Keselamatan kebakaran di bangunan tempat tinggal merupakan isu kritis yang sering kali dipengaruhi oleh perilaku penghuni. Studi ini mengkaji berbagai elemen yang berkontribusi terhadap kesiapsiagaan penghuni dalam menghadapi kebakaran, termasuk faktor usia, gangguan fisik dan mental, tingkat pengetahuan tentang kebakaran, serta faktor sosial ekonomi. Dengan menggunakan metodologi meta-analysis, penelitian ini mengumpulkan dan menganalisis temuan dari berbagai sumber untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana penghuni merespons situasi kebakaran.
Faktor Risiko Personal dalam Keselamatan Kebakaran
1. Pengaruh Usia terhadap Perilaku Keselamatan Kebakaran
- Penghuni lanjut usia (di atas 65 tahun) lebih rentan terhadap kebakaran karena keterbatasan mobilitas dan penurunan kognitif.
- Studi menemukan bahwa orang tua sering kurang menyadari risiko kebakaran dan memiliki reaksi yang lebih lambat saat terjadi kebakaran (Karemaker et al., 2021).
- Sebaliknya, anak-anak dan remaja (usia 18–24 tahun) lebih cenderung terlibat dalam perilaku yang berisiko, seperti bermain dengan sumber api atau tidak mengikuti prosedur evakuasi yang tepat.
2. Dampak Gangguan Fisik dan Mental dalam Situasi Kebakaran
- Individu dengan gangguan penglihatan, pendengaran, atau mobilitas mengalami kesulitan dalam merespons tanda bahaya kebakaran.
- Mereka membutuhkan dukungan tambahan, seperti tanda evakuasi dalam Braille atau sistem alarm dengan getaran dan pencahayaan khusus (Egodage et al., 2020).
- Orang dengan gangguan kognitif, seperti demensia, lebih sulit memahami instruksi evakuasi, yang meningkatkan risiko cedera atau kematian.
3. Pengetahuan dan Pengalaman dalam Menghadapi Kebakaran
- Penghuni yang pernah mengalami kebakaran cenderung lebih siap dan memiliki rencana keselamatan yang lebih baik.
- Studi menemukan bahwa individu yang aktif dalam komunitas gedung tempat tinggal mereka lebih cenderung memiliki kesadaran tinggi akan prosedur keselamatan kebakaran (Glauberman, 2020).
- Latihan kebakaran di sekolah atau tempat kerja terbukti meningkatkan kesiapan individu dalam menghadapi situasi darurat.
4. Persepsi Risiko dan Pengambilan Keputusan
- Penghuni yang tinggal di lantai bawah sering kali memiliki persepsi risiko kebakaran yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tinggal di lantai atas.
- Banyak individu cenderung menunggu reaksi orang lain sebelum memutuskan untuk mengevakuasi diri, yang dapat menyebabkan keterlambatan dan kepadatan dalam jalur evakuasi (Gerges, 2020).
- Studi juga menunjukkan bahwa ketakutan terhadap rasa malu atau penilaian sosial dapat menyebabkan seseorang enggan bereaksi cepat dalam situasi darurat.
Faktor Risiko Umum dalam Keselamatan Kebakaran
1. Akses dan Jalur Evakuasi
- Kompleksitas desain bangunan multi-penghuni sering kali membingungkan penghuni saat keadaan darurat.
- Banyak penghuni lebih memilih menggunakan jalur keluar yang familiar, meskipun ada opsi evakuasi yang lebih aman dan efisien (Gerges, 2020; Kurdi et al., 2018).
2. Rencana Evakuasi dan Instruksi Keselamatan
- Penelitian menunjukkan bahwa banyak penghuni tidak memahami atau bahkan tidak mengetahui rencana evakuasi yang ada di gedung mereka.
- Bencana kebakaran Grenfell Tower 2017 di Inggris menjadi contoh bagaimana kurangnya komunikasi dan pemahaman terhadap instruksi evakuasi dapat meningkatkan jumlah korban jiwa (Arewa et al., 2021).
3. Ketersediaan dan Pemanfaatan Peralatan Keselamatan Kebakaran
- Alarm asap adalah alat keselamatan paling umum, tetapi banyak rumah tangga, terutama dengan penghasilan rendah, tidak memilikinya atau tidak memelihara alat ini dengan baik (Tannous & Agho, 2019).
- Penghuni sering kali mencoba memadamkan api sendiri sebelum menghubungi pemadam kebakaran, sering kali karena rasa malu atau takut mendapat masalah (Wales, 2021).
4. Kepadatan dan Hambatan saat Evakuasi
- Bangunan dengan kepadatan penghuni yang tinggi lebih rentan terhadap antrean panjang dan kepadatan saat evakuasi, yang dapat menyebabkan cedera tambahan.
- Studi menemukan bahwa penghuni sering kali mengikuti orang lain ke jalur yang paling ramai, bukannya mencari jalur alternatif yang lebih cepat dan aman (Gerges et al., 2021).
5. Penggunaan Teknologi dalam Keselamatan Kebakaran
- Smartphone menjadi alat penting dalam komunikasi darurat, tetapi penggunaannya dapat menghambat evakuasi jika orang lebih fokus merekam kebakaran daripada menyelamatkan diri (Gerges, 2020).
- Sistem komunikasi suara langsung lebih efektif dibandingkan dengan pengumuman rekaman dalam memberikan instruksi evakuasi kepada penghuni.
Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Kebakaran
- Meningkatkan Kesadaran dan Pelatihan Keselamatan
- Pelatihan rutin dan kampanye edukasi dapat membantu penghuni memahami risiko dan prosedur keselamatan dengan lebih baik.
- Peningkatan Infrastruktur Keselamatan
- Memastikan bahwa semua jalur evakuasi bersih dari hambatan dan memiliki tanda yang jelas.
- Menyediakan alat pemadam kebakaran yang mudah diakses dan sesuai dengan kebutuhan penghuni, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
- Optimalisasi Sistem Komunikasi Darurat
- Menggunakan sistem komunikasi suara langsung dalam gedung untuk memberikan instruksi evakuasi secara real-time.
- Menerapkan teknologi berbasis AI untuk mendeteksi kebakaran lebih awal dan memberikan peringatan lebih cepat kepada penghuni.
- Meningkatkan Regulasi dan Kepatuhan
- Mengembangkan standar keselamatan yang lebih ketat untuk bangunan multi-penghuni, terutama dalam aspek evakuasi dan pemeliharaan peralatan keselamatan.
Kesimpulan
Paper Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review memberikan wawasan yang komprehensif tentang bagaimana berbagai faktor—baik pribadi maupun lingkungan—mempengaruhi respons penghuni terhadap kebakaran. Dengan memahami faktor-faktor ini, langkah-langkah yang lebih efektif dapat diambil untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan keselamatan penghuni dalam situasi darurat.
Sumber Artikel
Allen Jones, A. (2022). Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review. Cardiff: Welsh Government, GSR report number 10/2023.