Keselamatan Kebakaran

Meningkatkan Respons Darurat Kebakaran: Perspektif Pemadam Kebakaran di Rawalpindi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Kebakaran di bangunan bertingkat tinggi menjadi tantangan besar bagi petugas pemadam kebakaran di banyak kota, termasuk Rawalpindi, Pakistan. Salah satu insiden kebakaran paling tragis terjadi di Ghakkar Plaza, Rawalpindi, pada 2008, yang menewaskan 13 petugas pemadam kebakaran. Kejadian ini menyoroti berbagai kelemahan dalam sistem tanggap darurat kebakaran, seperti kurangnya koordinasi, keterbatasan sumber daya, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan keselamatan gedung.

Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan pemadam kebakaran mengenai cara meningkatkan respons darurat kebakaran di bangunan tinggi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini melibatkan 25 petugas pemadam kebakaran dari lima stasiun penyelamatan di Rawalpindi serta dua diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan 10 peserta.

Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi-terstruktur dan diskusi kelompok terfokus untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi respons darurat kebakaran. Terdapat empat aspek utama yang diteliti:

  1. Keterbatasan sumber daya dalam operasi pemadaman kebakaran.
  2. Koordinasi antar-lembaga, termasuk kepolisian dan dinas lalu lintas.
  3. Tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan gedung.
  4. Keterampilan dan pelatihan pemadam kebakaran.

Berdasarkan wawancara, 95% responden menyatakan bahwa kurangnya peralatan dan kendaraan pemadam kebakaran menjadi tantangan utama dalam operasi pemadaman kebakaran di bangunan tinggi.

  • Rawalpindi hanya memiliki sedikit unit mobil tangga (aerial ladder truck), yang membuat sulit bagi petugas untuk menjangkau lantai atas bangunan yang lebih tinggi dari 38 kaki.
  • Persediaan air tidak selalu tersedia di lokasi kebakaran, yang mengakibatkan keterlambatan dalam operasi pemadaman.
  • Jumlah alat pelindung diri (APD) seperti Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA) masih terbatas, sehingga menyulitkan petugas dalam menangani kebakaran di ruang tertutup dengan asap tebal.

Sebanyak 90% responden melaporkan bahwa kurangnya koordinasi dengan dinas lalu lintas dan kepolisian menghambat respons kebakaran.

  • Kemacetan lalu lintas sering memperlambat kedatangan tim pemadam kebakaran ke lokasi kejadian, terutama di kawasan pasar yang padat seperti Raja Bazaar.
  • Ketiadaan sistem komando insiden (Incident Command System/ICS) menyebabkan lambatnya pengambilan keputusan dalam menangani kebakaran besar.
  • Koordinasi dengan perusahaan listrik (WAPDA) dan gas (Sui Gas) sering terlambat, sehingga aliran listrik dan gas tidak segera diputus di lokasi kebakaran.

Menurut 95% responden, banyak bangunan di Rawalpindi yang tidak mematuhi peraturan keselamatan kebakaran.

  • Kurangnya jalur evakuasi yang memadai di gedung-gedung tinggi menyebabkan banyak korban jiwa dalam kebakaran besar.
  • Hanya sedikit bangunan yang memiliki sistem pemadam kebakaran otomatis, seperti sprinklers dan alarm asap.
  • Inspeksi keselamatan kebakaran oleh otoritas setempat jarang dilakukan, sehingga banyak bangunan yang tetap beroperasi meskipun tidak memenuhi standar keselamatan.

Meskipun sebagian besar petugas telah mendapatkan pelatihan dasar, 70% responden menyatakan bahwa mereka membutuhkan pelatihan lanjutan dalam menangani kebakaran gedung tinggi.

  • Kurangnya latihan bersama antar-instansi menyebabkan kurangnya kesiapan dalam skenario kebakaran berskala besar.
  • Sebagian besar petugas hanya menerima pelatihan dasar dalam menggunakan peralatan penyelamatan dari ketinggian.

Salah satu insiden kebakaran paling tragis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebakaran di Ghakkar Plaza pada 20 Desember 2008.

  • 13 petugas pemadam kebakaran tewas setelah bangunan runtuh akibat kebakaran hebat.
  • Keterlambatan dalam pemutusan listrik dan gas menyebabkan api menyebar lebih cepat.
  • Tidak adanya jalur evakuasi yang memadai membuat penghuni gedung terperangkap dalam asap tebal.
  • Tim pemadam kebakaran tidak memiliki peta bangunan, sehingga mereka kesulitan menemukan jalur masuk dan keluar dengan aman.

Insiden ini menunjukkan pentingnya implementasi sistem keselamatan kebakaran yang lebih ketat, termasuk inspeksi rutin terhadap gedung bertingkat tinggi dan peningkatan kapasitas tim pemadam kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas respons kebakaran di Rawalpindi:

1. Peningkatan Infrastruktur dan Peralatan Pemadam Kebakaran

  • Menambah jumlah mobil tangga (aerial ladder truck) untuk menangani kebakaran di bangunan tinggi.
  • Membangun lebih banyak tangki air cadangan di lokasi strategis untuk mempercepat respons pemadaman.
  • Menambah jumlah alat pelindung diri (APD) seperti SCBA agar petugas dapat bekerja lebih lama dalam kondisi berasap tebal.

2. Meningkatkan Koordinasi Antar-Instansi

  • Membentuk sistem komando insiden (ICS) untuk mempercepat pengambilan keputusan dalam keadaan darurat.
  • Melakukan latihan gabungan secara berkala antara pemadam kebakaran, kepolisian, dan dinas lalu lintas untuk meningkatkan koordinasi dalam situasi darurat.
  • Memastikan pemadaman listrik dan gas dilakukan segera setelah kebakaran dilaporkan.

3. Memperketat Standar Keselamatan Gedung

  • Mengharuskan semua bangunan tinggi memiliki jalur evakuasi yang jelas dan berfungsi.
  • Mewajibkan pemasangan sistem pemadam kebakaran otomatis, seperti sprinkler dan alarm asap di semua gedung tinggi.
  • Melakukan inspeksi keselamatan kebakaran secara berkala dan memberikan sanksi tegas bagi pemilik gedung yang tidak mematuhi regulasi.

4. Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan Pemadam Kebakaran

  • Melakukan pelatihan khusus dalam menangani kebakaran gedung tinggi secara berkala.
  • Mengembangkan program pelatihan bersama dengan negara lain yang memiliki pengalaman lebih dalam respons kebakaran di bangunan tinggi.
  • Menggunakan teknologi simulasi untuk latihan pemadaman kebakaran, sehingga petugas dapat berlatih dalam skenario realistis tanpa risiko cedera.

Studi ini menegaskan bahwa respons pemadam kebakaran di Rawalpindi masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek sumber daya, koordinasi antar-lembaga, dan kepatuhan terhadap standar keselamatan gedung. Dengan meningkatkan infrastruktur, memperkuat koordinasi, serta menerapkan regulasi yang lebih ketat, keselamatan publik dalam kebakaran bangunan tinggi dapat ditingkatkan secara signifikan.

Sumber

Akhter, S. (2014). Firefighters’ View on Improving Fire Emergency Response: A Case Study of Rawalpindi. International Journal of Humanities and Social Science, 4(7), 143-149.

Selengkapnya
Meningkatkan Respons Darurat Kebakaran: Perspektif Pemadam Kebakaran di Rawalpindi

Keselamatan Kebakaran

Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran Berbasis IoT untuk Bangunan Pendidikan: Solusi Cerdas dalam Pencegahan Kebakaran

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Keselamatan kebakaran merupakan aspek krusial dalam berbagai jenis bangunan, terutama di institusi pendidikan seperti sekolah dan universitas. Risiko kebakaran di lingkungan pendidikan meningkat akibat kurangnya kesadaran keselamatan, keterbatasan sistem pemantauan kebakaran, serta keterlambatan dalam merespons insiden darurat. Paper ini bertujuan untuk mengembangkan sistem manajemen keselamatan kebakaran berbasis Internet of Things (IoT) yang memungkinkan deteksi dini, pemantauan real-time, dan optimalisasi proses evakuasi. Penelitian dilakukan di Universitas Jeddah, khususnya di Kampus Al-Faisaliah untuk perempuan, sebagai lokasi uji coba sistem ini.

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan utama. Pertama, analisis kebutuhan keselamatan kebakaran dilakukan dengan meninjau regulasi yang berlaku di Arab Saudi serta melakukan survei terhadap mahasiswa dan staf mengenai kesadaran mereka terhadap bahaya kebakaran. Kedua, sistem berbasis IoT dikembangkan dengan memasang sensor suhu, asap, gas, dan deteksi keberadaan manusia di dalam gedung, serta menghubungkannya dengan sistem pemantauan berbasis cloud. Ketiga, uji coba sistem dilakukan untuk mengevaluasi keakuratan deteksi kebakaran, efektivitas respons darurat, dan kecepatan sistem dalam mengirim notifikasi kepada petugas keamanan kampus.

Statistik Kebakaran di Arab Saudi

Berdasarkan data dari Saudi Civil Defense, setiap tahun terjadi lebih dari 42.000 kebakaran, dengan rata-rata 119 insiden per hari. Sebanyak 35,41% dari kebakaran tersebut terjadi di tempat kerja, termasuk sekolah dan universitas. Penyebab utama kebakaran meliputi permintaan termal berlebihan yang mencapai 37,71%, masalah listrik sebesar 22%, serta penggunaan sumber panas terbuka. Secara finansial, kebakaran di Arab Saudi menyebabkan kerugian mencapai 49 juta Saudi Riyal atau sekitar 13 juta dolar Amerika Serikat.

Kelemahan Sistem Keselamatan Kebakaran di Universitas Jeddah

Dari hasil survei dan observasi langsung di kampus, ditemukan bahwa tingkat kesadaran keselamatan kebakaran di kalangan mahasiswa dan staf masih rendah. Tidak adanya sistem pemantauan kebakaran yang aktif selama 24 jam memperbesar potensi keterlambatan dalam mendeteksi kebakaran. Selain itu, prosedur evakuasi belum tersosialisasikan dengan baik, sehingga banyak penghuni gedung tidak mengetahui jalur keluar yang aman saat terjadi keadaan darurat.

Salah satu permasalahan utama yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah kurangnya sistem untuk melacak jumlah orang di dalam gedung saat terjadi kebakaran. Hal ini dapat memperlambat proses evakuasi karena petugas keamanan tidak memiliki data akurat mengenai siapa saja yang masih berada di dalam gedung.

Solusi Berbasis IoT untuk Manajemen Kebakaran

Sistem yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari berbagai sensor yang ditempatkan di seluruh gedung, termasuk sensor suhu, asap, dan gas beracun untuk mendeteksi kebakaran lebih awal. Sensor ini dapat membedakan antara kondisi normal dan keadaan darurat, sehingga dapat mengurangi alarm palsu yang sering terjadi pada sistem pemadam kebakaran konvensional.

Sistem ini juga dilengkapi dengan pemantauan real-time melalui dashboard berbasis cloud yang memungkinkan petugas keamanan untuk memantau suhu ruangan, tingkat asap, serta jumlah orang di dalam gedung secara langsung. Jika sistem mendeteksi parameter yang melebihi ambang batas, maka alarm akan berbunyi secara otomatis, disertai dengan lampu peringatan di dalam gedung. Selain itu, notifikasi segera dikirim melalui SMS ke ponsel petugas keamanan kampus, memungkinkan mereka untuk bertindak lebih cepat.

Salah satu fitur unggulan sistem ini adalah kemampuannya untuk melacak jumlah orang yang berada di dalam gedung selama keadaan darurat. Data ini sangat berguna bagi tim pemadam kebakaran dalam menyusun strategi evakuasi yang lebih efektif, sehingga meminimalkan potensi korban jiwa.

Implementasi di Kampus Al-Faisaliah

Untuk menguji efektivitas sistem ini, uji coba dilakukan di Gedung 11, Universitas Jeddah. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem mampu mendeteksi kebakaran dalam waktu kurang dari 10 detik, jauh lebih cepat dibandingkan sistem manual yang mengandalkan alarm asap konvensional. Dengan sistem notifikasi otomatis, waktu respons petugas keamanan dapat dikurangi hingga 40%, memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan lebih cepat.

Keakuratan sistem pemantauan mencapai lebih dari 90%, dengan tingkat alarm palsu yang sangat rendah, yaitu di bawah 5%. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan IoT dalam manajemen kebakaran dapat meningkatkan efektivitas sistem keselamatan secara signifikan dibandingkan metode konvensional.

Perbandingan dengan Sistem Konvensional

Dibandingkan dengan sistem pemadam kebakaran tradisional, sistem berbasis IoT yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki beberapa keunggulan utama. Pertama, deteksi kebakaran jauh lebih cepat karena menggunakan berbagai jenis sensor yang dapat mendeteksi suhu tinggi, asap, serta gas beracun secara bersamaan. Kedua, sistem notifikasi otomatis memungkinkan informasi darurat disampaikan secara langsung ke petugas keamanan tanpa perlu menunggu laporan dari penghuni gedung. Ketiga, kemampuan pemantauan real-time melalui dashboard berbasis cloud memberikan visibilitas yang lebih baik terhadap kondisi di dalam gedung, memungkinkan respons yang lebih cepat dan terkoordinasi.

Selain itu, sistem ini juga mampu melacak jumlah orang yang berada di dalam gedung saat terjadi kebakaran, fitur yang tidak tersedia pada sistem konvensional. Dengan informasi ini, petugas pemadam kebakaran dapat menentukan strategi evakuasi yang lebih efektif dan memastikan tidak ada orang yang tertinggal di dalam gedung.

Rekomendasi untuk Implementasi Lebih Luas

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan keselamatan kebakaran di institusi pendidikan lainnya adalah:

  1. Standarisasi sistem pemantauan kebakaran berbasis IoT di kampus dan sekolah guna meningkatkan deteksi dini dan respons cepat terhadap kebakaran.
  2. Integrasi dengan sistem keamanan kampus, seperti CCTV dan kecerdasan buatan (AI), untuk mendeteksi sumber kebakaran secara lebih akurat.
  3. Peningkatan kesadaran keselamatan kebakaran melalui pelatihan evakuasi setiap enam bulan agar mahasiswa dan staf lebih siap dalam menghadapi keadaan darurat.
  4. Pengembangan sensor yang lebih canggih dengan kemampuan mendeteksi kebakaran secara lebih spesifik dan mengurangi kemungkinan alarm palsu.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem keselamatan kebakaran berbasis IoT memiliki potensi besar dalam meningkatkan keamanan di lingkungan pendidikan. Dengan fitur seperti deteksi dini, pemantauan real-time, serta notifikasi otomatis, sistem ini dapat mengurangi risiko kebakaran, mempercepat proses evakuasi, dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Implementasi sistem ini di Universitas Jeddah membuktikan bahwa penggunaan teknologi cerdas dalam manajemen kebakaran dapat secara signifikan meningkatkan efektivitas respons darurat. Oleh karena itu, sistem serupa dapat diterapkan di kampus dan sekolah lain untuk meningkatkan keselamatan penghuni gedung serta meminimalkan potensi kerugian akibat kebakaran.

Sumber Asli Paper

Kamel, S., Jamal, A., Omri, K., & Khayyat, M. (2022). An IoT-based Fire Safety Management System for Educational Buildings: A Case Study. International Journal of Advanced Computer Science and Applications, 13(7), 765-771.

Selengkapnya
Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran Berbasis IoT untuk Bangunan Pendidikan: Solusi Cerdas dalam Pencegahan Kebakaran

Keselamatan Kebakaran

Analisis Kesiapsiagaan dan Perencanaan Respons Darurat Kebakaran

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Kesiapsiagaan terhadap kebakaran dan keadaan darurat merupakan aspek vital dalam operasional layanan pemadam kebakaran. Studi ini menyoroti bagaimana pendekatan EPA dapat digunakan untuk menentukan skala layanan pemadam kebakaran di dua layanan pemadam kebakaran antarmunicipalitas (IMFRS) di Norwegia. Dengan menggunakan metode berbasis analisis risiko, penelitian ini memberikan wawasan tentang cara optimal mengalokasikan sumber daya pemadam kebakaran agar lebih efektif dalam menangani berbagai jenis insiden.

Konteks dan Tantangan dalam Kesiapsiagaan Pemadam Kebakaran

Layanan pemadam kebakaran menghadapi berbagai tantangan dalam menyusun rencana tanggap darurat. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya standarisasi dalam perencanaan darurat. Analisis menunjukkan bahwa perencanaan darurat di berbagai daerah belum memiliki standar yang seragam, sehingga pendekatan berbasis pengalaman subjektif sering digunakan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, kesulitan menghubungkan analisis risiko dengan skalasi layanan menjadi masalah utama. Banyak layanan pemadam kebakaran tidak secara sistematis menghubungkan analisis risiko dengan jumlah personel dan peralatan yang dibutuhkan.

Kebutuhan akan model yang lebih terstruktur juga menjadi perhatian penting. Industri minyak dan gas di Norwegia telah menerapkan model EPA secara lebih ketat, yang berkontribusi terhadap tingkat risiko rendah. Namun, model ini belum sepenuhnya diadopsi dalam layanan pemadam kebakaran umum.

Metodologi dan Pendekatan yang Digunakan

Studi ini mengadopsi pendekatan berbasis analisis risiko yang melibatkan identifikasi risiko, analisis dan skalasi sumber daya, serta implementasi dan evaluasi strategi kesiapsiagaan. Identifikasi risiko dilakukan dengan menilai berbagai skenario yang dapat dihadapi layanan pemadam kebakaran. Kemudian, EPA digunakan untuk menentukan sumber daya dan struktur organisasi yang diperlukan. Setelah itu, efektivitas strategi kesiapsiagaan yang diterapkan dievaluasi untuk memastikan efisiensi respons dalam situasi darurat.

Temuan Utama dalam Studi

Paper ini menganalisis dua layanan pemadam kebakaran antarmunicipalitas. IMFRS-I, yang berlokasi di Norwegia Barat, melayani sembilan kotamadya dengan lebih dari 100.000 penduduk dan mengandalkan kombinasi petugas pemadam kebakaran penuh waktu dan paruh waktu. Layanan ini menganalisis 43 skenario risiko, dengan ancaman utama meliputi kecelakaan transportasi berat, kebakaran industri, dan kawasan hutan.

Sementara itu, IMFRS-II yang berada di Norwegia Selatan mencakup tujuh kotamadya dengan populasi sekitar 70.000 jiwa. Dengan delapan stasiun pemadam kebakaran dan 190 personel, layanan ini mengidentifikasi 49 skenario risiko, termasuk kebakaran di rumah sakit dan pusat perbelanjaan.

Beberapa kategori risiko yang diidentifikasi dalam kedua layanan ini mencakup kebakaran di laut, kecelakaan transportasi, kebakaran di bangunan tua, serta kebakaran dengan bahan berbahaya. IMFRS-I juga menghadapi risiko kebakaran industri dan kebakaran hutan, sementara IMFRS-II lebih menyoroti ancaman kebakaran di pusat perbelanjaan dan rumah sakit.

Skalasi Sumber Daya dalam Situasi Nyata

Paper ini memberikan contoh bagaimana layanan pemadam kebakaran menggunakan EPA untuk menentukan kebutuhan respons dalam insiden tertentu. Salah satu skenario yang dianalisis adalah kebakaran di bangunan tua yang padat penghuni di IMFRS-I. Dalam fase alarm dan mobilisasi, layanan pemadam kebakaran mengaktifkan alarm dan mengirim unit dalam waktu sekitar 20 menit. Setelah itu, mereka tiba di lokasi dalam waktu empat menit dan langsung melakukan koordinasi respons awal. Dalam tahap pemadaman dan evakuasi, sepuluh petugas tambahan dikerahkan untuk menyelamatkan penghuni dan menahan penyebaran api dalam waktu 15 menit.

Setelah api berhasil dikendalikan, fase stabilisasi berlangsung selama sekitar 80 menit dengan bantuan tanki air tambahan. Terakhir, tahap normalisasi yang mencakup pembersihan dan pemulihan lokasi memakan waktu hingga enam jam dengan bantuan dua petugas konservasi. Data menunjukkan bahwa respons yang lebih cepat dan lebih terorganisir memungkinkan layanan pemadam kebakaran mengendalikan kebakaran dalam waktu yang lebih singkat, mengurangi risiko cedera dan kerusakan properti.

Rekomendasi untuk Peningkatan Kesiapsiagaan Darurat

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi utama diberikan. Pertama, menerapkan EPA secara luas dapat membantu layanan pemadam kebakaran di berbagai negara meningkatkan kesiapan mereka. Kedua, diperlukan pengembangan standar nasional untuk perencanaan darurat agar semua layanan pemadam kebakaran dapat menghubungkan analisis risiko dengan pengelolaan sumber daya mereka secara lebih efektif.

Ketiga, peningkatan pelatihan berbasis skenario sangat dianjurkan. Latihan rutin yang berbasis EPA akan membantu memastikan kesiapsiagaan yang lebih baik dalam berbagai skenario darurat. Terakhir, kolaborasi antarinstansi harus diperkuat. Kerja sama antara layanan pemadam kebakaran, pemerintah daerah, dan lembaga tanggap darurat lainnya dapat meningkatkan efektivitas respons dalam menghadapi kebakaran dan keadaan darurat lainnya.

Kesimpulan

Paper Emergency Preparedness Analysis oleh Sommer et al. memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana EPA dapat digunakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan pemadam kebakaran. Dengan menerapkan metode berbasis analisis risiko, layanan pemadam kebakaran dapat lebih efektif dalam mengalokasikan sumber daya mereka dan merancang strategi respons yang lebih optimal.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan EPA memungkinkan layanan pemadam kebakaran menyesuaikan kapasitas mereka dengan skenario risiko spesifik, menghasilkan sistem tanggap darurat yang lebih efisien dan adaptif terhadap tantangan masa depan.

Sumber Artikel

Sommer, M., Rake, E.L., & Botnen, D. (2023). Emergency Preparedness Analysis: Planning the Emergency Response Arrangements for the Fire and Rescue Service. Western Norway University of Applied Sciences.

Selengkapnya
Analisis Kesiapsiagaan dan Perencanaan Respons Darurat Kebakaran

Keselamatan Kebakaran

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Kebakaran Penghuni

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Keselamatan kebakaran di bangunan tempat tinggal merupakan isu kritis yang sering kali dipengaruhi oleh perilaku penghuni. Studi ini mengkaji berbagai elemen yang berkontribusi terhadap kesiapsiagaan penghuni dalam menghadapi kebakaran, termasuk faktor usia, gangguan fisik dan mental, tingkat pengetahuan tentang kebakaran, serta faktor sosial ekonomi. Dengan menggunakan metodologi meta-analysis, penelitian ini mengumpulkan dan menganalisis temuan dari berbagai sumber untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana penghuni merespons situasi kebakaran.

Faktor Risiko Personal dalam Keselamatan Kebakaran

1. Pengaruh Usia terhadap Perilaku Keselamatan Kebakaran

  • Penghuni lanjut usia (di atas 65 tahun) lebih rentan terhadap kebakaran karena keterbatasan mobilitas dan penurunan kognitif.
  • Studi menemukan bahwa orang tua sering kurang menyadari risiko kebakaran dan memiliki reaksi yang lebih lambat saat terjadi kebakaran (Karemaker et al., 2021).
  • Sebaliknya, anak-anak dan remaja (usia 18–24 tahun) lebih cenderung terlibat dalam perilaku yang berisiko, seperti bermain dengan sumber api atau tidak mengikuti prosedur evakuasi yang tepat.

2. Dampak Gangguan Fisik dan Mental dalam Situasi Kebakaran

  • Individu dengan gangguan penglihatan, pendengaran, atau mobilitas mengalami kesulitan dalam merespons tanda bahaya kebakaran.
  • Mereka membutuhkan dukungan tambahan, seperti tanda evakuasi dalam Braille atau sistem alarm dengan getaran dan pencahayaan khusus (Egodage et al., 2020).
  • Orang dengan gangguan kognitif, seperti demensia, lebih sulit memahami instruksi evakuasi, yang meningkatkan risiko cedera atau kematian.

3. Pengetahuan dan Pengalaman dalam Menghadapi Kebakaran

  • Penghuni yang pernah mengalami kebakaran cenderung lebih siap dan memiliki rencana keselamatan yang lebih baik.
  • Studi menemukan bahwa individu yang aktif dalam komunitas gedung tempat tinggal mereka lebih cenderung memiliki kesadaran tinggi akan prosedur keselamatan kebakaran (Glauberman, 2020).
  • Latihan kebakaran di sekolah atau tempat kerja terbukti meningkatkan kesiapan individu dalam menghadapi situasi darurat.

4. Persepsi Risiko dan Pengambilan Keputusan

  • Penghuni yang tinggal di lantai bawah sering kali memiliki persepsi risiko kebakaran yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tinggal di lantai atas.
  • Banyak individu cenderung menunggu reaksi orang lain sebelum memutuskan untuk mengevakuasi diri, yang dapat menyebabkan keterlambatan dan kepadatan dalam jalur evakuasi (Gerges, 2020).
  • Studi juga menunjukkan bahwa ketakutan terhadap rasa malu atau penilaian sosial dapat menyebabkan seseorang enggan bereaksi cepat dalam situasi darurat.

Faktor Risiko Umum dalam Keselamatan Kebakaran

1. Akses dan Jalur Evakuasi

  • Kompleksitas desain bangunan multi-penghuni sering kali membingungkan penghuni saat keadaan darurat.
  • Banyak penghuni lebih memilih menggunakan jalur keluar yang familiar, meskipun ada opsi evakuasi yang lebih aman dan efisien (Gerges, 2020; Kurdi et al., 2018).

2. Rencana Evakuasi dan Instruksi Keselamatan

  • Penelitian menunjukkan bahwa banyak penghuni tidak memahami atau bahkan tidak mengetahui rencana evakuasi yang ada di gedung mereka.
  • Bencana kebakaran Grenfell Tower 2017 di Inggris menjadi contoh bagaimana kurangnya komunikasi dan pemahaman terhadap instruksi evakuasi dapat meningkatkan jumlah korban jiwa (Arewa et al., 2021).

3. Ketersediaan dan Pemanfaatan Peralatan Keselamatan Kebakaran

  • Alarm asap adalah alat keselamatan paling umum, tetapi banyak rumah tangga, terutama dengan penghasilan rendah, tidak memilikinya atau tidak memelihara alat ini dengan baik (Tannous & Agho, 2019).
  • Penghuni sering kali mencoba memadamkan api sendiri sebelum menghubungi pemadam kebakaran, sering kali karena rasa malu atau takut mendapat masalah (Wales, 2021).

4. Kepadatan dan Hambatan saat Evakuasi

  • Bangunan dengan kepadatan penghuni yang tinggi lebih rentan terhadap antrean panjang dan kepadatan saat evakuasi, yang dapat menyebabkan cedera tambahan.
  • Studi menemukan bahwa penghuni sering kali mengikuti orang lain ke jalur yang paling ramai, bukannya mencari jalur alternatif yang lebih cepat dan aman (Gerges et al., 2021).

5. Penggunaan Teknologi dalam Keselamatan Kebakaran

  • Smartphone menjadi alat penting dalam komunikasi darurat, tetapi penggunaannya dapat menghambat evakuasi jika orang lebih fokus merekam kebakaran daripada menyelamatkan diri (Gerges, 2020).
  • Sistem komunikasi suara langsung lebih efektif dibandingkan dengan pengumuman rekaman dalam memberikan instruksi evakuasi kepada penghuni.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Kebakaran

  1. Meningkatkan Kesadaran dan Pelatihan Keselamatan
    • Pelatihan rutin dan kampanye edukasi dapat membantu penghuni memahami risiko dan prosedur keselamatan dengan lebih baik.
  2. Peningkatan Infrastruktur Keselamatan
    • Memastikan bahwa semua jalur evakuasi bersih dari hambatan dan memiliki tanda yang jelas.
    • Menyediakan alat pemadam kebakaran yang mudah diakses dan sesuai dengan kebutuhan penghuni, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
  3. Optimalisasi Sistem Komunikasi Darurat
    • Menggunakan sistem komunikasi suara langsung dalam gedung untuk memberikan instruksi evakuasi secara real-time.
    • Menerapkan teknologi berbasis AI untuk mendeteksi kebakaran lebih awal dan memberikan peringatan lebih cepat kepada penghuni.
  4. Meningkatkan Regulasi dan Kepatuhan
    • Mengembangkan standar keselamatan yang lebih ketat untuk bangunan multi-penghuni, terutama dalam aspek evakuasi dan pemeliharaan peralatan keselamatan.

Kesimpulan

Paper Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review memberikan wawasan yang komprehensif tentang bagaimana berbagai faktor—baik pribadi maupun lingkungan—mempengaruhi respons penghuni terhadap kebakaran. Dengan memahami faktor-faktor ini, langkah-langkah yang lebih efektif dapat diambil untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan keselamatan penghuni dalam situasi darurat.

Sumber Artikel

Allen Jones, A. (2022). Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review. Cardiff: Welsh Government, GSR report number 10/2023.

Selengkapnya
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Kebakaran Penghuni

Keselamatan Kebakaran

Evaluasi Penyebab dan Pengendalian Kebakaran di Arepo, Ogun State, Nigeria

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Kebakaran merupakan salah satu bencana paling merusak yang dapat berdampak pada kehidupan manusia, infrastruktur, dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan survei untuk mengumpulkan data dari 210 penduduk dewasa di lingkungan Arepo, Ogun State. Dari total kuesioner yang dibagikan, 150 valid digunakan untuk analisis. Studi ini mengukur persepsi warga tentang penyebab utama kebakaran serta kesiapan mereka dalam menghadapi bencana dengan menggunakan skala Likert 5 poin.

Teknik analisis yang digunakan meliputi:

  • Mean score dan indeks kepentingan relatif (RII) untuk menilai faktor penyebab kebakaran.
  • Frekuensi dan persentase untuk menggambarkan distribusi jawaban responden.
  • Visualisasi data dengan grafik dan tabel.

Penyebab Utama Kebakaran di Arepo

Hasil survei mengungkapkan bahwa kebakaran di Arepo paling sering terjadi di lingkungan perumahan, dengan insiden kebakaran di area pemukiman menduduki peringkat kedua tertinggi dari enam kategori lokasi kebakaran yang diteliti. Penyebab utama kebakaran di wilayah ini meliputi:

  1. Peralatan listrik yang rusak (62%)
  2. Kelalaian dalam penggunaan alat memasak (57%)
  3. Lonjakan listrik (51%)
  4. Penyimpanan bahan bakar di dalam rumah (38%)
  5. Kecerobohan manusia (58%)
  6. Kecelakaan (50%)

Sebagai contoh, dalam salah satu kejadian kebakaran besar di Arepo, kebakaran terjadi akibat korsleting listrik yang menyebar dengan cepat ke bangunan sekitar karena material bangunan yang tidak tahan api. Kurangnya sistem deteksi dini juga memperparah situasi.

Dampak Kebakaran di Arepo

Dampak kebakaran di wilayah ini cukup luas, mencakup:

  • Kerugian ekonomi yang signifikan, dengan banyak rumah dan bisnis kecil mengalami kebangkrutan akibat kebakaran.
  • Dampak sosial, di mana banyak warga kehilangan tempat tinggal dan harus mengungsi sementara.
  • Kerusakan lingkungan, termasuk pencemaran udara akibat asap beracun dari kebakaran.

Analisis ini sejalan dengan laporan National Emergency Management Agency (NEMA) yang mencatat bahwa di Lagos, Nigeria, tingkat kematian akibat kebakaran antara 2009-2014 mencapai 98,4%. Angka ini menunjukkan bahwa risiko kebakaran di Nigeria, termasuk di Arepo, masih sangat tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar rumah di Arepo tidak dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran yang memadai. Meskipun 100% responden memiliki jalur keluar darurat, hanya 74,7% yang memiliki alat pemadam kebakaran, sementara keberadaan detektor asap dan alarm kebakaran masih kurang dari 65%. Selain itu, tidak adanya pos pemadam kebakaran di wilayah Arepo menjadi salah satu kendala utama dalam menangani kebakaran dengan cepat. Warga sering kali harus menunggu bantuan dari kota terdekat, yang menyebabkan keterlambatan dalam pemadaman api dan meningkatkan tingkat kerusakan.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan beberapa langkah untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran di Arepo:

1. Meningkatkan Kesadaran dan Edukasi Keselamatan Kebakaran

  • Mengadakan kampanye keselamatan kebakaran secara berkala untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan kebakaran.
  • Memasukkan pelatihan penggunaan alat pemadam kebakaran dalam program komunitas.
  • Meningkatkan sosialisasi mengenai risiko penyimpanan bahan bakar di dalam rumah.

2. Membangun Pos Pemadam Kebakaran Lokal

  • Pemerintah daerah perlu segera membangun stasiun pemadam kebakaran di Arepo untuk mempercepat respons terhadap kebakaran.
  • Menyediakan akses air yang lebih baik untuk pemadaman api, seperti membangun hydrant di titik-titik strategis.

3. Peningkatan Regulasi dan Infrastruktur

  • Mewajibkan pemasangan sistem alarm kebakaran dan detektor asap di semua bangunan perumahan dan komersial.
  • Menegakkan regulasi mengenai penggunaan kabel listrik berkualitas standar guna mencegah korsleting.
  • Mengembangkan sistem inspeksi berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran.

Kesimpulan

  1. Peralatan listrik yang rusak, kelalaian dalam memasak, dan lonjakan listrik adalah penyebab utama kebakaran di Arepo.
  2. Kurangnya peralatan keselamatan kebakaran dan tidak adanya pos pemadam kebakaran meningkatkan risiko dan dampak kebakaran di wilayah ini.
  3. Meningkatkan kesadaran masyarakat, membangun infrastruktur pemadam kebakaran, dan memperkuat regulasi keselamatan kebakaran adalah langkah yang harus segera diambil untuk mengurangi insiden kebakaran di masa depan.

Dengan implementasi strategi yang lebih baik, diharapkan risiko kebakaran di Arepo dapat berkurang secara signifikan, serta menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi masyarakat setempat.

Sumber Artikel

O.C. Oloke, A.O. Oluwatobi, A. Oni, D. Oke. Assessment of Causes and Control of Fire Disaster in Arepo Neighbourhood, Ogun State, Nigeria. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, Vol. 993, 2022, 012004.

Selengkapnya
Evaluasi Penyebab dan Pengendalian Kebakaran di Arepo, Ogun State, Nigeria

Keselamatan Kebakaran

Keselamatan Kebakaran dan Evakuasi di Fasilitas Medis: Tantangan dan Solusi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Keselamatan kebakaran di fasilitas medis menjadi perhatian utama, terutama karena tingginya kadar oksigen di rumah sakit yang dapat mempercepat penyebaran api. Selain itu, mobilitas terbatas pasien juga meningkatkan risiko dalam proses evakuasi darurat. Paper ini mengeksplorasi simulasi kebakaran dan evakuasi untuk menilai Required Safe Evacuation Time (RSET) dan Available Safe Evacuation Time (ASET) menggunakan perangkat lunak Fire Dynamic Simulator (FDS) dan Pathfinder. Penelitian ini menemukan bahwa kadar oksigen yang lebih tinggi dapat mengurangi waktu aman evakuasi hingga kurang dari 150 detik, menjadikan tindakan mitigasi sangat penting untuk keselamatan pasien dan tenaga medis.

Penelitian ini menggunakan pendekatan berbasis simulasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Pemodelan kebakaran dengan Fire Dynamic Simulator (FDS) untuk mengukur suhu, visibilitas, kadar CO, O₂, dan CO₂ di rumah sakit.
  2. Simulasi evakuasi dengan Pathfinder, dengan mempertimbangkan berbagai karakteristik penghuni rumah sakit, seperti pasien dengan keterbatasan mobilitas.
  3. Perbandingan ASET dan RSET untuk mengevaluasi keamanan evakuasi dalam skenario kebakaran.
  4. Analisis dampak kadar oksigen tinggi terhadap penyebaran api dan visibilitas selama evakuasi.

Dalam lingkungan normal, kadar oksigen atmosfer adalah 21%, namun di rumah sakit, terutama di ruang operasi atau ruang perawatan intensif, kadar ini bisa meningkat hingga 25%. Studi ini menemukan bahwa:

  • Oksigen tinggi meningkatkan suhu api, mempercepat penyebaran kebakaran hingga mencapai 500°C dalam 150 detik.
  • Visibilitas berkurang drastis dalam ruangan dengan oksigen tinggi, sehingga pasien dan tenaga medis kesulitan menemukan jalur keluar.
  • Waktu aman evakuasi berkurang drastis dibandingkan dengan lingkungan normal, dengan batas aman kurang dari 150 detik.

Paper ini membandingkan Required Safe Evacuation Time (RSET) dan Available Safe Evacuation Time (ASET):

  • ASET adalah waktu yang tersedia bagi penghuni untuk meninggalkan bangunan sebelum kondisi menjadi fatal.
  • RSET adalah waktu yang dibutuhkan bagi seluruh penghuni untuk mengevakuasi bangunan dengan aman.

Simulasi menunjukkan bahwa jika ASET lebih kecil dari RSET, maka penghuni tidak akan memiliki cukup waktu untuk melarikan diri.

  • Dalam kondisi kadar oksigen normal, ASET sekitar 192 detik, memungkinkan evakuasi yang relatif aman.
  • Dalam kondisi kadar oksigen tinggi, ASET berkurang menjadi kurang dari 150 detik, meningkatkan risiko korban jiwa.

Penelitian ini juga menguji berbagai skenario keterlambatan evakuasi (delay time), yang mencakup:

  • Waktu deteksi kebakaran (alarm)
  • Waktu reaksi tenaga medis
  • Kesiapan jalur evakuasi

Hasilnya menunjukkan bahwa:

  • Keterlambatan 60 detik dapat meningkatkan jumlah korban hingga 25%.
  • Keterlambatan 120 detik membuat lebih dari 40% penghuni gagal keluar sebelum kondisi menjadi fatal.

Penelitian ini menggunakan model simulasi jalur evakuasi Pathfinder untuk menguji efektivitas berbagai jalur keluar. Hasilnya menunjukkan bahwa:

  • Tangga merupakan jalur utama evakuasi, tetapi dapat menjadi hambatan jika tidak cukup luas atau memiliki banyak penghuni dengan mobilitas terbatas.
  • Lift tidak direkomendasikan untuk evakuasi kebakaran, tetapi dalam beberapa kasus bisa digunakan dengan prosedur khusus.
  • Jumlah tenaga medis dan petugas evakuasi sangat berpengaruh, dengan rekomendasi minimal 20-30 petugas evakuasi untuk rumah sakit berukuran besar.

Salah satu kejadian nyata yang diangkat dalam penelitian ini adalah ledakan tangki oksigen di rumah sakit Baghdad pada April 2021, yang menyebabkan 82 kematian dan ratusan korban luka.

  • Kadar oksigen tinggi di ruangan tertutup meningkatkan risiko kebakaran spontan.
  • Kurangnya sistem deteksi dini membuat kebakaran sulit dikendalikan sebelum mencapai tingkat berbahaya.
  • Evakuasi yang lambat menyebabkan banyak korban terjebak dalam ruangan penuh asap dan api.

Kasus ini menggarisbawahi pentingnya sistem mitigasi oksigen berlebih dan protokol evakuasi yang lebih efisien untuk fasilitas medis.

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa langkah mitigasi yang direkomendasikan untuk meningkatkan keselamatan kebakaran di rumah sakit meliputi:

1. Kontrol Kadar Oksigen

  • Mencegah akumulasi oksigen di ruang tertutup dengan sistem ventilasi yang baik.
  • Memastikan oksigen tidak kontak dengan bahan mudah terbakar seperti minyak dan pelumas medis.

2. Meningkatkan Sistem Deteksi Kebakaran

  • Menggunakan detektor asap dan sensor oksigen untuk mendeteksi kondisi berbahaya lebih awal.
  • Memasang alarm otomatis yang terhubung ke sistem evakuasi rumah sakit.

3. Optimalisasi Jalur Evakuasi

  • Menambah jumlah petugas evakuasi minimal 20-30 orang di fasilitas besar.
  • Mengurangi waktu keterlambatan evakuasi dengan pelatihan berkala bagi staf medis.
  • Menyesuaikan desain rumah sakit dengan jalur keluar yang lebih luas untuk pasien dengan keterbatasan mobilitas.

4. Penggunaan Teknologi dalam Evakuasi

  • Menggunakan simulasi evakuasi berbasis AI untuk mengoptimalkan rute keluar yang paling aman.
  • Penerapan sistem pemantauan real-time dengan CCTV dan perangkat IoT untuk meningkatkan respons dalam keadaan darurat.

Penelitian ini menunjukkan bahwa fasilitas medis dengan kadar oksigen tinggi memiliki risiko kebakaran yang jauh lebih besar dibandingkan bangunan biasa.

  • ASET dapat berkurang drastis hingga kurang dari 150 detik, membuat evakuasi menjadi lebih sulit.
  • Penambahan tenaga evakuasi serta sistem deteksi dini sangat penting untuk mengurangi risiko korban jiwa.
  • Desain rumah sakit harus mempertimbangkan jalur evakuasi yang lebih efisien untuk pasien dengan keterbatasan mobilitas.

Dengan menerapkan rekomendasi ini, rumah sakit dapat mengurangi dampak kebakaran, meningkatkan efisiensi evakuasi, serta melindungi pasien dan tenaga medis dari risiko yang tidak perlu.

Sumber 

Shaikh, M. A., Karim, R., Daniel, N. M., & Khan, M. A. (2024). Fire Safety Status and Evacuation of Medical Facility Considering Elevated Oxygen Concentrations. Heliyon, 10, e36847.

Selengkapnya
Keselamatan Kebakaran dan Evakuasi di Fasilitas Medis: Tantangan dan Solusi
« First Previous page 2 of 4 Next Last »