Keselamatan Kerja

Pentingnya Implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) dalam Industri Petrokimia: Studi Kasus PT Pupuk Kujang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Dalam industri petrokimia, keselamatan kerja menjadi prioritas utama mengingat risiko tinggi yang melekat dalam setiap aktivitasnya. Berdasarkan laporan Safety Performance Indicator untuk Oil and Gas Producers (OGP) tahun 2018, tercatat 2 kematian di dalam perusahaan dan 29 kematian yang melibatkan kontraktor. Dengan Fatal Accident Rate (FAR) sebesar 1,20 per 1 juta jam kerja untuk kontraktor dibandingkan dengan 0,31 di dalam perusahaan, jelas bahwa risiko keselamatan bagi kontraktor lebih tinggi. Oleh karena itu, implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) menjadi solusi penting dalam mengelola keselamatan kerja kontraktor, sebagaimana yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang.

PT Pupuk Kujang, sebagai perusahaan petrokimia dengan tingkat risiko tinggi, telah menerapkan enam tahapan dalam pelaksanaan CSMS, yaitu:

  1. Identifikasi dan Penilaian Risiko – Proses awal yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin dihadapi kontraktor.
  2. Prakualifikasi – Penyaringan awal kontraktor berdasarkan pengalaman dan kepatuhan terhadap standar keselamatan.
  3. Seleksi – Penentuan kontraktor yang memenuhi kriteria teknis dan keselamatan.
  4. Aktivitas Awal Pekerjaan – Memastikan semua aspek keselamatan dipahami sebelum pekerjaan dimulai.
  5. Penilaian Selama Pekerjaan – Monitoring secara berkala terhadap pelaksanaan keselamatan di lapangan.
  6. Penilaian Akhir Pekerjaan – Evaluasi kinerja kontraktor dalam aspek keselamatan.

Namun, dalam studi ini ditemukan adanya kelemahan dalam tahap prakualifikasi, di mana kontraktor lokal telah ditunjuk sebagai pemenang tender sebelum dinyatakan lolos tahap prakualifikasi. Hal ini menimbulkan risiko terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Berdasarkan hasil penelitian di PT Pupuk Kujang, ditemukan bahwa implementasi CSMS belum berjalan optimal. Berikut beberapa temuan utama:

  • Data Risiko Kecelakaan: FAR untuk kontraktor lebih tinggi (1,20) dibandingkan dengan perusahaan (0,31), menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap kontraktor.
  • Evaluasi Pra-kualifikasi: Standar seleksi kontraktor belum sepenuhnya diterapkan dengan konsisten, terutama dalam penentuan pemenang tender.
  • Pelaksanaan Pekerjaan: Meskipun terdapat pengawasan rutin, masih ditemukan beberapa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja.
  • Evaluasi Akhir: Perusahaan telah menerapkan sistem reward dan punishment untuk meningkatkan kepatuhan kontraktor terhadap standar keselamatan.

Perbandingan dengan Industri Lain

Jika dibandingkan dengan implementasi CSMS di PT Pupuk Sriwijaya, ditemukan bahwa PT Pupuk Kujang memiliki kelemahan dalam tahap komunikasi antara departemen pengadaan dan HSE (Health, Safety, and Environment). Sementara di PT Petrokimia Gresik, sistem CSMS telah lebih terstruktur dengan adanya kriteria minimal bagi kontraktor untuk lolos seleksi. Di sektor lain seperti pertambangan, penelitian di perusahaan tambang batu bara menunjukkan bahwa tahapan prakualifikasi lebih ketat, dengan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen keselamatan sebelum kontraktor dapat bekerja di lapangan. Hal ini menyoroti perlunya peningkatan pengawasan dalam implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang.

Rekomendasi

Untuk meningkatkan efektivitas CSMS di PT Pupuk Kujang, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan adalah:

  1. Peningkatan Transparansi dalam Seleksi Kontraktor – Proses prakualifikasi harus dilakukan sebelum pengumuman pemenang tender.
  2. Monitoring dan Evaluasi yang Lebih Ketat – Pengawasan harus dilakukan secara lebih sistematis dengan pelaporan berkala.
  3. Pelatihan Keselamatan bagi Kontraktor – Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan kontraktor terhadap standar keselamatan.
  4. Penerapan Teknologi dalam Pengawasan – Menggunakan sistem digital untuk memantau kepatuhan kontraktor dalam implementasi CSMS.

Kesimpulan

Implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang telah berjalan dengan baik dalam beberapa aspek, namun masih terdapat kelemahan terutama dalam tahap prakualifikasi kontraktor. Dengan meningkatnya angka kecelakaan kerja yang lebih tinggi pada kontraktor dibandingkan dengan pekerja internal perusahaan, penting bagi PT Pupuk Kujang untuk memperbaiki sistem seleksi dan pengawasan terhadap kontraktor. Dengan penerapan rekomendasi di atas, diharapkan implementasi CSMS dapat lebih efektif dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja.

Sumber: Wardhani, Y. D. K. (2022) ‘Implementation of Contractor Safety Management System as a Requirement for Partners at a Petrochemical Company’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 11(1), pp. 1-11.

Selengkapnya
Pentingnya Implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) dalam Industri Petrokimia: Studi Kasus PT Pupuk Kujang

Keselamatan Kerja

Penilaian Emergency Response Preparedness untuk Proteksi Ledakan pada Area Peleburan Besi di PT. X

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Maret 2025


Keselamatan kerja dalam industri peleburan besi menjadi perhatian utama mengingat tingginya potensi bahaya yang dapat terjadi, terutama ledakan dan kebakaran. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional menggunakan pendekatan observasional kuantitatif. Sampel penelitian terdiri dari 72 orang tim tanggap darurat, yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Responden terdiri dari empat staf Safety Health Environment (SHE), satu penanggung jawab Electric Arc Furnace (EAF), serta enam anggota tim darurat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi lapangan, serta analisis dokumen internal perusahaan terkait sistem tanggap darurat.

Evaluasi kesiapan tanggap darurat dilakukan dengan mengacu pada International Safety Rating System (ISRS), yang mencakup beberapa elemen:

  • Administrasi dan Manajemen Tanggap Darurat
  • Analisis Risiko dan Sistem Proteksi
  • Kesiapsiagaan Keadaan Darurat di Luar Perusahaan
  • Pengendalian Sumber Energi
  • Sistem Perlindungan dan Penyelamatan
  • Tim Tanggap Darurat dan Pelatihan
  • Komunikasi dan Koordinasi Darurat

Dari 670 poin harapan dalam ISRS, PT. X memperoleh skor 620 poin (92,5%), menunjukkan bahwa sistem tanggap darurat perusahaan telah cukup baik, namun masih memerlukan perbaikan pada beberapa aspek. Rincian hasil evaluasi adalah sebagai berikut:

  • Analisis Keadaan Darurat – 140 poin (96,5%)
  • Sistem Perlindungan dan Penyelamatan – 141 poin (94%)
  • Tim Tanggap Darurat – 40 poin (90%)
  • Pertolongan Pertama pada Kecelakaan – 78,5 poin (98,1%)
  • Perencanaan Pasca Kejadian – 20 poin (100%)
  • Komunikasi Keadaan Darurat – 20 poin (100%)
  • Kesiapsiagaan di Luar Perusahaan – 43 poin (71,7%), kategori ini masih perlu ditingkatkan karena belum ada sistem komunikasi dengan masyarakat sekitar.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor risiko utama yang berpotensi menyebabkan ledakan dan kebakaran di area Electric Arc Furnace (EAF), antara lain:

  1. Konsleting listrik akibat lonjakan arus.
  2. Scrap basah yang dapat menyebabkan ledakan uap air ketika dipanaskan.
  3. Scrap yang mudah meledak karena komposisi material yang tidak stabil.
  4. Kesalahan dalam proses screening scrap, yang menyebabkan kontaminasi bahan peleburan.
  5. Korosi pada shell furnace, yang dapat mengakibatkan kebocoran material panas.
  6. Lapisan shell yang terpapar langsung oleh burner, meningkatkan risiko kebakaran.

Pada tahun 2004, terjadi ledakan besar di area peleburan besi PT. X yang menyebabkan 13 pekerja mengalami luka berat, satu di antaranya meninggal dunia. Insiden ini disebabkan oleh scrap yang mengandung kadar air tinggi, yang bereaksi dengan logam cair dan menghasilkan gas hidrogen yang mudah meledak. Selain itu, banyak pekerja saat itu tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standar keselamatan. Setelah kejadian tersebut, perusahaan mulai menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berbasis OHSAS 18001, yang terintegrasi dengan ISO 14001 dan ISO 9001. Perusahaan juga meningkatkan prosedur tanggap darurat dengan latihan evakuasi berkala dan pemantauan suhu furnace secara real-time.

Saat ini, pelatihan bagi tim tanggap darurat di PT. X sudah cukup baik, tetapi perlu ditingkatkan dalam beberapa aspek:

  • Pelatihan penanganan bahan berbahaya dan tumpahan bahan kimia.
  • Latihan simulasi ledakan skala penuh dengan melibatkan seluruh pekerja.
  • Pelatihan pemakaian APD secara ketat, terutama bagi pekerja di area EAF.

Salah satu kelemahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kurangnya sistem komunikasi darurat yang efektif dengan masyarakat sekitar. Perusahaan perlu mengembangkan:

  • Sistem peringatan dini yang dapat menginformasikan warga sekitar tentang potensi bahaya.
  • Saluran komunikasi khusus dengan pemadam kebakaran lokal dan pihak berwenang.
  • Penyediaan jalur evakuasi yang lebih jelas untuk pekerja dan komunitas sekitar.

Beberapa rambu dan alat proteksi di PT. X mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki. Rekomendasi dalam aspek ini meliputi:

  • Pemeriksaan berkala terhadap sistem alarm kebakaran dan detektor gas.
  • Penggantian dan pemeliharaan APAR serta hydrant.
  • Pemasangan pelindung korosi pada shell furnace untuk mencegah kebocoran.

Kesimpulan

  1. Sistem Emergency Response Preparedness di PT. X sudah cukup baik dengan skor 92,5% dalam ISRS, namun masih ada beberapa aspek yang perlu ditingkatkan, terutama dalam kesiapsiagaan di luar perusahaan.
  2. Faktor risiko utama ledakan dan kebakaran berasal dari scrap basah, lonjakan listrik, serta kegagalan struktur furnace akibat korosi.
  3. Studi kasus insiden ledakan tahun 2004 menunjukkan perlunya peningkatan pemakaian APD dan pengawasan scrap sebelum peleburan.
  4. Perusahaan perlu meningkatkan latihan simulasi darurat, komunikasi dengan masyarakat, dan pemeliharaan sistem keamanan agar sistem tanggap darurat lebih optimal.

Sumber Artikel

Putri Anggitasari, M. Sulaksmono. Penilaian Emergency Response Preparedness untuk Proteksi Ledakan pada Area Peleburan Besi pada PT. X. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1, Jan-Jun 2014, 71-81.

Selengkapnya
Penilaian Emergency Response Preparedness untuk Proteksi Ledakan pada Area Peleburan Besi di PT. X

Keselamatan Kerja

Manajemen Bencana dan Rencana Darurat di Tempat Kerja: Analisis Risiko dan Implementasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Bencana dan keadaan darurat dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di tempat kerja. Kejadian seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, ledakan bahan kimia, hingga insiden radiologi dapat mengganggu operasional bisnis, menyebabkan kerugian material, serta membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan wajib memiliki rencana darurat yang komprehensif untuk memitigasi risiko bencana dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Penelitian yang dilakukan oleh Murat Can Duruel dan Ahmet Çelebi bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif di tempat kerja. Studi ini mengadopsi metode analisis dokumen dan menerapkan rencana darurat pada sebuah pabrik produksi alat tulis di Kocaeli, Turki.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama:

  1. Analisis dokumen:
    • Mengkaji peraturan dan panduan nasional maupun internasional tentang manajemen bencana di tempat kerja.
    • Membandingkan berbagai pendekatan dalam penyusunan rencana tanggap darurat.
  2. Implementasi rencana darurat:
    • Rencana ini diterapkan di pabrik alat tulis di Kocaeli, mencakup identifikasi bahaya, analisis risiko, pengembangan strategi mitigasi, serta pelaksanaan prosedur evakuasi.
    • Evaluasi terhadap efektivitas rencana dilakukan melalui pelatihan dan simulasi bencana.

Empat tahap utama dalam pembuatan rencana bencana di tempat kerja:

1. Pembentukan Tim Perencana

Tim perencana terdiri dari berbagai pihak yang memiliki tanggung jawab dalam keselamatan kerja, termasuk:

  • Direktur operasional pabrik: Bertindak sebagai koordinator utama.
  • Spesialis keselamatan dan kesehatan kerja (K3): Memastikan semua langkah mitigasi sesuai regulasi.
  • Dokter perusahaan dan tenaga medis: Bertanggung jawab atas pertolongan pertama dalam keadaan darurat.
  • Manajer fasilitas: Memastikan infrastruktur pabrik sesuai dengan standar keselamatan.
  • Perwakilan karyawan: Memastikan keterlibatan pekerja dalam proses perencanaan.

Tim ini bertanggung jawab dalam mengidentifikasi potensi risiko, mengembangkan prosedur tanggap darurat, serta menyusun rencana komunikasi dan evakuasi.

2. Identifikasi Bahaya dan Analisis Risiko

Bahaya yang diidentifikasi dalam studi ini meliputi:

  • Bencana alam: Gempa bumi, banjir, badai, dan longsor.
  • Kecelakaan industri: Kebakaran, ledakan, tumpahan bahan kimia, dan kebocoran gas.
  • Keadaan darurat spesifik industri: Gangguan sistem pendingin, kegagalan mesin produksi, dan bahaya listrik.

Studi ini menggunakan matriks risiko tipe L untuk mengevaluasi tingkat risiko berdasarkan dua faktor utama:

  1. Probabilitas kejadian – seberapa besar kemungkinan insiden terjadi.
  2. Dampak kejadian – tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkan jika insiden terjadi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kebakaran dan paparan bahan kimia merupakan ancaman paling signifikan bagi pabrik tersebut.

3. Pengembangan dan Implementasi Rencana Darurat

Berdasarkan hasil analisis risiko, studi ini menyusun strategi mitigasi dan respons terhadap keadaan darurat, yang mencakup:

A. Tindakan Pencegahan dan Mitigasi

  • Memasang sistem deteksi asap dan kebakaran otomatis di semua area produksi.
  • Melakukan inspeksi rutin terhadap peralatan listrik dan bahan mudah terbakar.
  • Meningkatkan sistem ventilasi untuk mencegah akumulasi gas beracun.
  • Menerapkan prosedur penyimpanan bahan kimia yang lebih ketat.

B. Prosedur Evakuasi dan Komunikasi Darurat

  • Membuat jalur evakuasi yang jelas dan mudah diakses.
  • Menyiapkan titik kumpul (muster points) di luar area pabrik.
  • Melatih pekerja dalam prosedur evakuasi darurat.
  • Memastikan seluruh pekerja mengetahui sistem alarm dan prosedur komunikasi saat bencana terjadi.

C. Pembentukan Tim Tanggap Darurat

Tim tanggap darurat terdiri dari:

  • Komandan tanggap darurat – bertanggung jawab atas koordinasi keseluruhan.
  • Tim pemadam kebakaran internal – menangani api kecil sebelum petugas pemadam kebakaran tiba.
  • Tim medis darurat – memberikan pertolongan pertama kepada korban.
  • Tim evakuasi – memastikan pekerja keluar dari gedung dengan aman.

4. Evaluasi dan Simulasi

Studi ini menekankan pentingnya pengujian rencana darurat melalui simulasi berkala. Dalam pabrik yang menjadi studi kasus:

  • Pelatihan evakuasi dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk meningkatkan kesiapan pekerja.
  • Simulasi kebakaran dan gempa bumi telah dilakukan, dengan waktu evakuasi rata-rata 3 menit 45 detik, lebih cepat dibanding standar 5 menit dalam regulasi keselamatan industri.
  • Evaluasi pasca-simulasi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja sudah memahami jalur evakuasi, meskipun masih ada kekurangan dalam komunikasi saat keadaan darurat.

Pada 15 Januari 2023, terjadi kebakaran di salah satu gudang penyimpanan bahan baku.

  • Sumber kebakaran: Korsleting listrik yang menyebabkan percikan api di dekat bahan mudah terbakar.
  • Waktu respons: Alarm kebakaran berbunyi dalam 12 detik setelah detektor mendeteksi asap.
  • Evakuasi: Seluruh pekerja berhasil keluar dalam 3 menit 50 detik.
  • Kerugian: Tidak ada korban jiwa, tetapi kerugian material mencapai $120.000.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rencana tanggap darurat yang diterapkan berhasil mencegah kebakaran menjadi lebih besar dan menyelamatkan pekerja. Namun, perlu ada perbaikan dalam sistem komunikasi untuk memastikan seluruh karyawan menerima informasi secara lebih cepat. Penelitian ini menegaskan bahwa rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif dapat mengurangi dampak insiden serta meningkatkan keselamatan pekerja. Beberapa rekomendasi utama dari studi ini meliputi:

  1. Memperbaiki sistem komunikasi darurat untuk mempercepat penyebaran informasi saat terjadi insiden.
  2. Meningkatkan pelatihan dan simulasi bencana agar pekerja lebih terbiasa dengan prosedur evakuasi.
  3. Menggunakan teknologi berbasis IoT untuk deteksi dini kebakaran dan kebocoran gas.
  4. Melakukan audit keselamatan secara berkala untuk memastikan kesiapan fasilitas dalam menghadapi keadaan darurat.

Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan terhadap bencana, melindungi aset, serta memastikan keselamatan pekerja dalam jangka panjang.

Sumber 

Duruel, M. C., & Çelebi, A. (2023). Workplace Disaster and Emergency Plans, Risk Analysis and Implementation. Resilience Journal, 7(2), 357-373.

Selengkapnya
Manajemen Bencana dan Rencana Darurat di Tempat Kerja: Analisis Risiko dan Implementasi

Keselamatan Kerja

Strategi Peningkatan Manajemen Keselamatan Proses dalam Industri Minyak dan Gas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Keselamatan dalam industri minyak dan gas merupakan aspek krusial yang berpengaruh pada keselamatan pekerja, aset perusahaan, serta lingkungan. Artikel oleh Adikwu et al. (2024) membahas pendekatan Process Safety Management (PSM) dalam memitigasi risiko operasional dan meningkatkan keselamatan kerja. Dengan tingginya tingkat kecelakaan yang terjadi di sektor ini akibat kebakaran, ledakan, dan kebocoran gas beracun, implementasi PSM yang efektif menjadi kunci dalam mengurangi risiko.

Studi Kasus dan Data Statistik

Dalam penelitian ini, beberapa temuan utama dari implementasi PSM dalam industri minyak dan gas meliputi:

  • Reduksi tingkat kecelakaan sebesar 40% pada perusahaan yang menerapkan sistem PSM berbasis digital.
  • Peningkatan efisiensi operasional hingga 25% dengan penggunaan pemeliharaan prediktif berbasis AI.
  • 90% perusahaan yang mengadopsi strategi keselamatan berbasis budaya melaporkan peningkatan kepatuhan regulasi.

Data ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis teknologi dan budaya keselamatan yang kuat dapat meningkatkan keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi industri.

Komponen Utama dalam Manajemen Keselamatan Proses

1. Analisis Bahaya Proses (Process Hazard Analysis - PHA)

  • Mengidentifikasi potensi bahaya dalam fasilitas minyak dan gas.
  • Menggunakan metode Hazard and Operability Study (HAZOP) untuk mendeteksi risiko operasional.

2. Investigasi Insiden dan Manajemen Perubahan

  • Memastikan setiap insiden dievaluasi untuk mencegah kejadian serupa.
  • Manajemen perubahan diterapkan untuk menilai dampak setiap modifikasi dalam sistem.

3. Integritas Mekanis dan Pemeliharaan Prediktif

  • Menjaga keandalan peralatan dengan inspeksi berkala.
  • Menggunakan sensor IoT dan AI untuk memprediksi potensi kegagalan peralatan.

4. Budaya Keselamatan dan Kepemimpinan

  • Meningkatkan keterlibatan manajemen dalam pengambilan keputusan terkait keselamatan.
  • Mengadopsi sistem pelaporan insiden tanpa sanksi untuk meningkatkan keterlibatan pekerja.

Tantangan dalam Implementasi PSM

Meskipun manfaat PSM telah terbukti, beberapa tantangan dalam implementasinya mencakup:

  • Infrastruktur yang menua, menyebabkan peningkatan risiko kegagalan peralatan.
  • Kurangnya kepatuhan di beberapa wilayah, terutama di negara dengan regulasi keselamatan yang belum berkembang.
  • Hambatan dalam adopsi teknologi baru, karena biaya tinggi dan resistensi dari pekerja.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan dalam Industri Minyak dan Gas

  1. Meningkatkan investasi dalam teknologi keselamatan seperti AI, IoT, dan predictive maintenance.
  2. Memperkuat regulasi dan kepatuhan industri, dengan keterlibatan lebih besar dari otoritas pengawas.
  3. Menerapkan pelatihan keselamatan berkelanjutan untuk semua level pekerja.
  4. Mengintegrasikan sistem pelaporan insiden yang transparan, sehingga pekerja dapat melaporkan masalah tanpa rasa takut.

Kesimpulan

Dengan mengadopsi pendekatan berbasis teknologi, budaya keselamatan, dan kepemimpinan yang kuat, industri minyak dan gas dapat secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan efisiensi operasional. Studi ini menekankan pentingnya keseimbangan antara teknologi dan pengawasan manusia dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.

Sumber: Adikwu, F. E., Esiri, A. E., Aderamo, A. T., Akano, O. A., & Erhueh, O. V. (2024). ‘Advancing Process Safety Management Systems in the Oil and Gas Industry: Strategies for Risk Mitigation’. World Journal of Engineering and Technology Research, 03(02), 001–010.

Selengkapnya
Strategi Peningkatan Manajemen Keselamatan Proses dalam Industri Minyak dan Gas

Keselamatan Kerja

Pengembangan Predictive Safety Management System dalam Industri Penerbangan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Keselamatan dalam industri penerbangan telah mengalami evolusi yang signifikan dengan pengenalan Safety Management System (SMS). Artikel oleh Dajana Bartulović (2021) membahas tiga metodologi utama dalam SMS: reaktif, proaktif, dan prediktif. Fokus utama penelitian ini adalah bagaimana metode prediktif dapat meningkatkan keselamatan penerbangan melalui analisis data dan teknologi prediksi.

Penelitian ini mengklasifikasikan tiga pendekatan utama dalam SMS:

  • Metode Reaktif: Mengandalkan analisis kecelakaan atau insiden yang telah terjadi.
  • Metode Proaktif: Menggunakan sistem pelaporan keselamatan dan indikator kinerja keselamatan.
  • Metode Prediktif: Menganalisis tren dan pola dari data historis untuk memprediksi potensi bahaya sebelum terjadi insiden.

Studi ini menunjukkan bahwa implementasi metode prediktif dapat meningkatkan deteksi dini terhadap risiko keselamatan dan mengurangi tingkat kecelakaan penerbangan secara signifikan.

Beberapa data penting dalam penelitian ini meliputi:

  • Penerapan predictive safety management system (PSMS) dapat mengurangi tingkat insiden penerbangan hingga 40%.
  • Penggunaan sistem pemantauan berbasis AI meningkatkan akurasi deteksi bahaya hingga 85%.
  • Maskapai yang menerapkan PSMS menunjukkan peningkatan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan sebesar 90%.

Implementasi dan Manfaat Predictive SMS

1. Penggunaan Big Data dan Machine Learning

  • Analisis data penerbangan dari berbagai sumber, termasuk sensor pesawat dan laporan insiden.
  • Pemanfaatan AI dan machine learning untuk mendeteksi pola risiko.

2. Pengembangan Database Keselamatan yang Terstruktur

  • Membantu dalam analisis kecelakaan dan tren operasional.
  • Memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan akurat.

3. Manajemen Risiko Berbasis Prediksi

  • Memungkinkan operator penerbangan untuk mengidentifikasi potensi masalah sebelum terjadi insiden.
  • Mengurangi ketergantungan pada investigasi insiden reaktif.

Meskipun manfaatnya besar, beberapa tantangan dalam penerapan PSMS antara lain:

  • Kurangnya standar global dalam penerapan predictive safety management.
  • Kebutuhan akan infrastruktur teknologi tinggi, termasuk sistem big data dan AI.
  • Perlunya peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam analisis data keselamatan.

Rekomendasi untuk Pengembangan Lebih Lanjut

  1. Peningkatan kolaborasi antara otoritas penerbangan dan maskapai untuk standarisasi predictive SMS.
  2. Investasi dalam teknologi data dan AI untuk meningkatkan keakuratan analisis keselamatan.
  3. Pelatihan khusus bagi tenaga kerja penerbangan dalam pengelolaan dan analisis data keselamatan.

Kesimpulan

Dengan adopsi teknologi prediktif dalam Safety Management System, industri penerbangan dapat secara signifikan meningkatkan keselamatan operasional dan mengurangi risiko kecelakaan. Dengan pengembangan basis data yang lebih kuat dan penerapan machine learning, metode prediktif dapat menjadi standar masa depan dalam manajemen keselamatan penerbangan.

Sumber: Bartulović, D. (2021). ‘Predictive Safety Management System Development’. Transactions on Maritime Science, 10(1), 135-146.

Selengkapnya
Pengembangan Predictive Safety Management System dalam Industri Penerbangan

Keselamatan Kerja

Pemanfaatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan Industri

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Industri modern semakin mengandalkan teknologi canggih untuk mengelola keselamatan kerja. Antonio Javier Nakhal Akel, Nicola Paltrinieri, dan Riccardo Patriarca (2023) dalam penelitian mereka menyoroti bagaimana Business Analytics (BA) dapat digunakan untuk meningkatkan manajemen keselamatan di sektor industri yang berisiko tinggi. Dengan menggunakan data dari sistem pelaporan kecelakaan industri seperti eMARS (Major Hazardous Event Reporting System), penelitian ini menunjukkan bagaimana analisis berbasis data dapat membantu dalam mengidentifikasi pola bahaya dan meningkatkan mitigasi risiko.

Peran Business Analytics dalam Keselamatan Industri

1. Transformasi Data Menjadi Keputusan Keselamatan

  • Business Analytics (BA) memungkinkan perusahaan untuk mengubah data kecelakaan menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti.
  • Penggunaan model prediktif berbasis data membantu mengidentifikasi faktor risiko sebelum kecelakaan terjadi.

2. Penerapan eMARS sebagai Basis Data Keselamatan

  • eMARS berisi lebih dari 1.000 laporan kecelakaan industri sejak 1979-2018, memberikan wawasan berharga dalam pencegahan insiden berulang.
  • Sistem ini dikembangkan berdasarkan Seveso Directive Eropa, yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan di industri bahan berbahaya.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Sejak penerapan Seveso Directive II (1996-2012), terjadi 543 insiden besar, dibandingkan dengan 389 pada periode Seveso I (1982-1996).
  • Implementasi Seveso Directive III (2012-sekarang) berhasil mengurangi jumlah insiden menjadi 78, menandakan efektivitas regulasi keselamatan berbasis data.
  • Industri manufaktur bahan kimia menyumbang 26,02% dari total kecelakaan dalam database eMARS, menjadikannya sektor dengan risiko tertinggi.

Pendekatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan

1. Descriptive Analytics (Analisis Deskriptif)

  • Digunakan untuk mengidentifikasi tren insiden dan faktor penyebab utama.
  • Sebanyak 72,62% kecelakaan terkait dengan kesalahan operator, menunjukkan perlunya peningkatan pelatihan keselamatan kerja.

2. Predictive Analytics (Analisis Prediktif)

  • Menggunakan teknik machine learning untuk memperkirakan risiko kecelakaan berdasarkan data historis.
  • Prediksi berdasarkan laporan eMARS membantu mengidentifikasi kemungkinan kejadian berulang dan penyebab utama.

3. Prescriptive Analytics (Analisis Preskriptif)

  • Menentukan tindakan optimal untuk mengurangi risiko kecelakaan di masa depan.
  • Dapat digunakan dalam perancangan kebijakan keselamatan industri yang lebih adaptif.

Tantangan dalam Implementasi Business Analytics

  1. Kurangnya Standarisasi Data Keselamatan
    • Sebanyak 406 laporan dalam eMARS tidak memiliki informasi lengkap tentang jenis pelepasan zat berbahaya, menunjukkan perlunya sistem pencatatan yang lebih baik.
  2. Keterbatasan Infrastruktur Teknologi
    • Banyak perusahaan belum memiliki sistem Internet of Things (IoT) dan big data untuk mendukung analisis keselamatan secara real-time.
  3. Resistensi terhadap Perubahan
    • Adopsi teknologi baru sering kali menghadapi hambatan dari karyawan yang sudah terbiasa dengan sistem manual.

Rekomendasi untuk Optimalisasi Business Analytics dalam Keselamatan Industri

  1. Integrasi BI (Business Intelligence) dengan Sistem Keselamatan
    • Menggunakan dashboard interaktif untuk pemantauan real-time terhadap data keselamatan.
  2. Peningkatan Pelatihan Keselamatan Berbasis Data
    • Mengembangkan simulasi berbasis VR dan AR untuk meningkatkan pemahaman pekerja terhadap risiko kerja.
  3. Peningkatan Kolaborasi dengan Otoritas Regulasi
    • Menggunakan analisis data untuk memberikan rekomendasi kebijakan keselamatan berbasis bukti.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa Business Analytics dapat secara signifikan meningkatkan keselamatan industri dengan menganalisis data kecelakaan secara sistematis. Dengan pendekatan yang lebih proaktif melalui descriptive, predictive, dan prescriptive analytics, perusahaan dapat mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan.

Sumber: Nakhal, A. J., Paltrinieri, N., & Patriarca, R. (2023). ‘Business Analytics to Advance Industrial Safety Management’. In Engineering Reliability and Risk Assessment, Chapter 11, Elsevier.

Selengkapnya
Pemanfaatan Business Analytics dalam Manajemen Keselamatan Industri
« First Previous page 2 of 11 Next Last »