Keselamatan Kerja

Revitalisasi Safety Management System dengan Pendekatan Safety Fractal

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Manajemen keselamatan dalam industri berisiko tinggi sering kali mengandalkan Safety Management System (SMS) sebagai landasan utama dalam mengurangi insiden dan meningkatkan keselamatan operasional. Namun, dalam praktiknya, SMS sering dianggap terlalu birokratis, normatif, dan kurang efektif dalam memberikan kinerja keselamatan yang optimal. 

Konsep Safety Fractal dan Evolusi SMS

1. Kritik terhadap Implementasi SMS

  • SMS sering kali terlalu berfokus pada kepatuhan regulasi daripada peningkatan nyata dalam keselamatan.
  • Banyak perusahaan mengalami kesenjangan antara kebijakan keselamatan dan praktik operasional di lapangan.
  • Beberapa badan regulasi bahkan tidak dapat menilai efektivitas SMS dalam organisasi yang diaudit.

2. Dari Manajemen Reaktif ke Pendekatan Resilien

  • SMS tradisional cenderung bekerja dalam pendekatan reaktif, yang hanya bertindak setelah insiden terjadi.
  • Safety Fractal menawarkan sistem yang lebih dinamis dan fleksibel, memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi dan merespons risiko sebelum terjadi insiden.
  • Model ini mengintegrasikan prinsip Plan-Do-Check-Act (PDCA) dengan pemantauan yang lebih adaptif terhadap variabilitas operasional.

Tingkat Efektivitas SMS dalam Industri Berisiko Tinggi

  • Implementasi Safety Fractal dalam beberapa perusahaan menunjukkan peningkatan kepatuhan regulasi hingga 90%.
  • Penggunaan model prediktif berbasis data dalam SMS mampu menurunkan tingkat kecelakaan kerja sebesar 40% dalam lima tahun.
  • Organisasi yang menerapkan metode resilien mengalami peningkatan efisiensi operasional hingga 30% dibandingkan perusahaan dengan SMS konvensional.

Implementasi Safety Fractal dalam Manajemen Keselamatan

1. Integrasi Sistem Manajemen Keselamatan dengan Proses Operasional

  • Menghubungkan kebijakan keselamatan dengan aktivitas operasional harian.
  • Memastikan bahwa elemen-elemen manajemen risiko dan audit keselamatan terintegrasi dengan sistem produksi.

2. Pendekatan Hierarkis dalam Manajemen Keselamatan

  • Model Safety Fractal menerapkan siklus pengelolaan keselamatan di setiap level organisasi.
  • Menggunakan umpan balik berbasis data untuk mendeteksi potensi kegagalan lebih dini.

3. Manajemen Risiko yang Lebih Dinamis

  • Menyesuaikan prosedur keselamatan dengan lingkungan kerja yang terus berubah.
  • Menggunakan analisis big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi tren risiko yang tidak terdeteksi oleh metode konvensional.

Tantangan dalam Implementasi Extended Safety Fractal

  1. Kurangnya Pemahaman tentang Resilience dalam Keselamatan Kerja
    • Banyak organisasi masih berfokus pada kepatuhan regulasi, bukan peningkatan keselamatan secara proaktif.
  2. Hambatan Teknologi dan Infrastruktur
    • Penerapan AI dan big data dalam keselamatan kerja memerlukan investasi besar.
  3. Resistensi terhadap Perubahan
    • Banyak pekerja dan manajer merasa nyaman dengan proses keselamatan tradisional, sehingga sulit untuk mengadopsi sistem baru.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan dengan Safety Fractal

  1. Mengembangkan Kebijakan Keselamatan yang Lebih Adaptif
    • Mengintegrasikan prinsip resilien dalam standar keselamatan nasional dan internasional.
  2. Penerapan Teknologi Prediktif dalam Keselamatan
    • Menggunakan AI dan machine learning untuk mengidentifikasi potensi kecelakaan lebih awal.
  3. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan
    • Menyediakan program edukasi berbasis data bagi pekerja dan manajer.
  4. Meningkatkan Keterlibatan Manajemen dalam Keselamatan
    • Pemimpin organisasi harus lebih aktif dalam penerapan budaya keselamatan yang berorientasi pada daya tahan.

Kesimpulan

Konsep Extended Safety Fractal menawarkan pendekatan baru dalam manajemen keselamatan yang lebih adaptif, prediktif, dan terintegrasi dengan operasi organisasi. Dengan menerapkan model ini, perusahaan dapat meningkatkan keselamatan kerja, efisiensi operasional, dan kepatuhan regulasi secara signifikan. Perubahan dari manajemen keselamatan berbasis kepatuhan ke pendekatan resilien menjadi kunci utama dalam meningkatkan keselamatan di industri berisiko tinggi.

Sumber: Accou, B., & Reniers, G. (2020). ‘Introducing the Extended Safety Fractal: Reusing the Concept of Safety Management Systems to Organize Resilient Organizations’. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(5478), 1-19.

Selengkapnya
Revitalisasi Safety Management System dengan Pendekatan Safety Fractal

Keselamatan Kerja

Analisis Kritis terhadap Safety Management Systems dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Perusahaan yang beroperasi dengan bahan berbahaya memiliki tantangan besar dalam memastikan keselamatan kerja dan kepatuhan terhadap regulasi industri. Studi oleh József Lakatos dan Ágota Drégelyi-Kiss (2023) membandingkan berbagai Safety Management Systems (SMS), termasuk Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) berdasarkan ISO 45001, Process Safety Management (PSM), dan Safety Management System (SMS) yang diwajibkan oleh hukum. Penelitian ini menyoroti peluang perbaikan dalam sistem keselamatan yang diterapkan di perusahaan yang memproduksi dan memproses bahan berbahaya. Dengan mengadopsi praktik terbaik dari berbagai sistem, perusahaan dapat meningkatkan kinerja keselamatan, mengurangi risiko kecelakaan, dan menciptakan budaya keselamatan yang lebih kuat.

Perbandingan Sistem Manajemen Keselamatan

1. Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) – ISO 45001

  • Berfokus pada keselamatan kerja dan kesehatan karyawan.
  • Menekankan partisipasi pekerja dalam mengidentifikasi bahaya dan mencegah kecelakaan.
  • ISO 45001 menggantikan OHSAS 18001, yang sebelumnya menjadi standar utama dalam keselamatan kerja.

2. Process Safety Management (PSM)

  • Digunakan dalam industri kimia dan manufaktur bahan berbahaya.
  • Bertujuan untuk mencegah kebocoran bahan kimia dan insiden besar melalui pemantauan teknologi dan pelatihan ketat.
  • Menekankan analisis risiko proses dan pemeliharaan peralatan.

3. Safety Management System (SMS) berdasarkan Regulasi Hukum

  • SMS diwajibkan oleh Undang-Undang Perlindungan Bencana di Hungaria dan mengikuti prinsip SEVESO III.
  • Menyediakan kerangka kerja untuk mencegah kecelakaan besar dan memastikan perusahaan memenuhi standar keselamatan yang ketat.
  • SMS hukum menggabungkan komunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal, termasuk masyarakat dan otoritas pemerintah.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Tingkat kecelakaan industri menurun sebesar 30% dalam perusahaan yang mengadopsi kombinasi ISO 45001 dan PSM.
  • Di sektor kimia, penerapan PSM telah mengurangi risiko kebocoran bahan beracun hingga 45%.
  • Pabrik yang mengimplementasikan SMS berbasis hukum mengalami peningkatan kepatuhan regulasi sebesar 90%.

Elemen Kunci dalam Sistem Manajemen Keselamatan

  1. Analisis Risiko dan Pencegahan Bahaya
    • OHSMS: Menggunakan pendekatan berbasis pekerja untuk mengidentifikasi risiko.
    • PSM: Menganalisis risiko bahan kimia dan kegagalan proses industri.
    • SMS: Menilai risiko bencana besar dan melibatkan pemangku kepentingan eksternal.
  2. Pemeliharaan dan Inspeksi Teknologi
    • PSM mewajibkan pemeliharaan prediktif untuk mencegah kegagalan teknis.
    • ISO 45001 mengharuskan inspeksi berkala terhadap alat pelindung diri (APD).
  3. Pelibatan Pekerja dan Manajemen
    • ISO 45001 menekankan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan keselamatan.
    • PSM lebih teknis, dengan fokus pada insinyur dan ahli keselamatan.
    • SMS hukum mengharuskan komunikasi dengan regulator dan komunitas.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Efisiensi SMS

  1. Integrasi Elemen Terbaik dari Berbagai Sistem
    • Menggabungkan ISO 45001 untuk keselamatan kerja, PSM untuk manajemen risiko teknologi, dan SMS berbasis regulasi untuk kepatuhan hukum.
  2. Penggunaan Teknologi Cerdas dalam Keselamatan Kerja
    • Internet of Things (IoT) dan cloud computing dapat digunakan untuk pemantauan risiko secara real-time.
    • Sensor otomatis membantu mendeteksi kebocoran bahan berbahaya lebih cepat.
  3. Penerapan Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
    • Menjadikan keselamatan sebagai bagian dari perbaikan berkelanjutan dalam operasional perusahaan.
    • Memastikan pelaporan insiden digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan sistem.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa tidak ada satu sistem keselamatan yang sempurna, tetapi dengan menggabungkan elemen terbaik dari OHSMS, PSM, dan SMS berbasis regulasi, perusahaan dapat meningkatkan keselamatan operasional dan kepatuhan terhadap hukum. Dengan adopsi teknologi modern dan pendekatan yang lebih fleksibel, organisasi dapat menciptakan sistem keselamatan yang lebih efektif dan responsif terhadap tantangan industri modern.

Sumber: Lakatos, J., & Drégelyi-Kiss, Á. (2023). ‘Critical Comparison on Safety Management Systems, Identifying Opportunities for Companies Manufacturing and Using Hazardous Substances’. Interdisciplinary Description of Complex Systems, 21(1), 114-130.

Selengkapnya
Analisis Kritis terhadap Safety Management Systems dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya

Keselamatan Kerja

Manajemen Keselamatan Industri dengan Strategi Inovatif dan Proaktif

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Industri yang berisiko tinggi seperti konstruksi, manufaktur baja, minyak dan gas, serta penerbangan menghadapi tantangan besar dalam keselamatan kerja. Siyuan Song dan Ibukun Awolusi (2020) dalam penelitiannya menyoroti bagaimana manajemen keselamatan industri harus mengadopsi strategi inovatif dan proaktif untuk mengurangi cedera di tempat kerja dan meningkatkan keselamatan pekerja. Artikel ini menekankan bahwa pendekatan berbasis data dan teknologi terbaru dapat mempercepat pencapaian lingkungan kerja yang lebih aman.

Faktor Risiko dalam Keselamatan Industri

1. Industri dengan Tingkat Cedera Tinggi

  • Industri konstruksi memiliki tingkat kecelakaan kerja tertinggi di AS, dengan lebih banyak kematian dibanding sektor lainnya.
  • Manufaktur baja sangat rentan terhadap kecelakaan akibat kompleksitas sistem teknisnya.
  • Industri minyak dan gas menghadapi tantangan unik karena keterpaparan terhadap bahan berbahaya.

2. Kurangnya Pengukuran Keselamatan yang Efektif

  • Banyak perusahaan masih mengandalkan indikator lagging seperti jumlah kecelakaan yang sudah terjadi.
  • Penggunaan indikator leading seperti laporan near-miss dapat lebih efektif dalam mencegah kecelakaan sebelum terjadi.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Di AS, rata-rata 1.000 kecelakaan kerja fatal terjadi setiap tahun di industri konstruksi.
  • Penerapan strategi proaktif dalam manufaktur baja mengurangi angka cedera sebesar 30% dalam lima tahun terakhir.
  • Penggunaan sistem pemantauan berbasis teknologi di sektor minyak dan gas menurunkan kebocoran bahan kimia hingga 40%.

Pendekatan Proaktif dalam Manajemen Keselamatan

1. Penerapan Budaya Keselamatan yang Kuat

  • Budaya keselamatan yang kuat dapat mengurangi insiden hingga 50%.
  • Melibatkan komitmen manajemen, keterlibatan karyawan, dan komunikasi yang terbuka.

2. Penggunaan Indikator Keselamatan Proaktif

  • Indikator leading seperti audit keselamatan dan laporan near-miss membantu mengidentifikasi risiko lebih awal.
  • Organisasi yang menggunakan indikator leading mengalami penurunan kecelakaan sebesar 25%.

3. Teknologi untuk Keselamatan Kerja

  • Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) digunakan untuk pelatihan keselamatan interaktif.
  • Wearable sensing devices dapat memantau kondisi pekerja secara real-time untuk mengurangi risiko kecelakaan.
  • Sistem deteksi berbasis AI membantu mengidentifikasi potensi bahaya sebelum insiden terjadi.

Tantangan dalam Implementasi Strategi Proaktif

  1. Biaya Implementasi Teknologi
    • Banyak perusahaan masih ragu untuk mengadopsi teknologi keselamatan karena investasi awal yang tinggi.
  2. Kurangnya Kesadaran dan Pelatihan
    • Pekerja sering kali tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam menggunakan teknologi keselamatan.
  3. Keterbatasan Standarisasi Regulasi
    • Tidak semua negara memiliki regulasi keselamatan yang seragam, menyebabkan perbedaan dalam penerapan kebijakan.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Manajemen Keselamatan

  1. Mengadopsi Pendekatan Keselamatan yang Berbasis Data
    • Menggunakan teknologi IoT dan big data untuk memantau kondisi keselamatan secara real-time.
  2. Peningkatan Pelatihan Keselamatan dengan Teknologi Baru
    • Pelatihan berbasis VR dan AR untuk meningkatkan keterampilan pekerja dalam menghadapi situasi berbahaya.
  3. Standarisasi Regulasi Keselamatan Global
    • Pemerintah dan organisasi industri harus berkolaborasi dalam mengembangkan standar keselamatan yang lebih seragam.

Kesimpulan

Pendekatan proaktif dalam manajemen keselamatan industri terbukti lebih efektif dibanding metode reaktif tradisional. Dengan mengintegrasikan teknologi terbaru, membangun budaya keselamatan yang kuat, dan menggunakan indikator leading, perusahaan dapat mengurangi tingkat kecelakaan dan meningkatkan keselamatan pekerja secara signifikan.

Sumber: Song, S., & Awolusi, I. (2020). ‘Industrial Safety Management Using Innovative and Proactive Strategies’. IntechOpen.

Selengkapnya
Manajemen Keselamatan Industri dengan Strategi Inovatif dan Proaktif

Keselamatan Kerja

Pemanfaatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan Industri

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Industri modern semakin mengandalkan teknologi canggih untuk mengelola keselamatan kerja. Antonio Javier Nakhal Akel, Nicola Paltrinieri, dan Riccardo Patriarca (2023) dalam penelitian mereka menyoroti bagaimana Business Analytics (BA) dapat digunakan untuk meningkatkan manajemen keselamatan di sektor industri yang berisiko tinggi. Dengan menggunakan data dari sistem pelaporan kecelakaan industri seperti eMARS (Major Hazardous Event Reporting System), penelitian ini menunjukkan bagaimana analisis berbasis data dapat membantu dalam mengidentifikasi pola bahaya dan meningkatkan mitigasi risiko.

Peran Business Analytics dalam Keselamatan Industri

1. Transformasi Data Menjadi Keputusan Keselamatan

  • Business Analytics (BA) memungkinkan perusahaan untuk mengubah data kecelakaan menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti.
  • Penggunaan model prediktif berbasis data membantu mengidentifikasi faktor risiko sebelum kecelakaan terjadi.

2. Penerapan eMARS sebagai Basis Data Keselamatan

  • eMARS berisi lebih dari 1.000 laporan kecelakaan industri sejak 1979-2018, memberikan wawasan berharga dalam pencegahan insiden berulang.
  • Sistem ini dikembangkan berdasarkan Seveso Directive Eropa, yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan di industri bahan berbahaya.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Sejak penerapan Seveso Directive II (1996-2012), terjadi 543 insiden besar, dibandingkan dengan 389 pada periode Seveso I (1982-1996).
  • Implementasi Seveso Directive III (2012-sekarang) berhasil mengurangi jumlah insiden menjadi 78, menandakan efektivitas regulasi keselamatan berbasis data.
  • Industri manufaktur bahan kimia menyumbang 26,02% dari total kecelakaan dalam database eMARS, menjadikannya sektor dengan risiko tertinggi.

Pendekatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan

1. Descriptive Analytics (Analisis Deskriptif)

  • Digunakan untuk mengidentifikasi tren insiden dan faktor penyebab utama.
  • Sebanyak 72,62% kecelakaan terkait dengan kesalahan operator, menunjukkan perlunya peningkatan pelatihan keselamatan kerja.

2. Predictive Analytics (Analisis Prediktif)

  • Menggunakan teknik machine learning untuk memperkirakan risiko kecelakaan berdasarkan data historis.
  • Prediksi berdasarkan laporan eMARS membantu mengidentifikasi kemungkinan kejadian berulang dan penyebab utama.

3. Prescriptive Analytics (Analisis Preskriptif)

  • Menentukan tindakan optimal untuk mengurangi risiko kecelakaan di masa depan.
  • Dapat digunakan dalam perancangan kebijakan keselamatan industri yang lebih adaptif.

Tantangan dalam Implementasi Business Analytics

  1. Kurangnya Standarisasi Data Keselamatan
    • Sebanyak 406 laporan dalam eMARS tidak memiliki informasi lengkap tentang jenis pelepasan zat berbahaya, menunjukkan perlunya sistem pencatatan yang lebih baik.
  2. Keterbatasan Infrastruktur Teknologi
    • Banyak perusahaan belum memiliki sistem Internet of Things (IoT) dan big data untuk mendukung analisis keselamatan secara real-time.
  3. Resistensi terhadap Perubahan
    • Adopsi teknologi baru sering kali menghadapi hambatan dari karyawan yang sudah terbiasa dengan sistem manual.

Rekomendasi untuk Optimalisasi Business Analytics dalam Keselamatan Industri

  1. Integrasi BI (Business Intelligence) dengan Sistem Keselamatan
    • Menggunakan dashboard interaktif untuk pemantauan real-time terhadap data keselamatan.
  2. Peningkatan Pelatihan Keselamatan Berbasis Data
    • Mengembangkan simulasi berbasis VR dan AR untuk meningkatkan pemahaman pekerja terhadap risiko kerja.
  3. Peningkatan Kolaborasi dengan Otoritas Regulasi
    • Menggunakan analisis data untuk memberikan rekomendasi kebijakan keselamatan berbasis bukti.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa Business Analytics dapat secara signifikan meningkatkan keselamatan industri dengan menganalisis data kecelakaan secara sistematis. Dengan pendekatan yang lebih proaktif melalui descriptive, predictive, dan prescriptive analytics, perusahaan dapat mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan.

Sumber: Nakhal, A. J., Paltrinieri, N., & Patriarca, R. (2023). ‘Business Analytics to Advance Industrial Safety Management’. In Engineering Reliability and Risk Assessment, Chapter 11, Elsevier.

Selengkapnya
Pemanfaatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan Industri

Keselamatan Kerja

Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Manajemen keselamatan dalam industri penerbangan menjadi prioritas utama dalam menjaga keberlangsungan operasional yang aman dan efisien. Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System/SMS) adalah kerangka kerja yang mencakup prosedur, dokumentasi, serta sistem pengetahuan untuk mengontrol dan meningkatkan kinerja keselamatan suatu organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sybert Stroeve, Job Smeltink, dan Barry Kirwan dalam jurnal Safety tahun 2022 mengkaji cara-cara menilai dan meningkatkan sistem manajemen keselamatan dalam industri penerbangan. Dengan menggunakan alat penilaian tingkat kematangan SMS serta pendekatan berbasis faktor manusia, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam sistem keselamatan organisasi penerbangan.

Studi ini menggunakan pendekatan berbasis Hesitant Fuzzy Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengevaluasi tingkat kematangan SMS. Pendekatan ini memungkinkan organisasi penerbangan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem keselamatannya dan mengembangkan strategi perbaikan yang lebih efektif. Penelitian ini juga membandingkan berbagai metode manajemen keselamatan yang digunakan oleh organisasi penerbangan di Eropa.

Komponen Utama Sistem Manajemen Keselamatan (SMS)

Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization), SMS terdiri dari empat komponen utama:

  1. Kebijakan dan Tujuan Keselamatan (Safety Policy and Objectives)
    • Menetapkan kebijakan keselamatan yang jelas dan tanggung jawab masing-masing individu dalam organisasi.
    • Manajemen harus menunjukkan komitmen yang kuat terhadap keselamatan.
  2. Manajemen Risiko Keselamatan (Safety Risk Management)
    • Mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko dalam operasi penerbangan.
    • Melibatkan analisis risiko berdasarkan data historis dan kejadian nyata.
  3. Jaminan Keselamatan (Safety Assurance)
    • Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan dan prosedur keselamatan.
    • Menggunakan data dan indikator kinerja keselamatan untuk meningkatkan sistem.
  4. Promosi Keselamatan (Safety Promotion)
    • Memberikan pelatihan dan komunikasi yang efektif untuk meningkatkan budaya keselamatan di dalam organisasi.

Penelitian ini menerapkan model evaluasi SMS pada beberapa organisasi penerbangan, termasuk maskapai, bandara, dan penyedia layanan navigasi udara di Eropa. Hasil studi menunjukkan beberapa temuan penting:

  • Kematangan SMS:
    • 60% organisasi memiliki sistem keselamatan yang cukup matang tetapi masih perlu perbaikan dalam integrasi faktor manusia.
    • 25% organisasi masih berada pada tahap pengembangan dan membutuhkan lebih banyak dukungan dari manajemen senior.
    • 15% organisasi memiliki sistem yang sangat maju dengan pendekatan berbasis budaya keselamatan yang kuat.
  • Kelemahan utama yang ditemukan:
    • Kurangnya keterlibatan manajemen dalam implementasi kebijakan keselamatan.
    • Kurangnya pelatihan keselamatan yang berkelanjutan untuk pekerja.
    • Sistem pelaporan keselamatan yang kurang efisien dan kurangnya budaya just culture.
  • Dampak dari Implementasi SMS yang Buruk:
    • 35% insiden yang terjadi disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola risiko keselamatan secara efektif.
    • Penyimpangan dari prosedur keselamatan meningkat sebesar 20% di organisasi dengan tingkat SMS yang rendah.

Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa strategi utama disarankan untuk meningkatkan efektivitas SMS dalam industri penerbangan:

  1. Meningkatkan Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Manajemen senior harus terlibat langsung dalam evaluasi dan perbaikan kebijakan keselamatan.
    • Pemimpin organisasi harus menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung budaya keselamatan.
  2. Mengadopsi Pendekatan Berbasis Data dan Teknologi
    • Menggunakan big data dan machine learning untuk memprediksi potensi risiko keselamatan.
    • Menerapkan sistem pelaporan yang lebih efisien dengan teknologi berbasis real-time monitoring.
  3. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan
    • Mengembangkan program pelatihan yang lebih interaktif dan berbasis simulasi.
    • Mendorong budaya just culture agar pekerja tidak takut melaporkan insiden atau penyimpangan prosedur.
  4. Meningkatkan Integrasi Faktor Manusia dalam SMS
    • Memastikan desain sistem dan prosedur mendukung kapasitas manusia dalam mengelola keselamatan.
    • Mengurangi beban kerja berlebih yang dapat menyebabkan kelelahan mental dan kesalahan operasional.
  5. Melakukan Audit dan Evaluasi Berkala
    • Melaksanakan audit internal secara rutin untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem.
    • Menggunakan umpan balik dari pekerja sebagai bagian dari proses evaluasi.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan SMS yang efektif sangat bergantung pada keterlibatan manajemen, integrasi teknologi, serta faktor manusia dalam organisasi penerbangan. Dengan meningkatkan aspek-aspek ini, industri penerbangan dapat secara signifikan mengurangi insiden keselamatan dan meningkatkan efisiensi operasional.

Sumber Asli

Stroeve, S., Smeltink, J., & Kirwan, B. Assessing and Advancing Safety Management in Aviation. Safety 2022, 8(20). https://doi.org/10.3390/safety8020020

Selengkapnya
Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Keselamatan Kerja

Analisis Kepatuhan Keselamatan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kerja merupakan salah satu isu penting dalam dunia ketenagakerjaan, terutama di industri yang memiliki risiko tinggi seperti telekomunikasi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chandrakantan Subramaniam, Faridahwati Mohd. Shamsudin, dan Ahmad Said Ibrahim Alshuaibi menginvestigasi persepsi karyawan terhadap keselamatan kerja dan kepatuhan terhadap aturan keselamatan di sebuah perusahaan telekomunikasi besar di Malaysia. Dengan menggunakan metode Partial Least Square – Structural Equation Modeling (PLS-SEM), penelitian ini mengungkap faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam kepatuhan terhadap keselamatan kerja.

Penelitian ini melibatkan 135 karyawan teknis di perusahaan telekomunikasi Malaysia yang bekerja dalam lingkungan berisiko tinggi. Survei dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai persepsi keselamatan kerja dan bagaimana persepsi ini berkontribusi terhadap kepatuhan terhadap aturan keselamatan. Model yang digunakan terdiri dari lima aspek utama persepsi karyawan:

  1. Keselamatan dalam Pekerjaan (Job Safety)
  2. Keselamatan Rekan Kerja (Co-worker Safety)
  3. Keselamatan Supervisor (Supervisor Safety)
  4. Kebijakan Keselamatan Manajemen (Management Safety Practices)
  5. Kepuasan terhadap Program Keselamatan (Satisfaction with Safety Programs)

Hasil analisis menunjukkan bahwa praktik keselamatan oleh manajemen merupakan prediktor paling signifikan dalam mempengaruhi kepatuhan karyawan terhadap aturan keselamatan.

1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kepatuhan Keselamatan

Dari lima aspek yang dianalisis, tiga faktor utama yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan terhadap keselamatan kerja adalah praktik keselamatan manajemen, keselamatan rekan kerja, dan keselamatan dalam pekerjaan. Praktik keselamatan manajemen memiliki pengaruh paling besar terhadap kepatuhan karyawan, disusul oleh peran rekan kerja dalam membangun budaya keselamatan. Persepsi karyawan terhadap keselamatan dalam pekerjaan mereka juga turut memengaruhi kepatuhan terhadap aturan keselamatan.

Sebaliknya, dua faktor lainnya, yaitu keselamatan supervisor dan kepuasan terhadap program keselamatan, tidak menunjukkan hubungan signifikan terhadap kepatuhan karyawan.

2. Statistik Kecelakaan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia

Data dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Malaysia (DOSH) menunjukkan tren kecelakaan kerja yang meningkat dalam sektor transportasi, penyimpanan, dan telekomunikasi. Pada tahun 2007, terdapat beberapa kasus kecelakaan yang dilaporkan, dengan angka cedera ringan dan kematian yang relatif rendah. Namun, pada tahun 2014, jumlah kecelakaan meningkat secara signifikan, menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kebijakan keselamatan di tempat kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan kerja di industri telekomunikasi:

  1. Meningkatkan Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Manajemen perlu lebih aktif dalam mengawasi dan mendukung kebijakan keselamatan.
    • Menyediakan alat keselamatan yang lebih memadai dan melakukan inspeksi berkala.
  2. Memperkuat Budaya Keselamatan di Antara Rekan Kerja
    • Mendorong komunikasi terbuka tentang keselamatan di lingkungan kerja.
    • Menetapkan mekanisme pelaporan insiden yang mudah diakses dan tidak menimbulkan ketakutan bagi karyawan.
  3. Pelatihan Keselamatan yang Lebih Relevan
    • Pelatihan harus lebih spesifik terhadap risiko di tempat kerja masing-masing.
    • Menggunakan metode interaktif seperti simulasi untuk meningkatkan efektivitas pelatihan.
  4. Peningkatan Pengawasan Keselamatan oleh Supervisor
    • Supervisor perlu lebih aktif dalam memantau dan menegakkan aturan keselamatan.
    • Menerapkan sistem penghargaan bagi karyawan yang menunjukkan kepatuhan tinggi terhadap aturan keselamatan.
  5. Evaluasi dan Penyempurnaan Program Keselamatan
    • Melakukan survei berkala untuk mengevaluasi efektivitas program keselamatan.
    • Menggunakan data kecelakaan untuk menyesuaikan kebijakan keselamatan di masa depan.

Kesimpulan

Penelitian ini mengungkap bahwa praktik keselamatan oleh manajemen adalah faktor paling signifikan dalam meningkatkan kepatuhan karyawan terhadap keselamatan kerja. Selain itu, budaya keselamatan yang kuat di antara rekan kerja juga memainkan peran penting. Sebagai rekomendasi, manajemen harus lebih aktif dalam mendukung dan mengawasi kebijakan keselamatan serta meningkatkan pelatihan keselamatan yang lebih relevan dengan risiko di tempat kerja.

Sumber Asli

Subramaniam, C., Shamsudin, F. M., & Alshuaibi, A. S. I. Investigating Employee Perceptions of Workplace Safety and Safety Compliance Using PLS-SEM among Technical Employees in Malaysia. Journal of Applied Structural Equation Modeling, 1(1), 44-61, June 2017.

Selengkapnya
Analisis Kepatuhan Keselamatan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia
« First Previous page 6 of 14 Next Last »