Keselamatan dalam dunia penerbangan adalah aspek utama yang tidak dapat diabaikan, terutama dalam program penerbangan perguruan tinggi yang melatih calon pilot dan tenaga profesional industri penerbangan. Penelitian yang dilakukan oleh Foster dan Adjekum (2022) menyoroti hubungan antara implementasi Safety Management System (SMS) dengan persepsi budaya keselamatan di berbagai program penerbangan perguruan tinggi di Amerika Serikat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur untuk memahami bagaimana mahasiswa, instruktur penerbangan bersertifikat (CFI), dan pemimpin keselamatan memandang SMS dan budaya keselamatan di institusi mereka.
Studi Kasus dan Temuan Utama
1. Variasi Implementasi SMS di Perguruan Tinggi
Studi ini melibatkan tiga institusi penerbangan dengan tingkat implementasi SMS yang berbeda:
- Universitas A: Baru memulai proses implementasi SMS.
- Universitas B: Telah mencapai tahap kepatuhan aktif dalam program SMS yang diakui oleh FAA.
- Universitas C: Telah mencapai tahap akhir dalam standar SMS internasional.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa banyak mahasiswa dan CFI tidak memahami SMS secara mendalam. Mayoritas mengasosiasikan SMS hanya dengan sistem pelaporan keselamatan, tanpa memahami aspek yang lebih luas seperti manajemen risiko dan evaluasi keselamatan.
2. Peran CFI dalam Membentuk Budaya Keselamatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CFI memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi budaya keselamatan mahasiswa. Beberapa poin penting terkait peran CFI:
- CFI sebagai contoh utama: Mahasiswa lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku CFI dibandingkan kebijakan tertulis.
- Variasi pendekatan keselamatan: Mahasiswa yang memiliki lebih dari satu CFI mendapatkan perspektif berbeda terkait keselamatan.
- Kesenjangan pemahaman SMS: Banyak CFI tidak memahami SMS secara menyeluruh, sehingga sulit untuk menanamkan pemahaman yang baik kepada mahasiswa.
3. Kurangnya Pemahaman tentang SMS
Salah satu temuan utama penelitian ini adalah bahwa sebagian besar mahasiswa dan CFI tidak memahami secara spesifik jenis SMS yang diterapkan di institusi mereka. Bahkan ketika diberikan pertanyaan spesifik mengenai fase implementasi SMS, mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat.
Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada edukasi lebih lanjut mengenai SMS dalam kurikulum penerbangan serta integrasi konsep keselamatan dalam pelatihan sehari-hari.
4. Kebutuhan Umpan Balik dalam Pelaporan Keselamatan
Mahasiswa dan CFI enggan melaporkan insiden keselamatan jika mereka tidak mendapatkan umpan balik yang jelas dari laporan mereka. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian umpan balik terhadap laporan keselamatan dapat meningkatkan partisipasi dalam sistem pelaporan dan memperkuat budaya keselamatan.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di program penerbangan perguruan tinggi adalah:
- Meningkatkan Edukasi SMS
- Memasukkan SMS sebagai bagian dari kurikulum penerbangan.
- Menyediakan pelatihan reguler bagi CFI mengenai implementasi SMS.
- Memperkuat Peran CFI dalam Keselamatan
- Menjadikan CFI sebagai mentor keselamatan bagi mahasiswa.
- Mendorong CFI untuk lebih aktif dalam proses manajemen risiko.
- Meningkatkan Efektivitas Pelaporan Keselamatan
- Menyediakan sistem umpan balik bagi pelapor.
- Mempromosikan pentingnya pelaporan keselamatan sebagai bagian dari budaya keselamatan.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa SMS memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya keselamatan di program penerbangan perguruan tinggi. Namun, keberhasilan implementasi SMS sangat bergantung pada pemahaman dan partisipasi aktif mahasiswa serta CFI. Dengan meningkatkan edukasi SMS, memperkuat peran CFI, dan memastikan sistem pelaporan yang efektif, institusi dapat membangun budaya keselamatan yang lebih baik.
Sumber: Foster, A. R. & Adjekum, D. K. (2022). ‘A Qualitative Review of the Relationship between Safety Management Systems (SMS) and Safety Culture in Multiple-Collegiate Aviation Programs’. Collegiate Aviation Review International, 40(1), 63-94.