Manajemen Pemasok
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025
Pendahuluan
Industri pengolahan anggur skala kecil (SSGP) di Dodoma, Tanzania, merupakan sektor penting dalam pertumbuhan ekonomi, menyumbang hingga 11% peningkatan produksi anggur tahunan. Namun, tantangan seperti efisiensi rantai pasok dan keterbatasan logistik sering kali menghambat produktivitasnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Debora Chelestino Kisinga, Alban Dismas Mchopa, dan Leonada Raphael Mwagike (2024) menyoroti dampak manajemen hubungan pemasok (SRM) terhadap kinerja bisnis industri pengolahan anggur kecil di Tanzania serta peran moderasi dari kapabilitas logistik.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan survei cross-sectional dengan 202 responden dari perusahaan pengolahan anggur kecil di Dodoma. Analisis dilakukan dengan model persamaan struktural (SEM) untuk mengukur hubungan antara SRM, kapabilitas logistik, dan kinerja bisnis.
Temuan Utama
1. Hubungan antara Manajemen Hubungan Pemasok dan Kinerja Bisnis
2. Peran Kapabilitas Logistik dalam Moderasi Kinerja Bisnis
3. Hambatan yang Dihadapi Industri Pengolahan Anggur Kecil
Strategi Optimal untuk Meningkatkan Kinerja Bisnis
1. Meningkatkan Efisiensi Manajemen Hubungan Pemasok
2. Mengoptimalkan Logistik dan Teknologi Rantai Pasok
3. Mendorong Inovasi dan Akses Pasar
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa manajemen hubungan pemasok memainkan peran penting dalam meningkatkan kinerja bisnis industri pengolahan anggur kecil. Kapabilitas logistik yang baik dapat memperkuat hubungan dengan pemasok, meningkatkan efisiensi distribusi, dan mengoptimalkan proses produksi.
Dengan strategi yang tepat, perusahaan dapat meningkatkan produktivitas, mempercepat distribusi, serta mengurangi biaya dan risiko operasional.
Sumber: Debora Chelestino Kisinga, Alban Dismas Mchopa, Leonada Raphael Mwagike (2024). Supplier Relationship Management and Business Performance of Small-Scale Grapes Processing Firms in Dodoma, Tanzania: The Moderating Role of Logistics Capabilities.
Manajemen Pemasok
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025
Pendahuluan
Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, hubungan antara pembeli dan pemasok memainkan peran penting dalam kinerja organisasi. Supplier Relationship Management (SRM) tidak hanya berfokus pada harga, tetapi juga pada faktor kepercayaan, kepuasan, dan komunikasi untuk membangun hubungan jangka panjang yang menguntungkan kedua belah pihak.
Penelitian oleh Manish Gupta, Akhilesh Kumar Choudhary, dan Mohd. Siraj Alam di India mengevaluasi dampak kepercayaan, kepuasan, dan komunikasi dalam SRM. Studi ini melibatkan survei terhadap 28 organisasi di India untuk mengidentifikasi bagaimana faktor hubungan ini berkontribusi pada efektivitas operasional dan keberlanjutan bisnis.
Metodologi Penelitian
Temuan Utama
1. Kepercayaan sebagai Fondasi Hubungan Pemasok
2. Kepuasan Pemasok Meningkatkan Efisiensi Operasional
3. Komunikasi yang Efektif Mengurangi Risiko Gangguan Rantai Pasok
Strategi Optimal untuk Meningkatkan Supplier Relationship Management
1. Membangun Kepercayaan yang Kuat dengan Pemasok
2. Meningkatkan Kepuasan Melalui Kemitraan yang Lebih Dekat
3. Menggunakan Teknologi untuk Mempermudah Komunikasi
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa kepercayaan, kepuasan, dan komunikasi memainkan peran penting dalam Supplier Relationship Management. Perusahaan yang membangun hubungan pemasok berbasis transparansi dan komunikasi yang efektif cenderung memiliki keunggulan kompetitif yang lebih kuat.
Dengan mengadopsi strategi SRM yang lebih baik, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi risiko rantai pasok, dan memastikan pertumbuhan bisnis yang lebih stabil.
Sumber : Manish Gupta, Akhilesh Kumar Choudhary, Mohd. Siraj Alam (2014). Effect of Trust, Satisfaction, and Other Relationship Dimensions on Supplier Relationship Management. Motilal Nehru National Institute of Technology Allahabad, INDIA.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025
Ketahanan Air sebagai Pilar Keamanan Nasional
Dalam beberapa dekade terakhir, krisis air telah menjadi isu strategis yang menempati peringkat teratas dalam risiko global menurut World Economic Forum. Air tidak hanya menopang kesehatan manusia dan ekosistem, tetapi juga menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, dan stabilitas sosial. Peter J. Crawford dalam disertasi doktoralnya, “A Critique of Water Security in Australia, China and Japan” (2020), melakukan analisis mendalam terhadap bagaimana tiga negara kunci di Asia-Pasifik—Australia, China, dan Jepang—mengelola ketahanan air melalui kebijakan, program, proyek besar, dan instrumen hukum.
Artikel ini akan merangkum, mengkritisi, dan mengaitkan temuan Crawford dengan tren global, studi kasus nyata, serta memberikan opini dan rekomendasi berbasis data. Fokus utama adalah membedah tantangan, capaian, dan pembelajaran dari ketiga negara, serta relevansinya bagi negara lain yang menghadapi tantangan serupa.
Kerangka Analisis: Empat Domain dan Empat Faktor Penentu Ketahanan Air
Crawford membangun kerangka evaluasi yang solid, menggabungkan empat domain ketahanan air (negara, kesejahteraan manusia, lingkungan, dan pengguna konsumtif) dengan empat faktor penentu utama:
Pendekatan ini memastikan analisis yang konsisten dan komparatif antarnegara, serta mengidentifikasi hambatan sistemik dan peluang reformasi.
Studi Kasus 1: Australia—Antara Inovasi dan Fragmentasi
Tantangan Utama
Kebijakan dan Kerangka Hukum
Studi Kasus: Murray-Darling Basin
Kelebihan dan Kritik
Studi Kasus 2: China—Antara Megaproyek dan Krisis Keseimbangan
Tantangan Utama
Kebijakan dan Reformasi
Studi Kasus: SNWDP
Kelebihan dan Kritik
Studi Kasus 3: Jepang—Stabilitas Tinggi, Ancaman Baru
Tantangan Utama
Kebijakan dan Tata Kelola
Studi Kasus: Penanganan Banjir dan Infrastruktur
Kelebihan dan Kritik
Analisis Komparatif: Apa yang Bisa Dipelajari?
Tren Global dan Relevansi
Kritik, Opini, dan Rekomendasi
Kritik Utama
Opini dan Saran
Menuju Ketahanan Air Abad ke-21
Disertasi Crawford menegaskan bahwa ketahanan air adalah bagian tak terpisahkan dari keamanan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Australia, China, dan Jepang menawarkan pelajaran berharga—baik dari sisi keberhasilan maupun kegagalan—dalam mengelola sumber daya air di tengah tekanan populasi, ekonomi, dan perubahan iklim. Negara-negara lain, termasuk Indonesia, dapat mengambil inspirasi dari inovasi, memperbaiki kelemahan, dan menghindari jebakan fragmentasi serta politisasi yang berlebihan.
Ketahanan air masa depan menuntut keberanian politik, inovasi kelembagaan, dan komitmen pada keberlanjutan ekosistem. Hanya dengan pendekatan integratif dan adaptif, negara-negara dapat memastikan air tetap menjadi sumber kehidupan, bukan sumber konflik.
Sumber Artikel
Peter J Crawford. A Critique of Water Security in Australia, China and Japan. University of New England, 2020.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025
Urgensi Perencanaan Air di DAS Lintas Negara
Sungai Nil adalah sumber kehidupan bagi lebih dari 300 juta orang di Afrika Timur dan Utara, melintasi 11 negara dengan latar belakang ekonomi, iklim, dan kepentingan politik yang sangat beragam. Ketergantungan tinggi pada air Sungai Nil, terutama di Mesir dan Kenya, diperparah oleh pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, serta dinamika pembangunan ekonomi yang pesat. Dalam konteks inilah, paper “Forecasting water consumption on transboundary water resources for water resource management using the feed-forward neural network: a case study of the Nile River in Egypt and Kenya” karya Anne Wambui Mumbi dkk. (2022) menjadi sangat relevan sebagai rujukan ilmiah dan kebijakan untuk merancang masa depan pengelolaan air lintas negara yang lebih adaptif dan berbasis data123.
Latar Belakang: Kompleksitas Pengelolaan Air Sungai Nil
Tantangan Transboundary Water Management
Tren Global
Metodologi: Prediksi Konsumsi Air dengan Deep Learning
Model dan Data
Skema Skenario
Evaluasi Model
Hasil dan Analisis: Konsumsi Air Masa Depan di Mesir dan Kenya
Skenario 1: Prediksi Berdasarkan Tren Historis
Kenya
Mesir
Skenario 2: Dampak Pertumbuhan Ekonomi Ekstrem (GDP Doubled)
Kenya
Mesir
Diskusi Kritis: Implikasi, Kelebihan, dan Keterbatasan
Implikasi Kebijakan
Kelebihan Studi
Keterbatasan dan Kritik
Perbandingan dengan Studi Lain dan Tren Industri
Rekomendasi dan Saran Praktis
Menuju Tata Kelola Air Lintas Negara yang Adaptif
Studi ini menegaskan pentingnya prediksi konsumsi air berbasis AI untuk mendukung tata kelola air lintas negara yang lebih responsif dan berkelanjutan. Dengan proyeksi kenaikan konsumsi air di Kenya dan tren fluktuatif di Mesir, kedua negara (dan seluruh DAS Nil) harus segera beradaptasi dengan strategi pengelolaan air yang lebih efisien, kolaboratif, dan berbasis data. Model FFNN terbukti unggul dalam memetakan tren jangka panjang, namun tetap perlu dilengkapi dengan data yang lebih kaya dan integrasi kebijakan nyata untuk hasil yang optimal.
Sumber Artikel
Anne Wambui Mumbi, Fengting Li, Jean Pierre Bavumiragira, Fangnon Firmin Fangninou. Forecasting water consumption on transboundary water resources for water resource management using the feed-forward neural network: a case study of the Nile River in Egypt and Kenya. Marine and Freshwater Research 73(3): 292–306. 2022.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025
Pentingnya Inovasi Tata Kelola Air di Tiongkok
Pertumbuhan ekonomi pesat di Tiongkok selama beberapa dekade terakhir telah membawa dampak besar pada lingkungan, khususnya kualitas air sungai yang menjadi sumber utama kehidupan dan ekonomi. Salah satu tantangan terbesar adalah polusi air di sungai lintas provinsi, di mana kepentingan ekonomi dan ekologi sering kali berbenturan antara wilayah hulu dan hilir. Paper “Measuring the incremental impact of Payments for Watershed Services on water quality in a transboundary river basin in China” oleh Zeng, Brouwer, Wang, dan Chen (2021) menjadi tonggak penting dalam mengevaluasi efektivitas skema kompensasi ekologi (PWS) untuk mengatasi masalah ini, khususnya di Sungai Xin’an yang melintasi provinsi Anhui dan Zhejiang12.
Artikel ini akan membedah pendekatan, hasil, serta relevansi kebijakan PWS di Xin’an, mengaitkannya dengan tren pengelolaan air lintas wilayah di Tiongkok dan dunia, serta memberikan analisis kritis dan saran ke depan.
Latar Belakang: Mengapa Sungai Xin’an Jadi Studi Kasus Penting?
Profil Sungai Xin’an
Ketimpangan Ekonomi dan Tekanan Pembangunan
Skema Payments for Watershed Services (PWS): Konsep dan Implementasi
Apa Itu PWS?
Skema PWS di Xin’an: Tahapan dan Mekanisme
Inovasi dan Tantangan Teknis
Metodologi Evaluasi: Synthetic Control Method (SCM)
Mengapa SCM?
Studi Kasus: Huangshan vs. Synthetic Huangshan
Hasil dan Analisis: Dampak Nyata PWS pada Kualitas Air
Tren Polusi Sebelum dan Sesudah PWS
Robustness Test
Diskusi Kritis: Kelebihan, Tantangan, dan Pembelajaran
Kelebihan PWS Xin’an
Tantangan dan Keterbatasan
Perbandingan dengan Studi Lain
Implikasi Kebijakan dan Tren Masa Depan
Relevansi untuk Tiongkok dan Global
Saran dan Rekomendasi
PWS Xin’an sebagai Laboratorium Tata Kelola Air Modern
Studi Zeng dkk. membuktikan bahwa skema Payments for Watershed Services lintas provinsi dapat memberikan dampak tambahan yang signifikan terhadap penurunan polusi air, bahkan di tengah tren nasional yang sudah membaik. Keberhasilan ini dicapai melalui insentif finansial yang jelas, monitoring bersama, dan kerangka tata kelola yang adaptif. Namun, tantangan data, partisipasi masyarakat, dan cakupan polusi non-industri masih menjadi PR besar ke depan.
Bagi negara-negara lain yang menghadapi konflik hulu-hilir, model Xin’an menawarkan pelajaran penting: kolaborasi, insentif ekonomi, dan evaluasi berbasis data adalah kunci menuju tata kelola air yang berkelanjutan dan adil.
Sumber Artikel
Zeng, Q., Brouwer, R., Wang, Y., & Chen, L. (2021). Measuring the incremental impact of Payments for Watershed Services on water quality in a transboundary river basin in China. Ecosystem Services, 51, 1-11. Article 101355.
Ekonomi Hijau
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025
Mengapa Paradigma Ekonomi Hijau Kini Jadi Keniscayaan?
Indonesia, negara kepulauan terbesar keempat di dunia, telah mencatat pertumbuhan ekonomi stabil selama dua dekade terakhir. Namun, keberhasilan ekonomi ini dibayangi oleh ketergantungan tinggi pada eksploitasi sumber daya alam dan model pembangunan berkarbon tinggi yang menyebabkan kerusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca (GRK) masif, dan ancaman serius terhadap keberlanjutan ekonomi jangka panjang. Paper “Low Carbon Development: A Paradigm Shift Towards a Green Economy in Indonesia” yang dipimpin oleh Bappenas dan didukung berbagai pakar nasional-internasional, menjadi tonggak penting dalam mendorong perubahan paradigma pembangunan nasional menuju ekonomi hijau dan rendah karbon1.
Artikel ini akan membedah isi, angka-angka, serta studi kasus dari laporan tersebut, lalu mengaitkannya dengan tren global, kritik, dan peluang nyata bagi Indonesia.
Konteks Global: Dari “Business as Usual” ke Revolusi Ekonomi Hijau
Tren Dunia
Laporan New Climate Economy (2018) menegaskan, negara-negara yang berani bertransformasi ke ekonomi rendah karbon justru menikmati pertumbuhan lebih inklusif, inovatif, dan tahan krisis. Indonesia, sebagai negara G20 dan pengemisi karbon ke-4 dunia, menjadi laboratorium penting bagi dunia—apakah pertumbuhan ekonomi dan aksi iklim bisa berjalan beriringan?
Tantangan Indonesia
Low Carbon Development Initiative (LCDI): Visi, Target, dan Skema Skenario
Visi LCDI
LCDI diluncurkan Bappenas pada 2017, bertujuan mengintegrasikan aksi iklim ke dalam agenda pembangunan nasional. Target utamanya:
Catatan: LCDI High mampu menurunkan emisi hampir 43% pada 2030, melampaui target NDC 41%1.
Studi Kasus & Angka Kunci: Manfaat Nyata Jalur Rendah Karbon
Dampak Ekonomi & Sosial
Dampak Lingkungan
Studi Kasus: Moratorium Hutan & Energi Terbarukan
Analisis Skenario: Apa yang Terjadi Jika Tidak Berubah?
Base Case (Business as Usual)
LCDI High & Plus
Sektor Kunci: Energi, Lahan, dan Infrastruktur
1. Energi: Transisi dari Fosil ke Terbarukan
2. Lahan: Deforestasi, Gambut, dan Moratorium
3. Infrastruktur: Dari “Grey” ke “Green”
Kelebihan, Kritik, dan Perbandingan Global
Kelebihan LCDI
Kritik & Tantangan
Perbandingan Negara Lain
Peluang & Rekomendasi: Menuju Indonesia Emas 2045 yang Hijau
Peluang
Rekomendasi
Tidak Ada Trade-Off, Hanya Kesempatan
Studi LCDI membuktikan, Indonesia tidak perlu memilih antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Jalur pembangunan rendah karbon justru menawarkan “win-win-win”: ekonomi tumbuh lebih tinggi, kemiskinan berkurang, lingkungan lebih lestari, dan Indonesia siap menjadi negara maju pada 2045. Tantangannya adalah keberanian politik, inovasi kebijakan, dan kolaborasi lintas sektor.
Sumber Artikel
Low Carbon Development: A Paradigm Shift Towards a Green Economy in Indonesia. Ministry of National Development Planning/BAPPENAS (2019).