Badan Usaha Milik Negara
Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari pada 11 Juni 2024
Di tengah perlambatan ekonomi, Pelabuhan Indonesia (PT. Pelindo) masih menikmati peningkatan throughput yang ditangani pelabuhan-pelabuhannya pada tahun lalu (2023), baik volume peti kemas maupun non peti kemas. Operator pelabuhan milik negara ini menikmati pertumbuhan throughput peti kemas sebesar 3% secara tahunan, menjadi 17,7 juta TEUs dan pertumbuhan kargo yang ditangani sebesar 6%, menjadi 170 juta ton.
Memuji kinerja positif tersebut, Direktur Utama PT. Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono mengatakan, “Ini adalah tren positif pasca merger. Sejak tahun 2021, kami terus menjaga peningkatan positif dalam operasional”. Sejalan dengan pertumbuhan throughput yang positif, jumlah kunjungan kapal juga meningkat sebesar 7% menjadi 1,28 miliar GT Sementara itu, jumlah penumpang juga tumbuh lebih tinggi, yaitu sebesar 20%, menjadi 18,1 juta orang.
Arif mengungkapkan bahwa model manajemen yang terpusat menjadi salah satu kunci peningkatan kinerja operasional. Arif menjelaskan bahwa hal ini memungkinkan Pelindo memiliki kendali strategis yang lebih baik, sehingga memudahkan dalam melakukan transformasi layanan operasional secara end-to-end seperti menciptakan standarisasi sistem layanan operasional pelabuhan yang sebelumnya bervariasi antar pelabuhan.
Pelindo juga terus melakukan inovasi dengan meluncurkan berbagai aplikasi untuk memudahkan aktivitas kepelabuhanan. Sebut saja TOS (Terminal Operating System) untuk mendukung layanan peti kemas, PTOS-M (Pelindo Terminal Operating System Multipurpose) untuk memperkuat layanan non peti kemas, dan Phinnisi untuk sistem operasi layanan kapal.
“Standarisasi operasional secara menyeluruh di seluruh pelabuhan secara nasional dan manajemen yang efektif dari seluruh insan Pelindo telah membawa kami pada posisi ini, sedangkan beberapa langkah strategis di tahun 2023 dengan memanfaatkan teknologi terkini seperti TOS, PTOS-M dan Phinnisi telah mendukung peningkatan efisiensi operasional,” jelas Arif.
Pasca penggabungan, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan adanya peningkatan kegiatan bongkar muat di seluruh pelabuhan Pelindo, yang dibuktikan dengan meningkatnya BSH (box/kapal/jam) dan BCH (box/crane/jam). BSH di Terminal Peti Kemas (TPK) Belawan bahkan meningkat tiga kali lipat, dari 20 boks menjadi 60 boks per kapal per jam. Pelabuhan lain di Indonesia Timur yaitu Terminal Peti Kemas Ambon, juga meningkat tiga kali lipat, dari 12 boks menjadi 35 boks.
Seperti diberitakan sebelumnya, biaya operasional perusahaan pelayaran yang berbisnis di Pelabuhan Sorong (Terminal Peti Kemas TPK Sorong) turun lebih dari 30%. Semakin pendeknya waktu inap di pelabuhan dan meningkatnya produktivitas yang diindikasikan dengan semakin tingginya BSH (box/kapal/jam), telah membantu kinerja pelayaran untuk tetap bertahan di posisi ini, berkat transformasi operasional dan peningkatan sumber daya manusia yang telah dilakukan oleh operator terminal. “Ada peningkatan operasional yang signifikan dalam setahun terakhir. Proses bongkar muat menjadi lebih cepat, sehingga waktu inap di pelabuhan menjadi lebih singkat. Tentu saja hal ini berdampak pada peningkatan operasional kami,” ujar Faizal Arifin, Kepala Cabang Sorong PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL).
“Sulit untuk menghitung jumlah penghematan dari hal ini, tetapi biaya operasional kami selama berlabuh turun lebih dari 30%,” kata Faisal, mengakui bahwa perusahaan pelayaran juga mendapatkan keuntungan tambahan dari TRV (turn round voyage) yang lebih pendek. Senada dengan hal tersebut, Kepala Cabang PT Tanto Intim Line (Tanto) Sorong Slamet Riyanto mengakui bahwa pelayanan petikemas di Sorong semakin baik, berkat program-program transformasi Pelindo yang mendukung kinerja terminal ini menjadi lebih baik.
Ia juga mengakui bahwa kinerja yang lebih baik ini telah mendorong perusahaan pelayaran untuk menambah layanan. Tanto, shipping line nomor dua di TPK Sorong dengan pangsa pasar 31%, telah menambah call menjadi 5 call per bulan, dari sebelumnya hanya 3 call. Namun, ia berharap Pelindo terus meningkatkan kompetensi, keterampilan, dan etos kerja sumber daya manusia. Seperti halnya shipping line, perusahaan forwarder juga mengakui bahwa transformasi operasi dan digitalisasi telah membantu mempercepat proses pengiriman dokumen dan peti kemas dari terminal, berkat adopsi IBS (Integrated Billing System).
Ernest Montolalu, pemilik penerusan Serakor Raya yang berbasis di Jayapura (Papua), menjelaskan bahwa IBS telah membantu perusahaan forwarder dalam proses dokumen, sementara operasi berbasis planning control di terminal telah memangkas TRT (truck round time) untuk pengiriman peti kemas dari terminal. “Tidak perlu antri di loket untuk mengurus dokumen, tapi bisa secara online melalui IBS. Proses penagihan juga lebih cepat melalui IBS ini,” jelas Ernest. “Waktu tempuh TRT juga semakin singkat. Sebuah truk hanya menghabiskan waktu kurang dari 15 menit untuk memuat kontainer dari terminal,” katanya.
Strategi nasional pencegahan korupsi (Stranas-PK) sejalan dengan program-program perbaikan yang dilakukan oleh Pelindo yang sejalan dengan program-program untuk mendorong pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan pelabuhan. “Kami menilai Pelindo dengan program digitalisasinya telah membuahkan hasil. Secara sederhana, digitalisasi pelabuhan telah memberikan dampak positif terhadap proses bongkar muat yang saat ini lebih cepat dan lebih efisien,” ujar Pahala Nainggolan, Deputi bidang pencegahan dan Monitoring KPK.
Pada tahun 2024, Pelindo akan melanjutkan program transformasi di lingkungan perusahaan, sekaligus berupaya meningkatkan perannya, tidak hanya sebagai pintu gerbang maritim tetapi juga sebagai traffic stimulator, yaitu mendorong pertumbuhan lalu lintas barang melalui integrasi kawasan industri dengan pelabuhan. “Kami terus berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun investor, agar dapat membangun kawasan industri yang terintegrasi dengan pelabuhan yang pada akhirnya akan mendorong efisiensi dari sisi biaya logistik,” pungkas Arif.
Disadur dari: indoshippinggazette.com
Badan Usaha Milik Negara
Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari pada 08 Juni 2024
Gambaran umum rencana kerja pemerintah indonesia tahun 2024
Pada tanggal 15 Mei 2023, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS/PPN) mengeluarkan peraturan no. 4/2023 mengenai rencana kerja Indonesia untuk tahun 2024. Rencana ini dirancang untuk memajukan agenda pembangunan bangsa dan mengatasi berbagai tantangan sektor strategis. Rencana ini berfokus pada pembangunan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pembangunan berkelanjutan, dan kesejahteraan sosial. Rencana ini juga bertujuan untuk mendorong ketahanan ekonomi bangsa, meningkatkan infrastruktur yang ada, mendorong transformasi digital, dan meningkatkan tata kelola pemerintahan melalui pembangunan.
Rencana kerja 2024 merupakan dokumen akhir untuk mencapai rencana pembangunan jangka menengah pemerintah (RPJMN) 2020-2024 dan juga bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat untuk rencana jangka menengah berikutnya yaitu 2025-2029 dan ekonomi yang tangguh selama tahun pemilihan umum yang akan datang pada tahun 2024.
Latar belakang rencana kerja
Rencana kerja 2024 adalah instrumen panduan yang telah dikembangkan untuk memberikan prioritas pembangunan yang sistematis dan komprehensif bagi pemerintah. Rencana kerja ini mencakup seluruh aspek pembangunan, seperti kerangka pembiayaan, kelembagaan, regulasi, evaluasi, dan pengendalian. Dokumen ini juga berfungsi sebagai prinsip panduan bagi sektor swasta sebagai aktor non-negara untuk berpartisipasi dan berkolaborasi dalam membantu Indonesia mencapai tujuan pembangunannya.
Selama bertahun-tahun, tujuan dari rencana kerja ini adalah untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ketahanan negara terhadap guncangan eksternal. Berbagai upaya akan dilakukan untuk mendiversifikasi ekonomi, menarik investasi, dan menstimulasi penciptaan lapangan kerja, terutama di sektor-sektor dengan potensi pertumbuhan yang tinggi, seperti manufaktur, pariwisata, dan ekonomi digital. Rencana kerja pemerintah juga bermaksud untuk meningkatkan iklim usaha dengan mengurangi hambatan birokrasi dan memperbaiki kerangka kerja peraturan untuk memfasilitasi kewirausahaan dan inovasi.
Fokus rencana kerja 2024
Rencana kerja 2024 mengadopsi tema “mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan”. Tema ini menekankan pada tujuh bidang prioritas kebijakan pembangunan yang selaras dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2020-2024:
Mengikuti tujuh bidang prioritas tersebut, telah diidentifikasi delapan sasaran pada tahun 2024, yaitu: mengurangi kemiskinan, meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan, merevitalisasi industri dan meningkatkan ilmu pengetahuan manufaktur, meningkatkan daya saing bisnis lokal, pembangunan rendah karbon dan transisi energi, mempercepat pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang diperlukan, mempercepat pembangunan ibu kota negara (IKN), dan pelaksanaan pemilihan umum 2024.
Perkembangan sektoral yang diharapkan
Pemerintah Indonesia akan fokus pada penerapan kebijakan yang mendorong pembangunan berkelanjutan, menarik investasi asing, dan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif untuk mencapai tujuan-tujuannya. Rencana kerja ini menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur, terutama di bidang transportasi dan konektivitas digital, untuk meningkatkan perdagangan dan konektivitas di seluruh nusantara. Selain itu, akan ada penekanan kuat pada pengembangan ibu kota Indonesia, yang akan berpindah dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di pulau Kalimantan yang terpisah. Megaproyek tersebut akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang diperlukan (seperti fasilitas kesehatan, kompleks perumahan, jaringan listrik, jalan penghubung, dan masih banyak lagi) dan gedung-gedung pemerintahan.
Pengembangan energi terbarukan, sebagai bagian dari “proyek besar” dalam rencana kerja 2024, memungkinkan bisnis untuk terlibat dalam pengembangan, pembuatan, dan pemasangan panel surya, turbin angin, bioenergi, dan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Akan ada peluang untuk berpartisipasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi energi bersih lainnya. Ada juga sejumlah inisiatif dan proyek yang terus bertambah pada sistem penyimpanan energi dan solusi jaringan pintar untuk mendukung integrasi sumber energi terbarukan ke dalam jaringan listrik yang ada.
Sektor pertanian juga menawarkan prospek yang signifikan yang bertujuan untuk ketahanan pangan, dengan “proyek besar” kedua yang berfokus pada “food estate”. Bisnis dapat terlibat dalam sektor agribisnis, pengolahan makanan, dan teknologi pertanian. Hal ini mencakup keterlibatan dalam produksi input pertanian, seperti pupuk dan benih, pengembangan kapasitas, seperti teknik pertanian, pertanian berkelanjutan, dan pengolahan hasil pertanian di area prioritas program, yaitu Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan Papua.
Rencana Indonesia grafik 2024
Peta area prioritas yang terlihat untuk proyek lumbung pangan Indonesia diambil dari keputusan Menteri perencanaan pembangunan Nasional No. 19/M.PPN/HK/03/2023.
Rencana kerja 2024 juga mengakui peran penting pengembangan sumber daya manusia dalam mengurangi kemiskinan dan memperkuat kemampuan industrialisasi. Terdapat beberapa inisiatif untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dan pengurangan kemiskinan dalam rencana kerja tersebut, dengan inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk memenuhi tuntutan pasar kerja yang berkembang pesat. Bisnis dan pengusaha dapat berpartisipasi dalam berpartisipasi dalam pusat pengembangan, solusi teknologi pendidikan, dan layanan perekrutan untuk memenuhi permintaan tenaga kerja terampil.
Pemilu 2024 tidak diragukan lagi akan memiliki dampak yang signifikan terhadap lanskap bisnis di Indonesia. Seiring dengan berlangsungnya kampanye politik dan para kandidat menyampaikan kebijakan ekonomi mereka, Indonesia harus menyisihkan waktu dan anggaran untuk menyelenggarakan pemilu 2024. Perusahaan-perusahaan perlu memantau potensi implikasi terhadap operasi mereka dengan cermat. Hasil pemilu dapat membentuk kerangka regulasi, kebijakan fiskal, dan insentif investasi, yang mempengaruhi kemudahan berbisnis di Indonesia.
Secara keseluruhan, rencana kerja 2024 menandakan lahan subur bagi para wirausahawan dan bisnis di berbagai sektor. Dengan komitmen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan iklim investasi, ada dorongan untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perusahaan domestik dan asing untuk berkembang dan berkontribusi pada tujuan pembangunan negara.
Disadur dari: edelmanglobaladvisory.com
Badan Usaha Milik Negara
Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari pada 08 Juni 2024
Dari tanggal 20 Mei hingga 3 Juni, delegasi Indonesia yang terdiri dari pejabat senior dari kementerian penanaman modal/BKPM dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS melakukan kunjungan belajar dan membangun jaringan selama dua minggu di Eropa. Misi yang difasilitasi oleh ARISE+ Indonesia ini dipimpin oleh Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal, BKPM, Bapak Nurul Ichwan. Delegasi ini bertemu dengan perwakilan dari Komisi Eropa, berbagai lembaga keuangan, perusahaan teknologi tinggi perintis dan ekosistem sektoral terkemuka di dunia.
Agenda tersebut mencakup diskusi mengenai inisiatif dan instrumen pembiayaan unggulan baru Uni Eropa, Global Gateway dan Dana Eropa untuk Pembangunan Berkelanjutan Plus (EFSD+) serta pertukaran wawasan mengenai kota pintar, mobilitas perkotaan, energi terbarukan, perawatan kesehatan, agribisnis, dan ekonomi hijau.
Inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen ARISE+ Indonesia untuk mendukung BKPM dalam mengembangkan Rencana Daya Tarik Investasi Uni Eropa-Indonesia. Rencana ini sangat penting dalam mewujudkan agenda dan target investasi Indonesia, sehingga berkontribusi pada visi bangsa yang lebih luas.
Setelah misi ini berhasil, kami diberi kesempatan untuk terlibat dalam diskusi yang bermanfaat dengan Bapak Nurul Ichwan. Kami mengeksplorasi wawasan utama yang diperoleh dari misi studi dan mendiskusikan strategi potensial untuk membina kemitraan yang bermanfaat antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) untuk meningkatkan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia.
Berikut ini adalah kutipan dari wawancara yang mencerahkan tersebut.
T: Dapatkah Anda memberikan gambaran umum mengenai arah kebijakan investasi Indonesia untuk periode 2020-2024 dan 2025-2029? Apa saja tujuan dan prioritas utama yang diuraikan dalam kebijakan-kebijakan tersebut?
NI: Arah kebijakan investasi Indonesia untuk periode 2020-2024 dan 2025-2029 sejalan dengan tujuan ambisius untuk menjadi negara maju dengan PDB terbesar kelima di dunia pada tahun 2045. Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah telah meluncurkan agenda transformasi ekonomi yang menekankan pada kebijakan yang berkelanjutan dan penciptaan iklim yang ramah investasi. Hal ini menjadi pilar utama dan kekuatan pendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Selama periode 2020-2024, Indonesia telah menetapkan target Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 4.983,2 triliun, yang mewakili peningkatan sebesar 47,3% dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya. Tahun ini, di bawah arahan Presiden kita, kita telah menetapkan target investasi yang ambisius sebesar Rp1.400 triliun, yang menandakan komitmen kita yang tak tergoyahkan terhadap pertumbuhan dan pembangunan. Untuk mencapai target investasi tersebut, diperlukan upaya yang luar biasa dan arah kebijakan investasi yang jelas, sehingga memungkinkan kita untuk membuka peluang-peluang baru dan memajukan bangsa kita.
Untuk mengarahkan transformasi ekonomi Indonesia, enam strategi penting telah diidentifikasi. Strategi ini mencakup mempromosikan ekonomi hijau dan rendah karbon, meningkatkan produktivitas ekonomi, merangkul transformasi digital, mendorong integrasi ekonomi domestik, memprioritaskan pengembangan sumber daya manusia, dan melaksanakan pemindahan ibu kota negara. Selain itu, sektor-sektor prioritas telah ditetapkan untuk menarik investasi, termasuk industri padat karya, usaha berorientasi ekspor, proyek energi terbarukan, pembangunan infrastruktur, ekonomi digital, dan industri bernilai tambah. Strategi-strategi ini akan membuka jalan bagi pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
Kebijakan investasi kami memprioritaskan aspek-aspek utama yang mendorong realisasi investasi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini mencakup keterlibatan aktif dalam kegiatan promosi dan fasilitasi, serta persiapan proposal dan peta investasi yang cermat yang menguraikan proyek-proyek strategis dan prioritas, yang siap untuk dipresentasikan kepada para calon investor. Selain itu, kami berkomitmen untuk mengoptimalkan perizinan usaha melalui sistem OSS (Online Single Submission) yang efisien, yang menjamin kemudahan dan menumbuhkan iklim investasi yang menarik dan kondusif.
Dalam dedikasi kami yang tak tergoyahkan kepada para investor, kami bertekad untuk mengatasi masalah-masalah investasi melalui fasilitasi dan dukungan menyeluruh yang komprehensif, untuk memastikan bahwa tantangan-tantangan yang ada dapat diselesaikan dengan cepat. Kebijakan dan strategi investasi yang komprehensif ini menyoroti komitmen Indonesia untuk mendorong transformasi ekonomi, menarik investasi, dan mendorong pembangunan berkelanjutan demi kepentingan masyarakat dan ekonomi global.
T: Baru-baru ini, Anda memimpin delegasi Indonesia untuk mengunjungi beberapa negara Eropa untuk membangun kontak dan mempelajari inovasi dalam mobilitas perkotaan, energi terbarukan, kota berkelanjutan, dan perawatan kesehatan. Apa yang Anda anggap sebagai hasil utama dari misi ini?
NI: Selama misi ini, delegasi Indonesia berkesempatan untuk berinteraksi langsung dengan Komisi Eropa dan berbagai lembaga pembiayaan, mendapatkan wawasan yang berharga tentang berbagai struktur pembiayaan proyek investasi. Kami melihat antusiasme yang besar dari mitra-mitra kami di Eropa terhadap proyek-proyek pembangunan berkelanjutan yang siap diluncurkan, terlepas dari apakah proyek-proyek tersebut berskala kecil, menengah, atau besar. Hal ini menyoroti berbagai peluang yang menarik bagi Indonesia, peluang yang segera kami sampaikan dengan mempresentasikan Peta Peluang Investasi, sebuah proyek yang dikurasi oleh Kementerian Penanaman Modal serta daftar proyek infrastruktur nasional dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
Salah satu pengalaman unik dari kunjungan ini adalah melihat keberhasilan implementasi model triple helix di Uni Eropa - sebuah sistem yang mengintegrasikan pendidikan, penelitian, dan industri. Model ini telah terbukti menjadi saluran yang efektif untuk inovasi di berbagai sektor. Kami percaya bahwa inovasi adalah kekuatan pendorong untuk meningkatkan produktivitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan di negara-negara maju. Di Uni Eropa, kami mengamati bahwa model ini sering kali dimulai dari yang kecil, tumbuh secara organik dari bawah ke atas, dan bahkan muncul sebagai respons terhadap krisis. Kami ingin sekali membina kerja sama yang erat dengan mitra-mitra kami di Uni Eropa untuk mereplikasi model serupa yang disesuaikan dengan keunggulan unik Indonesia.
T: Bagaimana Anda yakin temuan-temuan ini dapat berkontribusi pada upaya promosi investasi dan pembangunan Indonesia di sektor-sektor ini?
NI: Misi kami telah memberikan wawasan penting yang kami yakini dapat secara langsung mendorong upaya promosi investasi Indonesia. Sepanjang perjalanan kami, kami terlibat dengan beberapa perusahaan Uni Eropa yang beroperasi di sektor bioteknologi, teknologi pertanian, dan energi terbarukan yang menunjukkan ketertarikan dan rencana nyata untuk berinvestasi di Indonesia. Kami berencana untuk segera memanfaatkan minat ini dengan menyediakan informasi, data, dan kontak yang diperlukan, bahkan memfasilitasi kunjungan mereka ke Indonesia dalam waktu dekat.
Baik Uni Eropa maupun beberapa lembaga pembiayaan telah menyatakan keinginannya untuk memperluas portofolio investasi mereka di Indonesia. Sebagai langkah awal, kami mempresentasikan kepada mereka beberapa proyek yang menjanjikan dan sesuai dengan sektor yang mereka tuju. Kami yakin bahwa dialog ini akan terus berlanjut hingga kolaborasi-kolaborasi tersebut membuahkan hasil. Menariknya, salah satu lembaga pembiayaan Belanda berencana untuk mengunjungi Jakarta pada bulan Juli 2023 untuk bertemu dengan para pemangku kepentingan terkait untuk diskusi yang lebih rinci.
Pembelajaran penting lainnya adalah keberhasilan implementasi Sistem Perdagangan Emisi (ETS) di Uni Eropa, yang telah berkembang dan matang sejak diluncurkan pada tahun 2005. Mengingat Indonesia meluncurkan ETS untuk subsektor pembangkit listrik tenaga batu bara pada awal tahun 2023, dan berencana untuk memperluasnya secara bertahap ke subsektor lainnya, hal ini menjadi tolok ukur yang sangat berharga bagi kami.
Saat ini, Pemerintah Indonesia, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), sedang menyusun kebijakan perdagangan karbon yang dijadwalkan akan dirilis pada pertengahan tahun 2023. Komisi Eropa telah dengan murah hati menyampaikan undangan untuk berdiskusi lebih lanjut dengan Indonesia. Ini adalah kesempatan yang harus kita manfaatkan, karena Uni Eropa merupakan pelopor dan organisasi perdagangan karbon tertua di dunia.
T: Ke depannya, apakah Anda melihat potensi kemitraan antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) untuk mendorong peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA), khususnya di bidang mobilitas perkotaan, energi terbarukan, kota yang berkelanjutan, dan layanan kesehatan? Jika ya, bidang kolaborasi atau inisiatif bersama apa yang Anda bayangkan dapat mendorong investasi di sektor-sektor ini?
NI: Kami menyadari bahwa Uni Eropa saat ini berdiri sebagai penghubung global untuk teknologi hijau dan pembangunan berkelanjutan, menawarkan sejumlah besar solusi, inovasi, dan teknologi canggih yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup. Mereka juga telah menunjukkan rekam jejak yang sukses dalam menerapkan praktik-praktik terbaik. Mempertimbangkan kekuatan yang berbeda antara Indonesia dan Uni Eropa, serta pentingnya dan mendesaknya masalah lingkungan, kami percaya bahwa percepatan transisi energi di Indonesia harus menjadi fokus utama dari upaya kolaboratif kami.
Hal ini mencakup peningkatan investasi dalam pembangkitan energi terbarukan dan teknologi, mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik, dan mengamankan dukungan pembiayaan melalui berbagai skema yang disediakan oleh Uni Eropa dan negara-negara anggotanya.
Terkait dengan investasi langsung, kami bermaksud untuk mengaktifkan kembali Desk Uni Eropa di Kementerian Penanaman Modal/BKPM. Bersama dengan ARISE+ Indonesia dan bekerja sama dengan Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) London, kami dapat menyusun daftar pendek dan memulai dialog dengan sejumlah besar perusahaan UE yang prospektif. Penjajakan lebih lanjut dapat difasilitasi melalui pertemuan dan forum yang ditargetkan di dalam Uni Eropa atau misi investasi ke Indonesia yang didukung oleh Uni Eropa.
Kami juga membayangkan Desk Uni Eropa berfungsi sebagai penghubung antara proyek-proyek berkelanjutan di Indonesia dengan berbagai instrumen pembiayaan Uni Eropa, termasuk yang berada di dalam kerangka Global Gateway, EFSD+ (Dana Eropa untuk Pembangunan Berkelanjutan Plus), dan JETP (Kemitraan Transisi Energi yang Adil).
T: Dari interaksi dan pengamatan Anda selama berinteraksi dengan para calon investor di Eropa, apa saja faktor atau persyaratan utama yang biasanya dicari atau dibutuhkan oleh para investor Eropa agar mereka yakin untuk berinvestasi di Indonesia?
NI: Sangat penting untuk mengakui peran penting dari komunikasi dan penyediaan informasi. Banyak investor Eropa, seperti yang kami temukan, tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang lanskap Indonesia. Oleh karena itu, mereka sangat termotivasi untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Hal ini tidak hanya membantu mereka menghindari risiko bisnis, tetapi juga meyakinkan mereka untuk berkomitmen pada proyek-proyek yang benar-benar siap untuk investasi.
Preferensi investor bisa berbeda-beda, namun ada beberapa faktor atau persyaratan utama yang biasanya mereka pertimbangkan: pertama, potensi pasar dan aksesibilitas memainkan peran penting. Sebagai contoh, investor Eropa sangat tertarik dengan ukuran dan potensi pertumbuhan pasar Indonesia. Mereka sering mengevaluasi elemen-elemen seperti daya beli, tren konsumen, dan permintaan pasar untuk produk atau layanan tertentu. Selain itu, mereka melihat nilai dalam mengakses tidak hanya pasar domestik tetapi juga pasar regional, karena memungkinkan penetrasi pasar yang lebih luas.
Kedua, mereka memperhatikan Lingkungan Bisnis secara keseluruhan. Investor Eropa menghargai lingkungan yang kondusif untuk bisnis. Mereka mencari administrasi yang ramping, birokrasi yang efisien, dan peraturan yang jelas dan tidak ambigu. Kerangka hukum dan peraturan yang kuat, transparan, dan dapat diprediksi adalah aspek penting lainnya yang mereka cari.
Ketiga, ketersediaan tenaga kerja terampil merupakan aspek yang sangat penting, terutama untuk memfasilitasi kegiatan industri yang inovatif dan berteknologi tinggi. Selanjutnya, stabilitas politik dan ekonomi sangat penting bagi para investor. Faktanya, stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten cukup menarik bagi investor Eropa. Adanya insentif investasi juga menjadi faktor lain yang mereka pertimbangkan, seperti keringanan pajak, pembebasan pajak, bea masuk, dan paket insentif lainnya. Terakhir, investor Eropa menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur. Infrastruktur sangat mempengaruhi efisiensi rantai pasokan, mengurangi biaya logistik, dan terutama meningkatkan konektivitas.
T: Dalam rangka menarik investor Uni Eropa, strategi atau pendekatan apa yang menurut Anda dapat dikembangkan untuk secara efektif mempromosikan investasi di Indonesia yang akan beresonansi dengan investor Uni Eropa dan mendorong mereka untuk mempertimbangkan Indonesia sebagai tujuan investasi yang menarik?
NI: Berbagai strategi dapat digunakan untuk menarik investor Uni Eropa dan mendorong mereka untuk melihat Indonesia sebagai pusat investasi yang menguntungkan. Yang paling penting dari upaya-upaya ini adalah menyebarkan informasi yang relevan melalui kolaborasi dengan berbagai entitas seperti Kedutaan Besar Indonesia di negara-negara Uni Eropa, asosiasi bisnis, dan lembaga pemikir, dengan menyoroti beberapa poin penting, termasuk: pertama, potensi pasar Indonesia yang besar dan kuat, dengan kelas menengah yang terus bertambah, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan demografi yang menguntungkan. Kedua, penting juga untuk menggarisbawahi komitmen Indonesia dalam meningkatkan kemudahan berusaha, meningkatkan transparansi peraturan, dan memperkuat perlindungan investor, termasuk menyediakan informasi yang komprehensif mengenai berbagai insentif investasi.
Ketiga, kita harus fokus pada rencana dan proyek pembangunan infrastruktur Indonesia, termasuk di sektor transportasi, energi, dan telekomunikasi. Kita dapat menggarisbawahi komitmen pemerintah untuk meningkatkan konektivitas domestik, memperbaiki jaringan logistik untuk rantai pasokan, dan memperluas akses pasar. Keempat, kita harus memberikan informasi mengenai komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan dan inisiatif hijau. Hal ini mencakup upaya-upaya kami dalam mitigasi perubahan iklim dan pengembangan energi terbarukan, yang menggambarkan dukungan pemerintah terhadap praktik-praktik bisnis yang ramah lingkungan.
Kelima, kita juga harus menyoroti ketersediaan tenaga kerja lokal. Investor Uni Eropa biasanya cukup tertarik untuk menjajaki peluang kemitraan dengan perusahaan lokal atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia. Selanjutnya, kita harus mengidentifikasi beberapa sektor yang menarik bagi investor Uni Eropa. Sektor-sektor tersebut dapat mencakup bidang-bidang seperti manufaktur, energi terbarukan, teknologi, pariwisata, dan perawatan kesehatan.
Strategi lain yang efektif adalah dengan mengadakan forum bisnis, kelompok usaha kecil, seminar, konferensi, serta misi investasi langsung dan kunjungan ke Indonesia. Terakhir, membangun kepercayaan dan memberikan fasilitasi dari tahap penyediaan informasi hingga tahap operasional di Indonesia adalah kuncinya. Dengan demikian, investor merasa didukung dan dipandu selama perjalanan investasi mereka di Indonesia.
T: ARISE+ Indonesia saat ini bekerja sama dengan tim anda untuk menyusun rencana daya tarik investasi Indonesia-Uni Eropa. Apa harapan dan ekspektasi Anda terkait keterlibatan dan dukungan Uni Eropa dalam mengimplementasikan rencana daya tarik ini, setelah rencana ini selesai?
NI: Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, harapan kami adalah bahwa kolaborasi ini akan memberikan hasil yang nyata, terutama peningkatan realisasi investasi berkualitas tinggi dari UE ke Indonesia. Tentu saja, proses ini membutuhkan waktu, yang melibatkan berbagai tahapan mulai dari menganalisis sektor-sektor prioritas, memilih perusahaan-perusahaan yang potensial, melakukan penjajakan lebih lanjut dengan perusahaan-perusahaan tersebut, dan akhirnya mencapai kesepakatan finansial. Kami berharap kerjasama dan dukungan Uni Eropa yang berkelanjutan selama proses ini, yang salah satu aspek pentingnya adalah pengaktifan kembali Desk Uni Eropa.
Selain itu, kami berharap Uni Eropa dapat memfasilitasi komunikasi dengan perusahaan-perusahaan potensial yang terpilih, komunitas bisnis yang lebih luas, dan lembaga-lembaga pembiayaan di Uni Eropa, melanjutkan upaya yang telah dimulai melalui kunjungan baru-baru ini ke Eropa yang difasilitasi oleh ARISE+ Indonesia. Membangun jalur komunikasi adalah salah satu tantangan signifikan kami dalam mendekati perusahaan dan mitra di Uni Eropa.
Sebagai penutup, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ARISE+ Indonesia atas bantuan mereka yang tak ternilai dalam pengembangan Rencana Daya Tarik Investasi Indonesia-Uni Eropa, penyelenggaraan misi ke Eropa, dan peran penting mereka dalam memfasilitasi hubungan dengan para investor Uni Eropa. Dukungan mereka yang tak tergoyahkan tidak hanya berkontribusi pada realisasi agenda dan target investasi kami, tetapi juga secara signifikan memajukan visi Indonesia.
Kolaborasi ini mewujudkan kemitraan strategis yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mendorong inovasi, dan membangun masa depan yang berkelanjutan bagi Indonesia. Pada akhirnya, upaya ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kita, berkontribusi pada masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia. Kami sangat berharap dan bersemangat dengan apa yang akan terjadi di masa depan dan dengan tulus menghargai komitmen dan dukungan yang berkelanjutan dari ARISE+ Indonesia.
Disadur dari: ariseplus-indonesia.org
Badan Usaha Milik Negara
Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari pada 08 Juni 2024
Air adalah kebutuhan mendasar untuk mendukung produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, menurut laporan UNICEF tahun 2022, 844 juta orang di seluruh dunia masih kekurangan akses terhadap air bersih dan 2 miliar orang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan memadai.
Infrastruktur yang memadai sangat penting untuk memastikan akses yang merata terhadap air bersih. Namun, kapasitas pendanaan pemerintah untuk infrastruktur air bersih masih terbatas, sehingga perlu adanya kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk menjembatani kesenjangan pendanaan di sektor sumber daya air.
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, menekankan pentingnya perhatian dan investasi di sektor air dalam acara lokakarya ke-4 tentang keuangan berkelanjutan, menuju Forum Air Dunia ke-10 di Jakarta, Senin (5/2/2023).
“Dibutuhkan lebih banyak perhatian dan investasi yang ditargetkan dalam interkoneksi antara upaya-upaya terkait iklim dan air, serta sanitasi dan kesehatan. Saat ini, kurang dari 3% dari total pendanaan iklim dialokasikan untuk inisiatif terkait air, dan hanya 1 dari 10 investasi yang didedikasikan untuk memenuhi kebutuhan air dan sanitasi masyarakat,” ujar Herry.
Indonesia dana air
Kementerian badan usaha milik negara (BUMN) melalui Danareksa telah meluncurkan Indonesia dana air (IWF). Program yang diluncurkan pada acara BUMN jalan menuju G-20 pada 17-18 Oktober 2022 ini merupakan salah satu upaya Indonesia untuk meningkatkan pendanaan dan investasi di bidang air bersih.
Herry menyatakan bahwa IWF akan mengelola dana sebesar 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15 triliun untuk membiayai proyek air bersih bagi lebih dari 40 juta orang. Skema pendanaan yang melibatkan pihak swasta ini diharapkan dapat meringankan beban anggaran negara.
Sejalan dengan peta jalan SDGs Indonesia untuk tahun 2030, IWF akan mendukung pemerintah untuk mencapai tujuan 100% akses air minum yang aman bagi seluruh penduduk Indonesia. IWF juga diharapkan dapat mendorong minat investor untuk berkontribusi pada investasi berkelanjutan.
Mendirikan global dana air
Keberhasilan IWF akan menjadi prototipe bagi pembentukan global dana air, dan akan dibahas pada air dunia forum ke-10 di Bali pada tanggal 18-25 Mei 2024. Global dana air akan mengumpulkan dana untuk membiayai inisiatif terkait air di daerah-daerah yang menghadapi kelangkaan air dan kendala keuangan. Yadi Jaya Ruchandi, CEO PT Danareksa, mengungkapkan bahwa tata kelola dan skema pendanaan IWF dapat ditiru oleh negara-negara lain. Oleh karena itu, Indonesia ingin mengembangkan IWF menjadi skema pendanaan global melalui Global dana air.
“Kita punya IWF, dan kita ingin mengembangkan skema pendanaan ini menjadi global dana air. Hal ini akan membutuhkan proses politik, sehingga campur tangan pemerintah masih diperlukan, terutama dalam merumuskan kebijakan terkait investasi,” ujar Yadi Jaya Ruchandi.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Julian Smith, Pemimpin ESG pemerintah dan infrastruktur PwC Indonesia, berpendapat bahwa skema pendanaan Global dana air akan berbeda dengan investasi di sektor lain karena sifat isu air yang lintas batas. Ia mengusulkan konsep dana netral-politik, yang berarti bahwa proses pendanaan air yang dilakukan secara bersama-sama bebas dari kepentingan politik negara manapun.
“Masalah spesifik air biasanya melibatkan masalah lintas batas. Untuk itu diperlukan dana politik netral global agar global dana air dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan solusi yang diberikan tidak hanya berupa transfer sumber daya air dari satu negara ke negara lain,” ujar Smith.
Disadur dari: worldwaterforum.org
Badan Usaha Milik Negara
Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari pada 08 Juni 2024
Ringkasan
Meningkatkan kinerja logistik Indonesia merupakan tantangan yang sangat besar. Presiden Indonesia Joko 'Jokowi' Widodo berjanji untuk menurunkan biaya logistik selama masa kampanye periode pertamanya pada tahun 2014. Namun, upaya Jokowi belum mencapai hasil yang diharapkan.
Ketika Jokowi berkampanye pada tahun 2014, biaya logistik Indonesia mencapai 27% dari PDB, jauh lebih tinggi daripada Thailand yang hanya 15%, yang merupakan targetnya untuk tahun 2019. Meskipun studi terbaru memperkirakan biaya tersebut telah menurun menjadi 21-23 persen dari PDB, angka ini masih berada di atas negara-negara ASEAN lainnya. Indeks Kinerja Logistik 2023 menempatkan Indonesia di peringkat ke-61 dari 139 negara, yang menunjukkan penurunan dari peringkat ke-53 pada tahun 2014.
Selama masa jabatan pertamanya, Jokowi memperkenalkan inisiatif unggulan logistiknya - program Tol Laut. Program ini diluncurkan pada akhir tahun 2015, terutama untuk merangsang pertumbuhan daerah-daerah pinggiran Indonesia. Pertumbuhan ekonomi selama ini selalu terkonsentrasi di bagian barat Indonesia, terutama di pulau Jawa. Program tol laut bertujuan untuk memperkenalkan layanan pelayaran untuk memfasilitasi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di daerah pinggiran.
Program ini dirancang untuk menyiapkan layanan kapal bersubsidi untuk melayani pelabuhan-pelabuhan di daerah-daerah terpencil secara teratur. Pemerintah menunjuk salah satu badan usaha milik negara (BUMN), PT Pelni, untuk mengoperasikan layanan ini. Awalnya, Pemerintah memberikan subsidi untuk memfasilitasi pembukaan rute-rute tertentu. Kini, setelah 35 rute dibuka, subsidi hanya diberikan untuk barang-barang yang dianggap penting dan utama oleh Kementerian Perdagangan.
Operator dari program ini juga telah bergeser dari BUMN ke grup yang mencakup perusahaan-perusahaan swasta. Diantaranya adalah Temas dan Meratus, dua perusahaan pelayaran terbesar di Indonesia. Memanfaatkan model hub dan spoke, kedua operator ini membentuk hub dan melayani jalur utama. Di ruji-ruji, BUMN mengambil kargo, mengantarkannya ke daerah pinggiran dan membawa kargo dari daerah pinggiran kembali ke hub.
Program ini menghadapi beberapa tantangan. Pertama, muatan balik hampir selalu kosong, hanya sebesar 2 persen dari muatan keluar pada tahun 2018. Untuk mendorong muatan balik, pada tahun 2019, pemerintah menurunkan tarif untuk muatan balik hingga 50 persen lebih murah dari tarif keluar. Kebijakan ini menurunkan biaya operasional untuk ekonomi pinggiran dan meningkatkan muatan balik menjadi 30 persen dari muatan keluar. Meskipun kebijakan ini meningkatkan pendapatan perusahaan pelayaran, namun tidak jelas apakah kebijakan ini dapat berkelanjutan tanpa adanya insentif tarif yang lebih rendah.
Kedua, program ini mengangkut sebagian besar kargo peti kemas, di mana setiap peti kemas dapat mencapai 25 ton atau lebih. Sayangnya, sebagian besar usaha kecil dan menengah (UKM) kesulitan untuk mengisi kontainer sebesar ini dengan produk mereka sendiri, sehingga diperlukan konsolidator di ujung periferi untuk mengumpulkan dan mengkonsolidasikan produk dari banyak UKM. Di sinilah program ini gagal - subsidi hanya berlaku untuk pengangkutan dan tidak berlaku untuk penanganan di pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan.
Ketiga, infrastruktur di daerah pinggiran sering kali sangat minim dan tidak dioptimalkan untuk menerima kargo semacam ini. Subsidi pengangkutan memangkas biaya pengangkutan namun tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki kondisi logistik di pelabuhan tujuan. Indonesia juga harus meningkatkan logistik perdagangan internasionalnya.
Pelabuhan terbesar di Indonesia, Tanjung Priok, hanya menangani sekitar 6 juta unit setara 20 kaki pada tahun 2017, tertinggal dari Malaysia yang mencapai 20 juta unit dan Singapura yang mencapai 33 juta unit. Berinvestasi di pelabuhan merupakan masalah besar mengingat pasar kredit Indonesia yang mahal dan dangkal. Pembiayaan langsung dari luar negeri terbatas karena pelabuhan sebagian besar dimiliki oleh pemerintah.
Dalam bisnis kurir, Indonesia membatasi kepemilikan asing di perusahaan kurir hingga 49%, jauh di bawah Thailand dan Brunei yang mencapai 70% dan Vietnam yang mencapai 100%. Meskipun sebagian besar negara di kawasan ini memiliki hukum cabotage yang mengharuskan pelayaran domestik dilakukan oleh pemain lokal, hal ini merupakan hambatan yang lebih besar bagi Indonesia karena sebagian besar wilayahnya adalah kepulauan.
Pengembangan pelabuhan dapat mengambil manfaat dari dana kekayaan negara Indonesia yang baru, yang merupakan bagian dari strategi pembangunan kapitalis Jokowi. Indonesia juga masih kekurangan infrastruktur lunak. Indonesian National Single Window mengalami awal yang sulit selama tahap-tahap awalnya, yang membuat Indonesia relatif terlambat bergabung dengan Dokumen Deklarasi Kepabeanan ASEAN. Pemeriksaan fisik barang impor di Indonesia dapat memakan waktu selama tujuh hari, lebih lama dari Vietnam yang hanya tiga hari dan Malaysia yang hanya satu hari.
Indonesia dapat menggunakan pendapatan dari industri maritim untuk membiayai investasi dan subsidi untuk daerah pinggiran. Hal ini dapat dicapai dengan mengenakan pajak pada kapal-kapal khusus yang mengangkut komoditas-komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan mineral. Indonesia juga dapat mempertimbangkan untuk melonggarkan batasan pelayaran asing, yang akan mendorong kompetisi dan investasi dalam ekosistem logistik.
Harus diakui, sifat kepulauan Indonesia yang unik menghadirkan lebih banyak tantangan dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya di sektor logistik. Tol laut tampaknya tidak menyelesaikan masalah utama, dan Jokowi kehabisan waktu. Mungkin ada ide-ide yang lebih baik yang diusulkan oleh para kandidat presiden Indonesia selama kampanye mereka untuk pemilu 2024 mendatang. Krisna Gupta adalah dosen di Politeknik APP Jakarta dan peneliti madya di pusat studi kebijakan Indonesia.
Disadur dari: eastasiaforum.org
Badan Usaha Milik Negara
Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari pada 08 Juni 2024
Jakarta - Kementerian badan usaha milik negara (BUMN) pada hari Senin sedang menyusun sebuah cetak biru yang diharapkan dapat membagi peran antara perusahaan-perusahaan swasta dan pemerintah untuk mencegah mereka berebut proyek yang sama. Kementerian ini juga bekerja sama dengan kamar dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk merancang cetak biru ini.
Menurut aakil menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, cetak biru ini akan memberikan gambaran yang lebih baik kepada perusahaan-perusahaan milik negara dan swasta di Indonesia mengenai peran mereka di sektor infrastruktur, transisi energi, kesehatan, dan perbankan. Dengan kata lain, dokumen ini akan menjabarkan bagian mana dari pekerjaan yang menjadi tanggung jawab BUMN Indonesia dan bagian mana yang akan ditangani oleh perusahaan-perusahaan swasta. Hal ini termasuk proyek-proyek yang berkaitan dengan pembangunan ibu kota baru Indonesia, Nusantara, serta ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) dan pembangkit listrik terbarukan di Indonesia.
“Kadin dan BUMN kita telah berkumpul hari ini untuk membahas [siapa yang akan melakukan apa di] sektor-sektor tersebut. Jadi kami akan memetakan peran swasta dan BUMN dalam lima tahun ke depan,” kata Wirjoatmodjo, yang juga dikenal sebagai Tiko, kepada para wartawan di sela-sela forum Kadin-Kementerian BUMN di Jakarta pada hari Senin.
“Sebagai contoh, ada banyak peluang dalam hal pembangkit listrik tenaga surya dan angin. Kita harus duduk bersama untuk mendefinisikan peran-peran yang dimainkan oleh PLN dan sektor swasta. Dan mendiskusikan bagaimana kita dapat menciptakan model bisnis yang saling menguntungkan. Dengan cara ini, sektor swasta dan BUMN dapat bekerja sama,” ujar Tiko, yang juga menjabat sebagai wakil ketua umum Kadin.
Ia menambahkan: “Kemungkinan kami akan merilis cetak biru tersebut dua bulan dari sekarang”. Sebelumnya pada hari yang sama, ketua Kadin Arsjad Rasjid mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan negara dan swasta sering mengerjakan proyek-proyek di bidang yang sama, terutama sektor-sektor yang sudah berkembang. Hal ini menyebabkan persaingan antara satu sama lain.
“Kita membutuhkan solusi yang saling menguntungkan. Salah satunya dengan menerapkan prinsip the right company at the right place. BUMN adalah pelopor dalam mengembangkan industri yang belum berkembang dan melayani daerah-daerah yang belum terlayani. Sektor swasta mengembangkan industri dan ekonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi,” kata Arsjad.
Pembuatan kebijakan yang pro-bisnis
Cetak biru yang dimaksud juga berupaya mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang ramah bisnis. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pada forum yang sama bahwa perusahaan-perusahaan pemerintah dan swasta di Indonesia berada dalam posisi yang sama. Kedua perusahaan tersebut harus menghadapi kebijakan-kebijakan yang rumit ketika menjalankan bisnis.
“Mari kita buat cetak biru yang bisa kita ajukan ke pemerintah untuk [pembuatan kebijakan] yang lebih pro bisnis. Jadi pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan yang menghambat kita,” kata Erick. “BUMN dan sektor swasta menghadapi masalah yang sama: peraturan yang rumit yang menghentikan kita untuk membuat terobosan, baik itu kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus,” kata menteri.
Disadur dari: jakartaglobe.id