Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Peran Vital Irigasi dalam Ketahanan Pangan Global
Irigasi memegang peranan penting dalam ketahanan pangan dunia, menghasilkan sekitar 40% produksi pangan global meskipun hanya mengairi 20% lahan pertanian. Namun, irigasi juga merupakan pengguna air terbesar, menyerap hampir 47% air tawar yang diambil dari sumber permukaan dan air tanah. Dengan tekanan bertambah dari pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan perubahan pola konsumsi, serta ancaman perubahan iklim, sektor irigasi menghadapi tantangan besar.
Dokumen ini menyajikan pendekatan Climate-Smart Irrigation (CSI) sebagai bagian integral dari Climate-Smart Agriculture (CSA), yang bertujuan meningkatkan produktivitas, membangun ketahanan terhadap perubahan iklim, dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sistem irigasi.
Konsep Climate-Smart Irrigation (CSI)
CSI bukan sekadar teknik irigasi, melainkan pendekatan holistik yang menggabungkan:
CSI menekankan bahwa praktik irigasi harus disesuaikan dengan konteks agroklimatik dan sosial-ekonomi lokal, serta didukung oleh kebijakan, kelembagaan, dan teknologi yang tepat.
Tantangan Utama Sektor Irigasi di Era Perubahan Iklim
Pilar Utama CSI dan Implementasinya
1. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani
2. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
3. Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca
Studi Kasus Penting dalam Dokumen
1. “Misión Posible II” di Spanyol
2. Pengembangan Pertanian Resilien di Kavre, Nepal
3. Pelestarian Danau Urmia di Iran
4. Informasi Irigasi untuk Petani di Sub-Sahara Afrika
5. Citizen Science di Agroforestry Andes
Analisis dan Nilai Tambah Paper
Kritik dan Tantangan
Menuju Irigasi Cerdas Iklim untuk Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Dokumen ini menjadi referensi penting yang menggabungkan ilmu pengetahuan, praktik terbaik, dan strategi kebijakan untuk menghadapi tantangan irigasi di era perubahan iklim. Climate-Smart Irrigation bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal tata kelola, kapasitas, dan kolaborasi multi-level. Dengan pendekatan ini, sektor irigasi dapat meningkatkan produktivitas, memperkuat ketahanan, dan mengurangi jejak karbon, mendukung pencapaian SDG 2, 6, dan 13 secara simultan.
Sumber Artikel
Batchelor, C., Schnetzer, J. (2018). Compendium on Climate-Smart Irrigation: Concepts, evidence and options for a climate-smart approach to improving the performance of irrigated cropping systems. Global Alliance for Climate-Smart Agriculture, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Kompleksitas dan Pentingnya Pengembangan Kapasitas di Sektor Air
Paper ini membahas secara mendalam konsep dan praktik pengembangan kapasitas (Capacity Development/CD) dalam sektor pengelolaan air. Pengembangan kapasitas tidak hanya soal peningkatan keterampilan individu, tetapi juga tentang membangun lingkungan yang kondusif agar pengetahuan dan kemampuan tersebut dapat diterapkan secara efektif. Dalam konteks sektor air yang kompleks dan dinamis, pengembangan kapasitas menjadi prasyarat utama agar pengelolaan air dapat berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan iklim.
Konsep dan Definisi Kapasitas
Tantangan dalam Pengembangan Kapasitas Sektor Air
Kerangka Pengembangan Kapasitas: Tiga Tingkatan
Studi Kasus dan Contoh Praktik
Teknologi dan Metode Pembelajaran Modern
Evaluasi dan Indikator Pengembangan Kapasitas
Opini dan Kritik
Pengembangan Kapasitas sebagai Pilar Keberlanjutan Sektor Air
Pengembangan kapasitas adalah fondasi utama untuk pengelolaan air yang efektif, adaptif, dan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang holistik meliputi individu, organisasi, dan lingkungan pendukung, sektor air dapat menghadapi tantangan kompleks seperti perubahan iklim, urbanisasi, dan tekanan sosial ekonomi. Investasi berkelanjutan dalam pendidikan, pelatihan, teknologi, dan reformasi kelembagaan sangat penting untuk memastikan ketersediaan air yang aman dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Sumber Artikel
Blokland, M.W., Alaerts, G.J., Kaspersma, J.M., Hare, M. (2009). Capacity Development for Improved Water Management. UNESCO-IHE / UNW-DPC. Delft / Bonn.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Desentralisasi sebagai Jawaban atas Ketimpangan dan Konflik
Tesis ini mengkaji implementasi desentralisasi di Indonesia, khususnya di Papua dan Papua Barat, dua provinsi dengan tantangan geografis, sosial, dan politik yang unik. Desentralisasi yang dimaksud adalah pemindahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk memperbaiki pelayanan publik dan memperkuat demokratisasi. Namun, meski sudah berjalan hampir dua dekade, hasilnya belum optimal, terutama dalam penyediaan layanan dasar dan akuntabilitas demokratis.
Metodologi dan Studi Kasus
Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif dan kuantitatif di empat wilayah: Jayawijaya (pendidikan), Asmat (akses layanan kesehatan), Manokwari (tata kelola air minum), dan analisis sistem pemilihan lokal “noken” di Papua. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, analisis dokumen, dan data spasial menggunakan GIS.
Temuan Utama dan Analisis
1. Pendidikan di Jayawijaya: Uniformitas Kebijakan dan Kegagalan Insentif
2. Akses Layanan Kesehatan di Asmat: Ketimpangan Spasial
3. Tata Kelola Air Minum di Manokwari: Desain Institusional yang Tidak Sinkron
4. Sistem Pemilihan “Noken” dan Demokratisasi Lokal
Analisis Teoritis: Desentralisasi sebagai Hubungan Principal-Agent dan Dimensi Geografis
Opini dan Kritik
Rekomendasi Kebijakan
Tantangan dan Harapan Desentralisasi di Papua
Tesis ini menegaskan bahwa desentralisasi di Papua dan Papua Barat menghadapi tantangan besar yang bersifat struktural, geografis, dan kultural. Meskipun desentralisasi memberikan peluang untuk demokratisasi dan peningkatan pelayanan publik, tanpa penyesuaian kebijakan dan penguatan kapasitas lokal, hasilnya tetap jauh dari harapan. Pendekatan yang mengintegrasikan konteks lokal, perbaikan insentif, dan penguatan monitoring menjadi kunci untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan demokratis di wilayah ini.
Sumber Artikel
Efriandi, Tri. (2021). Decentralization and the challenges of local governance in Indonesia: Four case studies on public service provision and democratization in Papua and West Papua. University of Groningen.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Air sebagai Isu Pembangunan dan Ancaman
Wilayah Arab, yang terdiri dari 22 negara dan lebih dari 360 juta jiwa, menghadapi tantangan air terberat di dunia. Dengan mayoritas wilayah berupa gurun, curah hujan minim, dan tekanan populasi yang meningkat pesat, kawasan ini hanya memiliki seperdelapan ketersediaan air per kapita dibanding rata-rata global. Laporan UNDP 2013 ini mengupas akar krisis air, menyoroti data dan studi kasus, serta menawarkan strategi tata kelola air yang adaptif dan inklusif.
Fakta dan Angka: Krisis Air yang Semakin Mendesak
Rata-rata ketersediaan air terbarukan di kawasan Arab hanya 743,5 meter kubik per kapita per tahun pada 2011, jauh di bawah ambang batas kelangkaan air (1.000 m³/kapita) dan rata-rata dunia (7.240 m³/kapita). Lima belas negara Arab sudah berada di bawah ambang kelangkaan parah, bahkan tujuh di antaranya di bawah 200 m³/kapita per tahun.
Populasi Arab diperkirakan melonjak dari 360 juta jiwa pada 2011 menjadi 634 juta jiwa pada 2050, dengan urbanisasi yang meningkat dari 57% ke 75%. Kesenjangan antara pasokan dan permintaan air yang sudah mencapai 43 kilometer kubik per tahun pada 2009, diprediksi membesar menjadi 127 kilometer kubik per tahun pada 2020–2030 jika tidak ada perubahan mendasar.
Sumber Air: Ketergantungan dan Inovasi
Kawasan Arab sangat bergantung pada sumber air nonkonvensional. Kapasitas desalinasi di wilayah ini menyumbang lebih dari 50% kapasitas dunia. Pada 2011, desalinasi memenuhi 1,8% kebutuhan air, dan diproyeksikan naik menjadi 8,5% pada 2025. Selain itu, air limbah terolah mencapai 6,5 miliar meter kubik per tahun, terutama untuk irigasi dan lanskap.
Strategi virtual water trade juga semakin penting. Impor pangan yang “mengandung” air meningkat dua kali lipat dalam satu dekade, dari 147,93 miliar meter kubik pada tahun 2000 menjadi 309,89 miliar meter kubik pada 2010. Ini menandakan ketergantungan pangan Arab pada sumber air luar negeri.
Studi Kasus: Praktik, Tantangan, dan Inovasi
Bendungan Aswan di Mesir
Pembangunan Aswan High Dam membawa manfaat besar: menjamin irigasi, mengurangi risiko banjir dan kekeringan, memperluas lahan pertanian, dan menghasilkan listrik. Namun, dampak sosialnya juga besar, seperti relokasi satu juta warga dan hilangnya situs sejarah Nubia. Secara lingkungan, bendungan ini menyebabkan penurunan kesuburan tanah delta, peningkatan salinitas, penyebaran penyakit air, dan penurunan hasil perikanan. Meski demikian, manfaat ekonominya tetap signifikan, setara dua persen PDB Mesir pada 1997.
Great Man-Made River di Libya
Proyek jaringan pipa terbesar dunia ini menyalurkan 6,5 juta meter kubik air per hari dari akuifer Nubian ke kota-kota utama Libya. Biaya proyek mencapai 20 miliar dolar AS, namun dinilai sepuluh kali lebih hemat daripada desalinasi. Tantangannya adalah ketergantungan pada air non-renewable yang bisa habis dalam 100 tahun, sementara 70% airnya digunakan untuk irigasi. Efisiensi ekonomi dan kelestarian akuifer menjadi pertanyaan besar.
Penurunan Air Tanah dan Salinisasi
Di Maroko, penurunan muka air tanah di Saïss Basin mencapai 70 meter dalam 25 tahun. Di Bahrain, seluruh akuifer alami telah hilang akibat pengambilan air berlebihan, dengan biaya pengganti setara 160 juta dolar AS per tahun. Gaza menghadapi krisis kualitas air, dengan 70–80% akuifer pantai terintrusi air laut dan kadar nitrat jauh di atas batas aman WHO.
Desalinasi dan Energi di Negara Teluk
Arab Saudi memiliki 35% kapasitas desalinasi Arab, menggunakan seperempat produksi minyak dan gasnya untuk listrik dan air—angka ini diprediksi naik hingga 50% pada 2030. Biaya desalinasi di kawasan ini berkisar 1–2 dolar AS per meter kubik, lebih mahal dibandingkan negara lain. Target kapasitas desalinasi akan naik signifikan, membutuhkan investasi puluhan miliar dolar AS.
Pengelolaan Air Limbah
Wilayah Arab menghasilkan 13,2 miliar meter kubik air limbah per tahun, namun hanya 40% yang diolah. Di GCC, 40% air limbah terolah digunakan untuk irigasi non-pangan, sementara di Yordania, 20% irigasi nasional berasal dari air limbah terolah. Tantangan utama adalah standar kualitas, penerimaan sosial, dan kapasitas monitoring yang masih rendah.
Rainwater Harvesting dan Cloud Seeding
Yordania berhasil meningkatkan efisiensi pertanian dan air domestik melalui rainwater harvesting. Sementara itu, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Yordania telah menguji cloud seeding yang meningkatkan curah hujan hingga 13% pada musim tertentu. Namun, tantangan teknis dan isu kepemilikan “awan” antarnegara masih menjadi hambatan.
Tantangan Tata Kelola: Kelembagaan, Sosial, dan Politik
Banyak negara Arab sudah memiliki kerangka hukum tata kelola air, namun implementasinya lemah akibat tumpang tindih otoritas, sentralisasi, dan kurang koordinasi. Pendanaan menjadi masalah besar, dengan kebutuhan investasi 200 miliar dolar AS dalam satu dekade ke depan. Negara kaya minyak relatif mampu, sementara negara miskin sangat bergantung pada donor.
Privatisasi layanan air diupayakan untuk efisiensi, namun sering menimbulkan kontroversi karena risiko ketidakadilan akses dan hilangnya kontrol publik. Kesenjangan akses masih lebar: pada 2010, 18% penduduk Arab belum memiliki akses air bersih, dan 24% tanpa sanitasi layak. Kelompok rentan seperti perempuan, masyarakat miskin, dan minoritas paling terdampak.
Konflik dan Ketergantungan Lintas Batas
Lebih dari separuh air permukaan di kawasan Arab berasal dari luar wilayah. Negara seperti Mesir, Irak, dan Suriah sangat bergantung pada sungai lintas negara, seperti Nil, Tigris, dan Efrat. Konflik air kerap terjadi, baik terkait sungai maupun akuifer lintas negara. Ini menambah kompleksitas tata kelola dan menuntut diplomasi serta perjanjian baru yang adil.
Polusi dan Degradasi Lingkungan
Polusi pertanian dan domestik menyebabkan kadar nitrat di Gaza dan Tunisia mencapai 800 mg/l, jauh di atas batas aman. Eutrofikasi dan limbah industri mencemari danau dan sungai utama, seperti Danau Manzala di Mesir dan Upper Litani di Lebanon. Dampak ekologisnya termasuk hilangnya oasis, penurunan keanekaragaman hayati, dan desertifikasi yang semakin luas.
Analisis Kritis: Kelebihan, Gap, dan Peluang
Laporan UNDP ini sangat rinci dan komparatif, menghubungkan isu air, pangan, energi, kesehatan, dan keadilan sosial dengan pendekatan holistik. Studi kasus nyata dari berbagai negara memperkuat urgensi reformasi tata kelola air. Namun, implementasi kebijakan masih lemah, inovasi digital dan teknologi belum dioptimalkan, dan peran perempuan dalam tata kelola air belum diarusutamakan.
Peluang besar terbuka jika efisiensi irigasi bisa ditingkatkan, penggunaan air limbah terolah diperluas, dan desalinasi berbasis energi terbarukan diadopsi lebih luas. Rainwater harvesting dan teknologi murah sangat relevan untuk desa dan kota kecil. Kerja sama lintas negara dan pendekatan demand management juga menjadi kunci masa depan.
Hubungan dengan Tren Global dan Industri
Laporan ini sangat relevan dengan SDG 6 (Clean Water & Sanitation) dan SDG 13 (Climate Action). Konsep water-food-energy nexus mulai diadopsi, begitu pula solusi berbasis alam seperti restorasi lahan basah dan pengelolaan DAS partisipatif. Negara-negara maju seperti Singapura dan Belanda sudah memimpin dalam digitalisasi monitoring air, sesuatu yang perlu diadopsi di Arab.
Kritik dan Opini
Laporan ini wajib dibaca oleh pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi air di kawasan kering. Studi kasus dan data aktual memperkuat urgensi reformasi tata kelola air, dan analisis biaya-manfaat menegaskan bahwa investasi air dan sanitasi sangat menguntungkan. Namun, roadmap digitalisasi dan inovasi teknologi masih kurang, begitu pula pembahasan tentang adaptasi berbasis komunitas dan gender.
Kesimpulan: Menuju Tata Kelola Air Adaptif dan Inklusif
Krisis air di dunia Arab adalah krisis tata kelola, bukan sekadar kelangkaan fisik. Dengan tantangan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan tekanan politik, hanya tata kelola yang adaptif, transparan, dan inklusif yang bisa menjamin masa depan air kawasan ini. Investasi pada efisiensi, inovasi, kerja sama lintas negara, dan pelibatan kelompok rentan adalah kunci. Laporan UNDP ini menjadi peta jalan penting menuju masa depan air yang aman, adil, dan berkelanjutan di dunia Arab.
Sumber Artikel
United Nations Development Programme, Regional Bureau for Arab States. (2013). Water Governance in the Arab Region: Managing Scarcity and Securing the Future. New York: UNDP.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Air sebagai Sumber Kehidupan dan Tantangan Peru
Air adalah fondasi utama bagi pembangunan ekonomi, kesehatan masyarakat, pertanian, dan kelestarian lingkungan. Namun, Peru—meski menjadi salah satu negara terkaya air di dunia—menghadapi tantangan besar dalam distribusi, akses, dan pengelolaan air. Laporan “Water Governance in Peru” yang diterbitkan OECD (2021) menawarkan analisis komprehensif tentang kompleksitas tata kelola air di Peru, mengidentifikasi kesenjangan, serta merekomendasikan solusi berbasis data dan pengalaman internasional.
Artikel ini mengupas temuan utama laporan tersebut, mengaitkannya dengan tren global, menyajikan studi kasus nyata, serta memberikan kritik dan rekomendasi untuk masa depan tata kelola air di Peru.
Peta Masalah: Ketimpangan Distribusi dan Ancaman Krisis Air
Fakta dan Angka Kunci
Studi Kasus: Ketimpangan Wilayah
Perbedaan distribusi air menciptakan ketegangan sosial dan ekonomi. Wilayah Amazon kaya akan air, namun minim infrastruktur dan akses, sedangkan wilayah Pasifik (termasuk Lima) mengalami defisit air kronis. Ketergantungan pada air tanah di wilayah Pasifik menyebabkan beberapa akuifer mengalami over-ekploitasi.
Dampak Ekonomi dan Sosial: Ketergantungan Sektor Kunci pada Air
Pertanian dan Industri
Konflik Sosial dan Masyarakat Adat
Tantangan Akses dan Kualitas: Kesenjangan Urban-Rural
Akses Air dan Sanitasi
Kualitas Air
Lingkungan dan Ketahanan: Ancaman Perubahan Iklim dan Degradasi Ekosistem
Kerangka Kebijakan dan Tata Kelola: Kekuatan dan Kelemahan
Pilar Hukum dan Kelembagaan
Tantangan Tata Kelola
Instrumen Ekonomi: Inovasi dan Hambatan
Mekanisme Pembayaran Jasa Ekosistem (PES/MERESE)
Tarif dan Pajak Air
Studi Kasus: Tata Kelola DAS Ica dan Olmos
DAS Ica
DAS Olmos
Perbandingan Internasional dan Tren Global
Kritik, Opini, dan Rekomendasi
Kritik
Rekomendasi
Menuju Tata Kelola Air yang Adaptif dan Inklusif
Peru menghadapi tantangan kompleks dalam tata kelola air, mulai dari ketimpangan distribusi, krisis kualitas, hingga fragmentasi kelembagaan dan minimnya investasi. Namun, dengan kerangka hukum yang sudah mapan, adopsi instrumen ekonomi, dan komitmen pada SDG 6, Peru memiliki fondasi kuat untuk bertransformasi.
Keberhasilan masa depan sangat bergantung pada keberanian melakukan reformasi tata kelola, penguatan kapasitas lokal, inovasi pembiayaan, serta keterlibatan aktif masyarakat. Dengan demikian, air tidak hanya menjadi sumber daya, tetapi juga katalisator pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
Sumber Artikel:
OECD (2021), Water Governance in Peru, OECD Studies on Water, OECD Publishing, Paris, ISBN 978-92-64-95569-1 (print), ISBN 978-92-64-42988-8 (pdf).
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Pengantar: Air, Iklim, dan Masa Depan Umat Manusia
Krisis air dan perubahan iklim adalah dua tantangan terbesar abad ke-21 yang saling terkait erat. Laporan “United Nations World Water Development Report 2020: Water and Climate Change” (WWDR 2020) yang diterbitkan UNESCO atas nama UN-Water, menjadi salah satu referensi paling komprehensif untuk memahami dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air dunia, sekaligus menawarkan solusi lintas sektor yang berbasis sains, kebijakan, dan aksi nyata1.
Artikel ini akan membedah temuan utama laporan, menyajikan data dan studi kasus aktual, serta mengaitkannya dengan tren global, kritik, dan peluang inovasi. Dengan gaya penulisan yang SEO-friendly dan mudah dicerna, artikel ini ditujukan bagi pembaca umum, pemerhati lingkungan, pembuat kebijakan, dan pelaku industri yang ingin memahami kenapa air adalah “jantung” dari aksi iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Sumber Daya Air: Fakta Global
Gambaran Umum Krisis Air Dunia
Studi Kasus: Kota-Kota Besar Terancam Krisis Air
Diperkirakan pada 2050, sebanyak 685 juta penduduk di lebih dari 570 kota akan mengalami penurunan ketersediaan air bersih minimal 10% akibat perubahan iklim. Beberapa kota seperti Amman, Cape Town, dan Melbourne bisa kehilangan 30–49% pasokan airnya, sementara Santiago di Chile bahkan lebih dari 50%1.
Kerentanan Wilayah Tertentu
Air, Iklim, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Air adalah penghubung utama antara berbagai tujuan pembangunan global:
Dampak Sektoral: Dari Pertanian, Energi, hingga Permukiman
Pertanian dan Ketahanan Pangan
Energi dan Industri
Permukiman dan Urbanisasi
Ekosistem Air dan Biodiversitas: Krisis yang Sering Terlupakan
Banjir, Kekeringan, dan Bencana Air Lainnya: Tren Meningkat
Kualitas Air: Ancaman Ganda dari Polusi dan Iklim
Adaptasi dan Mitigasi: Solusi Terintegrasi untuk Masa Depan
Adaptasi
Mitigasi
Studi Kasus: Kota Cape Town, Afrika Selatan
Pada 2018, Cape Town hampir menjadi kota besar pertama yang kehabisan air (“Day Zero”). Kombinasi kekeringan parah, pertumbuhan penduduk, dan buruknya manajemen air membuat bendungan utama hanya terisi 13%. Pemerintah melakukan pembatasan air ekstrem, mempercepat adopsi teknologi efisiensi air, dan mengedukasi masyarakat. Hasilnya, konsumsi air turun dari 1,2 juta m³/hari menjadi 500 ribu m³/hari, menyelamatkan kota dari krisis total1.
Tata Kelola, Pembiayaan, dan Keadilan Sosial
Tata Kelola Air
Pembiayaan
Inovasi Teknologi dan Partisipasi Warga
Kritik dan Opini: Tantangan dan Peluang
Kelemahan dan Tantangan
Peluang dan Rekomendasi
Kesimpulan: Air sebagai Kunci Masa Depan Berkelanjutan
Laporan WWDR 2020 menegaskan bahwa tanpa pengelolaan air yang adaptif, inklusif, dan inovatif, upaya melawan perubahan iklim dan mencapai pembangunan berkelanjutan akan gagal. Air bukan sekadar korban perubahan iklim, melainkan solusi utama—dari pertanian, energi, kesehatan, hingga tata kota.
Aksi nyata, investasi, dan inovasi lintas sektor harus segera dilakukan. Dengan mengintegrasikan air ke dalam seluruh kebijakan iklim dan pembangunan, dunia punya peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih tangguh, adil, dan lestari.
Sumber Artikel :
UNESCO, UN-Water, 2020: United Nations World Water Development Report 2020: Water and Climate Change, Paris, UNESCO.