan tidak menghasilkan air liur pada anjing.[2] Bel ini kemudian menjadi sebuah stimulus terkondisi yang menghasilkan respons produksi air liur.[2]

Generalisasi dan Diskriminasi

Albert, dikondisikan takut dengan benda berbulu dan berwarna putih

Pavlov mencatat bahwa respon terkondisi juga akan muncul sebagai respon terhadap stimulus yang mirip dengan stimulus terkondisi.[7] Hal ini mengindikasikan terjadinya generalisasi stimulus (stimulus generalization) pada semua stimulus yang mirip.[7] Generalisasi stimulus adalah kemampuan individu untuk bereaksi terhadap stimulus baru yang mirip dengan stimulus yang telah dikenalinya.[5] Contohnya adalah seorang anak kecil bernama Albert yang sudah terkondisi untuk merasa takut terhadap tikus berwarna putih, kemungkinan juga ia akan mengembangkan ketakutan terhadap benda lain yang berbulu dan berwarna putih.[1] Akan tetapi respons terkondisi tidak akan muncul untuk semua stimulus yang mirip, menunjukkan bahwa individu juga dapat belajar untuk membedakan stimulus yang berbeda.[7] Hal ini disebut sebagai diskriminasi stimulus (stimulus discrimination).[7] Diskriminasi stimulus adalah kecenderungan untuk merespon dengan cara yang berbeda pada dua atau lebih stimulus yang serupa.[2] Sebagai contoh anjing bernama Milo telah dikondisikan untuk mengeluarkan air liur pada nada C suara piano dan dipasangkan dengan makanan.[2] Ketika memainkan nada C pada suara gitar tanpa diikuti oleh makanan maka hasilnya adalah Milo akan belajar untuk menghasilkan air liur pada nada C di piano dan tidak pada nada yang sama ketika memainkan pada suara gitar.[2] Dalam hal ini Milo dapat membedakan atau melakukan diskriminasi terhadap kedua suara tersebut.[2]

Extinction

Extinction (pemadaman) adalah proses melemahnya respon terkondisi yang telah dipelajari dan pada akhirnya menghilang.[2] Kondisi ini terjadi ketika stimulus terkondisi tidak lagi dipasangkan dengan stimulus tidak terkondisi.[2] Misalnya korban pemerkosaan yang mempunyai kepribadian penakut ketika pergi ke suatu pesta dapat mengalami perubahan kepribadian yang signifikan jika ia mau mencoba untuk berulang kali menghadapi ketakutannya dengan ditemani oleh teman yang mendukungnya.[7]

Counterconditioning

Counterconditioning merupakan prosedur dalam pengondisian klasik untuk melemahkan sebuah respon terkondisi dengan mengasosiasikan stimulus penyebab ketakutan dengan respon baru yang tidak sesuai dengan ketakutan.[8] Seorang peneliti bernama Mary Cover Jones mampu menghilangkan ketakutan seorang anak berusia 3 tahun bernama Peter.[8] Peter memiliki banyak ketakutan terhadap tikus putih, mantel berbulu, katak, ikan dan mainan mekanik.[8] Untuk menghilangkan ketakutannya, Jones membawa seekor kelinci ke hadapan Peter, namun tetap menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dan membuat Peter kesal.[8] Di saat yang sama ketika kelinci dibawa ke hadapan Peter, Peter diberikan biskuit dan susu. Selama beberapa hari berturut-turut, kelinci dibawa semakin dekat kepada Peter selama Peter makan biskuit dan minum susu.[8] Akhirnya, Peter sampai pada suatu titik ia memakan makanannya dengan satu tangan, dan memberi makan kelinci dengan tangannya yang lain.[8] Perasaan senang yang dihasilkan oleh biskuit dan susu tidak sesuai dengan rasa yang takut dihasilkan oleh kelinci, sehingga kahirnya rasa takut Peter hilang melalui counterconditioning.[8]

Terapi Perilaku Pengondisian Klasik

Terapi perilaku menggunakan prinsip-prinsip belajar untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku maladaptif.[9] Beberapa perilaku terutama rasa takut dapat dipelajari melalui pengondisian klasik.[9] Bila rasa takut dapat dipelajari, maka tentu saja dapat dibalikkan dengan prinsip yang sama juga.[9] Beberapa terapi perilaku yang menggunakan pengondisian klasik adalah desensitisasi sistematis dan pengondisian aversif.[9]

Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis (systematic desensitization) adalah sebuah metode perilaku terapi yang didasarkan pada pengondisian klasik dengan membuat individu mengasosiasikan relaksasi mendalam secara bertahap dengan stiuasi yang menimbulkan kecemasan.[9] Pada desensitisasi sistematis, terapis bertanya tentang aspek yang paling menakutkan dan paling tidak menakutkan.[9] Lalu terapis mengatur individu dalam situasi-situasi berdasarkan daftar urutan mulai dari yang paling menakutkan hingga tidak menakutkan.[9]

Tahap berikutnya adalah mengajarkan individu untuk rileks.[9] Individu dapat belajar mengenali adanya kontraksi otot atau tegangan pada berbagai bagian tubuh dan kemudian bagaimana untuk menegangkan dan melemaskan otot-otot yang berbeda.[9] Ketika individu sudah merasa rileks, terapis meminta individu untuk membayangkan stimulus yang paling kurang ditakut dalam daftar urutan.[9] Kemudian terapis bergerak ke atas sesuai dengan daftar yang telah dibuat, dari yang paling kurang ditakuti hingga paling ditakuti.[9] Sementara posisi klien tetap bertahan dalam kondisi rileks. Maka kemudian, individu dapat membayangkan situasi yang paling menakutkan tanpa harus merasa takut.[9] Dengan cara ini individu belajar untuk rileks sementara, bukan mencemaskannya.[9] Desensitisasi sitematis sering digunakan sebaga cara mengatasi fobia secara efektif seperti ketakutan memberi pidato, ketakutan akan ketinggian, ketakutan akan terbang, ketakutan akan anjing dan ketakutan akan ular.[9] Bila individu takut dengan ular, seorang terapis awalnya akan meminta individu menyaksikan orang lain memegang ular dan kemudian meminta individu melakukan perilaku yang semakin ditakuti.[9] Pertama-tama, individu akan berada pada satu ruang yang sama dengan ular, lalu kemudian mendekati ular tersebut, kemudian menyentuh ular tersebut dan pada akhirnya dapat bermain dengan ular.[9]

Pengondisian Aversif

Pengondisian aversif adalah terjadinya pemasangan berulang dari sebuah perilaku yang tidak diharapkan dengan sebuah stimulus aversif untuk menurunkan penguatan yang didapatkan dari perilaku.[9] Pengondisian aversif digunakan untuk mengajarkan individu menghindari perilaku tertentu, seperti merokok, makan berlebihan, dan minum alkohol.[9] Cara yang digunakan dalam pengondisian aversif untuk mengurangi konsumsi alkohol individu adalah ketika individu minum minuman beralkohol, ia juga harus mengonsumsi minuman campuran yang membuat pusing dan mual.[9] Dalam istilah pengondisian klasik, minuman alkohol adalah stimulus yang dikondisikan, dan zat yang membuat mual adalah stimulus yang tidak dikondisikan.[9] Melalui pemasangan berulang antara alkohol dengan zat yang membuat mual, alkohol akan menjadi stimulus terkondisi yang menghasilkan mual.[9] Mual pada pengondisian aversif ini akan menjadi respon yang dikondisikan.[9] Sebagai konsekuensi, alkohol tidak lagi diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, tetapi sesuatu yang sangat tidak menyenangkan.[9]

Sumber: id.wikipedia.org

 

Selengkapnya
Pengondisian klasik

Ilmu Pendidikan

Belajar

Dipublikasikan oleh Admin pada 12 Maret 2022


Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons.[1] Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar (siswa), sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respons. Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respons) harus dapat diamati dan diukur.

Penjelasan dari perubahan dalam definisi belajar

  • Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitifafektif, dan/atau psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan pengetahuan saja.
  • Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.
  • Proses perubahan tingkah laku dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai pengetahuan yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan.
  • Perubahannya tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. Perubahan yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, tetapi terutama hanya dalam potensi seseorang untuk berperilaku.
  • Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman, praktik atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
  • Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima – hadiah atau hukuman – sebagai konsekuensi adanya perubahan perilaku tersebut.
  • Proses perubahan dalam belajar menuju ke arah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
  • Perasaan bangga dalam diri karena dapat mengerti dan paham akan apa yang di pelajari.
  • Sarana untuk menyerap informasi dan norma yang ada.

Empat tahapan belajar

Ada empat tahapan belajar manusia, yaitu:

  • Inkompetensi bawah sadar, yaitu tidak sadar bahwa ia tidak tahu.
  • Inkompetensi sadar, yaitu sadar bahwa ia tidak tahu.
  • Kompetensi sadar, yaitu sadar bahwa ia tahu.
  • Kompetensi bawah sadar, yaitu tidak sadar bahwa ia tahu.

Inkompetensi bawah sadar

Kondisi di saat kita tidak mengetahui kalau ternyata kita tidak tahu. Contohnya adalah keadaan pikiran banyak pengemudi muda saat mulai belajar mengemudi. Itulah mengapa pengemudi muda mengalami lebih banyak kecelakaan ketimbang pengemudi yang lebih tua dan berpengalaman. Mereka tidak dapat (atau tidak mau) mengakui terbatasnya pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman mereka. Orang-orang yang berada dalam keadaan ini kemungkinan besar akan mengambil risiko, memapar diri pada bahaya atau kerugian, untuk alasan sederhana yang sama sekali tidak mereka sadari bahwa itulah yang mereka lakukan.

Inkompetensi sadar

Pengakuan sadar pada diri sendiri bahwa kita tidak tahu, dan penerimaan penuh atas kebodohan kita semua yang telah dilakukan.

Kompetensi sadar

Sadar bahwa kita tahu, yaitu ketika kita mulai memiliki keahlian atas sebuah subjek, tetapi tindakan kita belum berjalan otomatis. Pada belajar yang ini, kita harus melaksanakan semua tindakan dalam level sadar. Saat belajar mengemudi, misalnya, kita harus secara sadar tahu di mana tangan dan kaki kita, berpikir dalam setiap pengambilan keputusan apakah akan menginjak rem, berbelok, atau ganti gigi. Saat kita melakukannya, kita berpikir dengan sadar tentang bagaimana melakukannya. Pada tahap ini, reaksi kita jauh lebih lamban ketimbang reaksi para pakar.

Kompetensi bawah sadar

Tahapan seorang ahli yang sekadar melakukannya, dan bahkan mungkin tidak tahu bagaimana ia melakukannya secara terperinci. Ia tahu apa yang ia lakukan, dengan kata lain, ada sesuatu yang ia lakukan di hidup ini yang bagi orang lain tampak penuh risiko tetapi bagi dia bebas risiko. Ini terjadi karena ia telah membangun pengalaman dan mencapai kompetensi bawah sadar pada aktivitas itu selama beberapa tahun. Ia tahu apa yang ia lakukan, dan ia juga tahu apa yang tidak dapat ia lakukan. Bagi seseorang yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalamannya, apa yang ia lakukan tampak penuh risiko.

Kota Nagasaki 1945 sebelum dan sesudah di jatuhkan bom atom, merupakan bentuk pembelajaran akibat dari Perang Dunia

Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.[2] Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat dalam perubahan yang terjadi, tetapi tidak pembelajaran itu sendiri.[3] Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati:

“Anda telah melihat individu mengalami pembelajaran, melihat individu berperilaku dalam cara tertentu sebagai hasil dari pembelajaran, dan beberapa dari Anda (bahkan saya rasa mayoritas dari Anda) telah "belajar" dalam suatu tahap dalam hidup Anda. Dengan perkataan lain, kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya.[4]

Pembelajaran dalam dunia pendidikan

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Salah satu pengertian pembelajararan dikemukakan oleh Gagne (1977) yaitu pembelajaran adalah seperangkat peristiwa -peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung beberapa proses belajar yang bersifat internal. Lebih lanjut, Gagne (1985) mengemukakan teorinya lebih lengkap dengan mengatakan bahwa pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar.

Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreativitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreativitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.

Teori pembelajaran

Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik, pengkondisian operan, dan pembelajaran sosial.[3]

Pembelajaran klasik

Ivan Pavlov, ahli fisiolog dari Rusia yang memperkenalkan Teori Pengkondisian Klasik

Pengkondisian klasik adalah jenis pengkondisian di mana individu merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru.[3] Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov.[5]

Pembelajaran operant

Pengkondisian operan adalah jenis pengkondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman.[3] Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku.[3] Dengan demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi.[3]

Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengkondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengkondisian operan.[6] Skinner mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut.[6]

Pembelajaran sosial

Pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung.[7] Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengkondisian operan, teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi. Teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran.[7]

Prinsip-prinsip pembelajaran

Dalam buku Conditioning of Learning, (Gagne, 1977) dikemukakan tujuh prinsip pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuh prinsip pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perhatian dan Motivasi (Gaining Attention)

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.

Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya.

Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan.

Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya.

Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan

  • bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar;
  • berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut;
  • terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.

Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi.

2. Keaktifan

Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri.

John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.

Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respons akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham.

Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati.

Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.

Keaktifan saling berkaitan dengan Kedispilinan belajar. Disiplin belajar adalah predis posisi (kecenderungan) suatu sikap mental untuk mematuhi aturan, tata tertib, dan sekaligus mengendalikan diri, menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan yang berasal dari luar sekalipun yang mengekang dan menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban (Ardiansyah, Asrori. 2011).

3. Keterlibatan Langsung/Pengalaman (Eliciting Performance)

Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat.

Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dan dengan fasilitas yang diciptakan sendiri.

Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah.

Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan apabila mereka hanya melihat materi/konsep.

Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.

Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa:

“apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham. Dari kata-kata bijak ini kita dapat mengetahui betapa pentingnya keterlibatan langsung dalam pembelajaran.”

4. Pengulangan (Stimulating Recall)

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna.

Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan.

Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.

5. Tantangan (Presenting The Stimulus)

Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.

Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.

Penggunaan metode eksperimen, inquiridiscovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak menyenangkan.

6. Balikan dan Penguatan (Providing Feedback)

Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner.Kunci dari teori ini adalah hukum effeknya Thordike, hubungan stimulus dan respons akan bertambah erat, jika disertai perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi.

Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya.

Namun, dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan positif.

Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.

7. Perbedaan Individual (Assessing Performance)

Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu.

Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.

Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasik yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.

Metode pembentukan perilaku

Ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang tersebut sedang melakukan pembentukan perilaku.[3] Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan.[3] Terdapat empat cara pembentukan perilaku: melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman, dan peniadaan.[3]

Sumber: id.wikipedia.org

 

Selengkapnya
Belajar
« First Previous page 10 of 11 Next Last »