Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pengetahuan, Praktik, dan Pola Cedera Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerja Industri Pelarut

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam industri manufaktur, terutama di sektor yang melibatkan bahan kimia berbahaya seperti industri pelarut. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana kesadaran akan keselamatan dan praktik kerja yang diterapkan di industri pelarut mempengaruhi tingkat cedera pekerja. Dengan pendekatan survei silang, penelitian ini mengumpulkan data dari 286 pekerja selama periode Desember 2021 hingga Oktober 2022.

Karakteristik demografi responden meliputi:

  • 72.4% laki-laki dan 27.6% perempuan
  • 33.9% berusia 31-40 tahun (kelompok usia terbesar)
  • 36% memiliki pengalaman kerja 6-10 tahun
  • 40.6% memiliki kualifikasi pra-universitas, sementara 33.9% memiliki gelar sarjana
  • 70.3% bekerja di divisi produksi, dengan sisanya tersebar di divisi teknis, pemasaran, logistik, dan QA/QC

Instrumen dan Analisis Data

  • Kuesioner dibagi menjadi tiga bagian: data sosiodemografi, pengetahuan K3, dan praktik K3.
  • Tingkat pengetahuan dan praktik dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
  • Data dianalisis menggunakan SPSS versi 27 dengan uji Chi-Square untuk menentukan hubungan antara variabel.
  • Data kecelakaan dikumpulkan dari laporan klinik atau rumah sakit yang dikunjungi pekerja selama 11 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 88.1% pekerja memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang K3, 9.8% memiliki pengetahuan sedang, dan hanya 2.1% yang memiliki pengetahuan rendah.

Untuk praktik K3:

  • 68.9% pekerja menunjukkan tingkat praktik yang baik
  • 31.1% memiliki praktik sedang
  • Tidak ada pekerja dengan praktik rendah

Perusahaan secara rutin mengadakan pelatihan bulanan mengenai K3, termasuk penanganan bahan kimia, operasi forklift, serta pelatihan tentang limbah berbahaya dan ruang terbatas. Selain itu, pertemuan safety toolbox diadakan setiap minggu untuk mengingatkan pekerja tentang prosedur keselamatan.

Selama periode penelitian, terdapat tiga insiden cedera yang dilaporkan:

  1. Cedera mata akibat kebocoran bahan kimia, menyebabkan pekerja absen selama 3 hari.
  2. Luka pada tangan akibat kawat baja yang putus, memerlukan operasi dan rawat inap dengan total 2 hari absen.
  3. Fraktur lengan kanan akibat jatuhnya palet, yang mengakibatkan 15 hari absen dari pekerjaan.

Sebagai perbandingan, data nasional Malaysia mencatat bahwa pada tahun 2021, sektor manufaktur mengalami 7.994 kasus cedera kerja, tertinggi dibandingkan sektor jasa (4.299 kasus), konstruksi (2.297 kasus), dan perdagangan ritel (1.979 kasus).

Hubungan antara Faktor Sosiodemografi dan K3

  • Tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dengan faktor usia, gender, pengalaman kerja, atau pendidikan.
  • Ada hubungan signifikan antara praktik K3 dengan usia dan gender (p < 0.001), di mana pekerja muda dan laki-laki lebih cenderung memiliki praktik keselamatan yang lebih baik.
  • Tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dan cedera, maupun antara praktik K3 dan cedera.

Kelebihan 

✅ Menggunakan data empiris yang valid dan ukuran sampel yang besar.
✅ Menyediakan analisis mendalam tentang hubungan antara demografi dan praktik K3.
✅ Menyoroti pentingnya pelatihan keselamatan dalam meningkatkan kesadaran pekerja.

Kekurangan 

❌ Tidak membahas faktor psikososial yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap prosedur K3.
❌ Tidak ada perbandingan langsung dengan industri lain di sektor manufaktur.
❌ Tidak membahas dampak ekonomi dari kecelakaan kerja di perusahaan yang diteliti.

Rekomendasi untuk Implementasi Lebih Lanjut

  1. Peningkatan Kepatuhan terhadap APD
    • Beberapa pekerja hanya mengenakan APD saat ada inspeksi.
    • Perusahaan harus memperketat pengawasan dan menerapkan sanksi bagi yang melanggar.
  2. Peningkatan Ergonomi di Tempat Kerja
    • Pekerja melaporkan ketidaknyamanan akibat duduk dalam waktu lama.
    • Diperlukan evaluasi ergonomi untuk memastikan lingkungan kerja yang lebih nyaman.
  3. Penguatan Kesadaran Keselamatan
    • Beberapa pekerja tidak menghadiri pertemuan keselamatan mingguan.
    • Supervisor harus mencatat kehadiran dan memastikan seluruh pekerja menerima informasi keselamatan.
  4. Penggunaan Teknologi untuk Keselamatan
    • Implementasi sistem deteksi otomatis menggunakan AI untuk memastikan pekerja menggunakan APD.
    • Pemantauan real-time terhadap risiko lingkungan kerja.

Pekerja di industri pelarut memiliki kesadaran tinggi terhadap K3, yang didukung oleh pelatihan rutin dan kebijakan perusahaan. Meskipun demikian, masih ada tantangan dalam kepatuhan terhadap prosedur K3 dan pemakaian APD yang perlu ditingkatkan.

Studi ini memberikan wawasan penting bagi perusahaan dalam meningkatkan kebijakan K3 dan menekan angka kecelakaan kerja. Dengan pendekatan yang lebih ketat terhadap kepatuhan K3 dan implementasi teknologi keselamatan, diharapkan angka kecelakaan di tempat kerja dapat diminimalkan secara signifikan.

Sumber Artikel

Ali, N. F., & Zulkaple, R. (2023). Occupational Safety and Health (OSH) Knowledge, Practices and Injury Patterns among Solvent Manufacturing Workers: A Cross-sectional Study. Malaysian Journal of Medicine and Health Sciences, 19(SUPP14), 47-55.

Selengkapnya
Pengetahuan, Praktik, dan Pola Cedera Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerja Industri Pelarut

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk Kurir Ekspedisi dalam Menghadapi Multi-Hazard

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Dalam dunia kerja modern, khususnya di sektor logistik dan ekspedisi, keselamatan kerja menjadi faktor krusial yang mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan pekerja.

Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO, 2018), sekitar 2,78 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Di Indonesia, angka kecelakaan kerja pada tahun 2021 mencapai 234.270 kasus, meningkat 5,65% dari tahun sebelumnya. Sektor logistik, terutama kurir ekspedisi, memiliki risiko tinggi terhadap kelelahan kerja, yang dapat berdampak pada kecelakaan di jalan raya.

Studi ini berfokus pada 35 kurir ekspedisi di ID Express Drop Point Kroya, Kabupaten Cilacap. Beberapa faktor yang dikaji meliputi:

  • Beban Kerja: 42,9% kurir mengalami beban kerja tinggi, dan 45,7% menghadapi beban kerja sangat tinggi.
  • Jam Kerja: 82,9% kurir bekerja lebih dari 7 jam per hari, melebihi standar ketenagakerjaan di Indonesia.
  • Tingkat Kelelahan: 68,6% kurir mengalami kelelahan tinggi, sementara 31,4% berada di tingkat kelelahan sedang.
  • Kebiasaan Olahraga: 48,6% kurir tidak pernah berolahraga, sementara hanya 8,6% yang rutin berolahraga tiga kali seminggu.

Faktor yang Berkontribusi terhadap Kelelahan Kerja

  • Beban kerja tinggi memiliki korelasi signifikan dengan kelelahan kerja (p=0.024).
  • Jam kerja yang panjang berhubungan dengan tingkat kelelahan yang lebih tinggi (p=0.007).
  • Kebiasaan olahraga berpengaruh terhadap tingkat kelelahan (p=0.021), di mana kurir yang rutin berolahraga cenderung lebih sedikit mengalami kelelahan.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

  1. Pelatihan K3 Secara Berkala:
    • Kurir perlu diberikan pelatihan keselamatan berkendara dan manajemen kelelahan untuk mengurangi risiko kecelakaan.
    • Simulasi kondisi kerja yang berisiko tinggi dapat membantu mereka lebih siap menghadapi situasi darurat.
  2. Pengurangan Beban Kerja dan Pengaturan Jam Kerja:
    • Penerapan sistem shift atau pembatasan paket per kurir dapat mengurangi kelelahan akibat beban kerja berlebihan.
  3. Promosi Gaya Hidup Sehat:
    • Perusahaan ekspedisi dapat menyediakan fasilitas olahraga ringan atau mendorong kebiasaan fisik yang lebih aktif.
  4. Implementasi Teknologi untuk Efisiensi Kerja:
    • Sistem manajemen rute berbasis AI dapat membantu mengoptimalkan waktu pengantaran dan mengurangi tekanan kerja.

Urgensi penerapan standar K3 bagi kurir ekspedisi, terutama dalam menghadapi beban kerja tinggi dan jam kerja panjang. Dengan mengadopsi pelatihan K3 yang tepat, optimalisasi jam kerja, serta promosi gaya hidup sehat, perusahaan ekspedisi dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja sekaligus mengurangi risiko kecelakaan kerja.

Sumber Artikel:

Reniasinta, R., & Widowati, E. "Occupational Health and Safety (OHS) Training for Expedition Couriers to be Able to Deal with Multi-Hazards." International Journal of Active Learning, 7(2), 2022, 209-218.

Selengkapnya
Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk Kurir Ekspedisi dalam Menghadapi Multi-Hazard
« First Previous page 8 of 8