Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Meningkatkan Efisiensi Rantai Pasok dengan Supply Chain Performance Measurement System (SCPMS)

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam era bisnis yang semakin kompetitif, Supply Chain Performance Measurement System (SCPMS) menjadi instrumen penting dalam meningkatkan efisiensi rantai pasok. Studi yang dilakukan oleh Hamid Kazemkhanlou dan Hamid Reza Ahadi di Iran University of Science & Technology membahas berbagai model SCPMS dan penerapannya dalam dunia bisnis modern.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis literatur dengan mengevaluasi berbagai model SCPMS berdasarkan aspek strategis, taktis, dan operasional. Beberapa pendekatan utama yang dikaji meliputi:

  • Balanced Scorecard (BSC) yang menyeimbangkan metrik keuangan dan non-keuangan.
  • SCOR Model yang berfokus pada keandalan, fleksibilitas, dan biaya rantai pasok.
  • Economic Value Added (EVA) sebagai alat ukur nilai tambah finansial.
  • Activity-Based Costing (ABC) yang mengidentifikasi biaya berdasarkan aktivitas yang memberikan nilai tambah.

Selain itu, studi ini mencakup studi kasus yang mendalam di sektor transportasi dan manufaktur untuk melihat bagaimana SCPMS meningkatkan efisiensi operasional.

Temuan Utama

1. Evolusi SCPMS dan Peranannya dalam Bisnis

  • Sebelum 1980-an, pengukuran kinerja rantai pasok hanya berfokus pada aspek keuangan seperti Return on Investment (ROI) dan Return on Assets (ROA).
  • Pada 1990-an, model Balanced Scorecard (BSC) diperkenalkan untuk menyeimbangkan antara aspek keuangan dan operasional.
  • Saat ini, teknologi digital dan data real-time semakin banyak digunakan untuk meningkatkan ketahanan rantai pasok.

2. Karakteristik SCPM yang Efektif

  • Harus mencakup aspek strategis, taktis, dan operasional.
  • Bersifat dinamis dan fleksibel untuk beradaptasi dengan perubahan pasar.
  • Integrasi dengan sistem informasi logistik dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi.

3. Model SCPM dan Keunggulannya

  1. Balanced Scorecard (BSC) → Mengukur kinerja berdasarkan empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran organisasi.
  2. SCOR Model → Memfokuskan pada keandalan, fleksibilitas, dan efisiensi biaya dalam rantai pasok.
  3. Economic Value Added (EVA) → Memastikan bahwa rantai pasok menciptakan nilai finansial bagi perusahaan.
  4. Activity-Based Costing (ABC) → Memetakan biaya berdasarkan aktivitas yang memberikan nilai tambah pada produk atau layanan.

4. Studi Kasus: Implementasi SCPM dalam Industri Transportasi dan Manufaktur

  • Sebuah perusahaan transportasi di Iran yang mengadopsi SCOR Model berhasil meningkatkan efisiensi pengiriman sebesar 25%.
  • Industri manufaktur yang menggunakan Balanced Scorecard mengalami peningkatan produktivitas sebesar 18% dalam dua tahun.
  • Integrasi teknologi ERP dalam pengukuran kinerja meningkatkan akurasi data operasional hingga 40%.

Strategi Optimal untuk Implementasi SCPMS

Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah beberapa strategi implementasi SCPMS yang efektif:

1. Mengintegrasikan Pengukuran Kinerja dengan Teknologi Digital

2. Menerapkan Model Pengukuran yang Sesuai dengan Tujuan Bisnis

  • Perusahaan dengan rantai pasok kompleks dapat menggunakan SCOR Model.
  • Bisnis yang berorientasi pada nilai tambah finansial sebaiknya menerapkan Economic Value Added (EVA).

3. Meningkatkan Kolaborasi dan Transparansi dengan Mitra Bisnis

  • Platform berbasis cloud untuk berbagi informasi rantai pasok secara real-time.
  • Sistem insentif berbasis kinerja untuk pemasok dan distributor guna meningkatkan efisiensi.

Kesimpulan

Penelitian ini menegaskan bahwa SCPMS yang efektif dapat meningkatkan daya saing perusahaan dengan memberikan wawasan berbasis data untuk pengambilan keputusan strategis. Implementasi sistem yang tepat akan membantu perusahaan dalam:

  • Meningkatkan efisiensi rantai pasok.
  • Menekan biaya operasional.
  • Mempercepat respons terhadap dinamika pasar.

Dengan memilih model pengukuran yang sesuai dan mengadopsi teknologi digital, perusahaan dapat menciptakan rantai pasok yang lebih efisien, adaptif, dan inovatif.

Sumber : Hamid Kazemkhanlou, Hamid Reza Ahadi (2014). Study of Performance Measurement Practices in Supply Chain Management. Iran University of Science & Technology.

 

Selengkapnya
Meningkatkan Efisiensi Rantai Pasok dengan Supply Chain Performance Measurement System (SCPMS)

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Menilai Keberlanjutan Sistem Pengukuran Kinerja Rantai Pasok (SCPMS) Saat Krisis: Studi Kasus Industri Manufaktur Mesir

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Supply Chain Management (SCM) memainkan peran penting dalam meningkatkan daya saing dan ketahanan bisnis. Namun, krisis seperti pandemi COVID-19 telah mengungkapkan kelemahan banyak perusahaan dalam menghadapi gangguan rantai pasok. Studi ini mengevaluasi siklus hidup Supply Chain Performance Measurement System (SCPMS) selama krisis, dengan fokus pada industri manufaktur di Mesir.

Metode Penelitian

  • Pendekatan yang digunakan: Kuesioner sistematis dikirimkan kepada 100 perusahaan manufaktur dan ritel besar, menghasilkan 562 respons.
  • Teknik Analisis: Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk menentukan aspek SCPMS yang paling penting dalam kondisi krisis.

Hasil Penelitian

Studi ini menemukan bahwa ada empat tahap utama SCPMS yang berperan dalam mengelola rantai pasok saat krisis:

  1. SCPMS Design – Tahap perancangan sistem pengukuran.
  2. SCPMS Implementation – Proses penerapan sistem.
  3. SCPMS Use – Penggunaan sistem dalam operasional sehari-hari.
  4. SCPMS Review – Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan.

Temuan utama:

  • SCPMS Implementation adalah tahap paling krusial, diikuti oleh SCPMS Use, SCPMS Review, dan terakhir SCPMS Design.
  • 92,7% perusahaan menganggap SCPMS membantu dalam perencanaan operasional selama pandemi.
  • Perusahaan yang menerapkan SCPMS dengan baik menunjukkan peningkatan efisiensi operasional hingga 30%.

Studi Kasus: Industri Manufaktur di Mesir

  • Dampak pandemi COVID-19: Rantai pasok terganggu, menyebabkan keterlambatan produksi hingga 45% dan peningkatan biaya operasional.
  • Solusi yang diterapkan:
    • Penggunaan teknologi digital seperti IoT dan Big Data untuk pemantauan real-time.
    • Diversifikasi pemasok untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber bahan baku.
    • Peningkatan transparansi data antara pemasok dan pelanggan untuk mempercepat pengambilan keputusan.

Implikasi bagi Industri

  • Bagi Manajer SCM: SCPMS dapat digunakan sebagai alat mitigasi risiko rantai pasok dalam menghadapi krisis di masa depan.
  • Bagi Peneliti: Studi ini membuka peluang riset lebih lanjut tentang optimalisasi SCPMS di negara berkembang lainnya.
  • Bagi Pemerintah: Perlu kebijakan yang mendukung digitalisasi rantai pasok untuk meningkatkan ketahanan industri.

Kesimpulan

SCPMS terbukti menjadi alat penting dalam meningkatkan ketahanan rantai pasok selama pandemi. Implementasi yang baik dapat mengurangi dampak gangguan dan meningkatkan efisiensi operasional.

Sumber Asli: Evaluating Supply Chain Performance Measurement System (SCPMS) Lifecycle During Unexpected Events, Production & Manufacturing Research, 2024, Vol. 12, No. 1, 2345616.

Selengkapnya
Menilai Keberlanjutan Sistem Pengukuran Kinerja Rantai Pasok (SCPMS) Saat Krisis: Studi Kasus Industri Manufaktur Mesir

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Transformasi Rantai Pasok di Era Pandemi: Peran Teknologi Industry 4.0 dalam Sistem Pengukuran Kinerja SCM

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam menghadapi pandemi global seperti COVID-19, rantai pasok (Supply Chain/SC) mengalami tantangan besar yang menguji ketahanan dan efisiensinya. Artikel ini menyoroti bagaimana Industry 4.0 Disruptive Technologies (IDTs) dapat membantu meningkatkan Supply Chain Performance Measurement Systems (SCPMSs) untuk menghadapi ketidakpastian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode mixed-method, mengombinasikan Systematic Literature Review (SLR) dengan pendekatan inovatif Interval-Valued-Intuitionistic-Hesitant-Fuzzy (IVIHF)-Delphi. Dengan pendekatan ini, studi menyeleksi sistem pengukuran kinerja SC yang paling relevan selama pandemi serta teknologi yang paling berkontribusi dalam implementasinya.

Temuan Utama

  1. Model SCPMS Unggulan
    • SC Operations Reference Model (SCOR) dan Sustainable SCPMS adalah sistem terbaik untuk mengukur kinerja SC di era pandemi.
    • Model ini membantu perusahaan farmasi dalam menghadapi tantangan ekonomi dan sosial akibat pandemi.
  2. Teknologi Industry 4.0 yang Berpengaruh
    Studi ini menemukan 9 teknologi utama yang paling relevan dalam meningkatkan kinerja SCPMS, yaitu:
    • Radio Frequency Identification (RFID)
  3. Penerapan dalam Kasus Nyata
    • Dalam rantai pasok farmasi Iran, pandemi menyebabkan gangguan distribusi, keterbatasan bahan baku, serta kenaikan biaya produksi.
    • Implementasi Simulation dan AI memungkinkan perusahaan untuk memperkirakan gangguan dan mengoptimalkan sumber daya, sehingga meningkatkan ketahanan operasional.
    • BDA dan IoT digunakan untuk monitoring real-time serta meningkatkan efisiensi proses produksi dan distribusi.

Implikasi Manajerial

  • Bagi Pemimpin Rantai Pasok:
    • Mengadopsi SCOR dan Sustainable SCPMS sebagai standar evaluasi kinerja.
    • Berinvestasi pada teknologi Industry 4.0 untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
  • Bagi Peneliti dan Akademisi:
    • Studi ini membuka peluang riset lanjutan terkait integrasi teknologi baru dengan model SCPMS di sektor lain seperti kesehatan dan logistik.

Kesimpulan

Studi ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana teknologi Industry 4.0 dapat membantu rantai pasok bertahan di tengah pandemi. Dengan pendekatan metodologi yang inovatif, penelitian ini menawarkan solusi strategis bagi bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan ketahanan mereka.

Sumber Asli: The role of Industry 4.0 Technologies on Performance Measurement Systems of Supply chains during Global Pandemics: An Interval-Valued-Intuitionistic-Hesitant-Fuzzy Approach, International Journal of Quality & Reliability Management

 

Selengkapnya
Transformasi Rantai Pasok di Era Pandemi: Peran Teknologi Industry 4.0 dalam Sistem Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Strategi Vendor Managed Inventory (VMI): Model Penilaian Kesiapan untuk Optimasi Rantai Pasok

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Vendor Managed Inventory (VMI) adalah strategi kolaboratif dalam rantai pasok di mana pemasok bertanggung jawab mengelola inventori pelanggan. PT XYZ telah mengadopsi VMI dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM), memberikan keuntungan berupa ketersediaan bahan bakar yang terjamin dan pengurangan biaya inventori. Namun, untuk memperluas implementasi ke produk lain, diperlukan alat evaluasi kesiapan yang lebih komprehensif.

Studi ini mengembangkan model penilaian kesiapan VMI menggunakan metode Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) dan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Model ini bertujuan menilai kesiapan implementasi VMI dari perspektif perusahaan pembeli maupun pemasok.

Manfaat dan Tantangan Implementasi VMI

Manfaat VMI dalam Rantai Pasok

  • Mengurangi biaya inventori dan penyimpanan
  • Meningkatkan efisiensi operasional dan stabilitas pasokan
  • Memperkuat hubungan kolaboratif antara perusahaan dan pemasok
  • Menjamin tingkat layanan lebih tinggi dengan stok yang optimal

Tantangan Implementasi VMI

  • Kurangnya kesiapan sistem informasi untuk berbagi data real-time
  • Tingkat kepercayaan antara perusahaan dan pemasok yang masih rendah
  • Variabilitas permintaan produk yang sulit diprediksi
  • Biaya investasi awal yang tinggi dalam sistem VMI

Model Penilaian Kesiapan VMI

Penelitian ini mengembangkan model penilaian kesiapan VMI yang terdiri dari dua instrumen utama:

  1. Instrumen kesiapan untuk perusahaan pembeli
  2. Instrumen kesiapan untuk pemasok (vendor)

Setiap instrumen mencakup dimensi, elemen, dan indikator kesiapan untuk mengevaluasi apakah suatu produk dapat dikelola dengan sistem VMI. Model ini didasarkan pada penelitian Niranjan et al. (2012) dan disempurnakan dengan elemen baru seperti biaya, manfaat, dan komitmen dalam kolaborasi.

Metodologi Penelitian

Studi ini menggunakan PLS-SEM dan CFA untuk mengembangkan dan menguji model penilaian kesiapan VMI. Beberapa tahapan utama dalam penelitian ini meliputi:

  1. Identifikasi indikator kesiapan berdasarkan kajian literatur dan wawancara dengan praktisi industri.
  2. Pengumpulan data melalui survei dengan responden dari perusahaan dan pemasok.
  3. Pengolahan data dengan SmartPLS untuk memastikan validitas dan reliabilitas instrumen penilaian.
  4. Uji coba model pada tiga produk yang dikelola PT XYZ, termasuk BBM, pelumas mesin diesel, dan rem blok.

Studi Kasus Implementasi VMI di PT XYZ

1. Vendor Managed Inventory untuk Bahan Bakar Minyak (BBM)

  • Skor kesiapan perusahaan: 329,77
  • Skor kesiapan vendor: 345,35
  • Kesimpulan: VMI siap diterapkan untuk BBM dan telah memberikan manfaat berupa jaminan pasokan, pengurangan biaya inventori, dan stabilitas operasional.

2. Evaluasi Kesiapan VMI untuk Pelumas Mesin Diesel

  • Skor kesiapan perusahaan: 299,21
  • Skor kesiapan vendor: 254,16
  • Kesimpulan: VMI perlu dipertimbangkan, dengan rekomendasi peningkatan sistem informasi dan koordinasi dengan pemasok sebelum implementasi penuh.

3. Evaluasi Kesiapan VMI untuk Rem Blok

  • Skor kesiapan perusahaan: 279,06
  • Skor kesiapan vendor: 186,05
  • Kesimpulan: VMI belum siap diterapkan karena tingkat kesiapan vendor masih rendah. Perusahaan disarankan untuk meningkatkan hubungan jangka panjang dengan pemasok.

Strategi untuk Meningkatkan Kesiapan VMI

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa strategi utama yang disarankan untuk meningkatkan kesiapan implementasi VMI adalah:
Peningkatan sistem informasi dan integrasi data antara perusahaan dan pemasok untuk meningkatkan transparansi.
Meningkatkan tingkat kepercayaan dalam kolaborasi dengan kontrak jangka panjang dan strategi komunikasi yang lebih baik.
Menggunakan teknologi digital (IoT dan AI) dalam manajemen inventori untuk mengoptimalkan peramalan permintaan.
Melakukan uji coba VMI secara bertahap pada produk tertentu sebelum implementasi penuh.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa Vendor Managed Inventory (VMI) adalah strategi efektif dalam rantai pasok, tetapi memerlukan kesiapan dari perusahaan dan pemasok untuk sukses diimplementasikan.

Studi ini menghasilkan dua instrumen penilaian kesiapan VMI yang dapat digunakan untuk menilai apakah suatu produk siap dikelola dengan sistem VMI atau tidak. Hasil uji coba menunjukkan bahwa kesiapan implementasi VMI bervariasi tergantung pada tingkat kesiapan sistem informasi, kepercayaan dalam hubungan bisnis, dan fleksibilitas pemasok.

Dengan menerapkan model penilaian kesiapan VMI yang komprehensif, perusahaan dapat mengambil keputusan yang lebih baik dalam mengadopsi strategi VMI dan meningkatkan efisiensi rantai pasok secara keseluruhan.

Sumber Artikel

Undariyanto, W., & Bahagia, S. N. (2023). Rancangan Model Penilaian Kesiapan Implementasi Vendor Managed Inventory di PT XYZ. Jurnal Rekayasa Industri dan Manajemen, Vol. 1, No. 2, Institut Teknologi Bandung.

 

Selengkapnya
Strategi Vendor Managed Inventory (VMI): Model Penilaian Kesiapan untuk Optimasi Rantai Pasok

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Evolusi Penelitian Supply Chain Management: Analisis Scientometric dan Tren Global 1998–2017

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Supply Chain Management (SCM) telah menjadi bidang penelitian yang berkembang pesat sejak diperkenalkan oleh Oliver dan Webber pada 1982. Studi ini mengkaji tren publikasi di bidang SCM dari 1998 hingga 2017 menggunakan analisis scientometric untuk mengidentifikasi evolusi penelitian, penulis paling produktif, jurnal terkemuka, dan tema utama yang berkembang.

Dengan menganalisis 13.477 publikasi, penelitian ini mengungkap bagaimana perkembangan SCM mencerminkan perubahan dalam industri global. Selain itu, studi ini memberikan wawasan tentang tren masa depan dalam SCM, termasuk peran teknologi digital dan keberlanjutan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan scientometric analysis dengan data dari Web of Science (WoS). Analisis dilakukan melalui:

  1. Pemantauan tren publikasi SCM dalam tiga periode utama:
    • 1998–2005: Perkembangan awal dan teori dasar SCM.
    • 2006–2013: Integrasi rantai pasok dan manajemen risiko.
    • 2014–2017: Digitalisasi dan keberlanjutan dalam SCM.
  2. Identifikasi penulis, jurnal, dan institusi paling berpengaruh dalam penelitian SCM.
  3. Analisis kata kunci dan topik utama untuk mengungkap evolusi bidang ini.

Tren dan Evolusi Penelitian SCM

1. Tahap Awal (1998–2005): Konsep Dasar SCM

Pada periode ini, penelitian fokus pada manajemen inventaris, pengurangan biaya, dan efisiensi rantai pasok. Beberapa topik utama meliputi:
Just-in-Time (JIT) untuk mengurangi stok dan meningkatkan efisiensi produksi.
Integrasi pemasok dan pelanggan untuk meningkatkan koordinasi rantai pasok.
Fokus pada performa perusahaan melalui optimalisasi aliran material dan informasi.

2. Periode Integrasi dan Risiko (2006–2013)

SCM berkembang menjadi bidang yang lebih strategis dengan fokus pada koordinasi rantai pasok, kontrak pemasok, dan manajemen risiko.
Integrasi rantai pasok → Model SCM yang lebih terstruktur untuk mengurangi inefisiensi.
Manajemen risiko rantai pasok → Mengantisipasi gangguan produksi dan distribusi.
Peran teknologi dalam SCM → Munculnya Big Data dan otomatisasi dalam manajemen logistik.

3. Era Digitalisasi dan Keberlanjutan (2014–2017)

SCM mulai berfokus pada inovasi berbasis teknologi dan keberlanjutan lingkungan.
Blockchain dan IoT → Meningkatkan transparansi dan kecepatan pengiriman.
SCM hijau (Green SCM) → Fokus pada pengurangan limbah dan efisiensi energi.
Keberlanjutan dan tanggung jawab sosial → SCM berbasis ESG (Environmental, Social, Governance).

Hasil dan Temuan Utama

1. Jurnal dan Institusi Paling Berpengaruh dalam SCM

Analisis scientometric menemukan bahwa jurnal dan institusi berikut memiliki dampak signifikan dalam penelitian SCM:

Jurnal utama dalam SCM (berdasarkan jumlah publikasi & kutipan):

  • Supply Chain Management
  • International Journal of Production Economics
  • European Journal of Operational Research

Negara paling produktif dalam penelitian SCM:

  • Amerika Serikat (2389 publikasi, 85.403 kutipan)
  • China (2256 publikasi, 23.272 kutipan)
  • Inggris (823 publikasi, 19.986 kutipan)

Universitas dengan kontribusi terbesar dalam SCM:

  • Hong Kong Polytechnic University (346 publikasi)
  • Islamic Azad University (169 publikasi)
  • Michigan State University (149 publikasi)

2. Kata Kunci dan Topik yang Paling Banyak Diteliti

Studi ini mengidentifikasi tema penelitian utama dalam SCM berdasarkan analisis kata kunci:

1998–2005: Manajemen inventaris, performa perusahaan, dan Just-in-Time.
2006–2013: Integrasi rantai pasok, manajemen risiko, dan koordinasi pemasok.
2014–2017: Digitalisasi, keberlanjutan, green supply chain, dan blockchain.

Studi Kasus dalam Tren SCM

  1. Penerapan IoT dalam SCM – Walmart & Amazon
    • Amazon menggunakan AI dan IoT untuk mengoptimalkan stok dan distribusi secara real-time.
    • Hasil: Efisiensi gudang meningkat 20%, dan pengiriman lebih cepat 15%.
  2. Keberlanjutan dalam SCM – Tesla
    • Tesla menerapkan Green SCM dengan mengoptimalkan rantai pasok baterai lithium.
    • Hasil: Biaya produksi baterai turun 30% dan jejak karbon berkurang signifikan.
  3. Blockchain dalam Rantai Pasok – IBM & Maersk
    • IBM dan Maersk mengembangkan platform blockchain untuk meningkatkan transparansi pengiriman global.
    • Hasil: Ketepatan waktu pengiriman meningkat 40% dengan pengurangan biaya operasional 20%.

Implikasi dan Rekomendasi untuk Penelitian SCM Selanjutnya

Berdasarkan temuan ini, beberapa rekomendasi untuk penelitian SCM di masa depan meliputi:

Meningkatkan adopsi teknologi digital seperti AI, IoT, dan Blockchain untuk mempercepat pengambilan keputusan SCM.
Mempromosikan SCM berkelanjutan dengan fokus pada keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Mengembangkan model hybrid dalam SCM yang menggabungkan strategi tradisional dengan pendekatan digital.
Mengeksplorasi manajemen risiko yang lebih canggih untuk menghadapi tantangan rantai pasok global.

Kesimpulan

Analisis scientometric dalam penelitian SCM menunjukkan bahwa bidang ini terus berkembang dengan tren yang semakin kompleks dan berbasis teknologi. Sejak 1998, penelitian SCM telah beralih dari konsep dasar ke fokus pada keberlanjutan, teknologi digital, dan manajemen risiko rantai pasok.

Temuan ini menyoroti pentingnya adopsi inovasi digital dan pengelolaan rantai pasok yang lebih efisien untuk mendukung pertumbuhan industri global. Dengan integrasi teknologi yang lebih dalam, SCM akan semakin memainkan peran strategis dalam ekonomi global yang dinamis.

Sumber Artikel

Yalcin, H., Shi, W., & Rahman, Z. (2020). A Review and Scientometric Analysis of Supply Chain Management (SCM). Operations and Supply Chain Management, Vol. 13, No. 2, pp. 123-133.

 

Selengkapnya
Evolusi Penelitian Supply Chain Management: Analisis Scientometric dan Tren Global 1998–2017
« First Previous page 6 of 6