Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Faktor Risiko Psikososial dalam Pekerjaan di Ruang Terbatas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam ruang terbatas (confined space) telah lama menjadi perhatian utama dalam berbagai industri, seperti manufaktur, minyak dan gas, serta konstruksi. Selain risiko fisik seperti kekurangan oksigen dan paparan gas beracun, pekerja di ruang terbatas juga menghadapi tantangan psikososial yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan produktivitas mereka. Bertujuan untuk mendeskripsikan faktor risiko psikososial yang dirasakan oleh pekerja dalam ruang terbatas serta implikasinya terhadap penilaian dan manajemen psikososial. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis wawancara terhadap 50 pekerja, penelitian ini mengidentifikasi lima dimensi utama risiko psikososial yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.

Metode wawancara terhadap 50 pekerja yang bekerja di ruang terbatas dalam sebuah perusahaan di Brasil. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan perangkat lunak IRAMUTEQ (Interface de R pour les Analyses Multidimensionnelles de Textes et de Questionnaires) dengan metode klasifikasi hierarkis menurun (descending hierarchical classification – DHC).

Hasil analisis data mengelompokkan faktor risiko psikososial ke dalam lima dimensi utama:

  1. Hubungan interpersonal di tempat kerja (29,58%)
  2. Perencanaan tugas (23,50%)
  3. Peran dalam organisasi (17,83%)
  4. Hubungan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (15,10%)
  5. Beban dan ritme kerja (13,97%)

Hubungan interpersonal menjadi faktor utama dalam kesehatan mental pekerja di ruang terbatas. Konflik dengan rekan kerja dan atasan, kurangnya komunikasi, serta minimnya dukungan sosial dapat meningkatkan stres dan memperburuk keselamatan kerja. Dalam studi ini, 29,58% dari total risiko psikososial terkait dengan hubungan interpersonal, yang mencakup:

  • Kesulitan berkomunikasi dalam situasi darurat.
  • Minimnya dukungan dari supervisor dalam situasi sulit.
  • Persaingan tidak sehat yang menyebabkan tekanan psikologis.

Sebanyak 23,50% dari faktor risiko psikososial berkaitan dengan perencanaan tugas. Pekerjaan dalam ruang terbatas sering kali memerlukan perencanaan yang ketat, dan kurangnya perencanaan yang baik dapat menyebabkan stres berlebih, antara lain:

  • Ketidakjelasan mengenai tugas yang harus dilakukan.
  • Keterbatasan waktu yang menyebabkan tekanan kerja tinggi.
  • Kurangnya persiapan dalam menangani kondisi darurat.

Sebanyak 17,83% dari risiko psikososial terkait dengan peran pekerja dalam organisasi. Faktor ini meliputi ketidakjelasan peran, kurangnya otonomi dalam pengambilan keputusan, serta ekspektasi yang tidak realistis dari manajemen. Selain itu, 13,97% risiko lainnya terkait dengan beban dan ritme kerja, di mana tekanan untuk bekerja lebih cepat dalam kondisi berbahaya meningkatkan kemungkinan kecelakaan kerja. Sebanyak 15,10% dari risiko psikososial berasal dari kesulitan menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Pekerjaan di ruang terbatas sering kali mengharuskan pekerja berada dalam kondisi fisik dan mental yang prima, tetapi tekanan dari masalah pribadi, seperti keuangan dan hubungan keluarga, dapat memengaruhi kinerja mereka di tempat kerja.

Dampak Faktor Psikososial terhadap Keselamatan Kerja

Beberapa kasus kecelakaan kerja dianalisis untuk memahami bagaimana faktor psikososial berkontribusi terhadap insiden di ruang terbatas. Salah satu contoh mencakup seorang pekerja yang mengalami serangan panik saat bekerja dalam tangki tertutup, yang disebabkan oleh kombinasi kecemasan pribadi dan tekanan kerja yang tinggi. Insiden lain melibatkan seorang pekerja yang melakukan kesalahan operasional akibat kurangnya komunikasi dengan timnya, menunjukkan bahwa faktor psikososial seperti hubungan kerja yang buruk dapat berdampak langsung pada keselamatan kerja.

Kelebihan

Menggunakan metode kualitatif berbasis wawancara yang memberikan wawasan mendalam tentang pengalaman pekerja. Menggunakan perangkat lunak analisis teks yang memastikan keakuratan klasifikasi data. Menyediakan rekomendasi konkret untuk perbaikan kebijakan keselamatan kerja terkait faktor psikososial.

Kekurangan 

Tidak membandingkan dengan industri lain yang memiliki kondisi ruang terbatas serupa. Tidak ada data kuantitatif terkait tingkat kecelakaan akibat faktor psikososial. Kurangnya pembahasan tentang bagaimana teknologi dapat membantu mitigasi risiko psikososial.

Rekomendasi untuk Implementasi 

  1. Peningkatan Dukungan Psikososial bagi Pekerja, Menerapkan program konseling dan dukungan psikologis bagi pekerja yang mengalami tekanan kerja tinggi. Meningkatkan pelatihan komunikasi dan kepemimpinan untuk mengurangi konflik interpersonal.
  2. Optimasi Perencanaan Tugas dan Manajemen Beban Kerja, Menggunakan teknologi penjadwalan berbasis AI untuk mengatur beban kerja lebih adil. Mengadakan evaluasi rutin mengenai efisiensi perencanaan tugas.
  3. Pemanfaatan Teknologi untuk Mengurangi Tekanan Psikososial, Menggunakan sensor biometrik untuk mendeteksi stres pekerja secara real-time. Implementasi virtual reality (VR) training untuk simulasi kondisi kerja sebelum pekerja memasuki ruang terbatas.
  4. Kebijakan Fleksibilitas Kerja, Menyediakan opsi jam kerja fleksibel bagi pekerja dengan tekanan psikososial tinggi. Menawarkan cuti kesehatan mental bagi pekerja yang mengalami stres berlebih.

Faktor risiko psikososial memengaruhi keselamatan kerja dalam ruang terbatas. Dengan memahami lima dimensi utama risiko psikososial—hubungan interpersonal, perencanaan tugas, peran dalam organisasi, keseimbangan pekerjaan-kehidupan, serta beban dan ritme kerja—perusahaan dapat mengembangkan kebijakan yang lebih baik untuk mendukung kesejahteraan mental pekerja dan meningkatkan keselamatan kerja. Implementasi rekomendasi yang telah disarankan dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja akibat stres dan faktor psikososial lainnya, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

Sumber Artikel

Mombelli, M. A., Reis, R. A., Zilly, A., Marziale, M. H. P., Braga, W. O. A., & Santos, C. B. (2022). Risk Factors for Working in Confined Spaces: Contributions for Psychosocial Assessment. Paidéia, 32, e3212.

Selengkapnya
Faktor Risiko Psikososial dalam Pekerjaan di Ruang Terbatas

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Bekerja pada Ketinggian di Perusahaan Pupuk Gresik, Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam pekerjaan pada ketinggian merupakan aspek krusial dalam industri manufaktur, terutama dalam sektor pupuk yang memiliki struktur fasilitas tinggi. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan desain cross-sectional, yang bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan program keselamatan dalam menekan angka kecelakaan kerja akibat jatuh dari ketinggian. Paper ini menyoroti bahwa perusahaan telah memiliki program K3 yang cukup baik dengan tingkat keberhasilan mencapai 90% untuk metode pengendalian bahaya dan 85% dalam penerapan pedoman bekerja pada ketinggian.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari dokumen perusahaan serta metode analisis kualitatif. Beberapa aspek utama yang dievaluasi meliputi:

Program pengendalian bahaya bekerja pada ketinggian, Prosedur pengendalian risiko, Implementasi metode pengendalian keselamatan dan Efektivitas pedoman keselamatan kerja di Perusahaan Pupuk Gresik. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja akibat jatuh dari ketinggian diidentifikasi dari beberapa aktivitas seperti:

Pemasangan dan pembongkaran scaffolding, Pekerjaan pemasangan dan pelepasan bracing, Erection dan welding pada konstruksi baja dan Pembersihan dan perawatan struktur tinggi

Evaluasi Program K3 dalam Pekerjaan Ketinggian

  • Safety Talk (90%)
    • Dilakukan sebelum pekerjaan dimulai untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap risiko kerja di ketinggian.
    • Efektif dalam menurunkan angka pelanggaran penggunaan alat pelindung diri (APD).
  • Safety Induction (85%)
    • Program induksi keselamatan bagi pekerja baru dan kontraktor eksternal sebelum memasuki area kerja.
    • Mengurangi insiden akibat kurangnya pemahaman terhadap standar keselamatan kerja.
  • Safety Patrol (87%)
    • Inspeksi rutin dilakukan oleh tim K3 untuk mengidentifikasi tindakan tidak aman di area kerja.
    • Temuan utama: masih ada pekerja yang tidak menggunakan full body harness dengan benar.
  • Drill Training (80%)
    • Simulasi keadaan darurat seperti kebakaran dan penyelamatan pekerja dari ketinggian.
    • Masih perlu penyempurnaan dalam aspek respon cepat terhadap insiden kerja.
  • Penerapan Safety Sign (85%)
    • Pemasangan rambu keselamatan di lokasi kerja untuk meningkatkan kesadaran pekerja.
    • Penggunaan tanda berbasis standar ANSI Z535 untuk meningkatkan efektivitas komunikasi risiko.

Kasus yang dianalisis dalam paper ini melibatkan seorang teknisi yang mengalami kecelakaan akibat jatuh dari struktur baja setinggi 15 meter. Investigasi menunjukkan bahwa penyebab utama kecelakaan meliputi: Penggunaan APD yang tidak sesuai standar, Kurangnya pemeriksaan peralatan keselamatan sebelum bekerja dan Minimnya pengawasan dari supervisor saat pekerjaan berlangsung

Kelebihan

Menggunakan data empiris dari pengamatan langsung di lapangan. Studi kasus memberikan gambaran nyata tentang tantangan keselamatan kerja di industri pupuk. Mengacu pada standar nasional dan internasional seperti OHSAS 18001 dan ISO 45001 dalam implementasi K3.

Kekurangan 

Tidak membahas perbandingan efektivitas metode keselamatan antara industri pupuk dan sektor lain seperti konstruksi. Minimnya pembahasan mengenai penggunaan teknologi dalam pengawasan pekerja di ketinggian. Tidak ada evaluasi terkait beban ekonomi akibat kecelakaan kerja dalam jangka panjang.

Rekomendasi untuk Implementasi 

  1. Meningkatkan Standar Keselamatan dalam Penggunaan APD, Mewajibkan penggunaan full body harness dengan double lanyard system. Melakukan inspeksi peralatan keselamatan setiap sebelum digunakan.
  2. Optimalisasi Pemantauan dan Supervisi, Menggunakan CCTV dan sensor wearable untuk memantau pekerja di area tinggi. Menugaskan safety observer yang bertanggung jawab penuh dalam mengawasi pekerjaan di ketinggian.
  3. Meningkatkan Frekuensi Simulasi Keselamatan, Melakukan drill training setiap tiga bulan untuk meningkatkan kesiapsiagaan darurat. Mengadakan pelatihan penyelamatan vertikal bagi pekerja.
  4. Digitalisasi Sistem Perizinan dan Pengawasan, Menggunakan e-Permit to Work System untuk memastikan pekerja telah memenuhi semua persyaratan keselamatan sebelum bekerja. Implementasi aplikasi berbasis IoT untuk mendeteksi kondisi atmosfer di area kerja tinggi.

Analisis komprehensif tentang implementasi pengendalian bahaya dalam pekerjaan di ketinggian di Perusahaan Pupuk Gresik. Meskipun beberapa program keselamatan telah menunjukkan efektivitas yang tinggi, masih terdapat ruang untuk perbaikan dalam aspek pengawasan, inspeksi peralatan, serta penerapan teknologi dalam pemantauan pekerja. Dengan menerapkan rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat mengurangi angka kecelakaan kerja di ketinggian dan meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan nasional maupun internasional.

Sumber Artikel

Aprilia, D., & Ramadhan, A. (2021). Efforts to Control Potential Hazards of Working at Height at a Gresik Fertilizer Company, Indonesia. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 10(3), 331-342.

 

Selengkapnya
Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Bekerja pada Ketinggian di Perusahaan Pupuk Gresik, Indonesia

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Area Confined Space pada Industri Kelapa Sawit

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di ruang terbatas (confined space) merupakan aspek krusial dalam industri dengan risiko tinggi, seperti pengolahan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kepatuhan perusahaan terhadap standar keselamatan kerja, mengidentifikasi potensi bahaya, serta mengevaluasi efektivitas penerapan sistem manajemen risiko di ruang terbatas. Dengan pendekatan kuantitatif deskriptif, penelitian ini menyoroti bahwa implementasi manajemen risiko di perusahaan ini belum sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku dan masih mengacu pada kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) tanpa penerapan menyeluruh dari regulasi lain seperti OHSAS 18001:2007 atau SNI ISO 31000.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data meliputi:

Observasi lapangan terhadap kondisi ruang terbatas dan aktivitas kerja. Wawancara dengan pekerja dan petugas K3 untuk memahami pengalaman serta prosedur keselamatan yang diterapkan. Analisis dokumen terkait izin kerja, standar operasional prosedur (SOP), serta kebijakan manajemen risiko perusahaan.

Evaluasi penerapan manajemen risiko K3 dilakukan berdasarkan 40 indikator yang merujuk pada regulasi terkait, seperti:

  1. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
  2. Identifikasi potensi bahaya dan risiko dalam ruang terbatas
  3. Penggunaan izin masuk ruang terbatas (Confined Space Entry Permit)
  4. Penyediaan alat pelindung diri (APD)
  5. Pemeriksaan atmosfer sebelum masuk ke ruang terbatas
  6. Pelatihan dan sertifikasi bagi pekerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 indikator, sebanyak 37,5% indikator telah dilaksanakan sesuai standar, 20% indikator belum sesuai standar, dan 42,5% indikator tidak terlaksana sama sekali.

Bahaya utama yang ditemukan di ruang terbatas PT. Kalimantan Sawit Kusuma:

Paparan gas beracun seperti H₂S dan CO, yang dapat menyebabkan sesak napas dan kehilangan kesadaran. Kurangnya oksigen, dengan kadar oksigen yang ditemukan sering kali di bawah 19,5%, yang tidak memenuhi standar aman bagi pekerja. Bahaya kebakaran dan ledakan, terutama di area boiler dan tangki penyimpanan minyak sawit. Suhu ekstrem, yang menyebabkan risiko dehidrasi dan kelelahan bagi pekerja.

Perusahaan memiliki 4 tangki penyimpanan minyak sawit yang dikategorikan sebagai confined space. Studi kasus menemukan bahwa:

Tidak semua pekerja yang masuk ke ruang terbatas memiliki izin kerja khusus. Dokumentasi sistem manajemen risiko belum memenuhi standar internasional seperti OHSAS 18001. Tidak ada sistem pemantauan atmosfer berkelanjutan di dalam ruang terbatas, yang berisiko meningkatkan potensi kecelakaan akibat akumulasi gas beracun. Pekerja sering kali hanya mengandalkan pengalaman pribadi untuk menilai risiko, bukan berdasarkan prosedur standar.

Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja di Kalimantan Tengah meningkat dari 1.159 kasus pada 2017 menjadi 2.705 kasus pada 2018, menunjukkan tren peningkatan risiko kerja. Kecelakaan di ruang terbatas juga terjadi di beberapa perusahaan kelapa sawit lain, mengindikasikan kurangnya kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Kelebihan 

Memberikan wawasan empiris terkait implementasi K3 dalam ruang terbatas industri kelapa sawit. Menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengevaluasi efektivitas sistem manajemen risiko. Menyajikan studi kasus nyata dari industri perkebunan sawit di Indonesia.

Kekurangan 

Tidak membandingkan sistem manajemen risiko ini dengan industri lain yang memiliki ruang terbatas, seperti pertambangan atau manufaktur. Belum mengeksplorasi peran teknologi dalam meningkatkan keselamatan kerja di ruang terbatas. Kurangnya pembahasan terkait beban ekonomi akibat kecelakaan kerja di ruang terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:

  1. Peningkatan Kepemilikan Sertifikasi K3 bagi Pekerja, Mewajibkan semua pekerja di ruang terbatas memiliki sertifikasi Confined Space Entry Permit. Mengadakan pelatihan berkala untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap prosedur keselamatan.
  2. Optimalisasi Pemantauan Atmosfer di Ruang Terbatas, Menggunakan sensor gas real-time untuk mendeteksi kadar oksigen dan gas beracun. Melakukan pengujian atmosfer secara berkala, bukan hanya sebelum pekerjaan dimulai.
  3. Perbaikan Dokumentasi dan SOP K3, Menyusun dokumen izin kerja dan izin masuk ruang terbatas yang sesuai dengan standar internasional. Mengembangkan prosedur tanggap darurat yang lebih jelas dan terdokumentasi.
  4. Implementasi Teknologi Keselamatan, Menggunakan robot atau drone inspeksi untuk mengurangi kebutuhan pekerja memasuki ruang terbatas. Memanfaatkan aplikasi digital untuk monitoring risiko dan pelaporan kecelakaan.

Analisis mendalam mengenai penerapan manajemen risiko di ruang terbatas pada industri kelapa sawit, khususnya di PT. Kalimantan Sawit Kusuma. Studi ini menyoroti bahwa meskipun ada beberapa prosedur yang telah diterapkan, masih terdapat banyak celah dalam kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja. Dengan menerapkan rekomendasi yang disarankan, perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan nasional dan internasional, serta mengurangi risiko kecelakaan di ruang terbatas secara signifikan.

Sumber Artikel

Mardlotillah, N. I. (2020). Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area Confined Space. HIGEIA Journal of Public Health Research and Development, 4(Special 1), 315-327.

Selengkapnya
Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Area Confined Space pada Industri Kelapa Sawit

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Analisis Prosedur dan Implementasi K3 dalam Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam ruang terbatas (confined space) menjadi perhatian utama di berbagai industri berisiko tinggi, termasuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Paper ini bertujuan untuk menilai kepatuhan prosedur K3 dalam pekerjaan di ruang terbatas dengan mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 11 Tahun 2023. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini mengevaluasi klasifikasi ruang terbatas, izin masuk, prosedur kerja aman, perlengkapan keselamatan, serta peran personel K3 dalam memastikan lingkungan kerja yang aman dan sesuai regulasi.

Evaluasi dilakukan berdasarkan enam parameter standar K3 di ruang terbatas sesuai Permenaker No. 11 Tahun 2023:

  1. Penetapan klasifikasi ruang terbatas
  2. Pembatasan akses masuk ruang terbatas
  3. Izin masuk ruang terbatas
  4. Prosedur kerja aman
  5. Peralatan dan perlengkapan keselamatan
  6. Personel K3 yang bertugas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi prosedur K3 dalam ruang terbatas boiler PLTU X telah dilakukan dengan optimal, meskipun terdapat beberapa ketidaksesuaian pada aspek tertentu. Berikut hasil evaluasinya:

  • Penetapan klasifikasi ruang terbatas – 100% (Sangat Baik)
    • Perusahaan telah mengklasifikasikan ruang terbatas dengan baik melalui analisis potensi bahaya dan penerapan prosedur keselamatan.
  • Pembatasan akses masuk – 100% (Sangat Baik)
    • Akses masuk dikontrol dengan tanda larangan dan pengamanan pasif.
  • Izin masuk ruang terbatas – 89.7% (Baik)
    • Sebagian besar prosedur izin telah diterapkan, namun beberapa aspek seperti pemeriksaan tegangan listrik dan pemantauan durasi kerja belum sepenuhnya terdokumentasi.
  • Prosedur kerja aman – 96.7% (Sangat Baik)
    • Pengujian gas, isolasi energi, ventilasi, dan rencana tanggap darurat telah diterapkan, tetapi masih perlu penyempurnaan pada pemantauan atmosfer selama pekerjaan berlangsung.
  • Peralatan dan perlengkapan – 96.3% (Sangat Baik)
    • Semua peralatan utama tersedia, tetapi prosedur terkait APD belum terdokumentasi dengan jelas.
  • Personel K3 – 87.4% (Baik)
    • Masih terdapat pekerja yang belum memiliki lisensi K3 untuk pekerjaan ruang terbatas.

Prosedur K3 telah diterapkan dengan baik, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi:

  • Tidak semua pekerja memiliki lisensi K3 ruang terbatas, dengan hanya 59% pekerja yang telah tersertifikasi.
  • Pemantauan atmosfer belum dilakukan secara berkelanjutan, sehingga ada risiko akumulasi gas beracun selama pekerjaan berlangsung.
  • Pencatatan dan dokumentasi prosedur keselamatan masih perlu diperbaiki, terutama dalam aspek permit to work dan daftar petugas K3 penyelamat.

Namun, beberapa keberhasilan juga dicatat:

  • Selama periode penelitian, tidak ada kecelakaan kerja yang terjadi di area boiler PLTU X.
  • Identifikasi bahaya telah dilakukan sebelum pekerjaan dimulai, memastikan kesiapan alat dan kondisi lingkungan kerja.
  • Penggunaan APD telah diterapkan dengan baik di lapangan, meskipun belum sepenuhnya terdokumentasi dalam SOP perusahaan.

Kelebihan 

Menggunakan pendekatan berbasis data dengan evaluasi langsung di lapangan. Studi kasus konkret memberikan gambaran nyata implementasi K3 dalam industri pembangkit listrik. Mengacu pada regulasi terbaru (Permenaker No. 11 Tahun 2023), memastikan hasil penelitian relevan dengan standar keselamatan nasional.

Kekurangan

Belum mengeksplorasi faktor perilaku pekerja dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Tidak ada perbandingan dengan implementasi K3 di perusahaan lain untuk menilai efektivitas relatif. Kurangnya analisis ekonomi terkait dampak implementasi prosedur keselamatan terhadap efisiensi kerja dan biaya operasional.

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:

  1. Meningkatkan Kepemilikan Sertifikasi K3 bagi Pekerja
    • Memastikan 100% pekerja di ruang terbatas memiliki sertifikasi sesuai regulasi.
    • Mengadakan pelatihan berkala untuk memperbarui pemahaman pekerja mengenai prosedur keselamatan.
  2. Optimalisasi Pemantauan Atmosfer Ruang Terbatas
    • Menggunakan sensor gas real-time untuk mendeteksi perubahan atmosfer.
    • Melakukan pengukuran atmosfer berkala, bukan hanya sebelum pekerjaan dimulai.
  3. Perbaikan Dokumentasi dan SOP K3
    • Menyempurnakan formulir izin kerja (Permit to Work) sesuai dengan regulasi terbaru.
    • Menambahkan daftar lengkap petugas K3 penyelamat dalam dokumen prosedural.
  4. Peningkatan Kesadaran Keselamatan melalui Simulasi dan Pelatihan
    • Mengadakan simulasi keadaan darurat untuk meningkatkan kesiapsiagaan pekerja.
    • Menyediakan media edukasi seperti video instruksional dan modul pelatihan interaktif.

Komprehensif tentang implementasi prosedur K3 dalam ruang terbatas di area boiler PLTU X. Secara keseluruhan, prosedur K3 telah diterapkan dengan baik, namun masih ada ruang untuk perbaikan dalam aspek sertifikasi pekerja, pemantauan atmosfer, dan dokumentasi keselamatan.

Dengan menerapkan rekomendasi yang disarankan, PLTU X dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan nasional dan mengurangi risiko kecelakaan kerja di ruang terbatas.

Sumber Artikel

Ainudin, J. A., Arini, S. Y., Ernawati, M., & Imaduddin, A. (2024). Analisis Prosedur dan Pelaksanaan K3 Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur. Jurnal Promotif Preventif, 7(2), 310-319.

Selengkapnya
Analisis Prosedur dan Implementasi K3 dalam Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peran Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Meningkatkan Produktivitas Karyawan di Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan kondusif, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Penelitian yang dilakukan oleh Aseel Mousa Matar dalam jurnal Journal of University Studies for Inclusive Research menyoroti bagaimana manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat meningkatkan produktivitas karyawan di UKM industri. Penelitian ini menyoroti risiko yang dihadapi tenaga kerja, dampak terhadap produktivitas, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan sistem K3 di UKM.

Latar Belakang dan Masalah Penelitian

UKM merupakan pilar utama dalam perekonomian berbagai negara, baik yang maju maupun berkembang. Namun, sektor ini sering menghadapi berbagai tantangan seperti persaingan pasar, keterbatasan teknologi, serta kurangnya tenaga kerja yang terlatih. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi UKM adalah rendahnya penerapan standar keselamatan kerja, yang berdampak langsung pada tingkat kecelakaan dan produktivitas karyawan.

Menurut penelitian sebelumnya, banyak UKM yang masih mengabaikan penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang baik. Surienty (2019) menegaskan bahwa penerapan K3 yang lemah dalam UKM sering kali menyebabkan cedera kerja dan menurunkan efisiensi produksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana penerapan manajemen K3 berpengaruh terhadap produktivitas karyawan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan meninjau berbagai literatur serta studi kasus di beberapa UKM industri. Data dikumpulkan dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, dan laporan studi kasus untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai peran K3 dalam meningkatkan produktivitas.

Hasil Penelitian dan Temuan Utama

1. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di UKM

Penelitian ini menunjukkan bahwa banyak UKM masih belum menerapkan prosedur keselamatan kerja yang memadai. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya implementasi K3 di UKM antara lain:

  • Kurangnya kesadaran manajemen terhadap pentingnya keselamatan kerja.
  • Keterbatasan sumber daya dan biaya dalam menerapkan standar keselamatan yang tinggi.
  • Minimnya regulasi dan pengawasan pemerintah terhadap UKM dalam penerapan K3.

Namun, penelitian juga menegaskan bahwa UKM yang menerapkan sistem keselamatan kerja dengan baik cenderung memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

2. Hubungan Antara Keselamatan Kerja dan Produktivitas

Menurut data yang dikumpulkan, penerapan K3 yang baik dapat meningkatkan produktivitas dengan cara berikut:

  • Mengurangi tingkat kecelakaan kerja, sehingga karyawan dapat bekerja dengan lebih efektif tanpa gangguan akibat cedera.
  • Meningkatkan moral dan motivasi karyawan, karena mereka merasa lebih aman dan dihargai oleh perusahaan.
  • Menurunkan biaya pengobatan dan kompensasi akibat kecelakaan kerja, yang pada akhirnya menghemat anggaran perusahaan.

Surienty et al. (2011) mengungkapkan bahwa pekerja yang merasa aman di lingkungan kerja cenderung memiliki semangat kerja lebih tinggi dan lebih fokus dalam menyelesaikan tugas mereka.

3. Studi Kasus Implementasi K3 di UKM Industri

Dalam penelitian ini, dilakukan studi kasus terhadap beberapa UKM yang telah berhasil menerapkan sistem manajemen K3. Salah satu contoh sukses adalah sebuah perusahaan manufaktur kecil di Malaysia yang mengalami peningkatan produktivitas sebesar 20% setelah menerapkan kebijakan keselamatan yang lebih ketat, termasuk:

  • Penyediaan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja.
  • Pelatihan keselamatan secara rutin untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap risiko kerja.
  • Inspeksi berkala dan evaluasi risiko untuk mengurangi potensi bahaya di tempat kerja.

Hasilnya, perusahaan tersebut mengalami penurunan jumlah kecelakaan kerja dari 15 kasus per tahun menjadi hanya 3 kasus per tahun setelah menerapkan kebijakan ini.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Kerja di UKM

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa langkah yang dapat diterapkan oleh UKM untuk meningkatkan keselamatan kerja dan produktivitas karyawan:

  1. Meningkatkan Kesadaran Manajemen
    • Manajemen UKM harus memahami bahwa investasi dalam keselamatan kerja akan memberikan keuntungan jangka panjang dalam bentuk peningkatan produktivitas dan efisiensi.
  2. Pelatihan Keselamatan Rutin
    • Karyawan harus diberikan pelatihan berkala mengenai prosedur keselamatan kerja yang benar dan cara menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan baik.
  3. Penyediaan Fasilitas Keselamatan yang Memadai
    • UKM harus memastikan bahwa tempat kerja dilengkapi dengan fasilitas keselamatan yang sesuai, seperti jalur evakuasi yang jelas, alat pemadam kebakaran, dan ventilasi yang baik.
  4. Pengawasan dan Inspeksi Rutin
    • Melakukan inspeksi secara berkala untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan mengambil tindakan korektif sebelum terjadi kecelakaan.
  5. Menerapkan Budaya Keselamatan
    • Mendorong karyawan untuk melaporkan risiko keselamatan tanpa takut akan hukuman, sehingga dapat dilakukan perbaikan segera.

Penelitian ini menegaskan bahwa manajemen keselamatan dan kesehatan kerja memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas karyawan di UKM. Dengan mengurangi kecelakaan kerja, meningkatkan kesadaran pekerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, UKM dapat mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi serta mengurangi biaya akibat cedera kerja.

Penerapan sistem K3 yang baik di UKM bukan hanya sekadar kewajiban hukum, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang untuk meningkatkan kinerja bisnis dan daya saing di pasar. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari manajemen UKM untuk lebih serius dalam menerapkan langkah-langkah keselamatan kerja.

Sumber Asli

Matar, Aseel Mousa. The Role of Occupational Safety and Health Management in Enhancing Employee Productivity in SMEs. Journal of University Studies for Inclusive Research, Vol.3, Issue 1 (2019), 243-260.

Selengkapnya
Peran Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Meningkatkan Produktivitas Karyawan di Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
« First Previous page 5 of 5