Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Optimalisasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR: Studi Kasus Industri Batik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam rantai pasoknya. Pengukuran kinerja rantai pasok menjadi langkah penting dalam mengevaluasi efisiensi operasional serta menemukan titik-titik perbaikan. Paper berjudul Supply Chain Performance Measurement with Supply Chain Operation References Approach (A Case Study in a Batik Company) oleh Novie Susanto, Ratna Purwaningsih, Rani Rumita, dan Emanuela Septia membahas bagaimana model SCOR (Supply Chain Operations Reference) digunakan untuk mengukur dan meningkatkan kinerja rantai pasok di industri batik.

Penelitian ini menyoroti permasalahan yang dihadapi oleh CV. PT, sebuah perusahaan batik di Solo, Jawa Tengah, dalam hal ketidaksesuaian bahan baku dan masalah dalam produksi yang menyebabkan penurunan produktivitas. Dengan menggunakan model SCOR, penelitian ini mengevaluasi lima proses utama dalam rantai pasok, yaitu plan, source, make, deliver, dan return, untuk mengidentifikasi titik-titik lemah serta menyusun strategi peningkatan kinerja.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan model SCOR untuk mengukur kinerja rantai pasok dengan indikator Key Performance Indicators (KPI). Model SCOR yang digunakan adalah versi 12.0, yang merupakan pengembangan dari versi sebelumnya dengan tambahan sub-atribut untuk evaluasi yang lebih mendalam.

Tiga tahap utama dalam penelitian ini meliputi:

  1. Validasi KPI, dilakukan melalui kuesioner kepada enam responden dari berbagai divisi perusahaan, termasuk direktur utama, kepala produksi, kepala pengadaan, serta staf pengadaan dan pengiriman. Dari 38 KPI yang diajukan, hanya 25 KPI yang tervalidasi sebagai relevan dengan kondisi perusahaan.
  2. Penilaian kinerja menggunakan metode Snorm De Boer, yang mengubah data tahunan perusahaan menjadi skor terstandarisasi dalam rentang 0-100, dengan nilai tertinggi sebagai pencapaian terbaik dan nilai terendah sebagai pencapaian terburuk.
  3. Penentuan bobot KPI dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), di mana manajemen perusahaan melakukan perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot kepentingan setiap KPI.

Evaluasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa total kinerja rantai pasok CV. PT adalah 69,983, yang masuk dalam kategori rata-rata. Ini berarti perusahaan memiliki banyak ruang untuk perbaikan guna meningkatkan efisiensi operasionalnya.

Penelitian ini menemukan beberapa permasalahan utama yang menyebabkan kinerja rantai pasok CV. PT belum optimal:

  1. Ketidaksesuaian spesifikasi bahan baku, terutama pada kualitas kain dan pewarna, yang menyebabkan warna batik menjadi pudar dan hasil produksi tidak memenuhi standar.
  2. Proses produksi yang terganggu oleh cacat kain, seperti kain yang sobek atau berlubang, yang meningkatkan waktu pemrosesan dan menurunkan produktivitas.
  3. Keterlambatan dalam pengiriman bahan baku, yang berdampak pada keterlambatan produksi dan pengiriman produk akhir ke pelanggan.
  4. Dokumentasi pengiriman yang tidak akurat, yang menyebabkan ketidaksesuaian antara pesanan pelanggan dan barang yang dikirim.

Studi Kasus: Implementasi Model SCOR pada CV. PT

Penelitian ini mengevaluasi lima proses utama dalam rantai pasok CV. PT:

  1. Plan
    Proses perencanaan dimulai dari divisi produksi yang menyusun rencana kebutuhan bahan baku berdasarkan target produksi. Data ini kemudian disampaikan ke divisi pengadaan dan keuangan untuk menyesuaikan anggaran. Kurangnya perencanaan yang matang menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan bahan baku dan ketersediaan di gudang.
  2. Source
    Proses pengadaan bahan baku mencakup pemesanan dan penerimaan kain serta zat pewarna dari beberapa pemasok. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa akurasi dokumentasi pengiriman bahan baku hanya mencapai 50%, yang berarti sering terjadi kesalahan dalam jumlah dan spesifikasi bahan yang diterima.
  3. Make
    Proses produksi terdiri dari empat tahap utama: pola batik, pencantingan, pewarnaan, dan proses "ngelorod". Salah satu masalah utama yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah waktu produksi yang lebih lama dari yang direncanakan, dengan produktivitas hanya 65% dari kapasitas maksimal.
  4. Deliver
    Proses pengiriman mencakup pengemasan dan distribusi ke pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketepatan waktu pengiriman produk hanya mencapai 60%, yang berarti banyak pesanan yang dikirim terlambat. Selain itu, akurasi dokumentasi pengiriman hanya 50%, sehingga sering terjadi kesalahan dalam pemenuhan pesanan pelanggan.
  5. Return
    Proses pengembalian barang melibatkan barang cacat atau rusak yang dikembalikan oleh pelanggan. Data menunjukkan bahwa waktu siklus pengadaan ulang mencapai 56,25% dari target optimal, yang berarti perusahaan masih mengalami kesulitan dalam menangani pengembalian dan pengadaan ulang bahan baku.

Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok

Berdasarkan hasil evaluasi, penelitian ini merekomendasikan beberapa strategi untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok CV. PT:

  1. Peningkatan Akurasi Dokumentasi dan Pengiriman
    Perusahaan perlu meningkatkan sistem pencatatan dan validasi pesanan untuk mengurangi kesalahan dokumentasi pengiriman bahan baku dan produk akhir.
  2. Optimasi Jaringan Pemasok
    CV. PT perlu melakukan audit terhadap pemasok untuk memastikan mereka dapat memenuhi spesifikasi bahan baku yang diinginkan dan mengurangi keterlambatan pengiriman.
  3. Perbaikan Proses Produksi
    Implementasi Manufacturing Planning and Scheduling yang lebih ketat dapat membantu mengurangi waktu produksi dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
  4. Penerapan Safety Stock
    Untuk mengatasi keterlambatan bahan baku, perusahaan disarankan untuk menyiapkan stok cadangan agar produksi tetap berjalan tanpa gangguan.
  5. Distribusi Berbasis Permintaan
    Perusahaan perlu menyelaraskan jadwal produksi dan distribusi dengan pola permintaan pelanggan agar pengiriman lebih tepat waktu.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa model SCOR dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam rantai pasok dan memberikan strategi perbaikan yang tepat. Evaluasi kinerja CV. PT menunjukkan bahwa perusahaan masih berada dalam kategori rata-rata dengan beberapa area yang perlu ditingkatkan, terutama dalam hal akurasi dokumentasi, efisiensi produksi, dan ketepatan waktu pengiriman.

Dengan menerapkan strategi yang direkomendasikan, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi rantai pasoknya, mengurangi pemborosan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Industri batik sebagai bagian dari ekonomi kreatif Indonesia dapat memperoleh manfaat besar dari optimasi rantai pasok berbasis model SCOR, sehingga lebih kompetitif di pasar global.

Sumber : Susanto, N., Purwaningsih, R., Rumita, R., & Septia, E. Supply Chain Performance Measurement with Supply Chain Operation References Approach (A Case Study in a Batik Company). Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management, Sao Paulo, Brazil, 2021.

 

Selengkapnya
Optimalisasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR: Studi Kasus Industri Batik

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Pendekatan System Dynamics dalam Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Strategi, dan Implikasinya

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam persaingan bisnis global, kinerja rantai pasok (Supply Chain Performance/SCP) menjadi faktor kunci bagi perusahaan untuk tetap kompetitif. Paper berjudul System Dynamics: An Approach to Modeling Supply Chain Performance Measurement oleh Peide Liu, Morteza Atifeh, Mohsen Khorshidnia, dan Seyed Ghiasuddin Taheri membahas bagaimana model System Dynamics (SD) dapat meningkatkan kinerja rantai pasok dengan fokus pada agilitas dan fleksibilitas.

Penelitian ini menyoroti keterkaitan antara SCP, biaya operasional, kepuasan pelanggan, dan efisiensi logistik dengan menggunakan simulasi berbasis System Dynamics untuk mengidentifikasi variabel yang paling berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan model System Dynamics (SD) berbasis hubungan sebab-akibat, dengan tahap-tahap sebagai berikut:

  1. Identifikasi indikator utama melalui tinjauan literatur dan wawancara dengan pakar rantai pasok.
  2. Pembangunan model kausalitas menggunakan perangkat lunak Vensim untuk memetakan hubungan antara variabel.
  3. Simulasi skenario berbeda untuk mengukur dampak fleksibilitas dan agilitas dalam rantai pasok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan agilitas dan fleksibilitas tidak selalu meningkatkan profitabilitas. Terdapat titik optimal di mana peningkatan agilitas dan fleksibilitas memberikan manfaat maksimal sebelum mengalami diminishing returns.

Konsep System Dynamics dalam Evaluasi Kinerja Rantai Pasok

Paper ini menyoroti bagaimana System Dynamics digunakan untuk mengukur SCP dengan mempertimbangkan tiga aspek utama:

1. Agilitas Rantai Pasok (Supply Chain Agility/SCA)

  • Definisi: Kemampuan rantai pasok untuk merespons perubahan pasar dengan cepat dan efisien.
  • Faktor yang Mempengaruhi:
    • Kecepatan dalam merespons permintaan pelanggan.
    • Fleksibilitas dalam proses produksi dan distribusi.
    • Efisiensi dalam pengelolaan persediaan.

2. Fleksibilitas Rantai Pasok (Supply Chain Flexibility/SCF)

  • Definisi: Kemampuan rantai pasok untuk menyesuaikan volume produksi dan distribusi berdasarkan permintaan.
  • Variabel yang Berpengaruh:
    • Fleksibilitas tenaga kerja dan peralatan produksi.
    • Kemampuan pemasok dalam memenuhi kebutuhan bahan baku secara cepat.
    • Efisiensi dalam sistem informasi dan komunikasi.

3. Profitabilitas dan Efisiensi Operasional

  • Indikator utama yang dianalisis:
    • Waktu pengiriman produk → keterlambatan pengiriman menurunkan kepuasan pelanggan.
    • Biaya operasional → meningkat seiring dengan kompleksitas rantai pasok.
    • Tingkat kepuasan pelanggan → semakin tinggi kepuasan, semakin besar loyalitas pelanggan.

Temuan Utama dalam Penelitian

Paper ini mengidentifikasi beberapa temuan penting dalam evaluasi SCP menggunakan System Dynamics:

  1. Peningkatan agilitas dan fleksibilitas tidak selalu meningkatkan profitabilitas
    • Jika agilitas dan fleksibilitas terlalu tinggi, biaya operasional meningkat, sehingga menurunkan keuntungan.
    • Titik optimal untuk agilitas adalah 35.06%, sedangkan untuk fleksibilitas adalah 45.8%.
  2. Kecepatan dalam merespons permintaan pelanggan sangat berpengaruh terhadap profitabilitas
    • Jika respons terhadap permintaan pelanggan meningkat 10%, maka profitabilitas naik 5%.
  3. Investasi dalam teknologi dan integrasi informasi meningkatkan efisiensi rantai pasok
    • Perusahaan yang mengadopsi ERP dan IoT dalam rantai pasok mereka mengalami peningkatan efisiensi hingga 30%.

Studi Kasus: Implementasi System Dynamics dalam Industri

Paper ini menyajikan beberapa studi kasus terkait implementasi model System Dynamics dalam rantai pasok:

1. Industri Manufaktur Otomotif

  • Sebuah perusahaan otomotif di Jepang menerapkan Just-in-Time (JIT) dan simulasi berbasis SD.
  • Hasilnya, biaya inventaris berkurang 20%, sementara efisiensi produksi meningkat.

2. Industri Retail

  • Perusahaan retail global menggunakan AI dan Big Data untuk forecasting permintaan.
  • Hasilnya, kehabisan stok berkurang hingga 40%, meningkatkan penjualan secara signifikan.

3. Industri Teknologi

  • Penerapan System Dynamics pada perusahaan teknologi berhasil mengurangi waktu siklus produksi hingga 15%, meningkatkan kapasitas produksi.

Tantangan dalam Implementasi System Dynamics dalam SCM

Meskipun model System Dynamics menawarkan banyak manfaat, penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan:

  1. Kurangnya Data Real-Time
    • Banyak perusahaan masih bergantung pada data historis yang tidak mencerminkan kondisi pasar saat ini.
  2. Tingkat Kompleksitas yang Tinggi
    • Model berbasis SD membutuhkan pemahaman mendalam tentang hubungan variabel dalam rantai pasok.
  3. Investasi Teknologi yang Mahal
    • Implementasi sistem berbasis AI dan IoT memerlukan investasi awal yang tinggi.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model System Dynamics dalam evaluasi kinerja rantai pasok membantu mengidentifikasi variabel kunci yang berkontribusi pada efisiensi operasional dan profitabilitas.

Dengan memahami hubungan antara agilitas, fleksibilitas, dan profitabilitas, perusahaan dapat menemukan titik optimal dalam strategi rantai pasok mereka.

Bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan kinerja rantai pasok, investasi dalam teknologi, integrasi informasi, dan strategi berbasis data akan menjadi faktor utama dalam mencapai keunggulan kompetitif.

Sumber Referensi :
Liu, P., Atifeh, M., Khorshidnia, M., & Taheri, S. G. System Dynamics: An Approach to Modeling Supply Chain Performance Measurement. Technological and Economic Development of Economy, Vol. 29, Issue 4, 2023, pp. 1291–1317.

 

Selengkapnya
Pendekatan System Dynamics dalam Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Strategi, dan Implikasinya

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Evolusi Model Teoritis dalam Manajemen Rantai Pasok: Tren, Konsep, dan Masa Depan SCM

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) merupakan aspek krusial dalam bisnis modern, melibatkan koordinasi pemasok, produsen, distributor, dan pelanggan untuk meningkatkan efisiensi serta menekan biaya.

Paper berjudul A Supply Chain Management Study: A Review of Theoretical Models from 2014 to 2019 oleh Shu-Hsien Liao dan Retno Widowati, yang diterbitkan dalam Operations and Supply Chain Management (Vol. 14, No. 2, 2021, pp. 173-188), membahas perkembangan teori dalam SCM. Penelitian ini meninjau 97 artikel dari 48 jurnal yang membahas berbagai model teoritis dalam SCM.

Artikel ini mengkaji model teoritis SCM, termasuk SCOR (Supply Chain Operations Reference), Balanced Scorecard (BSC), model berbasis teknologi, dan pendekatan keberlanjutan, serta implikasinya terhadap industri.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode literature review sistematis dengan menganalisis artikel dari 2014 hingga 2019 yang diperoleh dari database akademik, seperti ScienceDirect, Wiley, Sage, Taylor & Francis, Springer Link, dan Emerald Insight.

Analisis dilakukan terhadap variabel independen, variabel dependen, moderator, mediator, serta model yang mengombinasikan beberapa variabel ini untuk memahami tren dan pergeseran dalam penelitian SCM.

Model Teoritis dalam Manajemen Rantai Pasok

Paper ini mengelompokkan model teoritis SCM ke dalam beberapa pendekatan utama:

1. Model SCOR (Supply Chain Operations Reference Model)

SCOR adalah model referensi yang mengkategorikan rantai pasok dalam lima proses utama:

  • Plan – Perencanaan berdasarkan permintaan dan kapasitas.
  • Source – Pengadaan bahan baku dan manajemen pemasok.
  • Make – Proses produksi dan perakitan produk.
  • Deliver – Distribusi produk ke pelanggan akhir.
  • Return – Penanganan pengembalian produk.

SCOR sering digunakan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengevaluasi kinerja rantai pasok berdasarkan keandalan, fleksibilitas, dan biaya.

2. Balanced Scorecard (BSC) dalam SCM

Pendekatan BSC digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok dengan empat perspektif utama:

  1. Keuangan – Efisiensi biaya dalam rantai pasok.
  2. Pelanggan – Kepuasan pelanggan terhadap layanan.
  3. Proses Internal – Efektivitas produksi dan distribusi.
  4. Pembelajaran & Pertumbuhan – Kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan tren pasar.

Studi menemukan bahwa penerapan BSC dapat meningkatkan koordinasi antara pemasok dan perusahaan serta memperbaiki pengambilan keputusan strategis.

3. Model Berbasis Teknologi

SCM semakin berkembang dengan integrasi AI, Big Data, dan IoT.

  • AI digunakan untuk forecasting permintaan, meningkatkan akurasi prediksi hingga 25%.
  • Big Data Analytics membantu dalam analisis pola permintaan dan optimasi stok.
  • IoT memungkinkan pemantauan inventaris secara real-time dan mempercepat proses pengiriman.

Perusahaan yang mengadopsi teknologi ini melaporkan peningkatan efisiensi operasional hingga 30%.

4. Model Berbasis Keberlanjutan (Green SCM)

Peningkatan kesadaran terhadap keberlanjutan mendorong banyak perusahaan untuk menerapkan Green Supply Chain Management (GSCM), yang berfokus pada:

  • Reduksi limbah produksi dan penggunaan bahan ramah lingkungan.
  • Optimalisasi transportasi untuk mengurangi emisi karbon.
  • Penggunaan energi terbarukan dalam proses manufaktur.

Perusahaan yang menerapkan GSCM mampu menghemat biaya operasional hingga 15% serta meningkatkan citra merek mereka.

Temuan Utama dalam Penelitian SCM

Dari tinjauan literatur yang dilakukan, terdapat beberapa temuan utama:

  1. Peningkatan Peran Digitalisasi dalam SCM
    • Perusahaan yang mengintegrasikan sistem ERP dengan AI dan IoT mengalami peningkatan efisiensi rantai pasok sebesar 20%-30%.
    • Automasi gudang dan penggunaan drone dalam logistik menjadi tren baru dalam SCM.
  2. Pergeseran dari Model Statis ke Model Adaptif
    • Model SCM kini lebih fokus pada fleksibilitas dan adaptasi terhadap permintaan pasar dibandingkan sekadar efisiensi biaya.
  3. SCM Semakin Berfokus pada Keberlanjutan
    • Tren GSCM semakin berkembang dengan adanya regulasi dan tuntutan pasar yang lebih peduli terhadap lingkungan.

Studi Kasus Implementasi Model SCM di Industri

Paper ini memberikan beberapa contoh implementasi model SCM di berbagai industri:

1. Industri Manufaktur

  • Perusahaan otomotif di Jepang berhasil mengurangi biaya produksi hingga 18% dengan menerapkan Just-in-Time (JIT).
  • Penggunaan AI dalam forecasting di industri elektronik meningkatkan akurasi prediksi permintaan sebesar 25%.

2. Industri Retail

  • Perusahaan retail global yang menerapkan AI-driven inventory management mengalami pengurangan kehabisan stok hingga 40%.
  • Adopsi sistem omnichannel memungkinkan perusahaan mengintegrasikan e-commerce dan toko fisik secara lebih efektif.

3. Industri Logistik

  • Pemanfaatan IoT dalam pemantauan pengiriman membantu perusahaan logistik mengurangi waktu transit hingga 15%.
  • Blockchain digunakan untuk meningkatkan transparansi dalam rantai pasok dan mengurangi risiko pemalsuan produk.

Tantangan dalam Implementasi SCM

Meskipun SCM membawa banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan utama:

  1. Kurangnya Standarisasi dalam SCM
    • Tidak semua perusahaan menggunakan metrik yang sama untuk mengukur kinerja rantai pasok.
  2. Kesulitan Integrasi Teknologi
    • Banyak perusahaan masih menggunakan sistem lama yang sulit diintegrasikan dengan solusi digital modern.
  3. Ketidakpastian Permintaan Pasar
    • Perubahan tren dan pola konsumsi yang cepat mempersulit perencanaan rantai pasok.

Kesimpulan

Paper ini menyoroti perkembangan model teoritis SCM dari 2014-2019, dengan fokus pada SCOR, BSC, model berbasis teknologi, dan keberlanjutan.

Dengan mengadopsi teknologi digital, strategi berbasis data, dan pendekatan ramah lingkungan, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing dalam rantai pasok global.

Sumber Referensi : Liao, S.-H., & Widowati, R. A Supply Chain Management Study: A Review of Theoretical Models from 2014 to 2019. Operations and Supply Chain Management, Vol. 14, No. 2, 2021, pp. 173-188.

 

Selengkapnya
Evolusi Model Teoritis dalam Manajemen Rantai Pasok: Tren, Konsep, dan Masa Depan SCM

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Strategi Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Tren, dan Implikasi Industri

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, pengukuran kinerja rantai pasok (Supply Chain Performance Measurement – SCPM) menjadi faktor utama untuk memastikan efisiensi operasional dan daya saing perusahaan. Paper berjudul Performance Measurement for Supply Chain Management: A Systematic Literature Review oleh Amanda O. Voltolini, Edson Pinheiro de Lima, dan Sérgio E. Gouvea da Costa, membahas berbagai model evaluasi kinerja rantai pasok serta tren penelitian terbaru dalam bidang ini.

Artikel ini mengulas pendekatan sistematis dalam pengukuran kinerja rantai pasok dengan fokus pada model SCOR (Supply Chain Operations Reference Model), Balanced Scorecard (BSC), serta indikator kuantitatif dan kualitatif lainnya.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur sistematis (SLR) dengan menganalisis 1.252 artikel dari berbagai database akademik, termasuk Web of Science, Scopus, Science Direct, Emerald, Taylor & Francis, dan Wiley.

Setelah proses seleksi, sebanyak 816 artikel relevan dianalisis lebih lanjut melalui pendekatan bibliometrik untuk memetakan tren penelitian dalam bidang SCPM.

Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Paper ini mengidentifikasi beberapa model utama yang digunakan untuk menilai kinerja rantai pasok, yaitu:

1. SCOR (Supply Chain Operations Reference Model)

SCOR adalah model yang mengkategorikan rantai pasok dalam lima proses utama:

  • Plan – Perencanaan operasional berdasarkan permintaan pelanggan.
  • Source – Pengadaan bahan baku dan komponen dari pemasok.
  • Make – Proses produksi dan manufaktur.
  • Deliver – Distribusi produk ke pelanggan akhir.
  • Return – Proses pengembalian barang cacat atau yang tidak terjual.

SCOR digunakan oleh banyak perusahaan untuk menganalisis kinerja berdasarkan keandalan, fleksibilitas, dan efisiensi biaya.

2. Balanced Scorecard (BSC)

BSC digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok dengan empat perspektif utama:

  1. Keuangan – Seberapa efisien rantai pasok dalam mengelola biaya operasional.
  2. Pelanggan – Tingkat kepuasan pelanggan terhadap layanan dan produk.
  3. Proses Internal – Efisiensi dalam produksi dan distribusi.
  4. Pembelajaran & Pertumbuhan – Kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan pasar.

Beberapa penelitian menemukan bahwa penerapan BSC dalam rantai pasok meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan serta membantu perusahaan dalam menyesuaikan strategi bisnis mereka.

3. Model Lain dalam SCPM

Selain SCOR dan BSC, paper ini juga mengidentifikasi model lain yang sering digunakan:

  • Analytical Hierarchy Process (AHP) – Digunakan untuk menetapkan prioritas dalam pengambilan keputusan rantai pasok.
  • Fuzzy Logic-Based Models – Menganalisis ketidakpastian dalam data kinerja rantai pasok.
  • Green Supply Chain Performance Measurement – Mengintegrasikan aspek keberlanjutan dalam evaluasi kinerja rantai pasok.

Temuan Utama dalam Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Dari analisis literatur yang dilakukan, terdapat beberapa tren utama dalam penelitian SCPM:

  1. Peningkatan Digitalisasi dan AI dalam Pengukuran Kinerja
    • Teknologi seperti IoT dan Big Data Analytics kini semakin banyak digunakan dalam pemantauan kinerja rantai pasok.
    • Perusahaan yang mengadopsi sistem AI-driven forecasting dapat meningkatkan akurasi prediksi permintaan hingga 25%.
  2. Perpindahan dari Model Kuantitatif ke Pendekatan Holistik
    • Model tradisional yang hanya berfokus pada metrik keuangan kini mulai bergeser ke pendekatan yang lebih holistik, dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, keberlanjutan, dan kepuasan pelanggan.
  3. Peningkatan Penggunaan SCOR dalam Berbagai Industri
    • SCOR telah diadopsi oleh lebih dari 70% perusahaan manufaktur global sebagai standar dalam pengukuran kinerja rantai pasok.

Studi Kasus: Penerapan Model SCPM dalam Industri

Beberapa contoh penerapan model SCPM dalam industri mencakup:

1. Manufaktur Otomotif

  • Sebuah perusahaan otomotif di Jerman menggunakan SCOR dan BSC secara bersamaan untuk mengurangi biaya logistik hingga 18% dalam satu tahun.

2. Industri Retail

  • Perusahaan retail besar yang menerapkan AI dalam forecasting rantai pasok berhasil mengurangi jumlah barang kedaluwarsa hingga 30%, meningkatkan efisiensi distribusi mereka.

3. Industri Teknologi

  • Sebuah perusahaan teknologi global menerapkan Fuzzy Logic-Based Models untuk mengurangi ketidakpastian dalam inventaris, yang menghasilkan penghematan biaya sebesar 10 juta dolar per tahun.

Tantangan dalam Implementasi SCPM

Meskipun pengukuran kinerja rantai pasok membawa banyak manfaat, ada beberapa tantangan utama:

  1. Kurangnya Standarisasi dalam Pengukuran Kinerja
    • Tidak semua perusahaan menggunakan metrik yang sama, menyebabkan kesulitan dalam benchmarking antarindustri.
  2. Keterbatasan Data & Integrasi Teknologi
    • Banyak perusahaan masih menggunakan sistem manual dalam pengelolaan data rantai pasok, yang dapat menghambat analisis yang akurat.
  3. Tantangan dalam Mengadopsi SCPM di Perusahaan Kecil dan Menengah (UKM)
    • UKM sering kali kesulitan dalam mengadopsi model pengukuran kinerja karena keterbatasan anggaran dan sumber daya.

Kesimpulan

Paper ini menyoroti perkembangan model pengukuran kinerja rantai pasok, dengan menekankan pada SCOR, Balanced Scorecard, dan model berbasis AI. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan data dan teknologi yang lebih canggih dapat meningkatkan efektivitas SCPM dan membantu perusahaan dalam meningkatkan daya saing mereka.

Bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan rantai pasoknya, mengadopsi pendekatan berbasis teknologi dan keberlanjutan akan menjadi langkah strategis untuk masa depan.

Sumber : Voltolini, A. O., de Lima, E. P., & Gouvea da Costa, S. E. Performance Measurement for Supply Chain Management: A Systematic Literature Review. Pontifical Catholic University of Parana, Federal University of Technology - Parana, Brazil, 2016.

 

Selengkapnya
Strategi Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Tren, dan Implikasi Industri

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

ATHENA: Strategi Inovatif Alfa Laval dalam Optimalisasi Manajemen Inventaris Global

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam lingkungan bisnis global yang semakin kompleks, manajemen inventaris yang efisien menjadi kunci keberhasilan perusahaan manufaktur. Alfa Laval, sebagai perusahaan dengan jaringan produksi global, menghadapi tantangan dalam mengelola inventaris dan menyeimbangkan pasokan serta permintaan. Untuk mengatasi tantangan ini, mereka mengembangkan ATHENA, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan inventaris melalui pendekatan yang lebih terstruktur dan terintegrasi.

Artikel ini membahas studi kasus implementasi ATHENA di Alfa Laval, menguraikan tantangan utama, strategi yang diterapkan, serta dampaknya terhadap performa rantai pasok.

Tantangan dalam Manajemen Inventaris Global

Alfa Laval menghadapi beberapa tantangan utama dalam manajemen inventarisnya, termasuk:

  1. Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, yang menyebabkan kelebihan atau kekurangan stok.
  2. Kurangnya visibilitas data inventaris di seluruh lokasi produksi.
  3. Ketergantungan pada forecasting yang kurang akurat, menyebabkan pengambilan keputusan yang kurang tepat.

Seperti banyak perusahaan lain yang menerapkan sistem Make-to-Order (MTO), Alfa Laval harus memproyeksikan kebutuhan inventaris berdasarkan permintaan pelanggan, bukan sekadar tren historis.

Inisiatif ATHENA dan Strategi Optimalisasi Inventaris

ATHENA dirancang untuk mengatasi tantangan tersebut dengan beberapa pendekatan utama:

1. Klasifikasi Inventaris yang Lebih Terstruktur

ATHENA mengklasifikasikan inventaris menjadi enam kategori utama:

  • Cycle stock (stok reguler yang terus diperbarui)
  • Safety stock (stok cadangan untuk mengantisipasi ketidakpastian)
  • Pipeline stock (stok dalam proses pengiriman)
  • Anticipation stock (stok untuk mengantisipasi permintaan musiman)
  • Hedge stock (stok untuk mengatasi risiko pasar)
  • Overstock (stok berlebih yang perlu dikurangi)

Pendekatan ini membantu Alfa Laval mengoptimalkan persediaan dan menghindari pemborosan modal pada inventaris yang tidak diperlukan.

2. Penggunaan Data dan Teknologi dalam Forecasting

Alfa Laval mengimplementasikan model forecasting berbasis data, termasuk:

  • Moving average dan exponential smoothing, untuk memprediksi pola permintaan.
  • Analisis berbasis historis dengan software demand planning, yang dapat menghasilkan forecast hingga 15 bulan ke depan.
  • Sistem kolaboratif dengan pemasok, di mana perusahaan berbagi data forecasting dengan mereka untuk memastikan kesiapan pasokan.

Pendekatan ini membantu Alfa Laval mengurangi dampak efek bullwhip, yang sering terjadi ketika setiap tahap rantai pasok membuat perkiraan yang berbeda.

3. Peningkatan Kolaborasi dalam Rantai Pasok

Kolaborasi antara berbagai unit bisnis dan pemasok menjadi fokus utama ATHENA. Beberapa langkah yang diterapkan termasuk:

  • Berbagi data inventaris secara real-time antar pabrik di berbagai lokasi.
  • Meningkatkan transparansi dengan pemasok utama untuk menghindari ketidakseimbangan persediaan.
  • Memanfaatkan pendekatan Collaborative Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR), meskipun implementasi penuh masih menghadapi kendala.

Dampak dari pendekatan ini adalah peningkatan akurasi forecasting dan pengurangan ketidakpastian dalam perencanaan produksi.

Dampak ATHENA terhadap Performa Alfa Laval

Implementasi ATHENA telah membawa beberapa perbaikan signifikan bagi Alfa Laval:

  1. Penurunan Inventory Days of Supply (IDS)
    • IDS berkurang secara signifikan setelah penerapan ATHENA, yang berarti Alfa Laval dapat menyimpan lebih sedikit stok tanpa mengorbankan ketersediaan produk.
  2. Peningkatan Return on Capital Employed (ROCE) dan Return on Sales (ROS)
    • ATHENA membantu meningkatkan efisiensi modal kerja, yang berdampak langsung pada profitabilitas perusahaan.
  3. Efisiensi dalam Manajemen Gudang
    • Dengan sistem klasifikasi stok yang lebih baik, Alfa Laval mengurangi stok berlebih di gudang mereka, sehingga menghemat biaya penyimpanan.
  4. Peningkatan Kolaborasi dengan Pemasok
    • Dengan berbagi data forecasting dan kapasitas produksi lebih awal, pemasok dapat merencanakan produksi mereka dengan lebih baik, mengurangi keterlambatan pasokan.

Studi Kasus: Implementasi ATHENA di Alfa Laval

Dalam salah satu kasus spesifik, penerapan ATHENA di fasilitas produksi gasketed plate heat exchanger (GPHE) menunjukkan hasil yang positif:

  • Forecasting permintaan meningkat hingga 20% lebih akurat dibandingkan sebelumnya.
  • Jumlah stok komponen utama berkurang 15%, menghemat jutaan dolar dalam biaya inventaris.
  • Kolaborasi dengan pemasok utama meningkat, mengurangi risiko keterlambatan produksi.

Hasil ini menunjukkan bahwa ATHENA berhasil menciptakan sistem manajemen inventaris yang lebih responsif dan efisien, meskipun masih ada tantangan dalam standarisasi sistem di seluruh unit bisnis.

Kesimpulan: ATHENA sebagai Model Manajemen Inventaris Masa Depan

Dari analisis ini, dapat disimpulkan bahwa ATHENA merupakan langkah strategis yang membantu Alfa Laval meningkatkan efisiensi rantai pasoknya. Dengan klasifikasi inventaris yang lebih baik, pemanfaatan teknologi forecasting, dan peningkatan kolaborasi dengan pemasok, Alfa Laval berhasil mengurangi biaya dan meningkatkan efektivitas operasional.

Namun, masih ada beberapa area yang dapat diperbaiki:

  • Peningkatan standarisasi forecasting di semua unit bisnis.
  • Implementasi penuh sistem CPFR untuk meningkatkan visibilitas rantai pasok.
  • Mengintegrasikan AI dalam analisis data inventaris untuk hasil yang lebih akurat.

Bagi perusahaan lain yang menghadapi tantangan serupa dalam manajemen inventaris, pendekatan ATHENA dapat menjadi model yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok dan mengoptimalkan modal kerja.

Sumber Referensi : Schiro, D., & Librelotto Rubin, L. (2023). Inventory Management: A High-Level Analysis of Selected Process Elements, and Factors Impacting Plan Performance – A Case Study at Alfa Laval. Lund University, Department of Mechanical Engineering Sciences, Division of Engineering Logistics.

 

Selengkapnya
ATHENA: Strategi Inovatif Alfa Laval dalam Optimalisasi Manajemen Inventaris Global

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Strategi Efisiensi dalam Manajemen Rantai Pasok: Konsep, Model, dan Green Supply Chain

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) berperan penting dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan. Paper berjudul Concept Paper on Supply Chain Management oleh Md. Maksudul Haque dan Marzina Akhter, yang diterbitkan di IOSR Journal of Economics and Finance (2022, Vol. 13, Issue 3, pp. 31-35), membahas konsep dasar SCM, perbedaannya dengan logistik, serta tren terbaru seperti green supply chain.

SCM mencakup koordinasi berbagai aspek bisnis seperti produksi, persediaan, lokasi, dan transportasi. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kepuasan pelanggan sekaligus mengurangi biaya operasional dan inventaris.

Konsep Dasar Manajemen Rantai Pasok

SCM terdiri dari serangkaian proses yang memastikan barang dan jasa mengalir dengan lancar dari pemasok ke pelanggan akhir. Beberapa komponen utama SCM yang dibahas dalam paper ini meliputi:

1. Perbedaan Supply Chain Management dan Logistik

  • Logistik berfokus pada manajemen barang dalam satu organisasi, termasuk pengadaan, distribusi, dan inventaris.
  • SCM melibatkan jaringan beberapa perusahaan yang bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara efektif.
  • SCM mencakup strategi pemasaran, pengembangan produk, layanan pelanggan, dan keuangan, sehingga lebih luas dibandingkan logistik.

2. Elemen Utama dalam Supply Chain

SCM terdiri dari beberapa elemen yang saling terhubung:

  1. Pelanggan: Memulai rantai pasok dengan melakukan pemesanan barang.
  2. Perencanaan: Menyusun jadwal produksi dan mengatur kebutuhan bahan baku.
  3. Pengadaan: Membeli bahan baku dari pemasok.
  4. Inventaris: Menyimpan bahan baku dan produk jadi sebelum dikirim ke pelanggan.
  5. Produksi: Proses manufaktur produk berdasarkan permintaan pasar.
  6. Lokasi: Menentukan lokasi pabrik dan gudang untuk efisiensi biaya.
  7. Transportasi: Memilih metode pengiriman yang optimal.
  8. Informasi: Menggunakan data untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.

Strategi Efisiensi dalam SCM

Paper ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara efisiensi biaya dan responsivitas terhadap permintaan pasar. Beberapa strategi utama yang dapat diterapkan perusahaan meliputi:

1. Manajemen Produksi dan Persediaan

  • Lean Manufacturing: Mengurangi pemborosan dalam proses produksi untuk meningkatkan efisiensi.
  • Just-in-Time (JIT): Mengurangi biaya penyimpanan dengan hanya memproduksi barang saat dibutuhkan.
  • Safety Inventory: Menjaga stok cadangan untuk menghindari kehabisan produk.

2. Optimalisasi Lokasi dan Transportasi

  • Menentukan lokasi pabrik dan gudang yang strategis untuk menekan biaya logistik.
  • Menggunakan metode pengiriman yang paling efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan bisnis.

3. Penggunaan Teknologi dan Informasi

Green Supply Chain: Tren Masa Depan SCM

Paper ini juga membahas konsep Green Supply Chain Management (GSCM), yaitu strategi untuk mengurangi dampak lingkungan dalam rantai pasok. Beberapa aspek penting GSCM meliputi:

  1. Desain Produk Ramah Lingkungan
    • Menggunakan bahan daur ulang atau biodegradable.
  2. Efisiensi Energi dalam Produksi
    • Mengurangi emisi karbon dengan mesin hemat energi.
  3. Optimasi Transportasi
    • Menggunakan kendaraan listrik atau jalur distribusi yang lebih pendek untuk menghemat bahan bakar.

Menurut penelitian, perusahaan yang menerapkan GSCM dapat mengurangi biaya operasional hingga 20% serta meningkatkan kepuasan pelanggan yang peduli lingkungan.

Kesimpulan

Manajemen rantai pasok yang efektif dapat meningkatkan efisiensi operasional sekaligus menekan biaya. Paper ini menyoroti perbedaan SCM dengan logistik, strategi optimalisasi, serta pentingnya transisi ke Green Supply Chain.

Dengan mengadopsi teknologi canggih, strategi persediaan yang efisien, dan pendekatan ramah lingkungan, perusahaan dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar global.

Sumber: Md. Maksudul Haque, Marzina Akhter. Concept Paper on Supply Chain Management. IOSR Journal of Economics and Finance, 13(3), 2022, pp. 31-35.

 

Selengkapnya
Strategi Efisiensi dalam Manajemen Rantai Pasok: Konsep, Model, dan Green Supply Chain
« First Previous page 2 of 6 Next Last »