Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Proyek Konstruksi selama Pandemi Covid-19

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Industri konstruksi menghadapi tantangan besar dalam menjaga keselamatan kerja, terutama selama pandemi Covid-19. Penelitian yang dilakukan oleh Lendra et al. (2023) bertujuan untuk mengidentifikasi risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek konstruksi selama pandemi serta memberikan solusi pengendalian risiko. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Relative Importance Index (RII) untuk menentukan peringkat risiko dan standar AS/NZS 4360:2004 dalam mengkategorikan risiko berdasarkan tingkat keparahan dan kemungkinan terjadi.

Proyek Konstruksi di Palangka Raya

Penelitian ini dilakukan pada 30 perusahaan konstruksi di Palangka Raya dengan data yang dikumpulkan melalui kuesioner kepada direktur, manajer proyek, dan manajer K3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko terbesar yang dihadapi dalam proyek konstruksi selama pandemi adalah:

  1. Penyebaran Covid-19 (RII = 0,673)
  2. Jatuh dari ketinggian (RII = 0,520)
  3. Tersengat listrik (RII = 0,533)
  4. Pekerja terkonfirmasi positif Covid-19 (RII = 0,520)
  5. Infeksi akibat tidak memakai masker (RII = 0,480)

Dua risiko tertinggi (penyebaran Covid-19 dan jatuh dari ketinggian) dikategorikan sebagai risiko tinggi, sedangkan tiga lainnya masuk dalam kategori risiko sedang berdasarkan AS/NZS 4360:2004.

Dampak Pandemi terhadap Keselamatan Proyek

Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan besar dalam penerapan K3 di proyek konstruksi, termasuk:

  • Kewajiban penerapan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker dan jaga jarak.
  • Keterbatasan tenaga kerja, yang berdampak pada efisiensi proyek.
  • Meningkatnya penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah penyebaran virus.
  • Penundaan proyek akibat pembatasan sosial dan ketidakhadiran pekerja yang terinfeksi.

Strategi Pengendalian Risiko

Untuk mengurangi risiko dalam proyek konstruksi selama pandemi, penelitian ini merekomendasikan beberapa langkah mitigasi:

1. Penerapan Protokol Kesehatan

  • Menyediakan masker, hand sanitizer, dan alat kebersihan.
  • Mewajibkan tes Covid-19 sebelum memasuki lokasi proyek.
  • Menyediakan fasilitas kesehatan bagi pekerja.

2. Peningkatan Keselamatan Kerja

  • Menggunakan scaffolding yang kuat untuk mencegah jatuh dari ketinggian.
  • Menyediakan jaring pengaman dan pelindung bagi pekerja.
  • Mengatur jalur listrik yang aman untuk mencegah sengatan listrik.

3. Pelatihan dan Edukasi Keselamatan

  • Melakukan safety briefing sebelum pekerjaan dimulai.
  • Memberikan pelatihan tentang penggunaan APD dan protokol Covid-19.
  • Mengadakan kampanye keselamatan secara berkala.

4. Peningkatan Sistem Pelaporan Insiden

  • Menyediakan mekanisme pelaporan insiden secara anonim.
  • Memberikan umpan balik kepada pekerja mengenai laporan keselamatan.
  • Memberikan insentif bagi pekerja yang aktif melaporkan potensi bahaya.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah menambah tantangan dalam penerapan K3 di proyek konstruksi. Risiko terbesar yang dihadapi adalah penyebaran Covid-19 dan jatuh dari ketinggian, yang memerlukan tindakan mitigasi segera. Dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, meningkatkan keselamatan kerja, serta memberikan pelatihan dan edukasi, risiko kecelakaan kerja dapat dikurangi secara signifikan.

Sumber: Lendra, L., Gawei, A. B. P., Sintani, L., Afanda, D. M., & Tjakra, J. (2023). ‘The Assessment of Occupational Safety and Health Risk Management on Construction Projects During the Covid-19 Pandemic’. International Journal of Disaster Management, 6(1), 1-18.

Selengkapnya
Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Proyek Konstruksi selama Pandemi Covid-19

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Evaluasi Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Industri 4.0

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Industri 4.0 menghadirkan revolusi besar dalam sektor manufaktur dengan integrasi teknologi canggih seperti Internet of Things (IoT), robotika, dan kecerdasan buatan. Namun, kemajuan ini juga membawa risiko baru bagi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Studi yang dilakukan oleh Aylin Adem, Erman Çakit, dan Metin Dağdeviren dalam jurnal SN Applied Sciences (2020) menyoroti risiko baru yang muncul akibat pergeseran ke lingkungan kerja berbasis teknologi tinggi. Dengan menggunakan pendekatan Hesitant Fuzzy Analytic Hierarchy Process (AHP), penelitian ini mengidentifikasi, mengelompokkan, dan memprioritaskan risiko K3 dalam konteks Industri 4.0.

Para peneliti menggunakan metode Hesitant Fuzzy AHP untuk menentukan peringkat risiko yang muncul akibat penggunaan teknologi Industri 4.0. Metode ini memungkinkan para ahli menilai risiko dengan lebih fleksibel dan akurat dibandingkan metode tradisional. Studi ini mengumpulkan data dari pakar industri dan membandingkan berbagai faktor risiko dengan mempertimbangkan tingkat kepentingannya.

Risiko Utama dalam Industri 4.0

Penelitian ini mengidentifikasi lima risiko utama dalam lingkungan kerja berbasis teknologi:

  1. Kelelahan Mental (Mental Fatigue)
    • Peringkat risiko tertinggi dalam penelitian ini.
    • Disebabkan oleh interaksi manusia-mesin yang kompleks dan tuntutan kognitif tinggi.
    • Berkontribusi terhadap stres kerja dan menurunkan produktivitas.
  2. Tekanan Psikologis (Psychological Pressure)
    • Timbul akibat kebutuhan untuk beradaptasi dengan tugas yang membutuhkan kreativitas tinggi.
    • Pekerja merasa tertekan karena harus menguasai teknologi baru dengan cepat.
  3. Gangguan Mata (Eye-related Disorders)
    • Disebabkan oleh paparan layar komputer dalam waktu lama.
    • Dapat mengarah pada kelelahan mata digital (digital eye strain).
  4. Gangguan akibat Posisi Kerja Statis (Disorders from Static Working Position)
    • Pekerjaan berbasis teknologi sering kali membuat pekerja berada dalam posisi duduk dalam waktu lama.
    • Risiko kesehatan meliputi nyeri punggung, leher, dan gangguan muskuloskeletal lainnya.
  5. Paparan Partikel Berbahaya dari Interaksi dengan Robot (Exposure to Unknown Dangerous Particles)
    • Berisiko karena bahan atau partikel yang dihasilkan oleh robot atau mesin otomatis.
    • Risiko ini sulit diprediksi karena kurangnya data tentang dampak jangka panjangnya.

Analisis dan Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian, dua risiko tertinggi yang perlu mendapat perhatian utama adalah kelelahan mental dan tekanan psikologis. Ini menunjukkan bahwa meskipun otomatisasi dan digitalisasi mengurangi beban kerja fisik, mereka membawa tantangan baru terkait kesejahteraan mental pekerja. Beberapa implikasi penting dari temuan ini meliputi:

  • Perlu adanya program manajemen stres di tempat kerja untuk membantu pekerja menghadapi tekanan akibat peralihan ke Industri 4.0.
  • Desain ulang lingkungan kerja yang mengurangi beban mental dan mendukung keseimbangan kerja-hidup yang lebih baik.
  • Implementasi sistem rotasi pekerjaan untuk mengurangi dampak posisi kerja statis dan kelelahan akibat penggunaan layar.
  • Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang lebih baik untuk mengatasi paparan partikel berbahaya dari robot dan mesin otomatis.

Rekomendasi untuk Masa Depan

Agar transisi ke Industri 4.0 berjalan lancar tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja, perusahaan harus mengambil langkah-langkah berikut:

  1. Peningkatan Kesadaran tentang Risiko Baru
    • Pelatihan reguler bagi pekerja dan manajer tentang dampak psikologis dari lingkungan kerja berbasis teknologi.
  2. Optimasi Penggunaan Teknologi
    • Menggunakan teknologi yang mendukung ergonomi kerja, seperti standing desks dan pencahayaan adaptif.
  3. Pengembangan Kebijakan Kesehatan Mental
    • Memberikan dukungan psikologis dan menciptakan budaya kerja yang sehat secara mental.
  4. Pemantauan dan Evaluasi Berkelanjutan
    • Menggunakan data analitik untuk memantau kesejahteraan pekerja dan menyesuaikan strategi K3 sesuai kebutuhan.

Kesimpulan

Industri 4.0 membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja, termasuk risiko baru bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. Penelitian ini menegaskan bahwa kelelahan mental dan tekanan psikologis merupakan tantangan utama dalam lingkungan kerja berbasis teknologi. Oleh karena itu, perusahaan harus mengambil langkah proaktif untuk mengurangi dampak negatif ini dan memastikan kesejahteraan pekerja tetap menjadi prioritas.

Sumber Asli

Adem, Aylin., Çakit, Erman., & Dağdeviren, Metin. Occupational Health and Safety Risk Assessment in the Domain of Industry 4.0. SN Applied Sciences, 2:977, 2020.

Selengkapnya
Evaluasi Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Industri 4.0

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Evaluasi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OSH) di Abu Dhabi: Tantangan dan Dampaknya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupational Safety and Health/OSH) adalah aspek penting dalam dunia kerja, terutama di sektor industri yang memiliki risiko tinggi. Alyazya Alhosani (2024) dalam penelitiannya menyoroti efektivitas penerapan regulasi OSH di Abu Dhabi dan membandingkannya dengan standar di negara maju seperti Inggris, AS, dan Australia. Studi ini menekankan bahwa enforcement yang efektif dapat mengurangi cedera kerja, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki kinerja bisnis.

Status dan Tantangan Penerapan OSH di Abu Dhabi

1. Kesenjangan Kesadaran dan Implementasi OSH

  • Studi menemukan bahwa banyak pekerja di Abu Dhabi masih kurang memahami protokol keselamatan.
  • Kurangnya regulasi yang ketat menghambat peningkatan budaya keselamatan.

2. Tingkat Cedera dan Penyakit Akibat Kerja

  • Tahun 2020, cedera akibat kerja menyumbang 16% dari total kecelakaan di Abu Dhabi, meningkat menjadi 22% pada 2023.
  • Industri konstruksi, manufaktur, dan retail menjadi penyumbang terbesar kasus cedera kerja.

3. Perbandingan dengan Negara Maju

  • Di Inggris dan AS, sistem OSH menggunakan pendekatan berbasis sanksi ketat dan insentif untuk meningkatkan kepatuhan.
  • Di Australia dan Singapura, pendekatan berbasis edukasi dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lebih diterapkan.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Sektor energi di Abu Dhabi memiliki skor OSH tertinggi (15), sementara sektor pariwisata memiliki skor terendah (5,3).
  • Peningkatan regulasi OSH berkontribusi pada penurunan insiden kecelakaan kerja sebesar 20% dalam lima tahun terakhir.
  • Perusahaan dengan penerapan OSH yang baik mengalami peningkatan produktivitas hingga 15%.

Strategi Peningkatan Enforcement OSH

1. Penerapan Pendekatan Berbasis Data

  • Penggunaan Internet of Things (IoT) dan sensor pintar untuk pemantauan keselamatan secara real-time.
  • Analisis data dari sistem eMARS untuk mendeteksi pola kecelakaan dan tindakan preventif.

2. Peningkatan Edukasi dan Kesadaran Keselamatan

  • Pekerja harus mendapatkan pelatihan rutin berbasis VR dan AR untuk simulasi risiko kerja.
  • Manajer keselamatan harus diberikan otoritas lebih besar dalam enforcement OSH.

3. Kolaborasi dengan Regulator dan Pihak Swasta

  • Pemerintah Abu Dhabi perlu memperkuat kemitraan dengan perusahaan untuk mendorong investasi dalam OSH.
  • Perusahaan dapat diberikan insentif pajak atau sertifikasi khusus jika mematuhi regulasi OSH dengan baik.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa enforcement OSH yang efektif dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja, meningkatkan kepatuhan perusahaan, dan mendorong efisiensi bisnis. Abu Dhabi dapat belajar dari negara maju dalam meningkatkan sistem keselamatan kerja melalui kombinasi regulasi ketat, edukasi, dan teknologi modern.

Sumber: Alhosani, A. (2024). ‘The Enforcement of Occupational Safety and Health Requirements in Public and Private Sectors in the Emirate of Abu Dhabi, the United Arab Emirates’. Occupational Diseases and Environmental Medicine, 12, 78-114.

Selengkapnya
Evaluasi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OSH) di Abu Dhabi: Tantangan dan Dampaknya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peran Health and Safety Management Systems dalam Mendukung Kesejahteraan Pekerja saat Integrasi Teknologi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Dalam era digital dan Industri 4.0, teknologi memainkan peran penting dalam berbagai sektor industri, termasuk dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Studi yang dilakukan oleh Emily J. Haas dan Emanuele Cauda (2022) membahas bagaimana Health and Safety Management Systems (HSMS) dapat dimanfaatkan untuk mendukung kesejahteraan pekerja selama proses integrasi teknologi, terutama dengan penggunaan Direct Reading and Sensor Technologies (DRST). Artikel ini menyoroti tantangan utama dalam penerapan teknologi K3, termasuk kurangnya kepercayaan pekerja terhadap teknologi, kesulitan dalam penggunaannya, serta kurangnya panduan dan dukungan dari organisasi. Dengan menggunakan pendekatan HSMS, perusahaan dapat mengatasi hambatan ini dan meningkatkan penerimaan teknologi di lingkungan kerja.

Tantangan dalam Integrasi Teknologi Keselamatan

1. Kurangnya Kepercayaan terhadap Teknologi

  • 58% pekerja meragukan validitas dan keandalan data yang dihasilkan oleh DRST.
  • Banyak pekerja menganggap teknologi ini digunakan untuk memantau kinerja mereka secara tidak langsung, bukan untuk keselamatan.
  • Hanya 33% perusahaan yang mengkhawatirkan masalah validitas data, menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara pekerja dan manajemen.

2. Kesulitan dalam Penggunaan DRST

  • 30,7% pekerja menganggap DRST sulit digunakan, terutama dalam memahami data dan menanggapi peringatan dari sensor.
  • Organisasi menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan teknologi ini dengan sistem K3 yang sudah ada.

3. Kurangnya Dukungan dan Panduan Regulasi

  • Banyak perusahaan tidak memiliki pedoman yang jelas mengenai penggunaan DRST.
  • Ketiadaan standar global dalam penerapan DRST menyulitkan perusahaan dalam memastikan kepatuhan regulasi.

Implementasi HSMS untuk Mendukung Integrasi Teknologi

1. Komitmen Manajemen dalam Keselamatan dan Kesejahteraan Pekerja

  • Manajemen harus secara aktif mendukung penerapan teknologi dengan komunikasi yang transparan dan pelatihan yang memadai.
  • Memberikan umpan balik secara berkala kepada pekerja terkait manfaat teknologi dalam meningkatkan keselamatan kerja.

2. Keterlibatan Pekerja dalam Pengambilan Keputusan

  • Memastikan pekerja terlibat dalam proses pemilihan, penerapan, dan evaluasi teknologi DRST.
  • Memberikan sesi edukasi mengenai cara kerja teknologi dan manfaatnya bagi keselamatan mereka.

3. Penggunaan HSMS sebagai Kerangka Kerja untuk Integrasi Teknologi

  • Memanfaatkan prinsip Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk memastikan bahwa teknologi yang diterapkan efektif dan sesuai dengan kebutuhan organisasi.
  • Mengembangkan protokol standar untuk memandu penggunaan DRST dalam berbagai skenario operasional.

Dalam penelitian ini, 88 profesional K3 yang berasal dari berbagai industri, termasuk pertambangan dan manufaktur, memberikan wawasan tentang tantangan dan manfaat penerapan DRST.

  • 70% pekerja di industri pertambangan mengalami peningkatan kepercayaan terhadap DRST setelah mendapatkan pelatihan dan keterlibatan dalam proses implementasi.
  • Penerapan HSMS dalam organisasi pertambangan berhasil meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan hingga 90%.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Penerapan Teknologi K3

  1. Meningkatkan Transparansi dan Komunikasi
    • Menjelaskan tujuan penerapan DRST secara terbuka kepada pekerja.
    • Menyediakan akses bagi pekerja untuk melihat dan memahami data yang dikumpulkan oleh teknologi ini.
  2. Menyediakan Pelatihan Berkelanjutan
    • Mengadakan sesi pelatihan reguler tentang cara penggunaan teknologi.
    • Meningkatkan pemahaman pekerja terhadap standar keselamatan berbasis teknologi.
  3. Memanfaatkan HSMS untuk Mengelola Risiko Teknologi
    • Mengadopsi pendekatan berbasis analisis risiko untuk mengidentifikasi potensi dampak negatif teknologi terhadap pekerja.
    • Mengintegrasikan teknologi secara bertahap dengan evaluasi berkala.

Kesimpulan

Penelitian ini menegaskan bahwa integrasi teknologi dalam sistem keselamatan kerja dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja jika dikelola dengan baik melalui HSMS. Dengan pendekatan yang tepat, organisasi dapat meningkatkan kepercayaan pekerja terhadap teknologi, memastikan penggunaan yang efektif, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif.

Sumber: Haas, E. J., & Cauda, E. (2022). ‘Using Core Elements of Health and Safety Management Systems to Support Worker Well-Being during Technology Integration’. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(13849), 1-17.

Selengkapnya
Peran Health and Safety Management Systems dalam Mendukung Kesejahteraan Pekerja saat Integrasi Teknologi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Maret 2025


Industri modern di negara berkembang memiliki dampak besar terhadap kesehatan pekerja dan lingkungan sekitar. Penelitian ini menggunakan desain survei deskriptif, dengan sampel sebanyak 270 pekerja industri di Ibadan, Oyo State, Nigeria. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang dikembangkan khusus untuk penelitian ini, yakni Industrial Waste Management and Workers Health Status Inventory (IWMWHSI). Analisis data dilakukan dengan metode Multiple Regression Analysis dan Pearson Moment Correlation Analysis untuk menguji hubungan antara variabel-variabel penelitian.

Hubungan Antara Praktik Manajemen Limbah dan Kesehatan Pekerja

  • Incineration (Pembakaran limbah): Memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap status kesehatan pekerja (r = 0,32, N = 270, P < 0,05).
  • Recycling (Daur ulang limbah): Memiliki korelasi positif tetapi lebih rendah dibandingkan incineration (r = 0,24, N = 270, P < 0,05).
  • Hasil ini menunjukkan bahwa manajemen limbah yang efektif dapat meningkatkan kesehatan pekerja, terutama jika metode pengelolaan limbah dilakukan dengan standar yang baik.

Hubungan Antara Praktik Keselamatan Kerja dan Kesehatan Pekerja

  • Praktik keselamatan kerja menunjukkan hubungan positif dengan status kesehatan pekerja (r = 0,16, N = 270, P < 0,05).
  • Hal ini menegaskan bahwa keselamatan kerja yang baik dapat mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Sikap Kesehatan Kerja dan Kesehatan Pekerja

  • Sikap pekerja terhadap kesehatan kerja juga berpengaruh terhadap status kesehatan mereka (r = 0,17, N = 270, P < 0,05).
  • Kesadaran pekerja tentang pentingnya menjaga kesehatan berperan dalam pencegahan risiko kesehatan akibat paparan limbah industri.

Prediksi Status Kesehatan Pekerja

  • Manajemen limbah, keselamatan kerja, dan sikap kesehatan kerja secara bersama-sama mempengaruhi status kesehatan pekerja dengan tingkat signifikansi yang tinggi.
  • Model regresi menunjukkan bahwa manajemen limbah memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan kesehatan pekerja, diikuti oleh keselamatan kerja dan sikap kesehatan.

Studi ini mengidentifikasi beberapa tantangan utama yang dihadapi industri dalam pengelolaan limbah dan keselamatan kerja, antara lain:

  1. Kurangnya pengawasan pemerintah terhadap kepatuhan industri dalam manajemen limbah dan keselamatan kerja.
  2. Kurangnya kesadaran pekerja terhadap bahaya limbah industri, yang menyebabkan rendahnya kepatuhan terhadap protokol keselamatan.
  3. Keterbatasan fasilitas kesehatan kerja, seperti klinik di tempat kerja, untuk menangani penyakit akibat kerja.
  4. Kurangnya teknologi pengelolaan limbah yang efektif, menyebabkan banyak perusahaan memilih metode yang lebih murah tetapi tidak aman, seperti pembuangan langsung ke lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi dapat diterapkan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja di industri:

  1. Peningkatan Regulasi dan Penegakan Hukum
    • Pemerintah harus memperketat pengawasan dan menerapkan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar standar manajemen limbah dan keselamatan kerja.
    • Inspeksi rutin harus dilakukan untuk memastikan kepatuhan industri terhadap regulasi lingkungan dan kesehatan kerja.
  2. Edukasi dan Pelatihan Keselamatan Kerja
    • Pekerja harus diberikan pelatihan berkala tentang bahaya limbah industri dan pentingnya mematuhi prosedur keselamatan kerja.
    • Manajemen harus mengembangkan budaya keselamatan yang menempatkan kesehatan pekerja sebagai prioritas utama.
  3. Investasi dalam Teknologi Pengelolaan Limbah yang Ramah Lingkungan
    • Perusahaan harus didorong untuk menggunakan teknologi modern dalam pengolahan limbah, seperti biodegradation atau waste-to-energy conversion.
    • Daur ulang harus lebih dioptimalkan untuk mengurangi jumlah limbah yang harus diolah melalui metode pembakaran.
  4. Peningkatan Fasilitas Kesehatan di Tempat Kerja
    • Perusahaan harus menyediakan fasilitas kesehatan kerja yang memadai, termasuk klinik dan pemeriksaan kesehatan rutin bagi pekerja.
    • Akses terhadap layanan kesehatan mental juga harus diperhatikan, mengingat stres akibat lingkungan kerja yang berisiko tinggi.

Paper ini memberikan wawasan mendalam mengenai pentingnya manajemen limbah industri, keselamatan kerja, dan sikap pekerja dalam menjaga kesehatan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah yang baik, penerapan keselamatan kerja yang ketat, dan sikap positif terhadap kesehatan memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan pekerja. Dengan implementasi regulasi yang lebih ketat dan kesadaran yang lebih tinggi dari pihak industri, diharapkan risiko kesehatan akibat limbah industri dapat diminimalkan.

Sumber Artikel: Olaoke Ibitola Olajumoke, Popoola Olusoji David, "Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria", Journal of Environmental Sciences and Resource Management, Vol. 9, No. 1, 2017.

Selengkapnya
Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Analisis Emergency Response Procedure dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Upper 2 Perusahaan Manufaktur Produksi Footwear

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan industri manufaktur merupakan aspek penting yang harus diperhatikan untuk mencegah kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dengan petugas EHS Officer, serta analisis dokumen perusahaan. Standar yang digunakan meliputi NFPA 10 (2018), NFPA 72 (1995), NFPA 101 (1995), dan SNI 03-1735-2000. Evaluasi dilakukan terhadap organisasi tanggap darurat, prosedur ERP, latihan evakuasi (evacuation drill), serta sistem proteksi kebakaran seperti APAR dan hidran.

Gedung Upper 2 memiliki luas 6.136 m² dan terdiri dari dua area, yaitu produksi dan kantor. Area produksi memiliki risiko kebakaran sedang karena adanya bahan mudah terbakar seperti kulit, lem, dan cairan primer. Area kantor memiliki risiko kebakaran ringan. Menurut Kepmenaker No. 186 Tahun 1999, bangunan ini diklasifikasikan sebagai bahaya kebakaran Sedang II, yang berarti memerlukan sistem proteksi kebakaran yang memadai.

Perusahaan telah membentuk tim tanggap darurat dengan struktur organisasi yang terdiri dari Commander Emergency Preparedness & Response Plan sebagai pemimpin, Coordinator Fire Fighter & Combat Disaster untuk tim pemadam kebakaran, dan Coordinator Evacuation & Rescue untuk evakuasi serta pertolongan pertama. Tim ini sudah memiliki pelatihan khusus dan sertifikasi fire brigade, sesuai dengan regulasi K3 di Indonesia.

Prosedur ERP telah disusun dengan mengacu pada berbagai regulasi seperti UU No. 1/1970, Kepmenaker No. 186/1999, dan Permen PU No. 6/2008. Beberapa elemen penting dalam ERP meliputi sistem komunikasi darurat, identifikasi bahaya, struktur organisasi tanggap darurat, jalur evakuasi dan titik kumpul, pelatihan dan simulasi, serta pelaporan dan investigasi pasca kejadian. Namun, paper ini menemukan bahwa prosedur teknis pemadaman kebakaran belum disusun secara mendetail, sehingga perlu perbaikan.

Latihan evakuasi dilakukan rutin setiap 6 bulan sekali. Dari hasil simulasi pada tahun 2023, sebanyak 1.498 pekerja berhasil dievakuasi dalam 2 menit 49 detik, lebih cepat dari target 3 menit. Tidak ada kecelakaan atau korban luka selama simulasi. Namun, ditemukan satu alarm manual tidak berfungsi, sehingga perlu diperbaiki. Sistem proteksi kebakaran meliputi detektor asap, panas, dan beam detector yang sesuai dengan NFPA 72 (1995). Alarm terintegrasi dengan detektor dan diuji setiap 6 bulan. Namun, ditemukan alarm manual yang tidak berfungsi saat simulasi, yang perlu segera diperbaiki.

Gedung 2 memiliki 26 APAR jenis Dry Chemical Powder, yang sesuai untuk kebakaran kelas A (bahan padat) dan kelas C (listrik). Berdasarkan standar NFPA 10 (2018), jumlah dan distribusi APAR di gedung ini sudah memenuhi syarat. Gedung ini memiliki 4 hidran indoor dan 7 hidran outdoor, yang sesuai dengan standar NFPA 14 (1995) dan sudah ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau tanpa terhalang. Jalan keluar dari bangunan tersedia di tiga lokasi berbeda. Koridor evakuasi tidak terhalang oleh benda lain. Rute evakuasi dibuat menggunakan stiker fluoresen agar tetap terlihat dalam kondisi gelap. Titik kumpul telah disediakan di dua lokasi yang aman dari reruntuhan. Emergency lamp tersedia di tangga dan exit.

Kesimpulan

  1. Prosedur tanggap darurat sudah baik, namun perlu penambahan instruksi teknis pemadaman kebakaran.
  2. Sistem proteksi kebakaran cukup memadai, tetapi satu alarm manual perlu diperbaiki.
  3. Sarana penyelamatan jiwa sudah sesuai standar, sehingga mendukung evakuasi aman dan cepat.

Saran

  1. Perusahaan harus menyusun instruksi teknis lebih mendetail tentang pemadaman api.
  2. Perbaikan alarm manual yang tidak berfungsi saat latihan evakuasi.
  3. Peningkatan frekuensi inspeksi dan pemeliharaan sistem proteksi kebakaran.

Sumber Artikel

Moch. Luqman Ashari, Aulia Yasfa Azzahra, Utsman Hanif Ramadhani, dan Moch Nehru Andhy Qirana. Analisis Emergency Response Procedure dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Upper 2 Perusahaan Manufaktur Produksi Footwear. IJESPG Journal, Vol. 1, No. 3 (2023).

Selengkapnya
Analisis Emergency Response Procedure dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Upper 2 Perusahaan Manufaktur Produksi Footwear
« First Previous page 2 of 5 Next Last »