Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Teknologi Digital dalam Menekan Kecelakaan Konstruksi di Irak: Peluang dan Tantangan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 05 Mei 2025


Mengapa Keselamatan Konstruksi Jadi Sorotan?

 

Sektor konstruksi global terus menjadi penyumbang utama kecelakaan kerja fatal. Menurut International Labour Organization (ILO), tingkat kematian akibat kecelakaan konstruksi di negara berkembang 3–4 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Irak, yang tengah gencar membangun kembali infrastruktur pasca konflik, menghadapi dilema serius: tingginya angka kecelakaan kerja yang mengancam produktivitas proyek dan keselamatan pekerja.

 

Dalam konteks inilah, riset oleh Yousif Saeed dan timnya menjadi sangat relevan. Artikel ini menyoroti peran teknologi, khususnya mobile application technologies (MATS), dalam pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja (Occupational Safety and Health / OSH) pada proyek konstruksi di Irak.

 

Latar Belakang: Kebutuhan Mendesak akan Solusi Digital

 

Irak sedang memasuki tahap rekonstruksi besar-besaran, khususnya di wilayah pasca-konflik. Ribuan proyek infrastruktur berskala kecil dan menengah telah diluncurkan, namun keselamatan kerja belum menjadi prioritas. Metode manajemen OSH masih konvensional—sebagian besar terbatas pada penggunaan email dan pesan singkat antar pekerja proyek.

 

Riset ini mengeksplorasi potensi teknologi seluler, seperti Building Information Modeling (BIM), Wearable Sensing Devices (WSD), dan sistem visualisasi lainnya, untuk meningkatkan manajemen keselamatan di lapangan.

 

Metodologi: Survei 98 Manajer Proyek Konstruksi di Irak

 

Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif melalui kuesioner yang disebar ke 140 profesional konstruksi di seluruh Irak, dengan 98 responden valid (rasio respons 70%). Mereka merupakan manajer proyek berpengalaman minimal 10 tahun di bidang manajemen OSH.

 

Data dianalisis untuk mengevaluasi:

  • Tingkat adopsi teknologi MATS
  • Manfaat nyata dari penggunaannya
  • Hambatan atau keterbatasan utama

 

 

Tingkat Adopsi Teknologi: Masih Rendah, Tapi Menjanjikan

 

Hasil survei menunjukkan bahwa BIM (25,5%) dan WSD (23,4%) adalah teknologi yang paling umum digunakan, meski masih jauh dari optimal. Berikut data lengkapnya:

 

Tingkat Penggunaan Teknologi untuk Manajemen OSH (Top 5):

  1. BIM – 25,5%
  2. Wearable Sensing Devices – 23,4%
  3. Mobile Devices Onsite – 18,3%
  4. Laser Scanning & LiDAR – 16,3%
  5. RFID – 16,3%

Catatan: Teknologi yang lebih canggih seperti Artificial Intelligence (11,2%), Virtual Reality (10,2%), dan Exoskeletons (7,1%) masih tergolong langka di lapangan.

 

Manfaat Teknologi MATS: Bukti Keefektifan yang Diakui

 

Meski tingkat adopsi masih rendah, pemahaman terhadap manfaat teknologi cukup tinggi:

 

Top 5 Manfaat Menurut Responden:

  • Menghilangkan bahaya sejak fase desain – 76,5%
  • Visualisasi bahaya secara nyata – 75,5%
  • Meningkatkan pelaporan insiden nyaris celaka (near miss) – 71,4%
  • Meningkatkan kesadaran pekerja terhadap bahaya – 66,3%
  • Meningkatkan inspeksi keselamatan – 54,0%

 

Analisis Tambahan: Ini menunjukkan bahwa pekerja dan manajer memahami betul nilai strategis teknologi, namun belum memiliki cukup dukungan (regulasi, infrastruktur, insentif) untuk mengimplementasikannya secara luas.

 

Tantangan dan Hambatan: Masalah Biaya hingga Regulasi Minim

 

Top 5 Kendala Implementasi Teknologi:

  • Biaya tinggi – 86,7%
  • Minimnya regulasi pemerintah – 80,6%
  • Respons pekerja terhadap sistem peringatan rendah – 66,3%
  • Pelatihan tidak efisien dari segi biaya – 51,0%
  • Tidak adanya sistem data terpusat – 50,0%

 

Insight Tambahan:

 

Masalah biaya dan regulasi menjadi tantangan utama, bahkan dibandingkan dengan negara maju seperti AS, yang juga mengeluhkan mahalnya teknologi tetapi memiliki infrastruktur dukungan yang lebih kuat.

 

Faktor resistensi pekerja terhadap teknologi (contoh: abaikan peringatan dari perangkat) menjadi perhatian serius.

 

Perbandingan dengan Kasus di Amerika Serikat

 

Penelitian serupa oleh Nnaji & Karakhan (2020) di AS menunjukkan bahwa semua 15 jenis MATS digunakan oleh lebih dari 58% responden. Di Irak, bahkan BIM dan WSD hanya dipakai oleh sekitar 25%. Artinya:

Tingkat adopsi teknologi di Irak tertinggal lebih dari dua kali lipat dibanding AS.

Namun persepsi manfaat antara kedua negara relatif serupa, khususnya pada aspek visualisasi bahaya dan kesadaran keselamatan.

 

 

Interpretasi: Hambatan di Irak bukan pada mentalitas pekerja, tetapi pada ekosistem pendukung.

 

 

Studi Kasus Tambahan: Potensi Sukses di Masa Depan

 

BIM untuk manajemen risiko desain: Perusahaan di Finlandia menggunakan BIM untuk mengidentifikasi titik rawan kecelakaan sejak tahap desain, mengurangi potensi insiden hingga 30%.

WSD untuk pelacakan pekerja: Di proyek-proyek besar di Jepang, WSD digunakan untuk memantau posisi dan kondisi vital pekerja secara real-time.

Jika pendekatan ini ditiru dan disesuaikan untuk konteks Irak, peningkatan keselamatan bisa menjadi signifikan.

 

Rekomendasi dan Implikasi Praktis

 

1. Dukungan Pemerintah Dibutuhkan

Regulasi nasional harus mengatur standar penggunaan MATS dalam proyek publik.

Insentif pajak untuk perusahaan yang berinvestasi pada teknologi keselamatan.

 

2. Investasi dalam Pelatihan dan Infrastruktur

Pelatihan OSH berbasis teknologi harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan vokasi teknik.

Perlu dibangun sistem data keselamatan nasional berbasis cloud.

 

3. Kolaborasi Multisektor

Pemerintah, sektor swasta, universitas, dan lembaga internasional harus bekerja sama mempercepat transformasi digital keselamatan kerja.

 

Kritik dan Catatan Tambahan

 

Kelebihan:

  • Menggunakan data primer dari survei lapangan yang relevan dan terkini.
  • Memadukan data kuantitatif dan literatur internasional sebagai pembanding.

 

Keterbatasan:

  • Fokus hanya pada manajer proyek, belum mencakup pekerja lapangan sebagai aktor utama di lapangan.
  • Belum ada pengujian langsung efektivitas teknologi secara longitudinal.

 

 

Saran:

  • Penelitian lanjutan dapat mengukur korelasi langsung antara adopsi MATS dan pengurangan angka kecelakaan dalam proyek nyata.

 

Kesimpulan: Teknologi Bukan Sekadar Alat, Tapi Solusi Keselamatan

 

Artikel ini menegaskan bahwa transformasi digital dalam keselamatan kerja di sektor konstruksi adalah kebutuhan, bukan pilihan. Irak memiliki potensi besar untuk memperbaiki catatan keselamatannya dengan memanfaatkan teknologi seperti BIM, WSD, dan aplikasi seluler lainnya. Namun, kemajuan ini mensyaratkan keberanian politik, dukungan regulasi, dan kolaborasi lintas sektor.

 

Dengan roadmap yang jelas dan kemauan untuk berubah, teknologi dapat menjadi penyelamat nyawa—dan penyelamat produktivitas—di proyek-proyek konstruksi Irak.

 

 

Sumber

 

Yousif Saeed, Esam Aziz, & Leonid Zelentsov. (2021). Technology Role in Safety Management of Iraqi Construction Projects. E3S Web of Conferences, Vol. 263. https://doi.org/10.1051/e3sconf/202126304043

Selengkapnya
Teknologi Digital dalam Menekan Kecelakaan Konstruksi di Irak: Peluang dan Tantangan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Analisis Emergency Response Procedure dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Upper 2 Perusahaan Manufaktur Produksi Footwear

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan industri manufaktur merupakan aspek penting yang harus diperhatikan untuk mencegah kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dengan petugas EHS Officer, serta analisis dokumen perusahaan. Standar yang digunakan meliputi NFPA 10 (2018), NFPA 72 (1995), NFPA 101 (1995), dan SNI 03-1735-2000. Evaluasi dilakukan terhadap organisasi tanggap darurat, prosedur ERP, latihan evakuasi (evacuation drill), serta sistem proteksi kebakaran seperti APAR dan hidran.

Gedung Upper 2 memiliki luas 6.136 m² dan terdiri dari dua area, yaitu produksi dan kantor. Area produksi memiliki risiko kebakaran sedang karena adanya bahan mudah terbakar seperti kulit, lem, dan cairan primer. Area kantor memiliki risiko kebakaran ringan. Menurut Kepmenaker No. 186 Tahun 1999, bangunan ini diklasifikasikan sebagai bahaya kebakaran Sedang II, yang berarti memerlukan sistem proteksi kebakaran yang memadai.

Perusahaan telah membentuk tim tanggap darurat dengan struktur organisasi yang terdiri dari Commander Emergency Preparedness & Response Plan sebagai pemimpin, Coordinator Fire Fighter & Combat Disaster untuk tim pemadam kebakaran, dan Coordinator Evacuation & Rescue untuk evakuasi serta pertolongan pertama. Tim ini sudah memiliki pelatihan khusus dan sertifikasi fire brigade, sesuai dengan regulasi K3 di Indonesia.

Prosedur ERP telah disusun dengan mengacu pada berbagai regulasi seperti UU No. 1/1970, Kepmenaker No. 186/1999, dan Permen PU No. 6/2008. Beberapa elemen penting dalam ERP meliputi sistem komunikasi darurat, identifikasi bahaya, struktur organisasi tanggap darurat, jalur evakuasi dan titik kumpul, pelatihan dan simulasi, serta pelaporan dan investigasi pasca kejadian. Namun, paper ini menemukan bahwa prosedur teknis pemadaman kebakaran belum disusun secara mendetail, sehingga perlu perbaikan.

Latihan evakuasi dilakukan rutin setiap 6 bulan sekali. Dari hasil simulasi pada tahun 2023, sebanyak 1.498 pekerja berhasil dievakuasi dalam 2 menit 49 detik, lebih cepat dari target 3 menit. Tidak ada kecelakaan atau korban luka selama simulasi. Namun, ditemukan satu alarm manual tidak berfungsi, sehingga perlu diperbaiki. Sistem proteksi kebakaran meliputi detektor asap, panas, dan beam detector yang sesuai dengan NFPA 72 (1995). Alarm terintegrasi dengan detektor dan diuji setiap 6 bulan. Namun, ditemukan alarm manual yang tidak berfungsi saat simulasi, yang perlu segera diperbaiki.

Gedung 2 memiliki 26 APAR jenis Dry Chemical Powder, yang sesuai untuk kebakaran kelas A (bahan padat) dan kelas C (listrik). Berdasarkan standar NFPA 10 (2018), jumlah dan distribusi APAR di gedung ini sudah memenuhi syarat. Gedung ini memiliki 4 hidran indoor dan 7 hidran outdoor, yang sesuai dengan standar NFPA 14 (1995) dan sudah ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau tanpa terhalang. Jalan keluar dari bangunan tersedia di tiga lokasi berbeda. Koridor evakuasi tidak terhalang oleh benda lain. Rute evakuasi dibuat menggunakan stiker fluoresen agar tetap terlihat dalam kondisi gelap. Titik kumpul telah disediakan di dua lokasi yang aman dari reruntuhan. Emergency lamp tersedia di tangga dan exit.

Kesimpulan

  1. Prosedur tanggap darurat sudah baik, namun perlu penambahan instruksi teknis pemadaman kebakaran.
  2. Sistem proteksi kebakaran cukup memadai, tetapi satu alarm manual perlu diperbaiki.
  3. Sarana penyelamatan jiwa sudah sesuai standar, sehingga mendukung evakuasi aman dan cepat.

Saran

  1. Perusahaan harus menyusun instruksi teknis lebih mendetail tentang pemadaman api.
  2. Perbaikan alarm manual yang tidak berfungsi saat latihan evakuasi.
  3. Peningkatan frekuensi inspeksi dan pemeliharaan sistem proteksi kebakaran.

Sumber Artikel

Moch. Luqman Ashari, Aulia Yasfa Azzahra, Utsman Hanif Ramadhani, dan Moch Nehru Andhy Qirana. Analisis Emergency Response Procedure dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Upper 2 Perusahaan Manufaktur Produksi Footwear. IJESPG Journal, Vol. 1, No. 3 (2023).

Selengkapnya
Analisis Emergency Response Procedure dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Upper 2 Perusahaan Manufaktur Produksi Footwear

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sinergi Manajemen dan Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) di Era Digital

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek penting dalam dunia industri yang terus berkembang. Dengan kemajuan teknologi dan semakin kompleksnya lingkungan kerja, perusahaan perlu mengadopsi strategi K3 yang terintegrasi dengan manajemen bisnis untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, produktif, dan berkelanjutan. Paper berjudul “New Safety Paradigm: Management and Occupational Health and Safety (OHS) Synergy in the Digital Era” oleh Andika Prasetya Nugraha, Ice Irawati, Mulyadi, Septa Diana Nabella, dan Nurmayunita menyoroti bagaimana integrasi K3 dengan strategi manajemen dapat meningkatkan efisiensi operasional dan keberlanjutan bisnis.

Perusahaan dapat menyinergikan K3 dengan strategi manajemen menggunakan pendekatan berbasis teknologi dan budaya keselamatan kerja. Beberapa aspek utama yang dikaji meliputi:

  • Tantangan dalam implementasi K3 di era digital.
  • Integrasi K3 dengan strategi manajemen perusahaan.
  • Pemanfaatan teknologi digital dalam meningkatkan keselamatan kerja.
  • Studi kasus perusahaan yang berhasil mengadopsi pendekatan ini.

Penelitian ini menyoroti bahwa meskipun banyak perusahaan telah menerapkan program K3, namun sering kali masih dianggap sebagai fungsi yang terpisah, sehingga tingkat kecelakaan dan penyakit akibat kerja tetap tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsi sinergi K3 dan manajemen secara efektif mengalami peningkatan produktivitas dan pengurangan insiden kecelakaan kerja. Beberapa temuan penting dalam penelitian ini meliputi:

  • Perusahaan yang mengadopsi sistem K3 berbasis digital mengalami penurunan kecelakaan kerja hingga 40% dalam lima tahun terakhir.
  • Pemanfaatan Internet of Things (IoT) dalam pemantauan keselamatan kerja meningkatkan deteksi dini risiko kecelakaan hingga 60%.
  • Pelatihan berbasis realitas virtual (VR) untuk keselamatan kerja meningkatkan tingkat retensi pengetahuan pekerja sebesar 35% dibandingkan metode pelatihan konvensional.
  • Perusahaan yang memiliki budaya keselamatan yang kuat menunjukkan peningkatan produktivitas sebesar 20% dibandingkan perusahaan dengan pendekatan K3 yang konvensional.

Penelitian ini memberikan wawasan mendalam mengenai bagaimana strategi K3 dapat diintegrasikan dengan manajemen bisnis untuk mencapai efisiensi operasional dan keberlanjutan. Beberapa implikasi utama dari penelitian ini adalah:

  1. Pentingnya Integrasi K3 dengan Manajemen Bisnis
    • Perusahaan harus menganggap K3 sebagai bagian dari strategi bisnis, bukan hanya sebagai kepatuhan terhadap regulasi.
    • Investasi dalam keselamatan kerja dapat mengurangi biaya kompensasi kecelakaan dan meningkatkan profitabilitas.
  2. Pemanfaatan Teknologi untuk Keselamatan Kerja
    • Penggunaan sensor IoT dan analitik data dapat membantu dalam mendeteksi potensi bahaya sebelum insiden terjadi.
    • Sistem manajemen K3 berbasis kecerdasan buatan (AI) dapat memberikan peringatan dini untuk mengurangi risiko kecelakaan.
  3. Penguatan Budaya Keselamatan
    • Kepemimpinan yang kuat dalam menerapkan budaya keselamatan dapat meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan.
    • Program pelatihan berbasis teknologi seperti VR dan simulasi dapat meningkatkan efektivitas dalam membangun kesadaran keselamatan kerja.
  4. Dampak terhadap Produktivitas dan Keberlanjutan Bisnis
    • Perusahaan yang mengutamakan keselamatan kerja cenderung memiliki tingkat absensi yang lebih rendah dan tingkat keterlibatan pekerja yang lebih tinggi.
    • Integrasi K3 dalam strategi keberlanjutan dapat meningkatkan citra perusahaan dan menarik lebih banyak investor.

Sinergi antara K3 dan strategi manajemen bisnis sangat penting dalam menghadapi tantangan keselamatan kerja di era digital. Dengan menerapkan teknologi modern dan membangun budaya keselamatan yang kuat, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk mengeksplorasi lebih dalam bagaimana kecerdasan buatan dan analitik data dapat dioptimalkan dalam strategi K3 untuk meningkatkan deteksi dini risiko keselamatan.

Sumber Artikel:
Nugraha, A. P., Irawati, I., Mulyadi, M., Nabella, S. D., & Nurmayunita, N. (2024). New Safety Paradigm: Management and Occupational Health and Safety (OHS) Synergy in the Digital Era. Postgraduate Management Journal, 4(1).

 

Selengkapnya
Sinergi Manajemen dan Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) di Era Digital

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Occupational Safety and Health (OSH) di Norstat Finland Oy

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (OSH) merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan aman.

Kondisi OSH di Norstat Finland Oy

  • Norstat telah menerapkan kebijakan keselamatan kerja yang sesuai dengan regulasi Finlandia.
  • Beberapa aspek OSH masih memerlukan perbaikan, terutama terkait ergonomi, tingkat kebisingan, dan kesehatan mental karyawan.
  • Pelatihan OSH dilakukan secara berkala, namun masih terdapat kesenjangan dalam pemahaman karyawan mengenai pentingnya keselamatan kerja.

Isu Ergonomi dan Kesehatan Fisik

  • Kursi kerja tidak ergonomis, menyebabkan gangguan pada punggung dan postur tubuh karyawan.
  • Penggunaan headphone dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
  • Kurangnya pencahayaan alami di area kerja juga berdampak pada kesehatan mata karyawan.

Dampak Kebisingan di Lingkungan Kerja

  • Norstat memiliki lingkungan kantor terbuka (open office), yang meningkatkan tingkat kebisingan.
  • Pasar yang berada di dekat kantor sering menyebabkan gangguan kebisingan eksternal.
  • Solusi yang diterapkan: penggunaan kipas angin dan pemanas portable untuk kenyamanan suhu di ruangan kerja.

Manajemen Stres dan Kesehatan Mental

  • Karyawan sering mengalami stres akibat tekanan pekerjaan, terutama bagi pewawancara telepon.
  • Komentar negatif dari responden survei dapat berdampak pada kesehatan mental karyawan.
  • Perusahaan telah menyediakan layanan kesehatan kerja, tetapi belum ada kebijakan khusus mengenai dukungan psikologis bagi karyawan.

mplementasi Kebijakan OSH di Norstat

Salah satu rekomendasi utama dalam paper ini adalah pembuatan ruang tenang (quiet room) untuk karyawan yang membutuhkan istirahat dari lingkungan kerja yang bising. Beberapa perusahaan di sektor yang sama telah mengadopsi kebijakan ini dan mengalami peningkatan produktivitas hingga 15% setelah penerapan ruang tenang.

Dampak Ergonomi Terhadap Produktivitas

Dalam sebuah penelitian terkait, pergantian kursi dengan model ergonomis di sebuah perusahaan teknologi menyebabkan penurunan keluhan nyeri punggung sebesar 30% dalam enam bulan pertama. Hal ini menunjukkan bahwa investasi dalam peralatan kerja yang lebih baik dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Meningkatkan Ergonomi di Tempat Kerja

  • Mengganti kursi kerja dengan model ergonomis yang lebih mendukung postur tubuh.
  • Menyediakan instruksi penggunaan workstation untuk mengurangi risiko cedera akibat postur kerja yang salah.

Pengelolaan Kebisingan

  • Menerapkan kebijakan penggunaan headphone peredam bising.
  • Membuat partisi akustik untuk mengurangi kebisingan dalam ruang kerja terbuka.
  • Menjadwalkan waktu kerja fleksibel agar karyawan dapat memilih jam kerja yang lebih tenang.

Meningkatkan Kesehatan Mental Karyawan

  • Menyediakan sesi konseling rutin bagi karyawan yang mengalami stres kerja.
  • Menerapkan pelatihan manajemen stres sebagai bagian dari pelatihan OSH reguler.
  • Memungkinkan jam kerja yang lebih fleksibel untuk mengurangi tekanan kerja yang berlebihan.

Pentingnya penerapan OSH yang lebih baik di lingkungan kerja modern. Norstat Finland Oy telah menerapkan kebijakan keselamatan kerja yang sesuai dengan standar Finlandia, tetapi masih terdapat ruang untuk perbaikan, terutama dalam aspek ergonomi, pengelolaan kebisingan, dan kesehatan mental. Dengan mengadopsi rekomendasi yang diusulkan, perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan serta produktivitas secara keseluruhan.

Sumber: Kilpinen, Salla-Riina. (2019). Occupational Safety and Health: Case Study of Norstat Finland Oy. Lahti University of Applied Sciences.

Selengkapnya
Occupational Safety and Health (OSH) di Norstat Finland Oy

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Occupational Health and Safety in the Workplace: A Case of the Central Administration of the University for Development Studies, Tamale, Ghana

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja telah menjadi perhatian global karena dampaknya yang signifikan terhadap produktivitas, kesejahteraan karyawan, dan ekonomi nasional.

Menurut WHO (1999), kesehatan adalah "keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang lengkap, bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan." Sementara itu, International Labour Organization (ILO) mendefinisikan K3 sebagai disiplin dengan ruang lingkup luas yang mencakup promosi, pencegahan, perlindungan, dan adaptasi lingkungan kerja terhadap kebutuhan fisik dan mental pekerja.

Beberapa tantangan dalam penerapan K3 di negara-negara berkembang, termasuk Ghana, antara lain:

  • Kurangnya kebijakan K3 yang komprehensif
  • Infrastruktur dan pendanaan yang minim
  • Kurangnya tenaga ahli K3
  • Kesadaran yang rendah di kalangan pekerja dan manajemen

Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang aman dan sehat berdampak positif pada produktivitas, mengurangi biaya kecelakaan kerja, dan meningkatkan kepuasan serta loyalitas pekerja.

Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara terhadap 120 pegawai administrasi di UDS Tamale. Wawancara ini bertujuan untuk mengeksplorasi:

  • Pemahaman karyawan tentang K3
  • Dampak kondisi kerja terhadap produktivitas
  • Pendapat manajemen tentang kesehatan dan keselamatan kerja

Pemahaman Karyawan tentang K3
Mayoritas responden (95,8%) memahami bahwa lingkungan kerja yang sehat dan aman berkontribusi pada kesejahteraan mereka. Namun, beberapa responden mengeluhkan kurangnya kebijakan formal K3 di UDS. Salah satu temuan menarik adalah bahwa pekerja hanya mengasosiasikan K3 dengan layanan medis, seperti fasilitas pengobatan yang disediakan universitas, tanpa mempertimbangkan aspek preventif lainnya.

Dampak Lingkungan Kerja terhadap Produktivitas
Semua responden (100%) sepakat bahwa kondisi kerja yang buruk berdampak negatif pada produktivitas. Beberapa contoh kasus yang diangkat dalam penelitian ini meliputi:

  • Kecelakaan kerja: Beberapa pegawai mengalami cedera akibat tergelincir atau jatuh di tempat kerja, yang menyebabkan ketidakhadiran kerja dalam jangka waktu lama.
  • Ergonomi yang buruk: Duduk dalam waktu lama tanpa peregangan menyebabkan nyeri punggung dan menurunkan produktivitas.
  • Kualitas udara dan lingkungan: Bau tak sedap dari selokan serta ventilasi yang buruk berkontribusi pada ketidaknyamanan pekerja.
  • Masalah listrik: Beberapa kantor mengalami gangguan listrik yang menghambat pekerjaan administratif.

Perspektif Manajemen tentang K3
Sebagian besar manajemen mengakui bahwa UDS belum memiliki kebijakan K3 yang komprehensif. Saat terjadi kecelakaan, biasanya dibentuk tim ad hoc untuk menyelidiki insiden tersebut, namun tidak ada upaya preventif yang sistematis. Beberapa rekomendasi dari manajemen termasuk penyediaan fasilitas kesehatan di dalam kampus dan peningkatan kesadaran tentang pentingnya keselamatan kerja.

Kurangnya Implementasi Kebijakan K3 yang Sistematis
Walaupun studi ini menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai memahami pentingnya K3, tidak adanya kebijakan yang sistematis menjadi tantangan utama. Dalam konteks global, banyak institusi pendidikan tinggi telah menerapkan kebijakan K3 yang mencakup pelatihan keselamatan, audit lingkungan kerja, serta program kesehatan dan kesejahteraan bagi staf.

Dampak Ekonomi dari Kecelakaan Kerja
WHO (2004) memperkirakan bahwa kurangnya perhatian terhadap K3 dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga 20% dari PDB nasional. Di UDS, pengeluaran untuk biaya pengobatan pegawai yang mengalami kecelakaan kerja cukup tinggi, yang seharusnya bisa diminimalisir dengan langkah-langkah preventif.

Dibutuhkan Pendekatan Holistik
Keselamatan kerja bukan hanya tanggung jawab manajemen, tetapi juga karyawan. Oleh karena itu, perlu ada sinergi antara pihak universitas dan pegawai dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman. Pelatihan rutin, inspeksi keselamatan, serta pemberian insentif bagi pegawai yang menerapkan protokol keselamatan dengan baik dapat menjadi solusi.

Rekomendasi yang dapat diimplementasikan oleh UDS untuk meningkatkan K3 meliputi:

  1. Penyusunan Kebijakan K3 yang Komprehensif

    • Membentuk komite khusus K3 untuk merancang dan mengawasi implementasi kebijakan keselamatan.
    • Menyediakan panduan keselamatan bagi pegawai dan mahasiswa.
  2. Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung

    • Membangun klinik atau infirmary di kampus untuk memberikan layanan medis darurat.
    • Memastikan fasilitas kerja seperti AC, pencahayaan, dan sistem listrik dalam kondisi baik.
  3. Pelatihan dan Kesadaran K3

    • Mengadakan pelatihan keselamatan kerja secara berkala.
    • Memasukkan aspek K3 dalam orientasi pegawai baru.
  4. Evaluasi dan Pengawasan Rutin

    • Melakukan audit K3 secara berkala.
    • Mengembangkan sistem pelaporan kecelakaan kerja yang transparan dan responsif.

Pentingnya penerapan K3 di lingkungan akademik seperti UDS Tamale. Meski pegawai memiliki pemahaman yang cukup baik tentang pentingnya K3, universitas masih menghadapi tantangan besar dalam implementasi kebijakan yang sistematis dan efektif. Investasi dalam kebijakan K3 tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan pekerja tetapi juga berdampak positif terhadap produktivitas dan efisiensi institusi secara keseluruhan.

Sumber Artikel

Kuranchie-Mensah, E. B., & Mahama, V. A. (2021). Occupational Health and Safety in the Workplace: A Case of the Central Administration of the University for Development Studies, Tamale, Ghana. The International Journal of Business & Management, 9(7).

Selengkapnya
Occupational Health and Safety in the Workplace: A Case of the Central Administration of the University for Development Studies, Tamale, Ghana

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Evaluasi Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Pengendalian Bahaya dalam Industri Otomasi dan Manufaktur

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam lingkungan industri menjadi aspek yang semakin krusial, terutama di sektor otomasi dan manufaktur. Analisis checklist menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan terhadap elemen utama ISO 45001 di perusahaan yang telah tersertifikasi sangat bervariasi:

  • Persyaratan Umum: 91%
  • Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan: 95%
  • Perencanaan: 93%
  • Implementasi dan Operasi: 98%
  • Audit Internal: 98%
  • Tinjauan Manajemen: 93%

Meskipun tingkat kepatuhan cukup tinggi, penelitian ini menemukan bahwa kepatuhan administratif tidak selalu mencerminkan penerapan yang efektif dalam praktik sehari-hari.

Data dari enam perusahaan menunjukkan hasil yang beragam dalam efektivitas OHSMS terhadap tingkat kecelakaan kerja. Dari laporan yang dianalisis, tercatat:

  • 599 kasus kecelakaan di perusahaan tersertifikasi dibandingkan dengan 399 kasus di perusahaan kontrol.
  • Hanya satu dari tiga perusahaan tersertifikasi yang mengalami penurunan angka kecelakaan yang signifikan setelah implementasi ISO 45001.
  • Perusahaan dengan tingkat kepatuhan OHSMS yang tinggi masih menghadapi insiden karena lemahnya budaya keselamatan dan kurangnya keterlibatan karyawan.

Implementasi OHSMS dalam Industri Otomasi

Dalam salah satu perusahaan otomasi yang diteliti, implementasi ISO 45001 tidak selalu berbanding lurus dengan perbaikan keselamatan kerja. Perusahaan mencatat 7 kasus cedera dengan kehilangan waktu kerja (LTI), 9 kasus perawatan medis (MTC), dan 17 kasus pertolongan pertama (FAC) dalam 20 bulan terakhir.

Namun, data menunjukkan peningkatan signifikan dalam kesadaran keselamatan:

  • 830 laporan nyaris celaka (near-miss) dicatat
  • 104.167 tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman diidentifikasi dan dikoreksi
  • 582 audit sistem keselamatan kerja dilakukan
  • 48.066.469 jam kerja tercatat tanpa fatalitas

Kelebihan 

  1. Memberikan analisis mendalam tentang implementasi ISO 45001 di industri manufaktur.
  2. Studi kasus yang kuat dengan data numerik memberikan bukti empiris yang meyakinkan.
  3. Menggunakan berbagai metode statistik untuk mengevaluasi efektivitas OHSMS.

Kekurangan 

  1. Tidak ada pembahasan mendalam mengenai dampak ekonomi dari implementasi ISO 45001 terhadap produktivitas perusahaan.
  2. Tidak ada perbandingan dengan industri lain yang mungkin memiliki pola keselamatan kerja yang berbeda.
  3. Kurangnya eksplorasi faktor psikososial pekerja dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan.

Rekomendasi untuk Implementasi Lebih Lanjut

  1. Meningkatkan Keterlibatan Karyawan
    • Memberikan insentif bagi pekerja yang aktif dalam pelaporan keselamatan.
    • Melibatkan pekerja dalam audit dan inspeksi keselamatan untuk meningkatkan kesadaran risiko.
  2. Integrasi Teknologi dalam Keselamatan Kerja
    • Menggunakan sensor berbasis IoT untuk mendeteksi bahaya secara real-time.
    • Mengembangkan sistem otomatisasi yang dapat mencegah insiden sebelum terjadi.
  3. Evaluasi Berkelanjutan terhadap Budaya Keselamatan
    • Menerapkan survei rutin untuk mengukur persepsi keselamatan pekerja.
    • Melakukan evaluasi efektivitas OHSMS secara berkala untuk memastikan kepatuhan yang berkelanjutan.
  4. Memperkuat Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Melibatkan manajemen puncak dalam kegiatan keselamatan untuk menunjukkan komitmen nyata.
    • Menyediakan pelatihan rutin bagi supervisor dalam mendukung dan menegakkan kebijakan keselamatan.

Pentingnya penerapan sistem manajemen keselamatan kerja berbasis ISO 45001 dalam industri manufaktur. Meskipun sistem ini tidak selalu menjamin pengurangan kecelakaan, penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsinya mengalami peningkatan kesadaran keselamatan dan kepatuhan terhadap prosedur K3.

Namun, keberhasilan implementasi sangat bergantung pada keterlibatan pekerja, komitmen manajemen, serta evaluasi berkelanjutan terhadap efektivitas sistem. Untuk memastikan manfaat jangka panjang, perusahaan perlu beralih dari sekadar kepatuhan administratif menuju integrasi budaya keselamatan yang lebih menyeluruh.

Sumber Artikel

Chetan S & Malaviya, R. (2023). Review of Occupational Health and Safety Management System and Hazards Controls in the Motion & Industrial Automation Products Manufacturing Industries. International Journal of Advanced Research in Science, Communication and Technology (IJARSCT), 3(3), 341-357.

Selengkapnya
Evaluasi Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Pengendalian Bahaya dalam Industri Otomasi dan Manufaktur
« First Previous page 6 of 8 Next Last »