Teknik Lingkungan

Polusi Laut adalah Mimpi Buruk bagi Laut Indonesia

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 28 Februari 2025


  • Pentingnya laut bagi kehidupan.
  • Indonesia sebagai negara maritim.
  • Kondisi tentang laut Indonesia.
  • Sampah yang mencemari laut Indonesia.
  • Bagaimana cara mengurangi pencemaran lingkungan laut?

Pentingnya kehidupan laut

Laut memiliki peran penting dalam segala aspek kehidupan bagi semua makhluk hidup. Laut menjadi rumah dan habitat bagi berbagai tanaman laut, dan berbagai spesies hewan laut dari seluruh dunia. Organisme mikroskopis, dan terumbu karang yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan ekosistem di lingkungan laut. Laut juga membantu oksigen yang dihasilkan oleh fitoplankton, organisme kecil yang menyerupai tanaman kecil yang hidup di laut. Hal ini menyumbang sekitar 50% oksigen di Bumi.

Laut memberikan banyak manfaat bagi berbagai aspek kehidupan, seperti mengatur iklim di Bumi. Ekosistem laut juga sangat penting karena angin dan arus laut merupakan penentu utama bagi kelangsungan hidup biota laut dan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, laut sangat penting sebagai sumber makanan dan mata pencaharian. Selain itu, keindahannya juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Di dalam laut sendiri terdapat berbagai biota laut, termasuk spesies tumbuhan laut, terumbu karang, dan ekosistemnya. Manusia juga dapat memanfaatkannya untuk penelitian ilmiah dan tujuan konservasi.

Indonesia sebagai negara maritim

Laut Indonesia telah mengalami pencemaran dan kerusakan yang signifikan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sebagai contoh, eksploitasi sumber daya yang meluas telah menyebabkan terganggunya ekosistem laut. Hal ini sering kita lihat di berita atau bahkan kita saksikan sendiri. Misalnya pembuangan limbah industri ke sungai dan akhirnya ke laut yang dapat merusak ekosistem laut secara keseluruhan. Hal ini mungkin terjadi karena limbah pabrik seringkali mengandung zat-zat beracun seperti logam, merkuri, dan bahan kimia lainnya.

Masalahnya tidak berhenti sampai di situ, beberapa nelayan Indonesia masih menggunakan bom ikan. Kompas.id melaporkan bahwa sebelas nelayan ditangkap karena menggunakan bom untuk menangkap ikan di Teluk Rano, Kecamatan Lambu, Bima, Nusa Tenggara Barat. Para pelaku terancam hukuman hingga enam tahun penjara. Namun, praktik ini terus terjadi dan mengindikasikan kurangnya tindakan tegas dari pemerintah daerah dan penegak hukum. Serta kurangnya edukasi mengenai pentingnya konservasi laut.

Selain itu, pencemaran laut juga menjadi faktor utama yang menyebabkan tercemarnya laut Indonesia. Menurut indonesiabaik.id, World Population Review mencatat bahwa sampah plastik di laut Indonesia mencapai 56 ribu ton pada tahun 2021. Data ini menunjukkan betapa parahnya kondisi lingkungan laut kita yang penuh dengan polusi atau sampah plastik akibat ulah manusia.

Sampah yang mencemari laut indonesia

Masalah sampah tidak hanya terjadi di pemukiman dan perkotaan di daratan saja, namun juga di lautan, di mana sampah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pencemaran laut. Jenis sampah yang ada di lautan beragam, mulai dari kayu, logam, busa plastik, kertas, hingga kardus. Yang paling umum adalah sampah plastik, seperti kantong plastik, botol, dan sebagainya. Menurut survei Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020, menyatakan bahwa sampah plastik merupakan jenis pencemaran laut yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Di bawah ini adalah data yang menunjukkan jumlah sampah yang mencemari lautan di Indonesia.

Penyumbang pencemaran laut terbesar: plastik

Sampah plastik memang telah menjadi masalah yang sudah lama terjadi di Indonesia, tidak hanya di daratan tapi juga di lautan. Banyak sekali sampah plastik yang mencemari perairan dan mengganggu ekosistem laut. Jika masyarakat tidak peduli dengan isu ini, maka dapat mengancam keanekaragaman hayati biota laut Indonesia, merusak terumbu karang, dan berdampak buruk pada mata pencaharian nelayan karena hasil tangkapan yang semakin menurun.

Akan sangat disayangkan jika hal ini tidak ditanggapi dengan serius. Mengingat Indonesia terkenal memiliki wilayah terumbu karang terluas di dunia, yaitu sekitar 284.300 km2, atau sekitar 18% dari total terumbu karang dunia. Selain itu, Indonesia juga merupakan penghasil produk laut terbesar kedua setelah Cina dengan total tangkapan sekitar 6,43 juta ton menurut Organisasi Pangan dan Pertanian.

Ini adalah sebuah warisan. Kita harus menjaga kelestarian laut karena ini adalah warisan kita, sehingga kekayaan alam negara ini dapat terus berkembang. Jika lingkungan kita sehat dan terjaga dengan baik, maka akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi negara kita di kancah dunia. Indonesia dikenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah dan indah. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu menjaga dan melestarikannya.

  • Benarkah Botol PET Berbahaya Bagi Lingkungan?
  • Peran Blue Carbon dalam Pelestarian Lingkungan
  • Lalu, Bagaimana Cara Kita Mengurangi Pencemaran Lingkungan Laut?

Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah, seperti selalu membawa botol minum yang dapat digunakan kembali, membawa peralatan makan sendiri saat makan di luar, menggunakan tas belanja yang dapat digunakan kembali. Kita juga bisa bergabung atau memulai kelompok komunitas yang berdedikasi untuk membersihkan pantai. Yang paling penting, membina kerja sama dan keterlibatan antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengatasi polusi laut untuk memastikan upaya pembersihan yang cepat. Selain itu, menyebarkan kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya melindungi lingkungan laut kita dari sampah dan mengadvokasi pengurangan penggunaan plastik juga sangat penting.

Untuk melindungi laut kita dari polusi, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh individu dan pemerintah. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan penegak hukum setempat untuk memantau dan menindak kegiatan ilegal seperti pengeboman ikan, penggunaan racun untuk menangkap ikan, dan eksploitasi lingkungan dalam skala besar. Pendekatan lainnya adalah pelestarian terumbu karang melalui upaya perlindungan dan restorasi. Terakhir, membangun dan mengelola kawasan konservasi laut untuk melindungi ekosistem laut yang rentan sangat penting.

Disadur dari: zonaebt.com

Selengkapnya
Polusi Laut adalah Mimpi Buruk bagi Laut Indonesia

Teknik Lingkungan

Indonesia Mengambil Langkah Berani dan Transformatif untuk Membangun Sistem Kesehatan yang Berketahanan Iklim

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 28 Februari 2025


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), United Nations Development Programme in Indonesia (UNDP Indonesia) bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) hari ini menandatangani komitmen bersama untuk mengimplementasikan proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF), sebuah inisiatif investasi iklim dan kesehatan yang ambisius.

Menyadari ancaman signifikan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap kesehatan manusia dan planet bumi, Kementerian Kesehatan, UNDP dan WHO telah bekerja sama dalam kolaborasi tripartit yang akan memanfaatkan modal publik dan swasta, serta berbagai sumber daya seperti keahlian, pengetahuan, teknologi, jaringan, dan upaya kolaboratif dari para mitra di berbagai sektor untuk mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim, berkelanjutan, dan rendah karbon.

Sebagai bagian dari proyek GCF global, yang mencakup 17 negara, proyek di Indonesia akan dirancang untuk meningkatkan ketahanan iklim layanan kesehatan melalui solusi adaptasi dan mitigasi iklim. Komponen adaptasi melibatkan penguatan dan integrasi sistem peringatan dini untuk penyakit terkait iklim. Di bawah mitigasi, inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari fasilitas layanan kesehatan. Setiap negara akan mengimplementasikan proyek ini sesuai dengan kondisi uniknya, memastikan pendekatan yang disesuaikan dengan konteksnya.

Di Indonesia, proyek ini bertujuan untuk membangun sistem kesehatan nasional yang tangguh terhadap iklim dan berkelanjutan, mengurangi emisi gas rumah kaca dari sistem kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan untuk aksi transformatif dalam menghadapi risiko kesehatan terkait iklim. Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia agar lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim, dan mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim dan rendah karbon serta berkelanjutan.

Sujala Pant, Penanggung Jawab UNDP Indonesia mengatakan, "UNDP memiliki portofolio iklim terbesar dalam sistem PBB, mendukung aksi iklim di hampir 150 negara berkembang. Di Indonesia, 72% dari program kami juga difokuskan pada ketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana. Kami percaya bahwa perubahan iklim merupakan isu lintas sektoral, sehingga kami juga telah membangun pendekatan yang melekat pada sebagian besar program kami untuk memahami dampak perubahan iklim pada setiap bidang pekerjaan, dan bagaimana mengembangkan dan menciptakan solusi yang dapat bertahan atau merespons dengan lebih baik terhadap dampak perubahan iklim di masa depan. Oleh karena itu, kolaborasi ini sangat penting bagi kami".

Perubahan iklim mempengaruhi penyakit dengan mengubah variabel iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban, yang berdampak pada dinamika penularan penyakit. Perubahan pola iklim regional juga mempengaruhi agroekosistem dan ketersediaan air, yang menyebabkan kekurangan air dan meningkatkan penyakit terkait air dan makanan seperti malnutrisi dan diare. Sebagai contoh, berkurangnya curah hujan dan suhu di Maluku meningkatkan kasus pneumonia sebesar 96% dan diare sebesar 19%. Sebaliknya, suhu dan curah hujan yang lebih tinggi meningkatkan kasus demam berdarah sebesar 227% di Bali-Nusa Tenggara, dan kasus malaria di Papua sebesar 66%.

Selain itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86% (sekitar 21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim terhadap sektor kesehatan. Di sisi lain, laporan Bank Dunia menyatakan bahwa dampak perubahan iklim pada sektor air dapat menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 7,3% pada tahun 2045. Jika dibiarkan, perubahan iklim juga akan mempengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan mendatang, menjadi beban bagi sistem kesehatan, serta menghambat upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan cakupan kesehatan universal.

"Perubahan iklim merupakan ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi umat manusia, dan WHO berkomitmen untuk menanggapinya," ujar Dr N. Paranietharan, Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia. "Peluncuran inisiatif ini menandai langkah maju yang berani bagi Indonesia - yang sangat rentan terhadap dampak kesehatan dari perubahan iklim - dan akan mempercepat kemajuan di sini, serta di seluruh dunia, menuju masa depan yang lebih sehat, lebih hijau, lebih tangguh, dan berkelanjutan untuk semua."

Dalam sambutannya, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Indonesia, menunjukkan komitmennya, "Menteri Kesehatan akan berkomitmen untuk mendukung energi dan sumber daya yang diperlukan untuk memimpin proyek ini. Untuk mencapai hasil yang diharapkan bersama, kolaborasi yang luas dari berbagai kementerian akan diperlukan."

Melalui komitmen bersama dalam proyek GCF ini, Kementerian Kesehatan, UNDP, bersama dengan WHO akan berkolaborasi untuk mencapai serangkaian tujuan, terutama dalam mengurangi kerentanan Indonesia terhadap penyakit terkait iklim dan gangguan pada layanan kesehatan esensial, termasuk meningkatkan hasil kesehatan bagi masyarakat yang rentan dan kurang beruntung, yang secara tidak proporsional terkena dampak dari risiko iklim-kesehatan.

Proyek ini akan melibatkan kolaborasi yang luas dengan para pemangku kepentingan utama, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mulai dari pemilihan lokasi hingga sinkronisasi tujuan proyek dengan strategi pembangunan nasional yang menyeluruh di Indonesia. Selain itu, proyek ini juga akan melibatkan Kementerian Keuangan, yang bertindak sebagai otoritas yang ditunjuk secara nasional untuk Dana Iklim Hijau. Mereka akan mengesahkan Surat Pernyataan Tidak Keberatan (NOL) untuk proposal khusus proyek GCF dari Indonesia.

Disadur dari: www.undp.org

Selengkapnya
Indonesia Mengambil Langkah Berani dan Transformatif untuk Membangun Sistem Kesehatan yang Berketahanan Iklim

Teknik Lingkungan

Mengenal Pengertian, Sejarah dan Dampak Kesehatan pada Mendaur Ulang

Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 18 Februari 2025


Daur ulang

Daur ulang adalah proses yang melibatkan mengubah bahan limbah menjadi bahan dan produk baru. Ide ini seringkali melibatkan pengambilan kembali energi dari bahan limbah. Proses daur ulang sebuah bahan tergantung pada kemampuannya untuk memperoleh kembali karakteristik aslinya. Ini merupakan alternatif terhadap cara pembuangan limbah konvensional yang dapat membantu menghemat bahan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Lebih dari itu, daur ulang membantu mencegah pemborosan bahan-bahan yang bisa bermanfaat, mengurangi penggunaan bahan mentah baru, serta mengurangi polusi udara dan air.

Daur ulang merupakan bagian penting dari upaya modern dalam mengurangi sampah dan merupakan salah satu langkah dalam hierarki pengelolaan sampah yang meliputi Kurangi, Gunakan Kembali, dan Daur Ulang. Ini tidak hanya mendukung kelestarian lingkungan dengan mengurangi penggunaan bahan mentah baru, tetapi juga mengarahkan limbah ke dalam sistem ekonomi. Standar ISO yang terkait dengan daur ulang memberikan pedoman yang jelas, termasuk untuk limbah plastik dan pengelolaan lingkungan secara umum.

Bahan-bahan yang dapat didaur ulang mencakup beragam jenis, mulai dari kaca, kertas, logam, hingga baterai dan elektronik. Prosesnya melibatkan pengumpulan, pemilahan, pembersihan, dan pengolahan kembali bahan limbah menjadi bahan baru untuk produk-produk baru.

Dalam praktiknya yang ideal, daur ulang akan menghasilkan persediaan baru dari bahan yang sama, seperti kertas bekas yang diubah menjadi kertas baru. Namun, ada juga bahan yang sulit atau terlalu mahal untuk didaur ulang secara langsung, sehingga sering melibatkan penggunaan kembali untuk membuat bahan yang berbeda. Misalnya, kertas karton bekas dapat diolah menjadi produk yang berbeda. Daur ulang juga melibatkan penyelamatan bahan dari produk yang kompleks, baik karena nilai intrinsiknya maupun karena sifat berbahayanya.

Sejarah

Sejak zaman kuno, manusia telah mengadopsi praktik penggunaan kembali bahan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan, catatan sejarah mencatat pendukung konsep ini sejak masa Plato pada abad keempat SM. Penelitian arkeologi menunjukkan bukti bahwa di masa ketika sumber daya langka, masyarakat lebih cenderung untuk mendaur ulang bahan-bahan daripada membuangnya begitu saja. Hal ini tercermin dalam temuan artefak arkeologi, di mana bahan seperti kaca atau logam sering kali digunakan kembali atau dilebur kembali untuk digunakan ulang.

Di Inggris pada masa pra-industri, praktik mendaur ulang sudah umum terjadi. Misalnya, dalam industri tekstil, bahan-bahan "jelek" dikumpulkan dan digabungkan dengan bahan baru untuk membuat kain baru. Begitu juga dengan logam seperti perunggu, yang dikumpulkan, dilebur, dan digunakan kembali secara terus menerus. Daur ulang kertas juga sudah tercatat sejak tahun 1031 di Jepang, ketika toko-toko mulai menjual kertas bekas. Di Inggris, debu dan abu dari pembakaran kayu dan batu bara dikumpulkan dan didaur ulang untuk membuat batu bata. Praktik-praktik ini didorong oleh keuntungan ekonomi serta kebutuhan untuk membuang sampah di daerah-daerah yang padat penduduknya.

Pada awal abad ke-19, Benjamin Law mengembangkan proses untuk mengubah kain menjadi serat daur ulang seperti "jelek" dan "mungo", yang kemudian digunakan dalam industri tekstil di kota-kota seperti Batley dan Dewsbury. Era industrialisasi membawa permintaan yang besar akan bahan-bahan yang terjangkau. Besi tua, misalnya, menjadi sangat diincar karena lebih murah daripada bijih besi murni. Hal ini terlihat dari praktik pembelian dan penjualan besi tua oleh kereta api, serta pengumpulan barang-barang bekas oleh penjaja untuk dijual kembali kepada industri baja dan mobil yang sedang berkembang.

Periode pasca Perang Dunia II menjadi titik balik penting dalam sejarah daur ulang. Kekurangan sumber daya yang disebabkan oleh perang memaksa pemerintah dan masyarakat untuk lebih memanfaatkan kembali barang-barang dan bahan daur ulang. Kampanye penyelamatan nasional di berbagai negara, seperti Inggris dan Amerika Serikat, mendorong partisipasi masyarakat dalam mendaur ulang logam, kertas, kain perca, dan karet sebagai upaya patriotik.

Pada tahun 1970-an, dengan meningkatnya biaya energi, investasi besar dalam daur ulang terjadi. Proses daur ulang aluminium, misalnya, hanya menggunakan 5% energi dari produksi aluminium murni. Meskipun praktik daur ulang telah ada sejak lama, baru pada awal tahun 1990-an, perhatian terhadap daur ulang barang-barang elektronik mulai meningkat. Program-program daur ulang sampah elektronik diterapkan di beberapa negara, namun masalah limbah elektronik menjadi semakin kompleks dengan meningkatnya penjualan perangkat elektronik.

Pada tahun 2014, Uni Eropa mengambil peran utama dalam industri limbah dan daur ulang dunia, dengan mandat untuk mencapai tingkat daur ulang minimal 50%. Hal ini menunjukkan kesadaran global akan pentingnya praktik daur ulang dalam menjaga lingkungan. Namun, pada tahun 2018, terjadi "krisis" global dalam industri daur ulang setelah Tiongkok menerapkan kebijakan yang ketat terhadap impor bahan daur ulang, mengakibatkan gangguan signifikan dalam pasar global dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan praktik daur ulang di masa depan.

Dampak kesehatan dan lingkungan 

Dampak kesehatan

Limbah elektronik

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2023, jutaan perangkat listrik dan elektronik dibuang setiap tahunnya, menghadirkan ancaman serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak dikelola, dibuang, dan didaur ulang dengan benar. Barang-barang yang umumnya dibuang termasuk komputer. Sayangnya, limbah elektronik seringkali diolah kembali menggunakan metode yang tidak ramah lingkungan atau bahkan disimpan di rumah dan gudang, dibuang secara tidak benar, diekspor ke negara lain, atau didaur ulang dalam kondisi yang lebih buruk. Dalam proses pengolahan limbah elektronik dengan aktivitas yang rendah, dapat melepaskan hingga ribuan zat kimia berbeda, termasuk yang bersifat neurotoksik seperti timbal. Hal ini menunjukkan perlunya penanganan yang lebih baik terhadap limbah elektronik agar dapat mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Dampak lingkungan

Pendapat Steven Landsburg, seorang ekonom yang dikenal melalui makalahnya yang berjudul "Mengapa Saya Bukan Seorang Ahli Lingkungan," menyatakan bahwa praktik daur ulang kertas sebenarnya dapat mengakibatkan pengurangan populasi pohon. Landsburg mengemukakan bahwa karena perusahaan kertas memiliki insentif untuk merawat hutan mereka, permintaan yang tinggi akan kertas akan mendorong penanaman lebih banyak pohon, sementara penurunan permintaan akan mengakibatkan penurunan jumlah hutan yang dikelola secara aktif.

Namun, ada aspek yang perlu dipertimbangkan terkait dengan penanaman pohon sebagai pengganti yang ditebang. Ketika perusahaan kehutanan menebang pohon, mereka biasanya menanam kembali pohon-pohon baru di tempat tersebut. Namun, hutan hasil penanaman kembali ini memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan hutan alami. Hutan pertanian cenderung lebih rentan terhadap erosi tanah dan memerlukan penggunaan pupuk yang lebih besar untuk pemeliharaannya. Selain itu, keanekaragaman hayati dalam hutan pertanian jauh lebih rendah dibandingkan dengan hutan alami.

Selain argumen terkait dengan kualitas hutan, penting juga untuk menekankan bahwa deforestasi tidak hanya disebabkan oleh industri kertas. Menurut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, sebagian besar deforestasi disebabkan oleh aktivitas pertanian, baik subsisten maupun komersial, yang berhubungan dengan produksi pangan, bukan kertas.

Di samping daur ulang kertas, metode daur ulang bahan non-konvensional seperti sistem Sampah Menjadi Energi (WTE) juga mendapat perhatian. Meskipun dianggap sebagai cara yang berkelanjutan untuk menghasilkan energi dari limbah, masih ada pertanyaan tentang pengembangannya secara global. Beberapa orang menyebutkan berbagai alasan mengapa teknologi ini belum tersebar secara luas.

Dengan demikian, sementara ada pendapat yang berbeda tentang efek dari praktik daur ulang kertas terhadap populasi pohon, penting untuk mempertimbangkan berbagai aspek dan dampaknya secara menyeluruh terhadap lingkungan dan keberlanjutan.

Perundang-undangan

Untuk menjalankan program daur ulang dengan sukses, penting untuk memiliki pasokan bahan daur ulang yang cukup dan stabil. Terdapat tiga opsi legislatif yang telah digunakan untuk mencapai hal ini: pengumpulan daur ulang wajib, undang-undang penyimpanan kontainer, dan larangan sampah. Undang-undang pengumpulan wajib menetapkan target daur ulang untuk kota dan mewajibkan pemerintah kota untuk berupaya mencapai target tersebut. 

Undang-undang penyimpanan kontainer mengharuskan pengembalian dana untuk kontainer tertentu seperti kaca, plastik, dan logam. Program-program semacam ini telah berhasil mencapai tingkat daur ulang rata-rata sebesar 80%. Meskipun hasilnya positif, adopsi biaya pengumpulan oleh industri dan konsumen seringkali menimbulkan penolakan, terutama di mana produsen memikul tanggung jawab untuk mendaur ulang produk mereka. Di Uni Eropa, Petunjuk WEEE mengharuskan produsen barang elektronik konsumen untuk membiayai daur ulang.

Cara alternatif untuk meningkatkan pasokan bahan daur ulang adalah melalui larangan pembuangan beberapa bahan tertentu sebagai limbah, seperti oli bekas, aki bekas, ban, dan limbah taman. Namun, perlu diingat bahwa perlu ada layanan daur ulang yang memadai untuk memenuhi pasokan, agar larangan semacam itu tidak memicu peningkatan pembuangan sampah ilegal.

Pemerintah juga dapat menggunakan kebijakan untuk meningkatkan permintaan bahan daur ulang. Salah satunya adalah melalui mandat minimum konten daur ulang, yang memaksa produsen untuk menggunakan bahan daur ulang dalam operasi mereka. Tingkat pemanfaatan adalah pilihan yang lebih fleksibel di mana industri dapat memenuhi target daur ulang mereka kapan saja selama beroperasi. Pemerintah juga dapat menggunakan kebijakan pengadaan sendiri untuk meningkatkan permintaan daur ulang dengan mengalokasikan sebagian anggaran untuk produk daur ulang atau memberikan preferensi harga saat membeli barang daur ulang.

Peraturan terakhir yang digunakan pemerintah adalah pelabelan produk daur ulang. Dengan memberi label jumlah bahan daur ulang yang terkandung dalam produk, konsumen dapat membuat pilihan yang lebih cerdas, mendorong produsen untuk meningkatkan bahan daur ulang dalam produk mereka dan meningkatkan permintaan. Pelabelan produk daur ulang yang terstandarisasi juga dapat memberikan dampak positif pada pasokan bahan daur ulang dengan memberikan informasi tentang cara dan tempat daur ulang produk tersebut.

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/wiki/Recycling

Selengkapnya
Mengenal Pengertian, Sejarah dan Dampak Kesehatan pada Mendaur Ulang

Teknik Lingkungan

Mengenal Daur Ulang Beserta Material

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025


Daur ulang

Daur ulang adalah suatu proses yang mengubah bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mengurangi sampah yang sebenarnya masih dapat berguna, serta meminimalkan penggunaan bahan baku baru, energi, dan polusi yang dihasilkan. Proses ini merupakan bagian penting dari manajemen sampah modern dan merupakan langkah ketiga dalam hierarki sampah 4R (Reduce, Reuse, Recycle, and Replace).

Material yang dapat didaur ulang meliputi kaca, plastik, kertas, logam, tekstil, dan barang elektronik. Namun, perlu diperhatikan bahwa proses pembuatan kompos, yang umumnya menggunakan sampah biomassa yang dapat diuraikan oleh alam, tidak termasuk dalam kategori daur ulang. Daur ulang lebih berfokus pada material yang sulit diuraikan alami agar dapat mengurangi kerusakan lahan.

Secara umum, proses daur ulang melibatkan pengumpulan sampah, penyortiran, pembersihan, dan pemrosesan material baru untuk digunakan dalam produksi. Meskipun dalam pemahaman yang terbatas, proses daur ulang diharapkan menghasilkan produk yang serupa dengan produk aslinya dengan menggunakan material yang sama, namun seringkali hal ini sulit dan mahal untuk dilakukan. Oleh karena itu, daur ulang seringkali melibatkan penggunaan kembali material untuk membuat produk yang berbeda.

Salah satu bentuk daur ulang adalah ekstraksi material berharga dari sampah, seperti emas dari prosesor komputer atau timah hitam dari baterai. Namun, terdapat juga ekstraksi material yang berbahaya bagi lingkungan, seperti merkuri.

Daur ulang memiliki manfaat yang luar biasa, seperti penghematan energi yang signifikan dan pengurangan polusi udara. Misalnya, proses daur ulang aluminium dapat menghemat hingga 95% energi dan mengurangi polusi udara hingga 95% jika dibandingkan dengan ekstraksi aluminium dari tambang hingga prosesnya di pabrik. Penghematan energi yang besar juga dapat dicapai dengan mendaur ulang kertas, logam, kaca, dan plastik.

Secara keseluruhan, daur ulang adalah konsep yang penting dan bermanfaat dalam upaya untuk menjaga lingkungan dan mengelola sumber daya secara efisien. Material-material yang dapat didaur ulang dan prosesnya merupakan langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Bahan bangunan

Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan biasanya dihancurkan menggunakan mesin penghancur. Proses penghancuran ini seringkali melibatkan material lain seperti aspal, batu bata, tanah, dan batu. Hasil dari proses penghancuran ini memiliki dua tingkatan kasaritas yang berbeda: yang kasar dapat digunakan sebagai pelapis jalan seperti aspal, sedangkan yang lebih halus dapat digunakan untuk membuat bahan bangunan baru seperti bata. Dengan memanfaatkan material bangunan bekas ini, kita dapat mengurangi jumlah limbah konstruksi yang dibuang dan sekaligus menciptakan bahan bangunan baru dengan cara yang lebih berkelanjutan.

Baterai

Proses daur ulang baterai melibatkan beberapa tantangan karena banyaknya variasi dan ukuran baterai yang ada. Baterai-baterai ini perlu disortir terlebih dahulu, dan setiap jenis memiliki persyaratan khusus dalam proses pemrosesannya. Sebagai contoh, baterai jenis lama seringkali masih mengandung merkuri dan kadmium, sehingga perlu penanganan khusus untuk mencegah kerusakan lingkungan dan potensi bahaya terhadap kesehatan manusia. Di sisi lain, baterai mobil umumnya lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang karena sifatnya yang lebih standar dan ukurannya yang besar. Meskipun demikian, upaya untuk mendaur ulang baterai harus tetap dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan regulasi lingkungan yang ketat demi menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia.

Barang Elektronik

Barang elektronik populer seperti komputer dan telepon genggam seringkali tidak didaur ulang karena belum jelas perhitungan manfaat ekonominya. Namun, ada berbagai material yang dapat didaur ulang dari barang elektronik tersebut, seperti logam (emas, besi, baja, silikon, dll), serta bagian-bagian yang masih dapat dipakai seperti microchip, processor, kabel, resistor, plastik, dan sebagainya. Meskipun manfaat ekonominya masih belum jelas, tujuan utama dari proses daur ulang ini, yaitu kelestarian lingkungan, tetap menjadi alasan utama untuk menerapkan proses daur ulang pada barang-barang elektronik tersebut. Dengan demikian, meskipun manfaat ekonominya masih dipertanyakan, upaya daur ulang pada barang elektronik dapat membantu dalam menjaga keberlanjutan lingkungan secara keseluruhan.

Logam

Besi dan baja adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang di dunia karena relatif mudah dipisahkan dari sampah lainnya dengan menggunakan magnet. Proses daur ulang logam ini melibatkan peleburan dan pencetakan kembali, namun hasil akhirnya tidak mengurangi kualitas dari logam tersebut. Sebagai contoh, aluminium merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Selain itu, hampir semua jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitasnya, menjadikan logam sebagai bahan yang dapat didaur ulang tanpa batas. Ini menunjukkan bahwa proses daur ulang logam adalah salah satu metode yang paling efektif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan pengelolaan sumber daya.

Bahan Lainnya

Kaca merupakan bahan lain yang dapat didaur ulang dengan efektif. Botol dan bahan kaca lainnya dibersihkan dari kontaminan dan kemudian dilelehkan bersama-sama dengan material kaca baru. Selain itu, kaca daur ulang juga dapat digunakan dalam pembuatan bahan bangunan dan pelapis jalan. Contohnya adalah Glassphalt, sebuah bahan pelapis jalan yang menggunakan hingga 30% material kaca daur ulang.

Proses daur ulang kertas melibatkan pencampuran kertas bekas yang telah dijadikan pulp dengan material kertas baru. Namun, kertas cenderung mengalami penurunan kualitas setiap kali didaur ulang. Oleh karena itu, seringkali diperlukan pencampuran dengan material baru atau daur ulang menjadi bahan dengan kualitas yang lebih rendah.

Plastik juga dapat didaur ulang seperti logam. Namun, karena ada berbagai jenis plastik, proses ini bisa menjadi lebih kompleks. Untuk memudahkan proses daur ulang, berbagai produk plastik kini dilengkapi dengan kode identifikasi jenis plastiknya. Misalnya, kode berbentuk segitiga dengan angka di tengahnya, di mana angka tersebut mewakili jenis plastik tertentu seperti LDPE (Low Density Polyethylene), PS (Polystyrene), dan lain-lain. Kode ini membantu dalam mengidentifikasi jenis plastik sehingga mempermudah proses daur ulang.

Jenis kode plastik yang umum beredar di antaranya:

Beberapa jenis plastik yang umumnya didaur ulang meliputi PET (Polietilena tereftalat), yang sering ditemukan pada botol minuman atau bahan konsumsi cair. HDPE (High Density Polyethylene, Polietilena berdensitas tinggi) biasanya terdapat pada botol detergen, sementara PVC (polivinil klorida) umumnya digunakan untuk pipa, furnitur, dan produk lainnya. LDPE (Low Density Polyethylene, Polietilena berdensitas rendah) seringkali ditemukan pada pembungkus makanan. Selain itu, PP (polipropilena) sering digunakan untuk tutup botol minuman, sedotan, dan beberapa jenis mainan, sementara PS (polistirena) umumnya terdapat pada kotak makan, pembungkus daging, cangkir, dan peralatan dapur lainnya.

Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Daur_ulang

Selengkapnya
Mengenal Daur Ulang Beserta Material

Teknik Lingkungan

Limbah dan Pengolahannya

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025


Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Macam jenis limbah berupa sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang sering kali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Keputusan Menperindag RI No. 231/MPP/Kep/7/1997 Pasal I tentang prosedur impor limbah, menyebutkan bahwa limbah adalah barang atau bahan sisa dan bekas dari kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah.

Lalu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan atau kegiatan manusia. Dengan kata lain, limbah adalah barang sisa dari suatu kegiatan yang sudah tidak bermanfaat atau bernilai ekonomi lagi.

Pada tahun 2013, produksi limbah dunia sebanyak 35.5 juta ton dan diperkiran 8 juta ton limbah dibuang ke laut atau sama saja seperti 1 truk sampah yang dibuang ke laut pada setiap menitnya.

Pengolahan limbah

Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

  1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan
  2. Pengolahan menurut karakteristik limbah

Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban misalnya.

  1. Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah Air kakus.
  2. Jamban yang layak harus memiliki akses air bersih yang cukup dan tersambung ke unit penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu memiliki akses ke jamban bersama atau MCK.
  3. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Di beberapa wilayah pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara kolektif oleh masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif lebih lanjut dengan memasukkan upaya pengkomposan dan pengumpulan bahan layak daur-ulang.
  4. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima. Dimensi saluran drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air hujan dari wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan yang cukup dan terbebas dari sampah.
  5. Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara berkelanjutan dalam jumlah yang cukup, karena air bersih memang sangat berguna di masyarakat

Logo limbah B3

  • Logo Limbah b3 Beracun 2015

  • Logo Limbah B3 Infeksius 2015

  • Logo Limbah B3 Padatan Menyala 2015

  • Logo Limbah B3 Cairan Menyala 2015

  • Logo Limbah B3 Campuran 2015

  • Logo Limbah B3 Korosif 2015

  • Logo Limbah B3 Mudah Meledak 2015

  • Logo Limbah b3 Pencemaran Lingkungan 2015

Karakteristik limbah

  1. Berukuran mikro
  2. Dinamis
  3. Berdampak luas (penyebarannya)
  4. Berdampak jangka panjang

Limbah B3 industri

Berdasarkan karakteristiknya limbah B3 industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

  1. Limbah B3 cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik
  2. Limbah B3 padat
  3. Limbah B3 gas
  4. Limbah B3 partikel yang tidak terdefinisi

Proses Pencemaran Udara Semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang “bersih” disebut kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek negatif terhadap penerima (receptor), bila ini terjadi, kontaminan disebut cemaran (pollutant).Cemaran udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran sekunder. Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di atmosfer.

Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu: sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga, jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api.

Lima cemaran primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari 90% pencemaran udara global adalah:

a. Karbon monoksida (CO),
b. Nitrogen oksida (Nox),
c. Hidrokarbon (HC),
d. Sulfur oksida (SOx)
e. Partikulat.

Selain cemaran primer terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang memberikan dampak sekunder terhadap komponen lingkungan ataupun cemaran yang dihasilkan akibat transformasi cemaran primer menjadi bentuk cemaran yang berbeda. Ada beberapa cemaran sekunder yang dapat mengakibatkan dampak penting baik lokal,regional maupun global yaitu:

a. CO2 (karbon dioksida),
b. Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog),
c. Hujan asam,
d. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon),
e. CH4 (metana).

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Sedangkan sesuai definisi pada Undang Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3

Identifikasi Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berdasarkan jenis, sumber dan karakteristiknya

Jenis limbah B3 menurut jenisnya meliputi :

  1. Limbah B3 Jenis Padatan
  2. Limbah B3 Jenis Cairan
  3. Limbah B3 Jenis Gas
  4. Limbah B3 Jenis Partikel yang tidak terdefinisi

Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :

  1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
  2. Limbah B3 dari sumber spesifik;
  3. Limbah B3 dari bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

Karakteristik limbah B3

  • Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 °C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
  • Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut:
    • Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari60 °C (140 OF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
    • Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
    • Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar .
    • Merupakan limbah pengoksidasi.
  • Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mu tu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka dilakukan uji toksikologi.
  • Limbah yang menyebabkan infeksi. Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah
  • Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut:
    • Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
    • Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 °C.
    • Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.
  • Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut:
    • Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
    • Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air
    • Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
    • Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
    • Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg).
    • Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

Kegiatan Pengelolaan limbah B3

Kegiatan Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan pengolahan serta penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu:

  • Reduksi Limbah B3: Suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan
  • Penyimpanan Limbah B3 : kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara
  • Pengumpulan Limbah B3: kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3
  • Pengangkutan Limbah B3: kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/ atau dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3
  • Pemanfaatan Limbah B3: kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia
  • Pengolahan Limbah B3: proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun
  • Penimbunan Limbah B3: kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup

Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas. maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan system manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan system manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan.

Sumber:

Wikipedia.org

Selengkapnya
Limbah dan Pengolahannya

Teknik Lingkungan

Mengenal Kategori Limbah Medis

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025


Limbah medis

Limbah medis merupakan hasil buangan dari aktivitas medis yang harus segera diolah setelah dihasilkan, dengan penyimpanan menjadi pilihan terakhir jika tidak memungkinkan untuk diolah secara langsung. Dalam menyimpan limbah medis, faktor penting yang harus diperhatikan antara lain adalah melengkapi tempat penyimpanan dengan penutup yang sesuai, memastikan area penyimpanan limbah medis terpisah dari limbah non-medis, membatasi akses ke lokasi penyimpanan, dan memilih tempat penyimpanan yang tepat sesuai dengan standar keselamatan dan lingkungan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, diharapkan dapat mengurangi risiko kontaminasi dan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Kategori

Menurut peraturan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002, limbah medis diklasifikasikan berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya serta volume dan sifat persistensinya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Ada beberapa kategori limbah medis yang ditetapkan dalam peraturan tersebut.

  • Pertama, limbah benda tajam seperti jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, dan lain-lain, merupakan salah satu kategori limbah medis yang memiliki risiko cedera yang tinggi jika tidak diolah dengan benar. Penanganan limbah jenis ini memerlukan kehati-hatian ekstra dalam proses pengumpulan dan pemrosesan.
  • Kedua, limbah infeksius adalah limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular atau perawatan intensif, serta limbah laboratorium. Limbah ini memiliki potensi untuk menjadi sumber penyebaran penyakit, sehingga pengelolaannya memerlukan wadah atau kontainer khusus yang dirancang untuk mencegah penularan penyakit.
  • Selanjutnya, limbah patologi terdiri dari limbah jaringan tubuh yang terbuang dari proses bedah atau autopsi. Pengelolaan limbah jenis ini memerlukan prosedur khusus untuk memastikan bahwa limbah tidak menimbulkan risiko kontaminasi lingkungan.
  • Limbah sitotoksik merupakan bahan yang terkontaminasi selama peracikan, pengangkutan, atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah ini memiliki sifat toksik dan memerlukan perlakuan khusus agar tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
  • Selanjutnya, limbah farmasi meliputi obat-obatan yang kedaluwarsa, tidak memenuhi spesifikasi, terkontaminasi, atau dibuang oleh pasien atau masyarakat. Limbah ini juga mencakup limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan, dan memerlukan pemrosesan khusus untuk mencegah kerusakan lingkungan.
  • Kemudian, limbah kimia yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset, juga termasuk dalam kategori limbah medis. Limbah kimia ini dapat memiliki sifat berbahaya dan memerlukan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan.
  • Terakhir, limbah radioaktif adalah limbah yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionukleotida. Limbah jenis ini memiliki sifat radiasi yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, sehingga memerlukan penanganan khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Disadur dari:

https://id.wikipedia.org

Selengkapnya
Mengenal Kategori Limbah Medis
« First Previous page 4 of 9 Next Last »