Keselamatan Kerja

Manajemen Bencana dan Rencana Darurat di Tempat Kerja: Analisis Risiko dan Implementasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Bencana dan keadaan darurat dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di tempat kerja. Kejadian seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, ledakan bahan kimia, hingga insiden radiologi dapat mengganggu operasional bisnis, menyebabkan kerugian material, serta membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan wajib memiliki rencana darurat yang komprehensif untuk memitigasi risiko bencana dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Penelitian yang dilakukan oleh Murat Can Duruel dan Ahmet Çelebi bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif di tempat kerja. Studi ini mengadopsi metode analisis dokumen dan menerapkan rencana darurat pada sebuah pabrik produksi alat tulis di Kocaeli, Turki.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama:

  1. Analisis dokumen:
    • Mengkaji peraturan dan panduan nasional maupun internasional tentang manajemen bencana di tempat kerja.
    • Membandingkan berbagai pendekatan dalam penyusunan rencana tanggap darurat.
  2. Implementasi rencana darurat:
    • Rencana ini diterapkan di pabrik alat tulis di Kocaeli, mencakup identifikasi bahaya, analisis risiko, pengembangan strategi mitigasi, serta pelaksanaan prosedur evakuasi.
    • Evaluasi terhadap efektivitas rencana dilakukan melalui pelatihan dan simulasi bencana.

Empat tahap utama dalam pembuatan rencana bencana di tempat kerja:

1. Pembentukan Tim Perencana

Tim perencana terdiri dari berbagai pihak yang memiliki tanggung jawab dalam keselamatan kerja, termasuk:

  • Direktur operasional pabrik: Bertindak sebagai koordinator utama.
  • Spesialis keselamatan dan kesehatan kerja (K3): Memastikan semua langkah mitigasi sesuai regulasi.
  • Dokter perusahaan dan tenaga medis: Bertanggung jawab atas pertolongan pertama dalam keadaan darurat.
  • Manajer fasilitas: Memastikan infrastruktur pabrik sesuai dengan standar keselamatan.
  • Perwakilan karyawan: Memastikan keterlibatan pekerja dalam proses perencanaan.

Tim ini bertanggung jawab dalam mengidentifikasi potensi risiko, mengembangkan prosedur tanggap darurat, serta menyusun rencana komunikasi dan evakuasi.

2. Identifikasi Bahaya dan Analisis Risiko

Bahaya yang diidentifikasi dalam studi ini meliputi:

  • Bencana alam: Gempa bumi, banjir, badai, dan longsor.
  • Kecelakaan industri: Kebakaran, ledakan, tumpahan bahan kimia, dan kebocoran gas.
  • Keadaan darurat spesifik industri: Gangguan sistem pendingin, kegagalan mesin produksi, dan bahaya listrik.

Studi ini menggunakan matriks risiko tipe L untuk mengevaluasi tingkat risiko berdasarkan dua faktor utama:

  1. Probabilitas kejadian – seberapa besar kemungkinan insiden terjadi.
  2. Dampak kejadian – tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkan jika insiden terjadi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kebakaran dan paparan bahan kimia merupakan ancaman paling signifikan bagi pabrik tersebut.

3. Pengembangan dan Implementasi Rencana Darurat

Berdasarkan hasil analisis risiko, studi ini menyusun strategi mitigasi dan respons terhadap keadaan darurat, yang mencakup:

A. Tindakan Pencegahan dan Mitigasi

  • Memasang sistem deteksi asap dan kebakaran otomatis di semua area produksi.
  • Melakukan inspeksi rutin terhadap peralatan listrik dan bahan mudah terbakar.
  • Meningkatkan sistem ventilasi untuk mencegah akumulasi gas beracun.
  • Menerapkan prosedur penyimpanan bahan kimia yang lebih ketat.

B. Prosedur Evakuasi dan Komunikasi Darurat

  • Membuat jalur evakuasi yang jelas dan mudah diakses.
  • Menyiapkan titik kumpul (muster points) di luar area pabrik.
  • Melatih pekerja dalam prosedur evakuasi darurat.
  • Memastikan seluruh pekerja mengetahui sistem alarm dan prosedur komunikasi saat bencana terjadi.

C. Pembentukan Tim Tanggap Darurat

Tim tanggap darurat terdiri dari:

  • Komandan tanggap darurat – bertanggung jawab atas koordinasi keseluruhan.
  • Tim pemadam kebakaran internal – menangani api kecil sebelum petugas pemadam kebakaran tiba.
  • Tim medis darurat – memberikan pertolongan pertama kepada korban.
  • Tim evakuasi – memastikan pekerja keluar dari gedung dengan aman.

4. Evaluasi dan Simulasi

Studi ini menekankan pentingnya pengujian rencana darurat melalui simulasi berkala. Dalam pabrik yang menjadi studi kasus:

  • Pelatihan evakuasi dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk meningkatkan kesiapan pekerja.
  • Simulasi kebakaran dan gempa bumi telah dilakukan, dengan waktu evakuasi rata-rata 3 menit 45 detik, lebih cepat dibanding standar 5 menit dalam regulasi keselamatan industri.
  • Evaluasi pasca-simulasi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja sudah memahami jalur evakuasi, meskipun masih ada kekurangan dalam komunikasi saat keadaan darurat.

Pada 15 Januari 2023, terjadi kebakaran di salah satu gudang penyimpanan bahan baku.

  • Sumber kebakaran: Korsleting listrik yang menyebabkan percikan api di dekat bahan mudah terbakar.
  • Waktu respons: Alarm kebakaran berbunyi dalam 12 detik setelah detektor mendeteksi asap.
  • Evakuasi: Seluruh pekerja berhasil keluar dalam 3 menit 50 detik.
  • Kerugian: Tidak ada korban jiwa, tetapi kerugian material mencapai $120.000.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rencana tanggap darurat yang diterapkan berhasil mencegah kebakaran menjadi lebih besar dan menyelamatkan pekerja. Namun, perlu ada perbaikan dalam sistem komunikasi untuk memastikan seluruh karyawan menerima informasi secara lebih cepat. Penelitian ini menegaskan bahwa rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif dapat mengurangi dampak insiden serta meningkatkan keselamatan pekerja. Beberapa rekomendasi utama dari studi ini meliputi:

  1. Memperbaiki sistem komunikasi darurat untuk mempercepat penyebaran informasi saat terjadi insiden.
  2. Meningkatkan pelatihan dan simulasi bencana agar pekerja lebih terbiasa dengan prosedur evakuasi.
  3. Menggunakan teknologi berbasis IoT untuk deteksi dini kebakaran dan kebocoran gas.
  4. Melakukan audit keselamatan secara berkala untuk memastikan kesiapan fasilitas dalam menghadapi keadaan darurat.

Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan terhadap bencana, melindungi aset, serta memastikan keselamatan pekerja dalam jangka panjang.

Sumber 

Duruel, M. C., & Çelebi, A. (2023). Workplace Disaster and Emergency Plans, Risk Analysis and Implementation. Resilience Journal, 7(2), 357-373.

Selengkapnya
Manajemen Bencana dan Rencana Darurat di Tempat Kerja: Analisis Risiko dan Implementasi

Keselamatan Kerja

Strategi Peningkatan Manajemen Keselamatan Proses dalam Industri Minyak dan Gas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Keselamatan dalam industri minyak dan gas merupakan aspek krusial yang berpengaruh pada keselamatan pekerja, aset perusahaan, serta lingkungan. Artikel oleh Adikwu et al. (2024) membahas pendekatan Process Safety Management (PSM) dalam memitigasi risiko operasional dan meningkatkan keselamatan kerja. Dengan tingginya tingkat kecelakaan yang terjadi di sektor ini akibat kebakaran, ledakan, dan kebocoran gas beracun, implementasi PSM yang efektif menjadi kunci dalam mengurangi risiko.

Studi Kasus dan Data Statistik

Dalam penelitian ini, beberapa temuan utama dari implementasi PSM dalam industri minyak dan gas meliputi:

  • Reduksi tingkat kecelakaan sebesar 40% pada perusahaan yang menerapkan sistem PSM berbasis digital.
  • Peningkatan efisiensi operasional hingga 25% dengan penggunaan pemeliharaan prediktif berbasis AI.
  • 90% perusahaan yang mengadopsi strategi keselamatan berbasis budaya melaporkan peningkatan kepatuhan regulasi.

Data ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis teknologi dan budaya keselamatan yang kuat dapat meningkatkan keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi industri.

Komponen Utama dalam Manajemen Keselamatan Proses

1. Analisis Bahaya Proses (Process Hazard Analysis - PHA)

  • Mengidentifikasi potensi bahaya dalam fasilitas minyak dan gas.
  • Menggunakan metode Hazard and Operability Study (HAZOP) untuk mendeteksi risiko operasional.

2. Investigasi Insiden dan Manajemen Perubahan

  • Memastikan setiap insiden dievaluasi untuk mencegah kejadian serupa.
  • Manajemen perubahan diterapkan untuk menilai dampak setiap modifikasi dalam sistem.

3. Integritas Mekanis dan Pemeliharaan Prediktif

  • Menjaga keandalan peralatan dengan inspeksi berkala.
  • Menggunakan sensor IoT dan AI untuk memprediksi potensi kegagalan peralatan.

4. Budaya Keselamatan dan Kepemimpinan

  • Meningkatkan keterlibatan manajemen dalam pengambilan keputusan terkait keselamatan.
  • Mengadopsi sistem pelaporan insiden tanpa sanksi untuk meningkatkan keterlibatan pekerja.

Tantangan dalam Implementasi PSM

Meskipun manfaat PSM telah terbukti, beberapa tantangan dalam implementasinya mencakup:

  • Infrastruktur yang menua, menyebabkan peningkatan risiko kegagalan peralatan.
  • Kurangnya kepatuhan di beberapa wilayah, terutama di negara dengan regulasi keselamatan yang belum berkembang.
  • Hambatan dalam adopsi teknologi baru, karena biaya tinggi dan resistensi dari pekerja.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan dalam Industri Minyak dan Gas

  1. Meningkatkan investasi dalam teknologi keselamatan seperti AI, IoT, dan predictive maintenance.
  2. Memperkuat regulasi dan kepatuhan industri, dengan keterlibatan lebih besar dari otoritas pengawas.
  3. Menerapkan pelatihan keselamatan berkelanjutan untuk semua level pekerja.
  4. Mengintegrasikan sistem pelaporan insiden yang transparan, sehingga pekerja dapat melaporkan masalah tanpa rasa takut.

Kesimpulan

Dengan mengadopsi pendekatan berbasis teknologi, budaya keselamatan, dan kepemimpinan yang kuat, industri minyak dan gas dapat secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan efisiensi operasional. Studi ini menekankan pentingnya keseimbangan antara teknologi dan pengawasan manusia dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.

Sumber: Adikwu, F. E., Esiri, A. E., Aderamo, A. T., Akano, O. A., & Erhueh, O. V. (2024). ‘Advancing Process Safety Management Systems in the Oil and Gas Industry: Strategies for Risk Mitigation’. World Journal of Engineering and Technology Research, 03(02), 001–010.

Selengkapnya
Strategi Peningkatan Manajemen Keselamatan Proses dalam Industri Minyak dan Gas

Keselamatan Kerja

Pengembangan Predictive Safety Management System dalam Industri Penerbangan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Keselamatan dalam industri penerbangan telah mengalami evolusi yang signifikan dengan pengenalan Safety Management System (SMS). Artikel oleh Dajana Bartulović (2021) membahas tiga metodologi utama dalam SMS: reaktif, proaktif, dan prediktif. Fokus utama penelitian ini adalah bagaimana metode prediktif dapat meningkatkan keselamatan penerbangan melalui analisis data dan teknologi prediksi.

Penelitian ini mengklasifikasikan tiga pendekatan utama dalam SMS:

  • Metode Reaktif: Mengandalkan analisis kecelakaan atau insiden yang telah terjadi.
  • Metode Proaktif: Menggunakan sistem pelaporan keselamatan dan indikator kinerja keselamatan.
  • Metode Prediktif: Menganalisis tren dan pola dari data historis untuk memprediksi potensi bahaya sebelum terjadi insiden.

Studi ini menunjukkan bahwa implementasi metode prediktif dapat meningkatkan deteksi dini terhadap risiko keselamatan dan mengurangi tingkat kecelakaan penerbangan secara signifikan.

Beberapa data penting dalam penelitian ini meliputi:

  • Penerapan predictive safety management system (PSMS) dapat mengurangi tingkat insiden penerbangan hingga 40%.
  • Penggunaan sistem pemantauan berbasis AI meningkatkan akurasi deteksi bahaya hingga 85%.
  • Maskapai yang menerapkan PSMS menunjukkan peningkatan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan sebesar 90%.

Implementasi dan Manfaat Predictive SMS

1. Penggunaan Big Data dan Machine Learning

  • Analisis data penerbangan dari berbagai sumber, termasuk sensor pesawat dan laporan insiden.
  • Pemanfaatan AI dan machine learning untuk mendeteksi pola risiko.

2. Pengembangan Database Keselamatan yang Terstruktur

  • Membantu dalam analisis kecelakaan dan tren operasional.
  • Memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan akurat.

3. Manajemen Risiko Berbasis Prediksi

  • Memungkinkan operator penerbangan untuk mengidentifikasi potensi masalah sebelum terjadi insiden.
  • Mengurangi ketergantungan pada investigasi insiden reaktif.

Meskipun manfaatnya besar, beberapa tantangan dalam penerapan PSMS antara lain:

  • Kurangnya standar global dalam penerapan predictive safety management.
  • Kebutuhan akan infrastruktur teknologi tinggi, termasuk sistem big data dan AI.
  • Perlunya peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam analisis data keselamatan.

Rekomendasi untuk Pengembangan Lebih Lanjut

  1. Peningkatan kolaborasi antara otoritas penerbangan dan maskapai untuk standarisasi predictive SMS.
  2. Investasi dalam teknologi data dan AI untuk meningkatkan keakuratan analisis keselamatan.
  3. Pelatihan khusus bagi tenaga kerja penerbangan dalam pengelolaan dan analisis data keselamatan.

Kesimpulan

Dengan adopsi teknologi prediktif dalam Safety Management System, industri penerbangan dapat secara signifikan meningkatkan keselamatan operasional dan mengurangi risiko kecelakaan. Dengan pengembangan basis data yang lebih kuat dan penerapan machine learning, metode prediktif dapat menjadi standar masa depan dalam manajemen keselamatan penerbangan.

Sumber: Bartulović, D. (2021). ‘Predictive Safety Management System Development’. Transactions on Maritime Science, 10(1), 135-146.

Selengkapnya
Pengembangan Predictive Safety Management System dalam Industri Penerbangan

Keselamatan Kerja

Pemanfaatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan Industri

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Industri modern semakin mengandalkan teknologi canggih untuk mengelola keselamatan kerja. Antonio Javier Nakhal Akel, Nicola Paltrinieri, dan Riccardo Patriarca (2023) dalam penelitian mereka menyoroti bagaimana Business Analytics (BA) dapat digunakan untuk meningkatkan manajemen keselamatan di sektor industri yang berisiko tinggi. Dengan menggunakan data dari sistem pelaporan kecelakaan industri seperti eMARS (Major Hazardous Event Reporting System), penelitian ini menunjukkan bagaimana analisis berbasis data dapat membantu dalam mengidentifikasi pola bahaya dan meningkatkan mitigasi risiko.

Peran Business Analytics dalam Keselamatan Industri

1. Transformasi Data Menjadi Keputusan Keselamatan

  • Business Analytics (BA) memungkinkan perusahaan untuk mengubah data kecelakaan menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti.
  • Penggunaan model prediktif berbasis data membantu mengidentifikasi faktor risiko sebelum kecelakaan terjadi.

2. Penerapan eMARS sebagai Basis Data Keselamatan

  • eMARS berisi lebih dari 1.000 laporan kecelakaan industri sejak 1979-2018, memberikan wawasan berharga dalam pencegahan insiden berulang.
  • Sistem ini dikembangkan berdasarkan Seveso Directive Eropa, yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan di industri bahan berbahaya.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Sejak penerapan Seveso Directive II (1996-2012), terjadi 543 insiden besar, dibandingkan dengan 389 pada periode Seveso I (1982-1996).
  • Implementasi Seveso Directive III (2012-sekarang) berhasil mengurangi jumlah insiden menjadi 78, menandakan efektivitas regulasi keselamatan berbasis data.
  • Industri manufaktur bahan kimia menyumbang 26,02% dari total kecelakaan dalam database eMARS, menjadikannya sektor dengan risiko tertinggi.

Pendekatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan

1. Descriptive Analytics (Analisis Deskriptif)

  • Digunakan untuk mengidentifikasi tren insiden dan faktor penyebab utama.
  • Sebanyak 72,62% kecelakaan terkait dengan kesalahan operator, menunjukkan perlunya peningkatan pelatihan keselamatan kerja.

2. Predictive Analytics (Analisis Prediktif)

  • Menggunakan teknik machine learning untuk memperkirakan risiko kecelakaan berdasarkan data historis.
  • Prediksi berdasarkan laporan eMARS membantu mengidentifikasi kemungkinan kejadian berulang dan penyebab utama.

3. Prescriptive Analytics (Analisis Preskriptif)

  • Menentukan tindakan optimal untuk mengurangi risiko kecelakaan di masa depan.
  • Dapat digunakan dalam perancangan kebijakan keselamatan industri yang lebih adaptif.

Tantangan dalam Implementasi Business Analytics

  1. Kurangnya Standarisasi Data Keselamatan
    • Sebanyak 406 laporan dalam eMARS tidak memiliki informasi lengkap tentang jenis pelepasan zat berbahaya, menunjukkan perlunya sistem pencatatan yang lebih baik.
  2. Keterbatasan Infrastruktur Teknologi
    • Banyak perusahaan belum memiliki sistem Internet of Things (IoT) dan big data untuk mendukung analisis keselamatan secara real-time.
  3. Resistensi terhadap Perubahan
    • Adopsi teknologi baru sering kali menghadapi hambatan dari karyawan yang sudah terbiasa dengan sistem manual.

Rekomendasi untuk Optimalisasi Business Analytics dalam Keselamatan Industri

  1. Integrasi BI (Business Intelligence) dengan Sistem Keselamatan
    • Menggunakan dashboard interaktif untuk pemantauan real-time terhadap data keselamatan.
  2. Peningkatan Pelatihan Keselamatan Berbasis Data
    • Mengembangkan simulasi berbasis VR dan AR untuk meningkatkan pemahaman pekerja terhadap risiko kerja.
  3. Peningkatan Kolaborasi dengan Otoritas Regulasi
    • Menggunakan analisis data untuk memberikan rekomendasi kebijakan keselamatan berbasis bukti.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa Business Analytics dapat secara signifikan meningkatkan keselamatan industri dengan menganalisis data kecelakaan secara sistematis. Dengan pendekatan yang lebih proaktif melalui descriptive, predictive, dan prescriptive analytics, perusahaan dapat mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan.

Sumber: Nakhal, A. J., Paltrinieri, N., & Patriarca, R. (2023). ‘Business Analytics to Advance Industrial Safety Management’. In Engineering Reliability and Risk Assessment, Chapter 11, Elsevier.

Selengkapnya
Pemanfaatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan Industri

Keselamatan Kerja

Revitalisasi Safety Management System dengan Pendekatan Safety Fractal

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Manajemen keselamatan dalam industri berisiko tinggi sering kali mengandalkan Safety Management System (SMS) sebagai landasan utama dalam mengurangi insiden dan meningkatkan keselamatan operasional. Namun, dalam praktiknya, SMS sering dianggap terlalu birokratis, normatif, dan kurang efektif dalam memberikan kinerja keselamatan yang optimal. 

Konsep Safety Fractal dan Evolusi SMS

1. Kritik terhadap Implementasi SMS

  • SMS sering kali terlalu berfokus pada kepatuhan regulasi daripada peningkatan nyata dalam keselamatan.
  • Banyak perusahaan mengalami kesenjangan antara kebijakan keselamatan dan praktik operasional di lapangan.
  • Beberapa badan regulasi bahkan tidak dapat menilai efektivitas SMS dalam organisasi yang diaudit.

2. Dari Manajemen Reaktif ke Pendekatan Resilien

  • SMS tradisional cenderung bekerja dalam pendekatan reaktif, yang hanya bertindak setelah insiden terjadi.
  • Safety Fractal menawarkan sistem yang lebih dinamis dan fleksibel, memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi dan merespons risiko sebelum terjadi insiden.
  • Model ini mengintegrasikan prinsip Plan-Do-Check-Act (PDCA) dengan pemantauan yang lebih adaptif terhadap variabilitas operasional.

Tingkat Efektivitas SMS dalam Industri Berisiko Tinggi

  • Implementasi Safety Fractal dalam beberapa perusahaan menunjukkan peningkatan kepatuhan regulasi hingga 90%.
  • Penggunaan model prediktif berbasis data dalam SMS mampu menurunkan tingkat kecelakaan kerja sebesar 40% dalam lima tahun.
  • Organisasi yang menerapkan metode resilien mengalami peningkatan efisiensi operasional hingga 30% dibandingkan perusahaan dengan SMS konvensional.

Implementasi Safety Fractal dalam Manajemen Keselamatan

1. Integrasi Sistem Manajemen Keselamatan dengan Proses Operasional

  • Menghubungkan kebijakan keselamatan dengan aktivitas operasional harian.
  • Memastikan bahwa elemen-elemen manajemen risiko dan audit keselamatan terintegrasi dengan sistem produksi.

2. Pendekatan Hierarkis dalam Manajemen Keselamatan

  • Model Safety Fractal menerapkan siklus pengelolaan keselamatan di setiap level organisasi.
  • Menggunakan umpan balik berbasis data untuk mendeteksi potensi kegagalan lebih dini.

3. Manajemen Risiko yang Lebih Dinamis

  • Menyesuaikan prosedur keselamatan dengan lingkungan kerja yang terus berubah.
  • Menggunakan analisis big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi tren risiko yang tidak terdeteksi oleh metode konvensional.

Tantangan dalam Implementasi Extended Safety Fractal

  1. Kurangnya Pemahaman tentang Resilience dalam Keselamatan Kerja
    • Banyak organisasi masih berfokus pada kepatuhan regulasi, bukan peningkatan keselamatan secara proaktif.
  2. Hambatan Teknologi dan Infrastruktur
    • Penerapan AI dan big data dalam keselamatan kerja memerlukan investasi besar.
  3. Resistensi terhadap Perubahan
    • Banyak pekerja dan manajer merasa nyaman dengan proses keselamatan tradisional, sehingga sulit untuk mengadopsi sistem baru.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan dengan Safety Fractal

  1. Mengembangkan Kebijakan Keselamatan yang Lebih Adaptif
    • Mengintegrasikan prinsip resilien dalam standar keselamatan nasional dan internasional.
  2. Penerapan Teknologi Prediktif dalam Keselamatan
    • Menggunakan AI dan machine learning untuk mengidentifikasi potensi kecelakaan lebih awal.
  3. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan
    • Menyediakan program edukasi berbasis data bagi pekerja dan manajer.
  4. Meningkatkan Keterlibatan Manajemen dalam Keselamatan
    • Pemimpin organisasi harus lebih aktif dalam penerapan budaya keselamatan yang berorientasi pada daya tahan.

Kesimpulan

Konsep Extended Safety Fractal menawarkan pendekatan baru dalam manajemen keselamatan yang lebih adaptif, prediktif, dan terintegrasi dengan operasi organisasi. Dengan menerapkan model ini, perusahaan dapat meningkatkan keselamatan kerja, efisiensi operasional, dan kepatuhan regulasi secara signifikan. Perubahan dari manajemen keselamatan berbasis kepatuhan ke pendekatan resilien menjadi kunci utama dalam meningkatkan keselamatan di industri berisiko tinggi.

Sumber: Accou, B., & Reniers, G. (2020). ‘Introducing the Extended Safety Fractal: Reusing the Concept of Safety Management Systems to Organize Resilient Organizations’. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(5478), 1-19.

Selengkapnya
Revitalisasi Safety Management System dengan Pendekatan Safety Fractal

Keselamatan Kerja

Estimasi Global Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja: Implikasi bagi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja menjadi masalah global yang menyebabkan dampak signifikan bagi individu, organisasi, dan masyarakat. Studi oleh Päivi Hämäläinen (2010) mengembangkan model untuk memperkirakan jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja secara global, serta dampaknya terhadap berbagai sektor industri. Penelitian ini menyoroti bagaimana pencatatan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja bervariasi di seluruh dunia, dengan banyak negara berkembang yang masih memiliki sistem pencatatan yang belum mapan. Hal ini menimbulkan tantangan dalam memahami data statistik serta membuat perbandingan antara negara.

Temuan Utama dan Studi Kasus

1. Estimasi Jumlah Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja

  • Setiap tahun, sekitar 2,3 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
  • Terdapat 330 juta kecelakaan kerja non-fatal yang menyebabkan ketidakhadiran kerja selama empat hari atau lebih.
  • Tingkat kecelakaan non-fatal meningkat sebesar 20% dalam lima tahun, meskipun tingkat fatalitas mengalami penurunan.

2. Kategori Penyakit Akibat Kerja

  • Penyakit kardiovaskular dan kanker akibat kerja menyumbang jumlah kematian tertinggi di negara maju.
  • Penyakit menular akibat kerja lebih umum terjadi di negara berkembang.
  • Proses industrialisasi di negara berkembang diperkirakan akan meningkatkan jumlah kasus kanker akibat kerja dan penyakit kardiovaskular.

3. Dampak Globalisasi terhadap Keselamatan Kerja

  • Perpindahan produksi ke negara berkembang meningkatkan jumlah kecelakaan kerja akibat standar keselamatan yang lebih rendah.
  • Di negara maju, persaingan ekonomi mendorong peningkatan keselamatan kerja sebagai faktor daya saing.

Tantangan dalam Pengelolaan Keselamatan Kerja

  1. Variasi Standar dan Definisi Keselamatan
    • Setiap negara memiliki metode pencatatan yang berbeda, sehingga menyulitkan perbandingan statistik.
    • Banyak penyakit akibat kerja yang tidak dikategorikan sebagai penyakit akibat kerja secara resmi.
  2. Kurangnya Kesadaran dan Penegakan Regulasi
    • Banyak pekerja di negara berkembang tidak memiliki akses terhadap informasi keselamatan kerja.
    • Penegakan regulasi yang lemah menyebabkan perusahaan mengabaikan standar keselamatan.
  3. Tantangan dalam Estimasi Data
    • Beberapa negara tidak memiliki data tenaga kerja yang lengkap, sehingga estimasi jumlah kecelakaan dan fatalitas sering kali kurang akurat.
    • Perhitungan tingkat fatalitas di beberapa negara dihitung berdasarkan jumlah pekerja aktif, bukan jumlah total tenaga kerja, yang dapat menurunkan estimasi angka kecelakaan.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Kerja Global

  1. Meningkatkan Standarisasi Pelaporan
    • Mengembangkan sistem pencatatan kecelakaan kerja yang seragam secara global.
    • Mengintegrasikan data kecelakaan kerja dengan sistem jaminan sosial untuk meningkatkan akurasi pencatatan.
  2. Meningkatkan Kesadaran dan Pelatihan Keselamatan Kerja
    • Program edukasi dan pelatihan keselamatan harus ditingkatkan, terutama di sektor berisiko tinggi.
    • Memanfaatkan teknologi digital untuk kampanye keselamatan kerja secara luas.
  3. Meningkatkan Komitmen Pemerintah dan Perusahaan
    • Pemerintah harus memastikan regulasi keselamatan kerja diterapkan secara ketat.
    • Perusahaan harus menginvestasikan lebih banyak sumber daya dalam sistem keselamatan dan kesehatan kerja.

Kesimpulan

Studi ini menegaskan bahwa kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan tantangan global yang memerlukan pendekatan sistematis dalam pencatatan, pencegahan, dan regulasi. Dengan adanya standarisasi pelaporan, peningkatan kesadaran keselamatan, serta komitmen kuat dari pemerintah dan perusahaan, angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat ditekan secara signifikan.

Sumber: Hämäläinen, P. (2010). ‘Global Estimates of Occupational Accidents and Fatal Work-Related Diseases’. Tampere University of Technology, Publication 917.

Selengkapnya
Estimasi Global Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja: Implikasi bagi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
« First Previous page 3 of 11 Next Last »