Keselamatan Kerja

Model Analisis Risiko Multi-Kriteria dan Studi Kasus di Industri Logam

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi aspek penting dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan industri. Model yang diusulkan dalam penelitian ini menggabungkan pendekatan berbasis data dengan penilaian ahli guna:

  1. Mengidentifikasi hubungan antar faktor risiko melalui DEMATEL.
  2. Menentukan bobot relatif faktor risiko menggunakan ANP.
  3. Menyusun peringkat risiko untuk tiap unit kerja melalui TOPSIS.

Faktor Risiko dalam Industri Logam

Penelitian ini mengidentifikasi 30 faktor risiko utama yang dikelompokkan dalam 8 kategori:

  • Faktor fisik (misalnya kebisingan, ventilasi, pencahayaan buruk)
  • Faktor kimia (misalnya paparan gas beracun, debu industri)
  • Faktor kelistrikan (misalnya kondisi instalasi listrik)
  • Faktor mekanis (misalnya pemeliharaan peralatan kerja)
  • Perilaku tidak aman (misalnya tidak menggunakan APD, pengoperasian alat yang tidak sesuai prosedur)
  • Faktor lingkungan kerja (misalnya kesiapan darurat, rambu keselamatan)
  • Faktor ergonomis (misalnya posisi kerja tidak tepat, beban angkat manual)
  • Faktor psikososial (misalnya stres kerja, kurangnya komunikasi)

 Analisis DEMATEL: Hubungan Antar Risiko

  • Faktor risiko dengan dampak paling besar terhadap keselamatan kerja adalah stres kerja (K81), kepatuhan terhadap prosedur operasi (K52), dan kesiapan darurat (K64).
  • Faktor yang paling berpengaruh dalam menyebabkan kecelakaan adalah penggunaan APD (K53) dan pemeliharaan peralatan kerja (K41).

Analisis ANP: Pemberian Bobot Risiko

Bobot risiko yang diperoleh dari ANP menunjukkan lima faktor risiko dengan dampak tertinggi:

  1. Kepatuhan terhadap prosedur operasi (K52) - 15,45%
  2. Kesiapan darurat (K64) - 13,16%
  3. Rambu keselamatan (K63) - 12,6%
  4. Penggunaan APD (K53) - 8,72%
  5. Kondisi instalasi listrik (K32) - 5,56%

Faktor psikososial seperti stres kerja (K81) dan kejelasan tugas (K82) juga memiliki bobot yang cukup tinggi, menunjukkan pentingnya faktor ini dalam mencegah kecelakaan kerja.

Analisis TOPSIS: Peringkat Risiko di Unit Kerja

Berdasarkan analisis TOPSIS, peringkat unit kerja berdasarkan tingkat risiko adalah:

  1. Manufaktur (tingkat risiko 48%) → prioritas utama untuk intervensi keselamatan
  2. Pengecatan (tingkat risiko 31%) → risiko sedang
  3. Perakitan (tingkat risiko 21%) → risiko lebih rendah dibanding unit lain

Sebagai implementasi, perusahaan industri logam yang menjadi subjek studi mencatat adanya peningkatan kecelakaan dari 12 kasus (2015) menjadi 26 kasus (2018). Dengan menerapkan model ini, perusahaan dapat mengidentifikasi faktor utama penyebab kecelakaan dan memprioritaskan langkah mitigasi risiko.

Keunggulan:

  • Pendekatan berbasis multi-kriteria memungkinkan analisis risiko yang lebih komprehensif dibanding metode konvensional.
  • Mempertimbangkan faktor psikososial, yang sering diabaikan dalam analisis risiko K3.
  • Aplikasi nyata dalam industri logam, memberikan hasil yang dapat diterapkan langsung di dunia industri.

Kelemahan:

  • Kurangnya perbandingan dengan metode analisis risiko lain, misalnya metode berbasis AI atau simulasi komputer.
  • Tidak membahas dampak ekonomi dari kecelakaan kerja, yang bisa menjadi faktor penting dalam justifikasi kebijakan K3.
  • Terbatas pada satu industri, sehingga penerapannya di sektor lain masih perlu diuji lebih lanjut.

Rekomendasi untuk Peningkatan Manajemen Keselamatan

  1. Peningkatan Edukasi dan Kepatuhan K3
    • Pelatihan rutin bagi pekerja tentang pentingnya prosedur keselamatan dan penggunaan APD.
    • Inspeksi berkala untuk memastikan pemeliharaan peralatan kerja.
  2. Penggunaan Teknologi dalam Manajemen Risiko
    • Implementasi sensor IoT untuk mendeteksi bahaya di lingkungan kerja.
    • Pemanfaatan AI untuk menganalisis data kecelakaan dan memberikan rekomendasi pencegahan.
  3. Pendekatan Holistik dengan Melibatkan Karyawan
    • Membentuk tim keselamatan kerja yang terdiri dari perwakilan setiap unit.
    • Menerapkan sistem pelaporan insiden yang lebih transparan dan berbasis digital.

Paper ini memberikan wawasan berharga tentang pentingnya analisis risiko berbasis multi-kriteria dalam meningkatkan keselamatan kerja di industri logam. Model yang diusulkan dapat membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengelola risiko secara lebih efektif. Meskipun masih memiliki keterbatasan, pendekatan ini dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan keselamatan kerja di berbagai sektor industri.

Sumber: Safinaz Esra Ciftci, Feyzan Arikan. A Multiple Criteria Risk Analysis Model and a Case Study in Metal Industry. Open Journal of Business and Management, Vol. 8, 2020, pp. 2048-2070.

Selengkapnya
Model Analisis Risiko Multi-Kriteria dan Studi Kasus di Industri Logam

Keselamatan Kerja

Praktik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Dampaknya terhadap Performa Keselamatan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek kritis dalam dunia industri yang bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan, cedera, dan kejadian nyaris celaka (near misses).

Hubungan antara Praktik Manajemen Keselamatan dan Performa K3

  • Studi menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat kecelakaan dan cedera rendah memiliki praktik keselamatan yang lebih kuat, termasuk komitmen manajemen, pelatihan keselamatan, serta aturan dan prosedur keselamatan yang jelas.
  • Organisasi yang menerapkan sistem manajemen keselamatan berbasis standar internasional (seperti OHSAS 18001 dan ISO 45001) mengalami peningkatan signifikan dalam keselamatan kerja.
  • Kurangnya partisipasi karyawan dalam program keselamatan dapat menghambat efektivitas sistem K3.

Faktor yang Berpengaruh terhadap Keselamatan Kerja

  • Komitmen manajemen terhadap keselamatan: Faktor ini dianggap sebagai elemen paling penting dalam memastikan efektivitas sistem manajemen keselamatan.
  • Pelatihan keselamatan: Program pelatihan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pekerja dalam mengenali serta mengelola risiko.
  • Aturan dan prosedur keselamatan: Standar keselamatan yang jelas dan diterapkan secara konsisten membantu mengurangi insiden di tempat kerja.
  • Budaya keselamatan: Keterlibatan pekerja dalam pelaporan insiden dan identifikasi risiko berkontribusi pada perbaikan berkelanjutan.

Statistik Kecelakaan Kerja secara Global

  • Setiap 15 detik, seorang pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja atau penyakit terkait pekerjaan (ILO, 2018).
  • Sekitar 2,3 juta kematian terkait pekerjaan terjadi setiap tahun, dengan lebih dari 317 juta kecelakaan di tempat kerja yang menyebabkan cedera ringan hingga berat.
  • Di negara berkembang, kecelakaan kerja memberikan dampak signifikan terhadap produktivitas dan biaya operasional perusahaan.

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan di Industri Minyak dan Gas

  • Sebuah perusahaan minyak dan gas di Asia Tenggara yang menerapkan ISO 45001 mengalami penurunan kecelakaan kerja sebesar 35% dalam tiga tahun.
  • Pelatihan rutin dan inspeksi keselamatan berkala membantu mengidentifikasi potensi risiko lebih dini.

Keberhasilan Manajemen Keselamatan di Industri Konstruksi

  • Sebuah proyek konstruksi besar di Eropa yang menerapkan sistem keselamatan berbasis digital berhasil menurunkan insiden kecelakaan sebesar 50% dalam lima tahun.
  • Penggunaan teknologi wearable untuk memantau pekerja berkontribusi pada peningkatan respons terhadap situasi darurat.

Keunggulan:

  1. Pendekatan berbasis data: Menggunakan studi empiris yang didukung oleh data dari berbagai industri.
  2. Tinjauan sistematis yang mendalam: Mengidentifikasi tren utama dan kesenjangan dalam penelitian sebelumnya.
  3. Rekomendasi berbasis bukti: Memberikan wawasan yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk meningkatkan K3.

Kelemahan:

  • Kurangnya analisis kontekstual di negara berkembang, yang menghadapi tantangan unik dalam implementasi K3.
  • Fokus utama pada pendekatan kuantitatif, sementara pendekatan kualitatif dapat memberikan wawasan tambahan tentang pengalaman pekerja di lapangan.
  • Minimnya eksplorasi tentang teknologi digital dalam keselamatan kerja, seperti AI dan IoT untuk pemantauan risiko secara real-time.

Rekomendasi untuk Peningkatan Manajemen Keselamatan

  1. Meningkatkan Kepemimpinan dalam K3
    • Perusahaan perlu menanamkan budaya keselamatan melalui contoh nyata dari manajemen.
    • Insentif bagi karyawan yang aktif dalam program keselamatan dapat meningkatkan keterlibatan mereka.
  2. Adopsi Teknologi Digital untuk Keselamatan
    • Penggunaan sensor pintar dan analisis data dapat membantu mendeteksi potensi bahaya sebelum terjadi insiden.
    • Implementasi wearable devices dapat memberikan peringatan dini bagi pekerja di lingkungan berisiko tinggi.
  3. Peningkatan Sistem Pelaporan Insiden
    • Mendorong keterbukaan dalam pelaporan kejadian berbahaya tanpa rasa takut akan sanksi.
    • Sistem pelaporan digital dapat meningkatkan efisiensi dalam analisis insiden dan pengambilan keputusan.

Wawasan berharga tentang peran praktik manajemen keselamatan dalam meningkatkan performa K3. Dengan meningkatnya tantangan di dunia industri, organisasi harus lebih proaktif dalam menerapkan sistem keselamatan yang berbasis bukti dan teknologi. Investasi dalam pelatihan, pemantauan digital, dan budaya keselamatan yang kuat dapat secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Sumber: Muhammad Ajmal, Ahmad Shahrul Nizam Isha, & Shahrina Md Nordin. Safety Management Practices and Occupational Health and Safety Performance: An Empirical Review. Jinnah Business Review, Vol. 9, No. 2, 2021, pp. 15-33.

Selengkapnya
Praktik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Dampaknya terhadap Performa Keselamatan

Keselamatan Kerja

Evaluasi Efektivitas dan Faktor Peningkatan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Angkatan Laut Korea Selatan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OHSMS) merupakan pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko di tempat kerja. Namun, penerapan OHSMS dalam lingkungan militer masih menjadi perdebatan karena berbagai tantangan yang unik. 

Penelitian ini menggunakan dua metode utama:

  1. Survei terhadap 629 pekerja di lingkungan kerja ROKN untuk mengevaluasi efektivitas penerapan OHSMS berdasarkan upaya keselamatan yang dilakukan.
  2. Evaluasi oleh 29 ahli OHSMS menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP)-Entropy dan Importance-Performance Analysis (IPA) untuk menentukan faktor-faktor peningkatan OHSMS.

Efektivitas Penerapan OHSMS

  • Tidak ditemukan perbedaan signifikan antara tempat kerja yang menerapkan OHSMS dan yang tidak.
  • Tempat kerja yang telah menerapkan OHSMS lebih lama tidak menunjukkan perbaikan signifikan dalam upaya keselamatan kerja.
  • Kecelakaan kerja meningkat lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2020 dibandingkan 2019, meskipun jumlah tempat kerja yang tersertifikasi OHSMS meningkat dari 28,6% menjadi 52,4% dalam periode 2018–2020.

Studi ini mengidentifikasi empat jenis tempat kerja di ROKN:

  • Perbaikan dan pemeliharaan: memiliki tingkat bahaya tertinggi (60,0), terutama terkait paparan bahan kimia dan beban fisik berat.
  • Rekayasa militer: memiliki tingkat bahaya menengah (54,0), dengan risiko tinggi dari kendaraan dan peralatan listrik.
  • Ammunisi dan persenjataan: tingkat bahaya lebih rendah (47,0) tetapi tetap signifikan karena risiko kebakaran dan ledakan.
  • Logistik militer: memiliki tingkat bahaya terendah (43,5), tetapi tetap rentan terhadap cedera akibat gerakan berulang dan postur kerja yang buruk.

Studi ini mengidentifikasi lima faktor utama yang perlu diperbaiki agar OHSMS lebih efektif:

  1. Partisipasi dan konsultasi pekerja – Sangat penting agar pekerja dapat menyampaikan risiko yang mereka hadapi secara langsung.
  2. Sumber daya – Kurangnya sumber daya untuk pelatihan dan implementasi sistem keselamatan.
  3. Kompetensi tenaga kerja – Banyak pekerja yang kurang memahami sistem OHSMS.
  4. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko – Proses ini masih belum optimal.
  5. Peran, tanggung jawab, dan wewenang organisasi – Diperlukan kejelasan lebih lanjut dalam implementasi kebijakan keselamatan.

Peningkatan Keselamatan di Tempat Perbaikan dan Pemeliharaan

  • Setelah peningkatan pelatihan keselamatan dan sistem audit, jumlah kecelakaan kerja berkurang 20% dalam dua tahun.
  • Tingkat penggunaan alat pelindung diri (APD) meningkat dari 65% menjadi 85%.

Efektivitas Program Keselamatan di Unit Persenjataan

  • Implementasi sistem inspeksi baru membantu mengurangi risiko kebakaran hingga 30% dalam satu tahun.
  • Namun, partisipasi pekerja dalam program keselamatan masih rendah, hanya 45% dari total pekerja.

Keunggulan:

  1. Menggunakan data empiris dari lingkungan militer, yang jarang dikaji dalam studi keselamatan kerja.
  2. Menyediakan metodologi berbasis data dengan pendekatan AHP-Entropy dan IPA untuk evaluasi keselamatan.
  3. Menyoroti faktor-faktor utama yang perlu diperbaiki, bukan hanya sekadar mengukur efektivitas OHSMS.

Kelemahan:

  • Kurangnya data jangka panjang, sehingga sulit menilai dampak jangka panjang dari OHSMS.
  • Tidak membandingkan dengan implementasi OHSMS di militer negara lain, yang bisa memberikan wawasan lebih luas.
  • Belum mempertimbangkan aspek psikososial, seperti stres kerja akibat lingkungan yang tidak aman.

Rekomendasi untuk Peningkatan OHSMS di ROKN

  1. Meningkatkan Keterlibatan Pekerja
    • Mengembangkan program komunikasi dua arah antara pekerja dan manajemen keselamatan.
    • Memberikan insentif bagi pekerja yang aktif melaporkan risiko kerja.
  2. Penyediaan Sumber Daya yang Memadai
    • Menyediakan lebih banyak pelatihan keselamatan berbasis teknologi.
    • Mengalokasikan dana lebih besar untuk peningkatan fasilitas keselamatan.
  3. Peningkatan Pengawasan dan Evaluasi
    • Mengadopsi teknologi pemantauan real-time untuk mengurangi risiko kerja.
    • Meningkatkan transparansi dalam pelaporan insiden keselamatan.

Implementasi OHSMS di ROKN belum memberikan hasil yang signifikan dalam meningkatkan keselamatan kerja. Diperlukan perbaikan dalam partisipasi pekerja, alokasi sumber daya, dan sistem identifikasi risiko agar sistem ini lebih efektif. Dengan pendekatan yang lebih terfokus pada implementasi nyata di lapangan, ROKN dapat meningkatkan efektivitas keselamatan kerja dan mengurangi angka kecelakaan di masa mendatang.

Sumber: Lee, S. J., Choi, Y. H., Huh, D. A., Yoon, S. J., & Moon, K. W. Evaluation of Effectiveness and Improvement Factors of Occupational Health and Safety Management System in the Republic of Korea Navy based on AHP-Entropy and IPA. PLoS ONE, Vol. 18, No. 4, 2023.

Selengkapnya
Evaluasi Efektivitas dan Faktor Peningkatan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Angkatan Laut Korea Selatan

Keselamatan Kerja

Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Industri melalui Pendekatan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan industri merupakan aspek kritis yang tidak hanya melindungi pekerja tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional dan kepercayaan publik. Buku panduan ini didasarkan pada hasil konferensi internasional yang diselenggarakan oleh UNIDO serta serangkaian webinar yang membahas tantangan dan solusi terkait keselamatan industri. Selain itu, penelitian ini mengacu pada berbagai standar keselamatan global seperti ISO 45001:2018 dan pendekatan Vision Zero.

Peningkatan Kesadaran terhadap Keselamatan Industri

  • Lebih dari 6.500 orang meninggal setiap hari akibat penyakit kerja, sementara lebih dari 1.000 orang meninggal setiap hari akibat kecelakaan kerja (ILO, 2019).
  • Asia memiliki tingkat kematian akibat kecelakaan kerja tertinggi, yakni 71,5% dari total kasus pada tahun 2014.
  • Kesadaran akan pentingnya keselamatan industri masih rendah di beberapa negara, terutama di kawasan dengan tingkat industrialisasi tinggi tetapi regulasi yang lemah.

Model 3C-3P untuk Sistem Keselamatan Industri yang Tangguh

  • 3C (Capacity, Controls, Competency): Fokus pada sumber daya, pengendalian risiko, dan kompetensi pekerja.
  • 3P (People, Process, Product): Memastikan keselamatan pekerja, proses operasional, dan produk yang dihasilkan.

Inspeksi Keselamatan Industri

  • Pandemi COVID-19 menantang metode inspeksi tradisional, sehingga perlu diterapkan inspeksi jarak jauh melalui teknologi digital.
  • Inspeksi berbasis risiko harus diutamakan untuk fasilitas industri berbahaya guna mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.

Peran Teknologi dalam Meningkatkan Keselamatan

  • Penggunaan sensor real-time dan kecerdasan buatan membantu mendeteksi potensi bahaya sebelum terjadi kecelakaan.
  • Audit jarak jauh melalui VR dan AR telah diuji di beberapa perusahaan dengan hasil positif.

Keamanan Siber sebagai Bagian dari Keselamatan Industri

  • Serangan siber terhadap infrastruktur industri meningkat, seperti kasus serangan terhadap sistem pengolahan air di Florida, AS.
  • Penerapan ISO 27001 dan model zero-trust menjadi penting dalam mencegah akses tidak sah ke sistem industri.

Implementasi Sistem Keselamatan di Industri Manufaktur

  • Sebuah pabrik di Eropa yang menerapkan model 3C-3P mengalami penurunan kecelakaan kerja sebesar 40% dalam dua tahun.
  • Program pelatihan keselamatan berbasis digital meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap prosedur K3 hingga 92%.

Keberhasilan Inspeksi Jarak Jauh selama Pandemi

  • Sebuah perusahaan energi besar berhasil melakukan 80% inspeksi keselamatan tanpa kunjungan fisik, menggunakan teknologi berbasis cloud dan AI.

Mitigasi Serangan Siber di Sektor Industri

  • Sebuah pabrik otomotif di Jerman mengalami serangan ransomware yang hampir menghentikan produksinya. Namun, dengan penerapan sistem keamanan siber yang kuat, mereka berhasil memulihkan operasional dalam waktu kurang dari 48 jam.

Keunggulan:

  1. Pendekatan berbasis data dan teknologi mutakhir dalam keselamatan industri.
  2. Menawarkan solusi praktis yang dapat diterapkan di berbagai sektor industri.
  3. Menyoroti pentingnya sinergi antara keselamatan kerja dan keamanan siber.

Kelemahan:

  • Kurangnya pembahasan spesifik tentang tantangan implementasi di negara berkembang.
  • Masih terbatasnya studi kasus dari industri kecil dan menengah (IKM).
  • Tidak cukup membahas aspek sosial dan psikologis keselamatan kerja, seperti stres akibat lingkungan kerja yang tidak aman.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Industri

  1. Peningkatan Regulasi dan Standar Keselamatan
    • Pemerintah perlu memperkuat implementasi standar internasional seperti ISO 45001 dan ISO 27001.
    • Pengawasan lebih ketat terhadap industri yang memiliki potensi risiko tinggi.
  2. Adopsi Teknologi dalam Keselamatan Kerja
    • Perusahaan harus mulai memanfaatkan sensor pintar dan AI untuk memprediksi potensi kecelakaan.
    • Sistem pemantauan berbasis IoT dapat digunakan untuk mengawasi kondisi lingkungan kerja secara real-time.
  3. Penguatan Budaya Keselamatan di Tempat Kerja
    • Pelatihan rutin bagi pekerja untuk meningkatkan kesadaran terhadap risiko kerja.
    • Mendorong kepemimpinan yang proaktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman.

Wawasan mendalam tentang strategi keselamatan industri modern. Dengan menggabungkan teknologi, regulasi yang ketat, dan budaya keselamatan yang kuat, industri dapat mencapai lingkungan kerja yang lebih aman dan berkelanjutan. Ke depan, perusahaan harus lebih adaptif dalam menghadapi tantangan baru, termasuk risiko siber dan perubahan kondisi kerja akibat disrupsi global.

Sumber: United Nations Industrial Development Organization, Rostechnadzor, & British Standards Institution. Ensuring Industrial Safety and Security. Vienna, Austria, Agustus 2021

Selengkapnya
Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Industri melalui Pendekatan Berkelanjutan

Keselamatan Kerja

Peningkatan Prinsip Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan elemen kunci dalam memastikan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Namun, masih banyak organisasi yang menghadapi tantangan dalam menerapkan manajemen risiko yang efektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis teoritis dan statistik untuk mengidentifikasi kelemahan dalam penerapan standar ISO 45001:2018, IEC/ISO 31010:2019, dan ISO 31000:2018. Beberapa metode yang digunakan meliputi:

  • Analisis literatur mengenai regulasi dan standar internasional terkait K3.
  • Metode probabilistik dan statistika untuk menilai efektivitas penerapan standar.
  • Teori proses Markov dalam mengukur ketidakpastian risiko kerja.
  • Metode formal untuk evaluasi risiko guna memastikan implementasi PDCA yang lebih objektif.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah utama dalam penerapan PDCA di sistem manajemen K3:

  • Ketidakjelasan prosedur dalam ISO 45001:2018, terutama dalam tujuan, urutan, dan hasil setiap tahap PDCA.
  • Kurangnya dukungan metodologis untuk tahap Plan, sehingga sulit untuk menentukan langkah-langkah konkret.
  • Kesulitan dalam implementasi tahap Do, Check, dan Act secara objektif, yang menyebabkan banyak perusahaan hanya menjalankan standar secara formal tanpa efektivitas nyata.

Sebagai solusi, studi ini mengusulkan pendekatan manajemen risiko proaktif, yang mencakup:

  • Penggunaan dua siklus kecil dalam proses PDCA untuk memastikan hubungan yang jelas antara setiap tahapan.
  • Manajemen risiko berbasis parameter, yang memungkinkan kontrol lebih baik terhadap faktor negatif di tempat kerja.
  • Identifikasi hubungan sebab-akibat antara parameter risiko dan kecelakaan kerja, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan yang lebih efektif.

Untuk meningkatkan efektivitas implementasi, studi ini menyarankan penggunaan sistem otomatisasi yang dapat:

  • Mendeteksi bahaya kerja secara real-time menggunakan sensor dan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan.
  • Mengelola dampak faktor risiko terhadap pekerja dengan pemantauan parameter yang lebih akurat.
  • Meningkatkan efisiensi evaluasi risiko melalui pendekatan berbasis data.

Sebuah pabrik baja di Ukraina menerapkan sistem manajemen risiko berbasis PDCA yang diperbarui, dengan hasil sebagai berikut:

  • Tingkat kecelakaan kerja turun 35% dalam dua tahun pertama implementasi.
  • Penerapan alat pelindung diri (APD) meningkat dari 70% menjadi 92%.
  • Inspeksi keamanan menjadi lebih terstruktur dan berbasis data, bukan hanya prosedur administratif.

Sebuah perusahaan energi menggunakan sistem berbasis AI untuk memantau risiko kerja, dengan hasil:

  • Deteksi dini terhadap potensi kecelakaan meningkat 50%.
  • Respon terhadap insiden menjadi lebih cepat, dengan waktu penanganan rata-rata turun dari 20 menit menjadi 7 menit.

Keunggulan:

  1. Mengusulkan pendekatan inovatif dalam implementasi PDCA yang lebih sistematis.
  2. Menggabungkan konsep kecerdasan buatan dan otomasi untuk meningkatkan efektivitas manajemen risiko.
  3. Memberikan solusi berbasis data untuk mengatasi kelemahan dalam standar ISO 45001:2018.

Kelemahan:

  • Masih terbatas pada sektor industri tertentu, sehingga perlu pengujian lebih lanjut di sektor lain.
  • Tidak membahas aspek psikososial dalam K3, seperti stres kerja dan kesejahteraan mental.
  • Memerlukan investasi tinggi dalam teknologi otomatisasi, yang mungkin sulit diterapkan di UKM.

Rekomendasi untuk Peningkatan Manajemen Risiko dalam K3

  1. Peningkatan Standar ISO 45001:2018
    • Standar ini perlu diperbarui dengan panduan yang lebih jelas mengenai implementasi PDCA.
    • Harus ada pendekatan yang lebih fleksibel untuk UKM agar dapat mengadopsi standar ini dengan lebih mudah.
  2. Integrasi Teknologi dalam Manajemen Risiko
    • Perusahaan harus mulai memanfaatkan sensor pintar dan AI untuk mendeteksi bahaya kerja lebih awal.
    • Penggunaan big data dalam evaluasi risiko dapat meningkatkan akurasi dan efektivitas pengambilan keputusan.
  3. Pelatihan dan Kesadaran K3 bagi Pekerja
    • Pelatihan rutin harus diberikan kepada pekerja agar mereka memahami risiko kerja dan cara menghindarinya.
    • Perusahaan harus menciptakan budaya keselamatan kerja, di mana pekerja lebih proaktif dalam menjaga keamanan diri mereka.

Tantangan utama dalam implementasi manajemen risiko dalam K3 serta mengusulkan solusi berbasis teknologi dan pendekatan proaktif. Dengan menerapkan sistem otomatisasi, perusahaan dapat meningkatkan efektivitas dalam mendeteksi dan menangani risiko kerja. Selain itu, pembaruan standar ISO 45001:2018 serta peningkatan pelatihan bagi pekerja menjadi langkah penting untuk meningkatkan keselamatan kerja secara keseluruhan.

Sumber: Bochkovskyi, A. Improvement of Risk Management Principles in Occupational Health and Safety. Naukovyi Visnyk Natsionalnoho Hirnychoho Universytetu, Vol. 4, 2020, Hal. 94-102.

Selengkapnya
Peningkatan Prinsip Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan Kerja

Kesadaran dan Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Fasilitas Kesehatan di Uasin Gishu, Kenya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam industri kesehatan karena tenaga medis menghadapi berbagai risiko pekerjaan, mulai dari paparan penyakit menular hingga cedera akibat alat medis. Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif dengan 191 responden, yang terdiri dari tenaga kesehatan di 6 rumah sakit sub-kabupaten dan satu rumah sakit rujukan di Uasin Gishu. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif serta korelasi inferensial untuk mengukur hubungan antara kesadaran K3 dan praktik yang diterapkan.

Kesadaran akan K3 di Fasilitas Kesehatan

  • 84% responden mengetahui adanya program K3, tetapi masih ada 16% yang tidak menyadari keberadaannya.
  • 88% responden menyatakan bahwa pedoman K3 tersedia di fasilitas mereka, namun sebagian besar merasa bahwa pemahamannya masih perlu ditingkatkan.

Sumber Informasi K3

  • 40% tenaga medis mendapatkan informasi K3 melalui seminar dan lokakarya.
  • 35% mempelajari K3 dari pelatihan di sekolah medis.
  • 17% mendapatkan informasi dari poster di fasilitas kesehatan.
  • Hanya 1% yang memperoleh informasi dari media elektronik dan internet, menunjukkan kurangnya pemanfaatan teknologi dalam penyebaran informasi K3.

Jenis Bahaya di Fasilitas Kesehatan

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa kategori bahaya utama yang dihadapi tenaga medis:

  • Bahaya Biologis:
    • 65% tenaga kesehatan terpapar penyakit yang ditularkan melalui udara.
    • 63% mengalami cedera akibat benda tajam seperti jarum suntik.
    • 50% berisiko tertular infeksi dari pasien.
    • 39% mengalami luka akibat kontaminasi spesimen medis.
  • Bahaya Non-Biologis:
    • 64% mengalami stres kerja yang tinggi.
    • 51% terpapar tumpahan bahan kimia di tempat kerja.
    • 50% mengalami alergi akibat paparan zat tertentu.
    • 38% mengalami pelecehan verbal dan fisik dari pasien atau keluarga pasien.

Tingkat Praktik Keselamatan di Tempat Kerja

  • 89% perawat, 17% dokter, dan 21% tenaga laboratorium mengetahui pedoman K3, tetapi penerapannya masih belum optimal.
  • Ada korelasi positif antara kesadaran K3 dan praktik keselamatan, seperti frekuensi mencuci tangan (r=0.321, p<0.01) dan penggunaan sarung tangan saat bekerja (r=0.374, p<0.01).
  • Sebagian besar tenaga kesehatan melaporkan insiden kecelakaan kerja, tetapi pelaporan resmi masih rendah.

Efektivitas Pelatihan K3 di Rumah Sakit Rujukan Uasin Gishu

  • Sejak diterapkannya pelatihan K3 secara berkala, insiden cedera akibat benda tajam berkurang 30% dalam dua tahun terakhir.
  • Penggunaan alat pelindung diri (APD) meningkat dari 70% menjadi 90% di kalangan tenaga medis.

Dampak Stres Kerja terhadap Kinerja di Fasilitas Kesehatan

  • 64% tenaga kesehatan melaporkan mengalami stres kerja yang berdampak pada produktivitas mereka.
  • Kelelahan dan kurangnya waktu istirahat meningkatkan risiko kesalahan medis.

Kurangnya Penggunaan Prosedur Pencegahan Infeksi di Klinik Pedesaan

  • Hanya 50% klinik di wilayah pedesaan memiliki sistem pembuangan limbah medis yang sesuai.
  • Pelatihan terkait penggunaan APD lebih jarang diberikan dibandingkan di rumah sakit perkotaan.

Keunggulan:

  1. Menggunakan data empiris dengan sampel yang cukup besar untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang kondisi K3 di sektor kesehatan Kenya.
  2. Membahas berbagai aspek K3 secara komprehensif, mulai dari kesadaran hingga implementasi praktik keselamatan.
  3. Menawarkan solusi berbasis kebijakan yang dapat diadopsi oleh pemerintah daerah dan otoritas kesehatan.

Kelemahan:

  • Kurangnya analisis terhadap kebijakan nasional Kenya terkait K3 di sektor kesehatan, sehingga sulit untuk melihat efektivitas regulasi yang ada.
  • Minimnya perbandingan dengan negara lain, yang bisa menjadi acuan bagi perbaikan sistem K3 di Kenya.
  • Tidak menyoroti penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan kerja, seperti sistem pemantauan otomatis atau aplikasi digital untuk pelaporan insiden.

Rekomendasi untuk Peningkatan K3

  1. Peningkatan Pelatihan dan Kesadaran K3
    • Pemerintah daerah dan rumah sakit harus mengadakan pelatihan rutin bagi tenaga kesehatan.
    • Kampanye kesadaran K3 harus diperluas melalui media sosial dan platform digital.
  2. Penyediaan Fasilitas dan Peralatan Kesehatan yang Lebih Baik
    • Rumah sakit harus memastikan ketersediaan APD yang cukup untuk semua tenaga medis.
    • Sistem pembuangan limbah medis harus ditingkatkan, terutama di daerah pedesaan.
  3. Peningkatan Pengawasan dan Regulasi K3
    • Otoritas kesehatan harus melakukan inspeksi rutin di fasilitas kesehatan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar K3.
    • Pemerintah perlu memperbarui regulasi K3 agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

Kesadaran akan K3 di fasilitas kesehatan di Uasin Gishu cukup tinggi (84% tenaga medis menyadari pentingnya K3), implementasi praktik keselamatan masih menghadapi berbagai tantangan. Dengan peningkatan pelatihan, penyediaan fasilitas yang lebih baik, dan penguatan regulasi, sistem K3 di sektor kesehatan Kenya dapat ditingkatkan secara signifikan. Implementasi yang lebih baik akan membantu mengurangi cedera kerja, meningkatkan kesejahteraan tenaga medis, dan pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat.

Sumber: Bett, D. K., Njogu, P., & Karanja, B. Assessment of Occupational Safety and Health Awareness and Practices in Public Health Facilities Uasin Gishu County, Kenya. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, Vol. 18, No. 8, 2019, Hal. 42-50.

Selengkapnya
Kesadaran dan Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Fasilitas Kesehatan di Uasin Gishu, Kenya
« First Previous page 5 of 11 Next Last »