Saya Hampir Menabrak Pesepeda—Dan Mengapa Mobil "Pintar" Anda Mungkin Akan Melakukan Hal yang Sama

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic

13 November 2025, 14.27

Saya Hampir Menabrak Pesepeda—Dan Mengapa Mobil "Pintar" Anda Mungkin Akan Melakukan Hal yang Sama

Itu adalah momen yang dialami setiap pengemudi. Jantung Anda serasa berhenti berdetak. Kaki Anda menginjak rem bahkan sebelum otak Anda sadar. Seorang pesepeda, atau pejalan kaki, muncul "entah dari mana" di persimpangan. Anda selamat, mereka selamat, tapi sisa perjalanan Anda dipenuhi adrenalin dan rasa bersalah.

Saya selalu berpikir momen-momen itu adalah kesalahan saya. Kurang perhatian, mungkin?

Tapi pengalaman ini membuat saya terobsesi dengan sebuah pertanyaan: Jika saya nyaris tidak melihat mereka, bagaimana mungkin mobil "pintar" (yang dilengkapi Intelligent Safety Systems atau ISS, seperti Autonomous Emergency Braking atau AEB) bisa lebih baik?

Ternyata, seringnya, mereka tidak lebih baik.

Kita berada dalam paradoks yang aneh. Di satu sisi, data mentah dari tesis PhD yang baru saja saya baca sangat menyedihkan: lebih dari 5.000 pejalan kaki dan 2.000 pesepeda tewas setiap tahun di jalan-jalan Eropa.1 Mereka adalah Vulnerable Road Users (VRUs), dan mereka tewas dalam jumlah besar, terutama dalam "skenario penyeberangan" yang paling umum.1 Di sisi lain, kita memiliki sistem ISS bernilai miliaran dolar yang dipasang di mobil-mobil baru.

Masalahnya, seperti yang diungkapkan oleh tesis tersebut, sistem-sistem ini "masih perlu ditingkatkan agar efektif".1 Dan alasan utamanya? Sebuah "kurangnya pengetahuan tentang perilaku pengemudi".1

Tesis PhD oleh Christian-Nils Boda, "Driver interaction with vulnerable road users" 1, bukanlah sekadar tumpukan kertas akademis. Bagi saya, ini adalah "Batu Rosetta". Dokumen ini menerjemahkan dua bahasa yang sama sekali berbeda:

  1. Bahasa Logika Mobil: "Berdasarkan sensor LiDAR dan kecepatan $X$, tabrakan akan terjadi dalam $Y$ detik."

  2. Bahasa Kekacauan Manusia: "Saya tidak tahu mengapa, tapi saya merasa harus mengerem SEKARANG."

Inilah inti masalahnya: Mobil dan pengemudi tidak setuju tentang kapan harus panik. Kegagalan ISS saat ini bukanlah kegagalan sensorik—kamera dan radar bisa melihat pejalan kaki itu. Ini adalah kegagalan prediktif. Mobil tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh otak manusia di belakang kemudi, sehingga ia tidak tahu kapan harus memperingatkan atau mengintervensi dengan cara yang bisa diterima manusia (masalah "driver acceptance" yang krusial).1 Jika terlalu dini, kita akan mengabaikannya sebagai "gangguan." Jika terlalu lambat, itu tidak ada gunanya.

Tesis ini adalah upaya brilian untuk menemukan "zona goldilocks" yang tepat, yang diatur bukan oleh fisika, tetapi oleh psikologi pengemudi.

Penemuan yang Mengubah Segalanya: Lupakan Waktu Reaksi, Ini Semua tentang "Waktu Kemunculan"

Selama ini, kita terobsesi dengan "waktu reaksi". Kita mengira pengemudi yang "buruk" memiliki reaksi yang lambat.

Tesis Boda (melalui Paper I & II) menghancurkan asumsi ini. Dalam serangkaian eksperimen yang sangat terkontrol, mereka menguji berbagai faktor: kecepatan mobil, kecepatan pejalan kaki, ukuran pejalan kaki, bahkan ada tidaknya zebra cross.1

Hasilnya? Faktor terbesar yang memengaruhi seluruh proses respons pengereman pengemudi bukanlah kecepatan. Itu adalah "waktu kemunculan" (appearance time)—momen ketika VRU pertama kali terlihat oleh pengemudi.1

Sederhananya, "waktu kemunculan" adalah seberapa banyak "peringatan" yang diberikan geometri jalan kepada Anda. Apakah si pesepeda muncul dari balik tikungan buta (waktu kemunculan rendah) atau Anda melihatnya dari jarak 100 meter (waktu kemunculan tinggi)?

Bayangkan jika kamu mengatur waktu kerjamu seperti peneliti di sini.

Jika bos Anda memberi tahu Anda tentang deadline besar (si pesepeda) tiga jam sebelumnya (appearance time tinggi), Anda bereaksi dengan tenang. Anda mungkin melepas kaki dari gas, mungkin mulai mengerem perlahan. Jika bos Anda meneriakkan deadline itu tiga menit sebelumnya (appearance time rendah), Anda panik. Anda membanting rem. Waktu kemunculan adalah segalanya. Itu mengatur tingkat urgensi.

  • 🚀 Hasilnya Luar Biasa: Faktor "waktu kemunculan" (appearance time) memiliki pengaruh terbesar pada seluruh proses respons pengereman.1

  • 🧠 Inovasinya: Ini menggeser fokus dari "seberapa cepat pengemudi bereaksi" menjadi "seberapa banyak waktu yang dimiliki pengemudi untuk melihat terlebih dahulu".

  • 💡 Pelajaran: Jika mobil otonom ingin aman, ia tidak hanya perlu melihat pesepeda; ia perlu memprediksi kapan manusia akan melihat pesepeda tersebut.

Ini mendefinisikan ulang "keselamatan" sebagai masalah desain informasi dan desain lingkungan (seperti memangkas semak di tikungan), bukan hanya masalah keterampilan pengemudi. Tesis ini secara halus berargumen bahwa pengujian keselamatan (seperti oleh Euro NCAP) seharusnya berfokus pada skenario "waktu kemunculan rendah" ini, karena di situlah perilaku manusia paling ekstrem dan di situlah ISS paling dibutuhkan.1

Apa yang Paling Mengejutkan Saya—Mengapa Anda Mengerem Seperti Maniak di Game Balap, tapi Tidak di Dunia Nyata

Ini adalah bagian favorit saya dari tesis ini. Para peneliti tidak hanya mempercayai simulator komputer. Mereka melakukan hal yang sulit: mereka menjalankan eksperimen yang sama di simulator mengemudi (fixed-base) dan di trek uji dunia nyata dengan mobil sungguhan.1

Mereka membandingkan perilaku pengemudi saat merespons pesepeda yang menyeberang di kedua lingkungan tersebut. Dan apa yang mereka temukan mengguncang pemahaman saya tentang bagaimana kita mengemudi.

Momen 'Klik' yang Sama...

Temuan pertama sangat mengejutkan: Kapan pengemudi mulai mengerem (brake onset) pada dasarnya identik di kedua lingkungan.1

Benar sekali. Baik Anda berada di simulator canggih atau di mobil sungguhan di trek, waktu antara "melihat" pesepeda dan "menyentuh" pedal rem mengikuti pola yang sama persis.1

Mengapa? Tesis ini menyimpulkan bahwa inisiasi pengereman adalah reaksi visual murni.1 Otak Anda melihat "waktu kemunculan" yang rendah dan berkata, "BAHAYA!"—tindakan itu konsisten.

###...Intensitas Pengereman yang Sepenuhnya Berbeda

Di sinilah semuanya menjadi aneh. Setelah kaki mereka menyentuh pedal, perilaku pengemudi "berbeda secara drastis".1

  • Di Trek Uji (Dunia Nyata): Pengemudi mengerem dengan relatif lancar. Mereka merasakan cengkeraman ban, merasakan mobil menukik, dan mengatur tekanan untuk berhenti tepat waktu.

  • Di Simulator (Dunia Virtual): Pengemudi "mengerem lebih keras".1 Profil pengereman mereka agresif, mendadak, dan tidak menentu. Seperti pemain video game pemula.

Mengapa? Jawabannya sangat dalam: "Kurangnya isyarat deselerasi yang realistis".1

Di simulator fixed-base, Anda tidak merasakan G-force yang menekan Anda ke depan. Anda tidak merasakan cengkeraman ban. Tubuh bagian dalam Anda tidak memberi tahu otak Anda bahwa Anda sedang melambat.

Ini membuktikan bahwa pengereman bukanlah satu tindakan. Ini adalah dua proses kognitif yang berbeda:

  1. Proses 1: Pemicu Visual (Reaktif). "Saya melihat pesepeda!" Ini cepat, biner, dan hanya didasarkan pada mata Anda.1

  2. Proses 2: Regulasi Sensorimotor (Loop Umpan Balik). "Seberapa keras saya harus menekan pedal?" Ini adalah proses analog yang lambat, yang secara kritis bergantung pada loop umpan balik terus-menerus antara mata, tubuh bagian dalam (G-force), dan kaki (tekanan pedal).1

Ketika Anda menghilangkan umpan balik fisik (seperti di simulator), "Proses 2" rusak. Otak Anda tidak bisa merasakan deselerasi, jadi ia berteriak, "Saya tidak melambat! Tekan lebih keras!"

Ini adalah wawasan besar bagi siapa saja yang mencoba melatih AI untuk mobil otonom hanya dengan menggunakan simulasi visual. Jika Anda melatih AI Anda di dunia tanpa fisika yang dapat dirasakan, AI itu tidak akan pernah mengerti mengapa pengeremannya membuat penumpang manusia mual.

Menyelam ke Dalam Otak: Memodelkan "Rasa Tidak Nyaman" dan "Akumulasi Bukti"

Tesis ini tidak berhenti pada "kapan" dan "seberapa keras". Ia bertanya "mengapa". Dan ini membawa kita ke model perilaku manusia yang paling canggih.

Bukan Sekadar Angka, Ini soal "Perasaan" (Paper III)

Ini mungkin bagian paling brilian dari tesis ini. Para peneliti tidak hanya mengukur pengereman; mereka mengukur perasaan. Mereka mengembangkan model untuk memprediksi "skor ketidaknyamanan yang dialami" (experienced discomfort score) pengemudi.1

Secara manusiawi, ini adalah cara akademis untuk mengatakan "perasaan 'Oh, sial!' di dalam perut Anda".

Dan mereka menemukan korelasi langsung: Semakin rendah "waktu kemunculan" (appearance time), semakin tinggi "skor ketidaknyamanan" yang dilaporkan.1 Tiba-tiba, kita memiliki model matematis untuk "perasaan Oh, sial!" itu.

Otak Anda sebagai Mesin Penimbang Bukti (Paper IV)

Paper IV melangkah lebih jauh, membangun model komputasi penuh tentang bagaimana otak memutuskan untuk mengerem.1 Model ini didasarkan pada prinsip "akumulasi bukti" (evidence accumulation), yang berasal langsung dari ilmu saraf.1 Otak bukanlah saklar "on/off"; ia adalah mesin penimbang probabilitas.

Bayangkan otak Anda memiliki dua timbangan:

  1. Timbangan 1: "Bukti untuk Mengerem" (Eksitasi). Model ini menggunakan isyarat visual yang disebut "looming".1 Ini adalah tingkat di mana sebuah objek (pesepeda) membesar di bidang pandang Anda. Semakin cepat ia membesar, semakin banyak "bukti" untuk mengerem.

  2. Timbangan 2: "Bukti untuk Tidak Mengerem" (Inhibisi). Model ini menggunakan isyarat yang disebut "projected post-encroachment time" (PET_proj).1 Ini pada dasarnya adalah perhitungan visual yang rumit dari, "Jika saya terus melaju, apakah saya akan melewatinya dengan aman (di belakangnya)?" Jika ya, ini menambahkan "bukti" untuk tidak mengerem.

Pengereman terjadi ketika "Bukti untuk Mengerem" (Looming) secara meyakinkan melebihi "Bukti untuk Tidak Mengerem" (PET_proj).

Ini adalah lompatan besar dari "waktu reaksi" sederhana. Ini menunjukkan bahwa mengemudi yang aman bukanlah refleks, melainkan perhitungan probabilistik bawah sadar yang konstan. Tujuannya sekarang jelas: Peringatan Tabrakan Depan (FCW) seharusnya tidak memberi tahu Anda "Anda akan menabrak." Seharusnya ia memberi tahu Anda, "Tingkat ketidaknyamanan Anda akan menembus atap" (menggunakan model Paper III).

Dampak Nyata yang Bisa Saya Terapkan (dan Sedikit Kritik Halus Wajib)

Tesis ini luar biasa, tetapi sebagai seorang penulis sains, saya tidak bisa tidak melihat beberapa keterbatasan.

Pertama, kritik halus wajib saya: Meski temuannya hebat, cara analisanya—terutama model komputasi di Paper IV—agak terlalu abstrak untuk pemula. Istilah seperti "projected post-encroachment time" 1 adalah mimpi buruk untuk diterjemahkan. Ini akurat secara teknis, tetapi ada "lembah ketidakjelasan" antara model komputasi ini dan tim desain produk yang perlu menggunakannya.

Kedua, ada asumsi besar dalam model Paper IV: ia mengasumsikan "pengemudi yang perhatian penuh" (fully attentive driver).1 Ini, bagi saya, adalah kelemahan terbesarnya. Di dunia nyata, masalahnya sering kali bukan karena otak gagal menghitung looming; masalahnya adalah otak sedang memeriksa Instagram. Model ini brilian untuk pengemudi yang ideal, tetapi mungkin gagal untuk pengemudi yang nyata dan terdistraksi.

Ketiga, dan ini adalah keterbatasan terbesar (yang diakui oleh penulis sendiri di Bab 9.2) 1: seluruh studi ini memakai kacamata kuda.

Penelitian ini hanya menganalisis pengemudi.

Tetapi interaksi di persimpangan adalah tarian sosial dua arah. Bagaimana dengan kontak mata? Bagaimana dengan si pesepeda yang melambat atau mengangguk? Bagaimana dengan bahasa tubuh?.1 Ini semua adalah "data gelap" sosial yang diabaikan oleh model fisika/visual murni. Ini adalah langkah besar berikutnya yang perlu dipecahkan.

Meskipun demikian, implikasinya sangat besar:

  • Untuk Euro NCAP: Berhentilah menguji hanya pada skenario yang terlihat jelas. Buat skenario "waktu kemunculan rendah" yang sulit. Hadiahi mobil yang memperingatkan pengemudi sebelum tingkat "ketidaknyamanan" mereka menjadi panik.1

  • Untuk Desainer Sistem (ISS/AEB): Berhenti mendesain untuk "waktu-reaksi-ke-tabrakan" yang sederhana. Mulailah mendesain untuk "ambang ketidaknyamanan manusia" [Paper III].

  • Untuk Kita (Para Profesional): Ini adalah pelajaran master dalam human-centric design. Anda tidak dapat mengotomatiskan proses (seperti mengemudi) tanpa terlebih dahulu memahami psikologi mendalam dari orang yang melakukannya. Proses yang Anda desain, baik itu alur kerja perangkat lunak atau sistem keselamatan mobil, harus selaras dengan model mental pengguna.

Memahami model mental dan proses psikologis ini adalah inti dari manajemen proyek dan desain produk yang hebat. Jika Anda ingin belajar lebih banyak tentang bagaimana merancang dan mengelola sistem kompleks yang benar-benar berfungsi untuk manusia, bukan melawan mereka, Anda bisa memulainya dengan kursus manajemen proyek di(https://diklatkerja.com).

Garis Akhir: Mobil Kita Perlu Belajar Merasa Takut (Sedikit Saja)

Apa yang ditunjukkan oleh tesis Boda adalah bahwa ISS di masa depan tidak hanya membutuhkan sensor yang lebih baik. Mereka membutuhkan model psikologis yang lebih baik.

Mobil kita tidak perlu kesadaran, tetapi mereka perlu belajar "merasa tidak nyaman". Mereka perlu memodelkan "perasaan Oh, sial!" itu [Paper III] sehingga mereka dapat membantu kita sebelum kita merasakannya. Kita tidak hanya mengotomatiskan tugas mengemudi; kita sedang dalam proses mengotomatiskan tugas yang jauh lebih sulit: mengelola ketidaknyamanan dan risiko.

Lain kali Anda berada di persimpangan, perhatikan. Perhatikan kapan Anda pertama kali melihat pejalan kaki atau pesepeda itu. Sadarilah seberapa cepat otak Anda menghitung looming vs. pet secara tidak sadar. Itulah momen di mana data terpenting baru saja dibuat.

Kalau kamu tertarik dengan ini, dan benar-benar ingin tahu bedanya simulator dan trek uji (favorit pribadi saya adalah Paper II), coba baca paper aslinya.

(https://doi.org/10.1016/j.aap.2017.11.032)