Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 10 Februari 2025
Pencemaran udara
Polusi udara adalah kontaminasi udara karena adanya zat-zat yang disebut polutan di atmosfer yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, atau menyebabkan kerusakan pada iklim atau material. Polusi udara juga merupakan kontaminasi lingkungan di dalam atau di luar ruangan, baik oleh zat kimiawi, fisika, maupun biologis yang mengubah fitur alami atmosfer. Polusi udara dapat menyebabkan penyakit, alergi, dan bahkan kematian pada manusia; polusi udara juga dapat menyebabkan kerusakan pada organisme hidup lainnya seperti hewan dan tanaman, dan dapat merusak lingkungan alam (misalnya, perubahan iklim, penipisan ozon, atau degradasi habitat) atau lingkungan binaan (misalnya, hujan asam). Polusi udara dapat disebabkan oleh aktivitas manusia dan fenomena alam.
Kualitas udara berkaitan erat dengan iklim dan ekosistem bumi secara global. Banyak kontributor polusi udara juga merupakan sumber emisi rumah kaca, yaitu pembakaran bahan bakar fosil.
Polusi udara merupakan faktor risiko yang signifikan untuk sejumlah penyakit yang berhubungan dengan polusi, termasuk infeksi saluran pernapasan, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), stroke, dan kanker paru-paru. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa paparan polusi udara dapat dikaitkan dengan penurunan nilai IQ, gangguan kognisi, peningkatan risiko gangguan kejiwaan seperti depresi dan kesehatan perinatal yang merugikan. Efek kesehatan manusia dari kualitas udara yang buruk sangat luas, tetapi pada dasarnya memengaruhi sistem pernapasan tubuh dan sistem kardiovaskular. Reaksi individu terhadap polutan udara tergantung pada jenis polutan yang terpapar, tingkat paparan, dan status kesehatan serta genetika individu tersebut.
Polusi udara merupakan faktor risiko lingkungan terbesar untuk penyakit dan kematian dini dan faktor risiko terbesar keempat secara keseluruhan untuk kesehatan manusia. Polusi udara menyebabkan kematian dini sekitar 7 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, atau rata-rata kehilangan harapan hidup (LLE) secara global selama 2,9 tahun, dan tidak ada perubahan signifikan dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh semua bentuk polusi setidaknya sejak tahun 2015. Polusi udara luar ruangan yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil saja menyebabkan ~3,61 juta kematian setiap tahunnya, menjadikannya salah satu kontributor utama kematian manusia. Ozon antropogenik menyebabkan sekitar 470.000 kematian dini setiap tahunnya dan polusi partikulat halus (PM2.5) sekitar 2,1 juta lainnya. Cakupan krisis polusi udara sangat luas: Pada tahun 2018, WHO memperkirakan bahwa "9 dari 10 orang menghirup udara yang mengandung polutan tingkat tinggi." Meskipun konsekuensi kesehatannya sangat luas, cara penanganan masalah ini sebagian besar dianggap serampangan atau terabaikan.
Bank Dunia memperkirakan bahwa kerugian kesejahteraan (kematian dini) dan kerugian produktivitas (kehilangan tenaga kerja) yang disebabkan oleh polusi udara merugikan ekonomi dunia sebesar $5 triliun per tahun. Biaya polusi udara pada umumnya merupakan biaya eksternal bagi sistem ekonomi kontemporer dan sebagian besar aktivitas manusia, meskipun terkadang dapat dipulihkan melalui pengawasan, legislasi, dan regulasi.
Banyak teknologi dan strategi yang berbeda tersedia untuk mengurangi polusi udara. Meskipun sebagian besar negara memiliki undang-undang polusi udara, menurut UNEP, 43 persen negara tidak memiliki definisi hukum tentang polusi udara, 31 persen tidak memiliki standar kualitas udara di luar ruangan, 49 persen membatasi definisinya hanya pada polusi di luar ruangan, dan hanya 31 persen yang memiliki undang-undang untuk mengatasi polusi yang berasal dari luar perbatasan mereka. Undang-undang kualitas udara nasional sering kali sangat efektif, terutama Undang-Undang Udara Bersih tahun 1956 di Inggris dan Undang-Undang Udara Bersih Amerika Serikat, yang diperkenalkan pada tahun 1963. Beberapa dari upaya ini telah berhasil di tingkat internasional, seperti Protokol Montreal, yang mengurangi pelepasan bahan kimia perusak lapisan ozon yang berbahaya, dan Protokol Helsinki tahun 1985, yang mengurangi emisi belerang, sementara yang lain, seperti tindakan internasional terhadap perubahan iklim, kurang berhasil.
Faktor emisi
Faktor emisi polutan udara adalah nilai yang digunakan untuk menghubungkan jumlah polutan yang dilepaskan ke udara dengan aktivitas yang menyebabkan pelepasan polutan tersebut. Biasanya, berat polutan dibagi dengan satuan berat, volume, jarak, atau waktu aktivitas yang menghasilkan polutan. Contohnya, bisa dalam bentuk kilogram partikulat yang diemisikan per ton batubara yang terbakar. Dengan kriteria ini, estimasi emisi dari berbagai sumber polusi menjadi lebih mudah. Biasanya, komponen-komponen ini adalah rata-rata dari semua data yang tersedia dengan kualitas yang dapat diterima, dan dianggap sebagai rata-rata jangka panjang.
Di antara 12 senyawa dalam daftar polutan organik persisten, dioksin dan furan adalah dua di antaranya yang sengaja diciptakan melalui pembakaran bahan organik, seperti pembakaran plastik secara terbuka. Senyawa ini juga dikenal sebagai pengganggu endokrin dan dapat mengubah gen manusia.
Polutan
Polutan udara adalah zat-zat dalam udara yang dapat memiliki dampak besar terhadap manusia dan ekosistem. Zat-zat ini bisa berupa partikel padat, tetesan cair, atau gas, dan sering kali tersebar dalam bentuk aerosol, yakni partikel padat atau tetesan cair yang terbawa oleh gas. Polutan bisa berasal dari alam atau hasil kegiatan manusia. Mereka dibagi menjadi dua kategori utama: primer dan sekunder. Polutan primer biasanya dihasilkan secara langsung dari proses alami atau kegiatan manusia, seperti debu dari letusan gunung berapi atau gas karbon monoksida dari knalpot kendaraan. Sementara itu, polutan sekunder terbentuk di udara ketika polutan primer bereaksi atau berinteraksi, contohnya adalah ozon di permukaan tanah. Ada juga polutan yang bersifat primer dan sekunder, yang berarti mereka bisa dihasilkan secara langsung maupun terbentuk dari polutan primer lainnya.
Polutan primer
Polutan udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia memiliki berbagai macam jenis, termasuk:
Berbagai jenis polutan udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia memiliki karakteristik dan dampak yang berbeda-beda. Amonia, misalnya, merupakan gas dengan bau menyengat yang utamanya dihasilkan oleh limbah pertanian, meskipun memiliki peran penting sebagai nutrisi bagi tanaman, namun juga bersifat berbahaya dan kaustik. Gas CO2, yang dikeluarkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, penting bagi kehidupan tanaman tetapi juga menjadi penyebab utama pemanasan global, dengan potensi dampak negatifnya pada kesehatan manusia dan lingkungan. Di sisi lain, karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar, sementara nitrogen oksida (NOx) dapat menyebabkan masalah pernapasan dan polusi udara di kota-kota. Materi partikulat seperti debu dari gunung berapi dan emisi kendaraan bermotor dapat menyebabkan penyakit jantung dan gangguan pernapasan. Senyawa organik persisten, radikal bebas, dan polutan radioaktif merupakan contoh lain dari polutan udara yang dapat menyebabkan ancaman serius bagi kesehatan manusia dan ekosistem. Semua ini menunjukkan pentingnya kesadaran akan dampak polusi udara dan upaya bersama untuk menguranginya demi kesehatan dan kelestarian lingkungan.
Polutan sekunder
Ozon di permukaan tanah (O3) adalah salah satu polutan yang terbentuk ketika NOx dan VOC bereaksi. Ozon ini merupakan bagian penting dari lapisan troposfer dan juga lapisan ozon di stratosfer. Reaksi fotokimia dan kimia yang melibatkan ozon mempengaruhi banyak aktivitas kimia di atmosfer, baik pada siang maupun malam hari. Polutan ini dihasilkan dalam jumlah besar oleh aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil. Selain itu, peroksiasetil nitrat (C2H3NO5) juga terbentuk serupa dari NOx dan VOC.
Kabut asap fotokimia merupakan partikel yang terbentuk dari campuran gas kontaminan primer dan bahan kimia lainnya. Asap adalah salah satu jenis polusi atmosfer yang dapat dihasilkan oleh pembakaran batu bara dalam jumlah besar, serta oleh emisi otomotif dan industri. Di atmosfer, asap ini dipengaruhi oleh sinar UV dari matahari, yang menghasilkan polutan sekunder yang kemudian bergabung dengan emisi primer untuk membentuk kabut asap fotokimia. Dengan demikian, ozon dan kabut asap fotokimia merupakan contoh lain dari polutan udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan memiliki dampak yang signifikan pada kualitas udara dan kesehatan manusia.
Polutan lainnya
Banyak bahan kimia lain yang termasuk dalam kategori polutan udara berbahaya. Di Amerika Serikat, beberapa dari mereka diatur berdasarkan Undang-Undang Udara Bersih, sementara di Eropa, regulasi mereka didasarkan pada berbagai arahan, termasuk Petunjuk "Kerangka Kerja" Udara, 96/62/EC, yang menangani penilaian dan pengelolaan kualitas udara ambien. Selain itu, Petunjuk 98/24/EC mengatur risiko terkait dengan bahan kimia di tempat kerja, sedangkan Petunjuk 2004/107/EC mencakup logam berat dan hidrokarbon aromatik polisiklik di udara sekitar. Melalui regulasi ini, upaya dilakukan untuk mengendalikan dan mengurangi paparan terhadap bahan kimia berbahaya tersebut, sehingga melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak negatifnya.
Kualitas udara dalam ruangan
Kurangnya ventilasi dalam ruangan dapat menyebabkan penumpukan polusi udara di tempat-tempat di mana orang menghabiskan sebagian besar waktunya. Gas radon, yang merupakan karsinogen, dapat dilepaskan dari tanah dan terperangkap di dalam rumah. Bahan bangunan seperti karpet dan kayu lapis dapat melepaskan gas formaldehida. Selain itu, cat dan pelarut juga dapat melepaskan senyawa organik yang mudah menguap saat mengering. Penggunaan pengharum ruangan, dupa, dan barang beraroma lainnya juga dapat menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.
Kebakaran kayu yang terkendali di dalam ruangan dapat menambahkan jumlah partikulat asap yang berbahaya ke udara. Penggunaan pestisida dan semprotan kimia lainnya di dalam ruangan tanpa ventilasi yang memadai juga dapat menyebabkan kematian akibat polusi dalam ruangan. Keracunan karbon monoksida dan kematian sering kali disebabkan oleh kerusakan ventilasi atau pembakaran arang di dalam ruangan yang kurang terkendali. Meskipun penggunaannya telah dilarang di banyak negara, penggunaan asbes di masa lalu meninggalkan potensi bahaya di banyak daerah. Asbestosis, yang merupakan kondisi medis inflamasi kronis yang mempengaruhi jaringan paru-paru, dapat terjadi setelah paparan asbes dalam jangka panjang dan berat. Sumber biologis polusi udara juga ditemukan di dalam ruangan, termasuk bulu hewan peliharaan, debu dari serpihan kulit manusia, tungau debu di tempat tidur, dan enzim serta kotoran dari karpet dan furnitur. Di dalam ruangan, kurangnya sirkulasi udara juga dapat menyebabkan penumpukan polutan yang terbawa oleh udara lebih banyak daripada yang terjadi di luar ruangan.
Paparan
Risiko polusi udara ditentukan oleh bahaya polutan dan jumlah paparan polutan tersebut. Paparan polusi udara dapat diukur untuk seseorang, suatu kelompok, seperti lingkungan sekitar atau anak-anak di suatu negara, atau seluruh populasi. Sebagai contoh, kita ingin menentukan paparan area geografis terhadap polusi udara yang berbahaya, dengan mempertimbangkan berbagai lingkungan mikro dan kelompok usia. Hal ini dapat dihitung sebagai paparan inhalasi. Hal ini akan memperhitungkan paparan harian dalam berbagai pengaturan, misalnya lingkungan mikro dalam ruangan yang berbeda dan lokasi di luar ruangan. Paparan harus mencakup berbagai usia dan kelompok demografis lainnya, terutama bayi, anak-anak, wanita hamil, dan subpopulasi sensitif lainnya.
Untuk setiap waktu tertentu ketika subkelompok berada di lingkungan dan terlibat dalam kegiatan tertentu, paparan polutan udara harus mengintegrasikan konsentrasi polutan udara sehubungan dengan waktu yang dihabiskan di setiap lingkungan dan tingkat penghirupan masing-masing untuk setiap subkelompok, bermain, memasak, membaca, bekerja, menghabiskan waktu di lalu lintas, dll. Laju penghirupan anak kecil, misalnya, akan lebih rendah daripada orang dewasa. Seorang anak muda yang melakukan olahraga berat akan memiliki laju pernapasan yang lebih cepat daripada anak yang melakukan aktivitas yang tidak banyak bergerak. Oleh karena itu, paparan harian harus mencakup jumlah waktu yang dihabiskan di setiap lingkungan mikro serta jenis kegiatan yang dilakukan di sana. Konsentrasi polutan udara di setiap aktivitas mikro/lingkungan mikro dijumlahkan untuk menunjukkan paparan.
Untuk beberapa polutan seperti karbon hitam, paparan terkait lalu lintas dapat mendominasi total paparan meskipun waktu paparannya singkat karena konsentrasi yang tinggi bertepatan dengan kedekatannya dengan jalan raya atau partisipasi dalam lalu lintas (bermotor). Sebagian besar dari total paparan harian terjadi sebagai puncak pendek dengan konsentrasi tinggi, tetapi masih belum jelas bagaimana mendefinisikan puncak dan menentukan frekuensi serta dampaknya terhadap kesehatan.
Pada tahun 2021, WHO mengurangi setengah dari batas pedoman yang direkomendasikan untuk partikel kecil dari pembakaran bahan bakar fosil. Batas baru untuk nitrogen dioksida (NO2) adalah 75% lebih rendah. Semakin banyak bukti bahwa polusi udara - bahkan ketika dialami pada tingkat yang sangat rendah - mengganggu kesehatan manusia, membuat WHO merevisi pedomannya (dari 10 μg / m3 menjadi 5 μg / m3) untuk apa yang dianggap sebagai tingkat paparan yang aman dari polusi partikulat, yang membawa sebagian besar dunia - 97.3 persen dari populasi global - ke dalam zona yang tidak aman.
Disadur dari: en.wikipedia.org
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 10 Februari 2025
Disadur dari: en.wikipedia.org
Limbah biomedis
Limbah biomedis atau limbah rumah sakit adalah segala jenis limbah yang mengandung bahan infeksius (atau berpotensi infeksius) yang dihasilkan selama perawatan manusia atau hewan serta selama penelitian yang melibatkan bahan biologis. Ini juga dapat mencakup limbah yang terkait dengan produksi limbah biomedis yang secara visual tampak berasal dari medis atau laboratorium (misalnya kemasan, perban yang tidak terpakai, peralatan infus, dll.), serta limbah laboratorium penelitian yang mengandung biomolekul atau organisme yang sebagian besar dilarang untuk dilepaskan ke lingkungan. Seperti yang dijelaskan di bawah ini, benda tajam yang dibuang dianggap sebagai limbah biomedis baik terkontaminasi maupun tidak, karena kemungkinan terkontaminasi darah dan kecenderungannya untuk menyebabkan cedera jika tidak ditampung dan dibuang dengan benar. Limbah biomedis adalah jenis limbah organik.
Limbah biomedis dapat berbentuk padat atau cair. Contoh limbah infeksius termasuk darah yang dibuang, benda tajam, kultur dan stok mikrobiologis yang tidak diinginkan, bagian tubuh yang dapat diidentifikasi (termasuk yang merupakan hasil dari amputasi), jaringan manusia atau hewan lainnya, perban dan pembalut bekas, sarung tangan yang dibuang, persediaan medis lainnya yang mungkin telah bersentuhan dengan darah dan cairan tubuh, dan limbah laboratorium yang menunjukkan karakteristik seperti yang dijelaskan di atas. Limbah benda tajam termasuk jarum, pisau bedah, lanset, dan perangkat lain yang berpotensi terkontaminasi yang telah digunakan (dan tidak digunakan lagi) yang tidak terpakai, serta perangkat lain yang dapat menembus kulit.
Limbah biomedis dihasilkan dari sumber dan aktivitas biologis dan medis, seperti diagnosis, pencegahan, atau pengobatan penyakit. Penghasil (atau produsen) limbah biomedis yang umum termasuk rumah sakit, klinik kesehatan, panti jompo, layanan medis darurat, laboratorium penelitian medis, kantor dokter, dokter gigi, dokter hewan, perawatan kesehatan di rumah, dan kamar mayat atau rumah duka. Di fasilitas kesehatan (yaitu rumah sakit, klinik, kantor dokter, rumah sakit hewan, dan laboratorium klinis), limbah dengan karakteristik ini dapat disebut sebagai limbah medis atau klinis.
Limbah biomedis berbeda dengan sampah biasa atau sampah umum, dan berbeda dengan jenis limbah berbahaya lainnya, seperti limbah kimia, radioaktif, limbah universal atau limbah industri. Fasilitas medis menghasilkan limbah bahan kimia berbahaya dan bahan radioaktif. Meskipun limbah semacam itu biasanya tidak menular, limbah tersebut memerlukan pembuangan yang tepat. Beberapa limbah dianggap multibahaya, seperti sampel jaringan yang diawetkan dengan formalin.
Efek pada manusia
Pembuangan limbah ini merupakan masalah lingkungan, karena banyak limbah medis diklasifikasikan sebagai limbah infeksius atau biohazardous dan berpotensi menyebabkan penyebaran penyakit menular. Bahaya yang paling umum bagi manusia adalah infeksi yang juga mempengaruhi organisme hidup lainnya di wilayah tersebut. Paparan harian terhadap limbah (tempat pembuangan sampah) menyebabkan akumulasi zat atau mikroba berbahaya di dalam tubuh seseorang.
Sebuah laporan tahun 1990 oleh Badan Amerika Serikat untuk Zat Beracun dan Pendaftaran Penyakit menyimpulkan bahwa masyarakat umum tidak mungkin terkena dampak negatif dari limbah biomedis yang dihasilkan dalam pengaturan perawatan kesehatan tradisional. Namun, mereka menemukan bahwa limbah biomedis dari lingkungan tersebut dapat menimbulkan risiko cedera dan paparan melalui kontak kerja dengan limbah medis untuk dokter, perawat, dan pekerja kebersihan, binatu, dan sampah. Selain itu, ada peluang bagi masyarakat umum untuk bersentuhan dengan limbah medis, seperti jarum suntik yang digunakan secara ilegal di luar lingkungan perawatan kesehatan, atau limbah biomedis yang dihasilkan melalui perawatan kesehatan di rumah.
Manajemen
Limbah biomedis harus dikelola dan dibuang dengan baik untuk melindungi lingkungan, masyarakat umum, dan pekerja, terutama petugas kesehatan dan sanitasi yang berisiko terpapar limbah biomedis sebagai bahaya pekerjaan. Langkah-langkah pengelolaan limbah biomedis meliputi pembangkitan, penimbunan, penanganan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan, dan pembuangan.
Pengembangan dan penerapan kebijakan pengelolaan sampah nasional dapat meningkatkan pengelolaan sampah biomedis di fasilitas kesehatan di suatu negara.
Pembuangan terjadi di luar lokasi, pada lokasi yang berbeda dari lokasi pembangkitan. Perawatan dapat dilakukan di tempat atau di luar tempat. Pengolahan limbah biomedis dalam jumlah besar di lokasi biasanya memerlukan penggunaan peralatan yang relatif mahal, dan umumnya hanya hemat biaya untuk rumah sakit yang sangat besar dan universitas besar yang memiliki ruang, tenaga kerja, dan anggaran untuk mengoperasikan peralatan tersebut. Pengolahan dan pembuangan di luar lokasi melibatkan penyewaan layanan pembuangan limbah biomedis (juga disebut layanan truk) yang karyawannya dilatih untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah biomedis dalam wadah khusus (biasanya kotak karton, atau tempat sampah plastik yang dapat digunakan kembali) untuk diolah di fasilitas dirancang untuk menangani limbah biomedis.
Generasi dan akumulasi
Limbah biomedis harus dikelola dengan hati-hati dan disimpan dalam wadah yang anti bocor serta cukup kuat untuk mencegah kerusakan selama proses penanganan. Wadah limbah biomedis biasanya ditandai dengan simbol biohazard dan sering kali berwarna merah untuk penandaan yang jelas. Benda tajam yang dibuang, seperti jarum, umumnya dikumpulkan dalam kotak khusus yang dikenal sebagai kotak jarum.
Pemenuhan standar keselamatan, seperti OSHA 29 CFR 1910.1450 dan EPA 40 CFR 264.173, memerlukan penggunaan peralatan khusus. Peralatan minimal yang disarankan meliputi lemari asam dan wadah limbah primer dan sekunder untuk menangkap potensi tumpahan. Pentingnya peralatan yang tepat ditekankan untuk mencegah penguapan bahan kimia ke atmosfer sekitar, yang dapat membahayakan kesehatan staf laboratorium dan lingkungan sekitarnya. Corong terbuka telah terbukti menyebabkan penguapan yang signifikan, sehingga corong khusus seperti corong Burkle di Eropa dan Corong ECO di AS dianjurkan untuk pengelolaan limbah kimia yang aman. Setelah penggunaan, peralatan tersebut harus dibuang sesuai prosedur yang ditetapkan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan personel laboratorium serta masyarakat di sekitarnya.
Penyimpanan dan penanganan
Penyimpanan limbah biomedis merujuk pada tahap dimana limbah tersebut disimpan sementara sebelum diolah atau dibuang di lokasi yang ditentukan. Selama proses penyimpanan, ada berbagai pilihan wadah yang dapat digunakan, namun badan pengatur seringkali membatasi waktu penyimpanan limbah tersebut. Penanganan limbah biomedis melibatkan pergerakan limbah dari titik timbul, area penimbunan, lokasi penyimpanan, hingga fasilitas pengolahan di lokasi. Selama proses penanganan, pekerja yang terlibat harus mematuhi tindakan pencegahan standar untuk menghindari risiko kontaminasi atau cedera.
Pengobatan
Pengolahan limbah biomedis bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang terkandung dalam limbah, sering kali dengan membuatnya tidak dapat dikenali lagi. Proses pengolahan harus memastikan bahwa limbah menjadi aman untuk penanganan dan pembuangan selanjutnya, dan ada beberapa metode yang dapat mencapai tujuan ini.
Salah satu metode umum untuk pengolahan limbah biomedis adalah pembakaran, yang biasanya dilakukan menggunakan insinerator. Insinerator yang efisien dapat menghancurkan patogen dan benda tajam dalam limbah, dan menyisakan abu di mana sumber bahan tidak dapat dikenali. Alternatif termal lainnya meliputi teknologi seperti gasifikasi dan pirolisis, yang juga dapat mengurangi volume limbah dan menghancurkan patogen.
Autoklaf juga merupakan metode yang umum digunakan untuk pengolahan limbah biomedis. Autoklaf menggunakan uap dan tekanan untuk mensterilkan limbah atau mengurangi kandungan mikrobiologisnya menjadi tingkat yang aman untuk dibuang. Namun, perlu diperhatikan bahwa penggunaan autoklaf yang sama untuk mensterilkan persediaan medis dan mengolah limbah biomedis memerlukan pengendalian administratif yang ketat untuk mencegah kontaminasi silang.
Selain itu, disinfeksi menggunakan gelombang mikro juga merupakan opsi untuk pengolahan limbah biomedis. Teknologi ini menggunakan pemanasan non-kontak untuk desinfeksi, yang dapat lebih efisien dalam hal waktu dan konsumsi daya dibandingkan dengan autoklaf. Larutan pemutih, larutan natrium hidroksida, dan disinfektan kimia lainnya juga dapat digunakan untuk mendisinfeksi limbah biomedis, tergantung pada karakteristik limbahnya.
Metode pengolahan lainnya termasuk penggunaan panas, pencernaan basa, dan penggunaan mesin penghancur sebagai langkah pengolahan akhir agar limbah tidak dapat dikenali lagi. Penting untuk memilih metode pengolahan yang sesuai dengan jenis limbah dan mematuhi regulasi yang berlaku untuk memastikan keamanan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Regulasi dan pengelolaan berdasarkan negara
Di Inggris, penanganan limbah klinis diatur secara ketat oleh serangkaian peraturan yang mencakup Undang-Undang Perlindungan Lingkungan tahun 1990, Peraturan Perizinan Pengelolaan Limbah tahun 1994, dan Peraturan Limbah Berbahaya (Inggris & Wales) tahun 2005, serta peraturan di Skotlandia. Namun, pada bulan Oktober 2018, skandal muncul ketika Layanan Lingkungan Layanan Kesehatan di Skotlandia dan Inggris melanggar izin lingkungan dengan menyimpan lebih banyak limbah di lokasi daripada yang diizinkan. Hal ini menyebabkan beberapa perwalian NHS di Yorkshire mengakhiri kontrak mereka. Meskipun pemerintah mengusulkan rencana darurat dengan memasang unit penyimpanan sementara di rumah sakit, perusahaan menentangnya karena dianggap lebih berisiko daripada melampaui batas izin.
Di Amerika Serikat, limbah biomedis diatur sebagai limbah medis, dengan peraturan federal yang mengizinkan EPA untuk menetapkan aturan pengelolaan limbah medis di beberapa bagian negara. Setelah peraturan federal berakhir pada tahun 1991, tanggung jawab untuk mengatur pembuangan limbah medis dikembalikan ke masing-masing negara bagian. Meskipun tersedia opsi pengolahan di lokasi atau pengambilan oleh perusahaan pembuangan limbah, pembuangan melalui pos juga merupakan pilihan di AS, meskipun dibatasi oleh regulasi yang ketat.
Di India, peraturan pengelolaan limbah bio-medis telah disahkan untuk memastikan pendistribusian limbah medis sesuai dengan standar yang ditetapkan. Namun, situasinya tidak menentu, dengan sebagian besar fasilitas kesehatan gagal mengikuti peraturan dengan baik. Pembuangan limbah biomedis yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia, dan seringkali limbah biomedis dibuang secara tidak bertanggung jawab di tempat pembuangan sampah atau ke laut, menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.
Peningkatan kesadaran dan kepatuhan terhadap peraturan pengelolaan limbah bio-medis masih menjadi tantangan di India, meskipun ada lebih dari 200 Fasilitas Pengolahan dan Pembuangan Limbah Bio Medis Umum yang berlisensi di negara tersebut. Pedoman terbaru merekomendasikan pemilahan limbah biomedis berdasarkan kode warna tertentu, seperti kantong merah untuk limbah yang akan dibakar dan kantong kuning untuk limbah berisi cairan tubuh. Meskipun demikian, kesenjangan antara kesadaran dan praktik yang tepat masih menjadi masalah serius di banyak fasilitas kesehatan di India.
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 10 Februari 2025
TPA
Tempat pembuangan sampah, yang juga dikenal sebagai tip, dump, tempat pembuangan limbah, atau tempat pembuangan, merupakan lokasi di mana bahan limbah dibuang. TPA adalah bentuk pembuangan sampah yang paling umum dan tertua, meskipun konsep penguburan sampah dengan sistematis seperti penutup harian, perantara, dan akhir baru dimulai pada tahun 1940-an. Pada masa lampau, sampah sering kali hanya dibiarkan menumpuk atau dibuang ke lubang, yang dalam bidang arkeologi dikenal sebagai timbunan sampah.
Sebagian lokasi TPA digunakan untuk tujuan manajemen sampah, seperti penyimpanan sementara, konsolidasi, pemindahan, atau berbagai tahap pengolahan sampah, seperti pemilahan, pengolahan, atau daur ulang. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, tempat pembuangan sampah bisa mengalami kerusakan parah atau bahkan pencairan tanah saat terjadi gempa bumi. Setelah mencapai kapasitas penuh, area di atas TPA dapat direklamasi untuk penggunaan lainnya.
Operasi
Operator tempat pembuangan sampah yang dikelola dengan baik untuk limbah non-berbahaya harus mematuhi spesifikasi yang telah ditentukan dengan menerapkan teknik-teknik berikut:
Selama operasi tempat pembuangan sampah, timbangan atau jembatan timbang dapat digunakan untuk menimbang kendaraan pengumpul sampah saat tiba, sementara personel memeriksa muatan sampah untuk memastikan sesuai dengan kriteria penerimaan sampah di TPA. Setelah itu, kendaraan pengumpul sampah menggunakan jaringan jalan yang ada untuk menuju ke tempat pembuangan sampah atau bagian depan tempat kerja, untuk membongkar isinya. Setelah muatan sampah diendapkan, alat pemadat atau buldoser dapat menyebarkan dan memadatkan sampah di permukaan kerja. Sebelum meninggalkan TPA, kendaraan pengumpul sampah dapat melewati fasilitas pembersihan roda. Jika diperlukan, mereka dapat kembali ke jembatan timbang untuk ditimbang ulang tanpa memuat muatan baru. Proses penimbangan ini dapat mengumpulkan statistik tonase sampah harian yang masuk, yang kemudian dapat disimpan oleh database untuk pencatatan.
Di atas permukaan kerja, sampah yang dipadatkan setiap hari biasanya ditutup dengan tanah atau bahan alternatif seperti kayu terkelupas atau bahan "hijau" lainnya, beberapa produk busa yang disemprotkan, bio-padatan yang "difiksasi" secara kimia, atau selimut sementara. Pemadatan sampah secara teratur sangat penting untuk memperpanjang umur TPA. Berbagai faktor seperti kompresibilitas sampah, ketebalan lapisan sampah, dan jumlah lintasan pemadat di atas sampah akan memengaruhi kepadatan sampah.
Siklus hidup TPA sanitasi
Istilah TPA umumnya merupakan singkatan dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kota atau TPA sanitasi. Meskipun fasilitas ini pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-20, penggunaannya secara luas baru dimulai pada tahun 1960an dan 1970an, sebagai bagian dari upaya untuk menghilangkan tempat pembuangan sampah terbuka dan praktik pembuangan limbah "tidak sehat" lainnya. Tempat Pembuangan Akhir sanitasi adalah fasilitas rekayasa yang dirancang untuk memisahkan dan membatasi sampah.
Tempat Pembuangan Akhir sanitasi bertindak sebagai reaktor biologis atau bioreaktor, di mana mikroba memecah sampah organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dan kurang beracun seiring berjalannya waktu. Reaktor ini harus dibangun dan dioperasikan sesuai dengan standar dan pedoman peraturan yang berlaku.
Secara umum, dekomposisi aerobik merupakan tahap awal dalam penguraian sampah di TPA. Ini diikuti oleh empat tahap degradasi anaerobik. Pada umumnya, bahan organik padat mengalami dekomposisi cepat, dengan molekul organik besar terurai menjadi molekul yang lebih kecil. Molekul organik yang lebih kecil tersebut larut dan berpindah ke dalam fase cair, kemudian mengalami hidrolisis dan transformasi menjadi karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4), bersama dengan sisa limbah yang tersisa dalam fase padat dan cair.
Selama tahap awal ini, hanya sedikit volume material yang mencapai air lindi, karena bahan organik limbah yang dapat terbiodegradasi mengalami penurunan volume dengan cepat. Namun, kebutuhan oksigen kimia dalam air lindi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi senyawa yang lebih tahan terhadap degradasi dibandingkan dengan senyawa yang lebih reaktif. Keberhasilan konversi dan stabilisasi limbah bergantung pada efektivitas populasi mikroba dalam melakukan sinergi, yaitu interaksi antara berbagai jenis mikroba untuk menyediakan kebutuhan nutrisi satu sama lain.
Siklus hidup TPA kota melalui lima fase berbeda.
Penyesuaian Awal (Tahap I): Saat sampah dibuang ke TPA, kandungan oksigen (O2) masih tinggi. Namun, dengan bertambahnya dan terkompresinya limbah, kandungan O2 secara bertahap menurun. Populasi mikroba berkembang, dan biodegradasi aerobik mendominasi dengan O2 sebagai akseptor elektron utama.
Transisi (Fase II): O2 cepat terdegradasi oleh mikroba, menyebabkan kondisi anaerobik muncul. Akseptor elektron utama selama transisi adalah nitrat dan sulfat karena O2 digantikan oleh CO2 dalam gas buangan.
Pembentukan Asam (Fase III): Hidrolisis limbah padat dimulai, menghasilkan asam lemak volatil (VFA). Konsentrasi asam organik meningkat, menurunkan pH lindi. Asam VFA diubah menjadi asam asetat, CO2, dan H2. Produksi H2 merangsang pertumbuhan bakteri pengoksidasi H2.
Fermentasi Metana (Fase IV): Produk perantara fase pembentukan asam diubah menjadi CH4 dan CO2 oleh mikroorganisme metanogenik. Kekuatan organik lindi menurun, dan pH kembali netral.
Pematangan dan Stabilisasi Akhir (Fase V): Aktivitas mikrobiologi melambat karena nutrisi semakin langka. Produksi CH4 menurun, dan O2 serta spesies teroksidasi muncul kembali. Bahan organik sisa berubah menjadi senyawa mirip humat.
Dampak sosial dan lingkungan
Tempat pembuangan sampah memiliki potensi untuk menimbulkan sejumlah masalah, termasuk gangguan infrastruktur seperti kerusakan akses jalan oleh kendaraan berat. Polusi pada jalan-jalan lokal dan aliran air dari roda kendaraan yang meninggalkan TPA juga dapat menjadi signifikan, namun dapat dikurangi dengan sistem pencucian roda. Pencemaran lingkungan setempat seperti pencemaran air tanah atau pencemaran tanah juga dapat terjadi.
Lindi: Ketika hujan turun di TPA, air meresap melalui sampah dan terkontaminasi, membentuk lindi. Lindi dapat mencemari air tanah jika tidak diatasi. TPA modern menggunakan lapisan kedap air, lokasi yang stabil secara geologis, dan sistem pengumpulan untuk menampung dan menangkap lindi. Setelah TPA penuh, lokasi ditutup untuk mencegah pembentukan lindi baru.
Gas Dekomposisi: Sampah organik yang membusuk menghasilkan gas dekomposisi seperti CO2 dan CH4. Gas ini dapat merembes keluar dari TPA dan mencemari udara dan tanah di sekitarnya. CH4 merupakan gas rumah kaca yang berpotensi meledak, namun juga dapat dibakar untuk menghasilkan listrik.
Vektor: TPA yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi tempat berkembang biak bagi vektor seperti tikus dan lalat, yang dapat menyebarkan penyakit. Penggunaan perlindungan harian dapat membantu mengurangi risiko ini.
Gangguan Lainnya: TPA juga dapat menyebabkan gangguan terhadap satwa liar dan kesehatan hewan. Gangguan terhadap habitat dan konsumsi limbah dari TPA dapat mengganggu keseimbangan lingkungan dan menyebabkan gangguan pada hewan yang tinggal di sekitarnya.
Praktek regional
Kanada: Tempat pembuangan sampah di Kanada diatur oleh badan lingkungan hidup provinsi dan undang-undang perlindungan lingkungan. Fasilitas yang lebih tua dipantau untuk memastikan kepatuhan terhadap standar saat ini dan beberapa lokasi sebelumnya telah diubah menjadi taman.
Uni Eropa: Di Uni Eropa, masing-masing negara diwajibkan membuat undang-undang untuk mematuhi persyaratan dan kewajiban Petunjuk TPA Eropa. Mayoritas negara anggota UE memiliki undang-undang yang melarang atau sangat membatasi pembuangan sampah rumah tangga melalui tempat pembuangan sampah.
India: Penimbunan sampah saat ini merupakan metode utama pembuangan sampah kota di India. Namun, masalah sering muncul karena tingkat pertumbuhan tempat pembuangan sampah yang mengkhawatirkan dan buruknya pengelolaan oleh pihak berwenang. Kebakaran sering terjadi di tempat pembuangan sampah di India selama beberapa tahun terakhir.
Inggris Raya: Praktik penimbunan sampah di Inggris harus berubah untuk memenuhi tantangan Petunjuk TPA Eropa. Pemerintah Inggris menerapkan pajak atas sampah biodegradable yang dibuang ke TPA dan juga menetapkan Skema Perdagangan Tunjangan TPA bagi otoritas lokal.
Amerika Serikat: Tempat pembuangan sampah di AS diatur oleh badan lingkungan hidup negara bagian, dengan pedoman minimum yang ditetapkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA). Proses izin pembuangan sampah umumnya memakan waktu antara lima dan tujuh tahun, membutuhkan biaya yang besar, serta studi dan demonstrasi untuk memastikan permasalahan lingkungan dan keselamatan terpenuhi.
Disadur dari: en.wikipedia.org
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 10 Februari 2025
Perubahan iklim
Dalam penggunaan yang umum, perubahan iklim menggambarkan pemanasan global-peningkatan suhu rata-rata global yang sedang berlangsung-dan dampaknya terhadap sistem iklim Bumi. Perubahan iklim dalam pengertian yang lebih luas juga mencakup perubahan jangka panjang sebelumnya pada iklim Bumi. Peningkatan suhu rata-rata global saat ini lebih cepat daripada perubahan sebelumnya, dan terutama disebabkan oleh manusia yang membakar bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil, penggundulan hutan, dan beberapa praktik pertanian dan industri menambah jumlah gas rumah kaca, terutama karbon dioksida dan metana. Gas-gas rumah kaca menyerap sebagian dari panas yang dipancarkan Bumi setelah dipanaskan oleh sinar matahari. Gas-gas ini dalam jumlah yang lebih besar memerangkap lebih banyak panas di atmosfer Bumi yang lebih rendah, menyebabkan pemanasan global.
Perubahan iklim memiliki dampak yang semakin besar terhadap lingkungan. Gurun pasir semakin meluas, sementara gelombang panas dan kebakaran hutan semakin sering terjadi. Pemanasan yang semakin meningkat di Kutub Utara telah menyebabkan pencairan lapisan es, mundurnya gletser, dan berkurangnya es di lautan. Temperatur yang lebih tinggi juga menyebabkan badai yang lebih hebat, kekeringan, dan cuaca ekstrem lainnya. Perubahan lingkungan yang cepat di pegunungan, terumbu karang, dan Kutub Utara memaksa banyak spesies untuk berpindah tempat atau punah. Meskipun upaya untuk mengurangi pemanasan di masa mendatang berhasil, beberapa efek akan terus berlanjut selama berabad-abad. Ini termasuk pemanasan laut, pengasaman laut, dan kenaikan permukaan air laut.
Perubahan iklim mengancam manusia dengan meningkatnya banjir, panas yang ekstrim, meningkatnya kelangkaan makanan dan air, lebih banyak penyakit, dan kerugian ekonomi. Migrasi manusia dan konflik juga dapat terjadi sebagai akibatnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut perubahan iklim sebagai ancaman terbesar bagi kesehatan global di abad ke-21. Masyarakat dan ekosistem akan mengalami risiko yang lebih parah jika tidak ada tindakan untuk membatasi pemanasan. Beradaptasi terhadap perubahan iklim melalui upaya-upaya seperti tindakan pengendalian banjir atau tanaman yang tahan kekeringan dapat mengurangi sebagian risiko perubahan iklim, meskipun beberapa batas adaptasi telah tercapai. Masyarakat yang lebih miskin bertanggung jawab terhadap sebagian kecil emisi global, namun memiliki kemampuan paling rendah untuk beradaptasi dan paling rentan terhadap perubahan iklim.
Banyak dampak perubahan iklim yang telah dirasakan dalam beberapa tahun terakhir, dengan tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas dengan suhu +1,48°C (2,66°F) sejak pencatatan rutin dimulai pada tahun 1850.[18][19] Pemanasan tambahan akan meningkatkan dampak tersebut dan dapat memicu titik kritis, seperti melelehnya seluruh lapisan es di Greenland.[20] Di bawah Perjanjian Paris 2015, negara-negara secara kolektif sepakat untuk menjaga kenaikan suhu "di bawah 2°C". Namun, dengan janji yang dibuat di bawah Perjanjian tersebut, pemanasan global masih akan mencapai sekitar 2,7 °C (4,9 °F) pada akhir abad ini.[21] Membatasi pemanasan hingga 1,5 °C akan membutuhkan pengurangan separuh emisi pada tahun 2030 dan mencapai emisi nol pada tahun 2050.
Penggunaan bahan bakar fosil dapat dikurangi secara bertahap dengan menghemat energi dan beralih ke sumber energi yang tidak menghasilkan polusi karbon yang signifikan. Sumber energi ini termasuk tenaga angin, matahari, air, dan nuklir. Listrik yang dihasilkan secara bersih dapat menggantikan bahan bakar fosil untuk menggerakkan transportasi, memanaskan bangunan, dan menjalankan proses industri. Karbon juga dapat dihilangkan dari atmosfer, misalnya dengan meningkatkan tutupan hutan dan bertani dengan metode yang dapat menyerap karbon di dalam tanah.
Terminologi
Sebelum tahun 1980-an, tidak jelas apakah efek pemanasan dari peningkatan gas rumah kaca lebih kuat daripada efek pendinginan dari partikulat di udara dalam polusi udara. Para ilmuwan menggunakan istilah modifikasi iklim yang tidak disengaja untuk merujuk pada dampak manusia terhadap iklim pada saat ini. Pada tahun 1980-an, istilah pemanasan global dan perubahan iklim menjadi lebih umum, dan sering digunakan secara bergantian. Secara ilmiah, pemanasan global hanya merujuk pada peningkatan pemanasan permukaan, sedangkan perubahan iklim menggambarkan pemanasan global dan dampaknya terhadap sistem iklim bumi, seperti perubahan curah hujan.
Perubahan iklim juga dapat digunakan secara lebih luas untuk mencakup perubahan iklim yang telah terjadi sepanjang sejarah Bumi. Pemanasan global-yang digunakan sejak tahun 1975-menjadi istilah yang lebih populer setelah ilmuwan iklim NASA, James Hansen, menggunakannya dalam kesaksiannya pada tahun 1988 di Senat A.S. Sejak tahun 2000-an, perubahan iklim telah meningkat penggunaannya. Berbagai ilmuwan, politisi, dan media sekarang menggunakan istilah krisis iklim atau darurat iklim untuk membicarakan perubahan iklim, dan pemanasan global alih-alih pemanasan global.
Kenaikkan Suhu
Catatan suhu sebelum pemanasan global
Sebelum evolusi manusia, catatan iklim mencakup periode suhu yang lebih panas serta perubahan mendadak yang terjadi sesekali, seperti Maksimum Termal Paleosen-Eosen sekitar 55,5 juta tahun yang lalu. Selama beberapa juta tahun terakhir, manusia berevolusi dalam lingkungan yang mengalami siklus zaman es, dengan suhu rata-rata global berkisar antara tingkat saat ini dan 5-6°C lebih dingin dari kondisi saat ini. Pola historis pemanasan dan pendinginan, seperti Periode Hangat Abad Pertengahan dan Zaman Es Kecil, tidak merata di seluruh wilayah. Beberapa wilayah mungkin mencapai suhu tertinggi pada akhir abad ke-20. Informasi tentang iklim pada periode tersebut diperoleh dari proksi iklim, seperti cincin pohon dan inti es.
Pemanasan sejak Revolusi Industri
Antara abad ke-18 dan tahun 1970, pemanasan global mengalami sedikit peningkatan karena efek pemanasan dari emisi gas rumah kaca diimbangi oleh pendinginan akibat emisi sulfur dioksida. Sulfur dioksida, yang menyebabkan hujan asam, juga menghasilkan aerosol sulfat di atmosfer, yang memantulkan sinar matahari dan menghasilkan efek peredupan global. Namun, setelah tahun 1970, peningkatan akumulasi gas rumah kaca dan pengendalian polusi belerang menyebabkan peningkatan suhu yang signifikan.
Berbagai sumber data independen menunjukkan peningkatan suhu permukaan di seluruh dunia, dengan laju sekitar 0,2 °C per dekade. Rata-rata suhu pada dekade 2013-2022 mencapai 1,15 °C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dasar pra-industri (1850-1900). Meskipun tidak setiap tahun lebih hangat dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena proses variabilitas iklim internal, fenomena seperti Pacific Decadal Oscillation (PDO) dan Atlantic Multidecadal Oscillation (AMO) menyebabkan "jeda pemanasan global" dari tahun 1998 hingga 2013.
Namun, setelah jeda tersebut, suhu mencapai angka yang jauh di atas rata-rata saat ini, seperti yang terlihat pada tahun 2023. Karena itu, perubahan suhu didefinisikan dalam rata-rata 20 tahun untuk meminimalkan efek kebisingan tahun-tahun panas dan dingin serta pola iklim puluhan tahun, sehingga mendeteksi sinyal jangka panjang. Berbagai pengamatan lain juga memperkuat bukti adanya pemanasan, seperti pendinginan bagian atas atmosfer karena gas rumah kaca memerangkap panas di dekat permukaan bumi, mundurnya tutupan salju dan gletser, penguapan yang lebih besar dari lautan, serta perubahan perilaku tumbuhan dan hewan.
Perbedaan berdasarkan wilayah
Berbagai wilayah di seluruh dunia mengalami pemanasan dengan laju yang berbeda-beda, yang tidak tergantung pada lokasi emisi gas rumah kaca. Hal ini disebabkan karena gas-gas tersebut dapat bertahan cukup lama untuk menyebar ke seluruh planet. Sejak masa pra-industri, suhu permukaan rata-rata di wilayah daratan telah meningkat hampir dua kali lebih cepat dibandingkan dengan suhu permukaan rata-rata global. Faktor ini dikarenakan lautan kehilangan lebih banyak panas melalui penguapan dan dapat menyimpan lebih banyak panas. Sebagian besar energi panas tambahan dalam sistem iklim global telah diserap oleh lautan, dengan lebih dari 90% dari total energi tambahan disimpan di sana. Sisa energi tersebut memanaskan atmosfer, mencairkan es, dan menghangatkan benua.
Wilayah Belahan Bumi Utara dan Kutub Utara mengalami pemanasan jauh lebih cepat daripada Kutub Selatan dan Belahan Bumi Selatan. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti adanya lebih banyak daratan di Belahan Bumi Utara, serta adanya lebih banyak tutupan salju musiman dan es laut. Saat es di wilayah tersebut mencair, permukaannya yang sebelumnya memantulkan banyak cahaya menjadi lebih gelap, sehingga menyerap lebih banyak panas. Selain itu, deposit karbon hitam lokal di salju dan es juga berkontribusi terhadap pemanasan di wilayah Arktik. Suhu permukaan Arktik meningkat antara tiga hingga empat kali lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lain di dunia. Akibat mencairnya lapisan es di dekat kutub, sirkulasi termohalin di Atlantik dan Antartika melemah, yang pada gilirannya mengubah distribusi panas dan curah hujan di seluruh dunia.
Suhu global di masa depan
Organisasi Meteorologi Dunia memperkirakan kemungkinan sebesar 66% bahwa suhu global akan melampaui 1,5 °C dari tingkat pra-industri setidaknya selama satu tahun antara 2023 dan 2027. IPCC menggunakan rata-rata 20 tahun untuk menilai perubahan suhu global, sehingga satu tahun melebihi 1,5 °C tidak dianggap melampaui batas.
Proyeksi IPCC menyatakan bahwa rata-rata suhu global selama 20 tahun kemungkinan akan melampaui +1,5 °C pada awal tahun 2030-an. Menurut Laporan Penilaian Keenam IPCC (2023), kemungkinan besar pemanasan global akan mencapai 1,0-1,8 °C pada tahun 2100 dalam skenario dengan emisi gas rumah kaca yang sangat rendah, 2,1-3,5 °C dalam skenario emisi menengah, dan 3,3-5,7 °C dalam skenario emisi sangat tinggi. Dalam skenario emisi menengah dan tinggi, pemanasan akan terus berlanjut setelah tahun 2100.
Untuk menjaga pemanasan global di bawah 1,5 °C dengan peluang dua pertiga, IPCC menyatakan bahwa emisi setelah tahun 2018 tidak boleh melebihi 420 atau 570 gigaton CO2. Hal ini setara dengan emisi saat ini selama 10 hingga 13 tahun. Meskipun ada ketidakpastian tinggi mengenai anggaran ini, perlu diingat bahwa sumber daya bahan bakar fosil perlu disimpan secara proaktif untuk mencegah pemanasan yang signifikan di masa depan. Jika tidak, dampaknya tidak akan terasa sampai emisi memiliki dampak jangka panjang yang signifikan.
Penyebab kenaikan suhu global saat ini
Sistem iklim mengalami berbagai siklus yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun, puluhan tahun, atau bahkan berabad-abad. Sebagai contoh, peristiwa El Niño menyebabkan lonjakan suhu permukaan dalam jangka pendek, sementara peristiwa La Niña menyebabkan pendinginan jangka pendek. Frekuensi relatif dari peristiwa-peristiwa ini dapat mempengaruhi tren suhu global dalam skala waktu sepuluh tahun. Perubahan lain dalam sistem iklim disebabkan oleh ketidakseimbangan energi dari kekuatan eksternal, seperti perubahan konsentrasi gas rumah kaca, luminositas matahari, letusan gunung berapi, dan variasi orbit Bumi mengelilingi Matahari.
Untuk menentukan kontribusi manusia terhadap perubahan iklim, peneliti mengembangkan "sidik jari" unik untuk semua penyebab potensial dan membandingkannya dengan pola yang diamati serta variabilitas iklim internal yang diketahui. Sebagai contoh, dampak pemaksaan tenaga surya, yang melibatkan pemanasan seluruh atmosfer, tidak sesuai dengan pola yang diamati karena hanya atmosfer bagian bawah yang mengalami pemanasan. Aerosol di atmosfer dapat menghasilkan efek pendinginan yang lebih kecil, sementara penggerak lain seperti perubahan albedo memiliki dampak yang tidak terlalu signifikan.
Gas-gas rumah kaca
Gas rumah kaca, yang transparan terhadap sinar matahari, memungkinkan sinar tersebut melewati atmosfer dan memanaskan permukaan bumi. Ketika bumi memancarkan panas sebagai tanggapan, gas-gas ini menyerap sebagian darinya, memperlambat pelepasan panas ke ruang angkasa dan memerangkap panas di dekat permukaan bumi, menyebabkan pemanasan yang berkelanjutan. Meskipun uap air dan awan merupakan kontributor terbesar terhadap efek rumah kaca, konsentrasi gas seperti CO2, ozon troposfer, CFC, dan dinitrogen oksida dianggap sebagai kekuatan eksternal yang mengubah suhu global.
Aktivitas manusia sejak Revolusi Industri, terutama dalam penggunaan bahan bakar fosil, telah meningkatkan jumlah gas rumah kaca di atmosfer, menyebabkan ketidakseimbangan radiasi. Konsentrasi CO2 dan metana meningkat secara signifikan sejak tahun 1750, dengan tingkat CO2 yang mencapai level tertinggi dalam 2 juta tahun terakhir dan metana mencapai level tertinggi dalam 800.000 tahun terakhir. Emisi gas rumah kaca antropogenik global pada tahun 2019 terutama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, proses industri, penggundulan hutan, peternakan, pertanian, dan proses pengolahan limbah. Meskipun metana hanya bertahan di atmosfer selama 12 tahun, CO2 dapat bertahan jauh lebih lama, terutama karena sebagian besar diserap oleh tanah dan lautan. Meskipun ada proses alami yang menyerap CO2 berlebih, seperti fotosintesis dan penyerapan karbon oleh lautan, keberadaannya dalam atmosfer dapat bertahan untuk jangka waktu yang sangat panjang jika tidak disimpan di kerak bumi.
Perubahan permukaan tanah
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian, sekitar 30% wilayah bumi sebagian besar tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia, sementara 26% merupakan hutan, 10% semak belukar, dan 34% adalah lahan pertanian. Deforestasi menjadi salah satu kontributor utama perubahan penggunaan lahan yang berdampak pada pemanasan global, karena pohon yang ditebang melepaskan CO2 dan tidak digantikan oleh pohon baru, mengurangi kemampuan penyerapan karbon tersebut. Data dari tahun 2001 hingga 2018 menunjukkan bahwa 27% deforestasi disebabkan oleh pembukaan lahan permanen untuk ekspansi pertanian tanaman pangan dan ternak, 24% karena pembukaan lahan sementara dalam sistem pertanian perladangan berpindah, 26% akibat penebangan kayu, dan 23% karena kebakaran hutan. Meskipun beberapa hutan belum sepenuhnya ditebang, mereka telah mengalami degradasi yang signifikan akibat dampak tersebut. Restorasi hutan tidak hanya memulihkan ekosistem, tetapi juga potensinya sebagai penyerap karbon.
Perubahan dalam tutupan vegetasi lokal memengaruhi jumlah sinar matahari yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa (albedo) dan jumlah panas yang hilang melalui penguapan. Misalnya, perubahan dari hutan yang gelap menjadi padang rumput membuat permukaan lebih terang, sehingga memantulkan lebih banyak sinar matahari. Deforestasi juga dapat memengaruhi pelepasan senyawa kimia yang mempengaruhi pembentukan awan dan pola angin. Di daerah tropis dan beriklim sedang, efek akhirnya adalah pemanasan yang signifikan, sementara restorasi hutan dapat membantu menurunkan suhu lokal. Di garis lintang yang lebih dekat ke kutub, terdapat efek pendinginan karena hutan digantikan oleh dataran yang tertutup salju yang lebih reflektif. Meskipun peningkatan albedo permukaan dapat mempengaruhi suhu, perubahan penggunaan lahan hingga saat ini diperkirakan memberikan dampak yang terbatas terhadap pendinginan global.
Disadur dari: en.wikipedia.org
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 10 Februari 2025
Kompos
Kompos adalah campuran bahan yang digunakan sebagai pupuk tanaman dan untuk meningkatkan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Proses pembuatan kompos melibatkan penguraian sisa tanaman dan makanan, daur ulang bahan organik, dan pupuk kandang. Hasilnya adalah campuran yang kaya akan nutrisi tanaman dan organisme bermanfaat seperti bakteri, protozoa, nematoda, dan jamur.
Manfaat kompos sangat beragam. Selain memberikan nutrisi kepada tanaman sebagai pupuk, kompos juga bertindak sebagai kondisioner tanah, meningkatkan kandungan humus atau asam humat dalam tanah, serta memperkenalkan mikroba bermanfaat yang membantu menekan patogen di dalam tanah dan mengurangi penyakit yang ditularkan melalui tanah.
Pengomposan dapat dilakukan dengan mengumpulkan campuran bahan "hijau" (sampah hijau) dan "coklat" (sampah coklat). Sampah hijau meliputi bahan yang kaya akan nitrogen, seperti daun, rumput, dan sisa makanan, sementara sampah coklat meliputi bahan kayu yang kaya akan karbon, seperti batang, kertas, dan serpihan kayu. Proses penguraian memakan waktu berbulan-bulan dan melibatkan pemantauan yang cermat terhadap masukan air, udara, dan bahan kaya karbon dan nitrogen.
Pengomposan merupakan bagian penting dalam pengelolaan sampah karena bahan-bahan organik yang dapat dijadikan kompos menyumbang sekitar 20% sampah di tempat pembuangan sampah. Proses pengomposan mengurangi emisi metana akibat kondisi anaerobik, serta memberikan manfaat tambahan ekonomi dan lingkungan. Selain itu, kompos juga dapat digunakan untuk reklamasi lahan dan sungai, konstruksi lahan basah, dan penutup tempat pembuangan sampah.
Dasar-dasar
Pengomposan merupakan metode aerobik untuk menguraikan limbah padat organik sehingga dapat digunakan untuk mendaur ulang bahan organik. Proses pengomposan melibatkan penguraian bahan organik menjadi bahan mirip humus yang disebut kompos, yang merupakan pupuk yang baik untuk tanaman.
Organisme pengomposan membutuhkan empat bahan yang sama pentingnya agar dapat bekerja secara efektif:
Karbon: Dibutuhkan untuk energi; oksidasi mikroba karbon menghasilkan panas yang diperlukan untuk bagian lain dari proses pengomposan. Bahan karbon tinggi cenderung berwarna coklat dan kering.
Nitrogen: Dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang biak lebih banyak organisme untuk mengoksidasi karbon. Bahan dengan nitrogen tinggi cenderung berwarna hijau dan basah. Mereka juga bisa memasukkan buah-buahan dan sayuran berwarna-warni.
Oksigen: Diperlukan untuk mengoksidasi karbon, proses dekomposisi. Bakteri aerob membutuhkan kadar oksigen di atas 5% untuk melakukan proses yang diperlukan untuk pengomposan.
Air: Diperlukan dalam jumlah yang tepat untuk mempertahankan aktivitas tanpa menyebabkan kondisi anaerobik lokal.
Rasio tertentu dari bahan-bahan ini memungkinkan mikroorganisme bekerja dengan kecepatan yang akan memanaskan tumpukan kompos. Pengelolaan tumpukan secara aktif (misalnya membalik tumpukan kompos) diperlukan untuk menjaga kecukupan oksigen dan tingkat kelembapan yang tepat. Keseimbangan udara dan air sangat penting untuk mempertahankan suhu tinggi 130–160 °F (54–71 °C) hingga bahan terurai.
Pengomposan paling efisien dengan rasio karbon terhadap nitrogen sekitar 25:1. Pengomposan panas berfokus pada menahan panas untuk meningkatkan laju dekomposisi, sehingga menghasilkan kompos lebih cepat. Pengomposan cepat lebih disukai jika memiliki rasio karbon terhadap nitrogen sekitar 30 unit karbon atau kurang. Di atas 30, substratnya kekurangan nitrogen. Di bawah 15, kemungkinan besar sebagian nitrogen akan keluar sebagai amonia.
Organisme dapat menguraikan bahan organik dalam kompos jika diberikan campuran air, oksigen, karbon, dan nitrogen yang tepat. Mereka terbagi dalam dua kategori besar: pengurai kimia, yang melakukan proses kimia pada sampah organik, dan pengurai fisik, yang mengolah sampah menjadi potongan-potongan kecil melalui metode seperti penggilingan, perobekan, kunyah, dan pencernaan.
Pengurai Kimia:
Bakteri: Bakteri adalah mikroorganisme yang paling melimpah dan penting dalam kompos. Mereka memproses karbon dan nitrogen serta mengeluarkan nutrisi yang tersedia bagi tanaman seperti nitrogen, fosfor, dan magnesium. Bakteri mesofilik membawa kompos ke tahap termofilik melalui oksidasi bahan organik, sementara bakteri termofilik aktif pada suhu tinggi dan membantu meningkatkan suhu kompos.
Actinomycetota: Grup ini diperlukan untuk memecah produk kertas, seperti koran, kulit kayu, dll, dan molekul besar lainnya seperti lignin dan selulosa. Mereka berkontribusi pada pembuatan nutrisi karbon, amonia, dan nitrogen tersedia bagi tanaman.
Jamur: Jamur seperti kapang dan khamir membantu memecah bahan yang tidak dapat diurai oleh bakteri, terutama selulosa dan lignin pada bahan kayu.
Protozoa: Protozoa berkontribusi terhadap biodegradasi bahan organik dan mengonsumsi bakteri tidak aktif, jamur, dan partikel mikro-organik.
Pengurai Fisik:
Semut: Mereka membuat sarang, membuat tanah lebih keropos, dan mengangkut unsur hara ke berbagai area kompos.
Kumbang: Sebagai belatung, mereka memakan sayuran yang membusuk.
Cacing Tanah: Cacing tanah menelan sebagian bahan kompos dan mengeluarkan kotoran cacing yang membuat nitrogen, kalsium, fosfor, dan magnesium tersedia bagi tanaman. Terowongan yang mereka buat meningkatkan aerasi dan drainase.
Lalat: Lalat memakan hampir semua bahan organik dan memasukkan bakteri ke dalam kompos. Populasinya dibatasi oleh tungau dan suhu termofilik.
Kaki Seribu: Mereka membantu dalam pemecahan bahan tanaman.
Rotifer: Rotifer memakan partikel tanaman.
Siput dan Siput: Mereka memakan bahan tanaman hidup atau segar. Namun, bahan-bahan tersebut harus dikeluarkan dari kompos sebelum digunakan karena dapat merusak tanaman.
Serangga Tabur: Mereka memakan kayu dan tumbuhan yang membusuk.
Springtail: Springtail memakan jamur, jamur, dan tanaman yang membusuk.
Tahapan pengomposan
Dalam proses pengomposan, terdapat tiga fase utama yang meliputi:
Fase Mesofilik: Fase awal mesofilik terjadi pada suhu sedang oleh mikroorganisme mesofilik. Pada fase ini, dekomposisi bahan organik dimulai dengan suhu yang masih dalam kisaran suhu normal.
Fase Termofilik: Setelah fase mesofilik, suhu kompos meningkat dan memasuki fase termofilik. Pada fase ini, suhu kompos naik menjadi sekitar 50 hingga 60 °C (122 hingga 140 °F). Bakteri termofilik mengambil alih proses dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi ini.
Fase Pematangan: Ketika pasokan senyawa berenergi tinggi berkurang dan suhu mulai menurun, kompos memasuki fase pematangan. Pada fase ini, bakteri mesofilik sekali lagi mendominasi proses dekomposisi, dan kompos secara keseluruhan mencapai kematangan yang lebih baik.
Pengomposan panas dan dingin – berdampak pada waktu
Waktu yang diperlukan untuk membuat kompos tergantung pada beberapa faktor, termasuk volume bahan, ukuran partikel bahan masukan, dan intensitas pencampuran dan aerasi. Tumpukan yang lebih besar cenderung mencapai suhu yang lebih tinggi dan tetap dalam tahap termofilik selama periode yang lebih lama. Ini dikenal sebagai pengomposan panas, yang umum dilakukan di fasilitas kota besar dan operasi pertanian.
Metode Berkeley merupakan salah satu metode pengomposan panas yang cepat, menghasilkan kompos matang dalam waktu 18 hari. Proses ini melibatkan perakitan minimal 1 meter kubik material di awal dan memerlukan pencampuran setiap dua hari setelah fase empat hari awal. Proses singkat ini melibatkan beberapa perubahan pada metode tradisional, termasuk penggunaan partikel yang lebih kecil dan lebih seragam dalam bahan masukan, pengendalian rasio karbon terhadap nitrogen (C:N) pada 30:1 atau kurang, dan pemantauan kelembapan secara cermat.
Pengomposan dingin, di sisi lain, adalah proses yang lebih lambat dan dapat memakan waktu hingga satu tahun untuk diselesaikan. Ini biasanya terjadi pada tumpukan yang lebih kecil, seperti tumpukan kompos rumah tangga yang hanya menerima sejumlah kecil sampah dapur dan taman dalam jangka waktu yang lebih lama. Tumpukan yang lebih kecil cenderung tidak mencapai atau mempertahankan suhu yang tinggi. Meskipun pembalikan tumpukan tidak perlu dilakukan pada pengomposan dingin, terdapat risiko bahwa bagian tumpukan dapat menjadi anaerobik karena menjadi padat atau tergenang air.
Penghapusan patogen
Pengomposan memiliki potensi untuk menghancurkan beberapa patogen dan benih dengan mencapai suhu di atas 50 °C (122 °F). Menangani kompos yang telah distabilkan, yang berarti mikroorganismenya telah selesai mencerna bahan organik dan suhunya telah mencapai antara 50 dan 70 °C (122 dan 158 °F), memiliki risiko yang sangat kecil karena suhu tersebut membunuh patogen dan bahkan membuat benih tidak dapat hidup. Suhu kematian suatu patogen bergantung pada jenis patogen, berapa lama suhu dipertahankan (detik hingga minggu), dan pH lingkungan.
Produk-produk kompos seperti teh kompos dan ekstrak kompos terbukti memiliki efek penghambatan terhadap beberapa patogen tanaman seperti Fusarium oxysporum, spesies Rhizoctonia, dan Pythium debaryanum yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Teh kompos yang diangin-anginkan telah terbukti lebih efektif daripada ekstrak kompos. Mikrobiota dan enzim yang terdapat dalam ekstrak kompos juga memiliki efek menekan pertumbuhan patogen jamur pada tanaman. Kompos juga merupakan sumber agen biokontrol yang efektif, seperti Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, dan Penicillium chrysogenum, yang dapat melawan patogen tanaman.Mensterilkan kompos, teh kompos, atau ekstrak kompos dapat mengurangi efek penekanan terhadap patogen.
Disadur dari: en.wikipedia.org
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 10 Februari 2025
Limbah konstruksi
Limbah konstruksi atau puing konstruksi merujuk pada segala jenis sisa dari proses konstruksi, renovasi, dan pembongkaran bangunan, jalan, dan jembatan. Di Amerika Serikat, limbah konstruksi dan pembongkaran (C&D) sebagian besar berasal dari pembongkaran bangunan, sementara limbah yang dihasilkan selama konstruksi hanya sekitar 10%. Limbah konstruksi sering mengandung bahan berbahaya seperti lampu neon, baterai, dan peralatan listrik lainnya.
Pilihan pembuangan limbah konstruksi meliputi ekspor ke tempat pembuangan sampah, pembakaran, penggunaan kembali langsung di lokasi konstruksi, dan daur ulang untuk penggunaan baru jika memungkinkan. Namun, proses daur ulang seringkali sulit karena biaya pemrosesannya. Sebagian besar limbah konstruksi di AS dibuang ke tempat pembuangan sampah, yang dapat melepaskan bahan kimia beracun ke lingkungan sekitar.
Data dari 24 negara bagian di AS menunjukkan bahwa limbah konstruksi dan pembongkaran (C&D) menyumbang sekitar 23% dari total limbah di negara tersebut, hampir seperempat dari total limbah padat yang dihasilkan. Meskipun limbah konstruksi dianggap sebagai masalah, hanya sebagian kecil perusahaan konstruksi yang secara aktif mengumpulkan data yang relevan tentang limbah yang dihasilkan.
Jenis sampah
Bahan konstruksi dan pembongkaran (C&D) merupakan bahan yang digunakan dan dipanen dari bangunan baru dan struktur insinyur sipil. Banyak limbah bangunan terdiri dari material seperti batu bata, beton, dan kayu yang rusak atau tidak terpakai selama konstruksi. Penelitian menunjukkan bahwa jumlah limbah ini bisa mencapai 10 hingga 15% dari total material yang digunakan dalam sebuah bangunan, persentase yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi sebelumnya sekitar 2,5-5%.
Di Amerika Serikat, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah limbah konstruksi dan pembongkaran selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 1990, sekitar 135 juta ton limbah C&D dihasilkan, yang meningkat menjadi 600 juta ton pada tahun 2018. Meskipun sebagian besar limbah tersebut kini didaur ulang atau digunakan kembali di industri, masih ada sejumlah besar limbah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah, lebih banyak dari jumlah keseluruhan limbah pada tahun 1990.
Konsumsi bahan mentah yang tidak berkelanjutan meningkatkan risiko bisnis, termasuk biaya material yang lebih tinggi dan gangguan pada rantai pasokan. EPA telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini dengan membuat Rencana Strategis Program Pengelolaan Material Berkelanjutan (SMM) pada tahun 2010. Namun, karena peraturan pengelolaan material sebagian besar ada di tingkat negara bagian dan lokal, strategi mitigasi limbah C&D masih bervariasi di seluruh negara. EPA berusaha untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur pengumpulan, pemrosesan, dan daur ulang untuk mengatasi masalah limbah konstruksi secara efektif.
Penyebab utama pemborosan
Limbah konstruksi bisa dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu Desain, Penanganan, Pekerja, Manajemen, Kondisi Lokasi, Pengadaan, dan Eksternal. Kategori-kategori ini didasarkan pada informasi yang dikumpulkan dari penelitian sebelumnya tentang seberapa sering berbagai jenis sampah terjadi selama setiap tahap proyek konstruksi. Berikut adalah beberapa contoh sampah dari setiap kategori:
Baja Tulangan
Di banyak proyek konstruksi, baja digunakan untuk memberikan kekuatan struktural. Salah satu alasan utama pembuangan baja di lokasi konstruksi adalah masalah pemotongan dan fabrikasi balok yang tidak dilakukan secara bertanggung jawab. Lokasi yang paling terpengaruh biasanya adalah yang kurang memiliki detail dan standar desain yang memadai, yang mengakibatkan pemborosan karena batangan baja yang terlalu pendek dibuang karena kesalahan dalam perencanaan pemotongan. Banyak perusahaan kini lebih memilih untuk membeli potongan baja yang sudah dirakit sebelumnya. Ini membantu mengurangi limbah dengan mengalihkan proses pemotongan batangan ke perusahaan yang lebih memprioritaskan penggunaan material secara bertanggung jawab.
Pengaduk Beton
Beton pra-campuran memiliki tingkat limbah yang relatif rendah dibandingkan dengan bahan bangunan lainnya. Banyak pengelola lokasi konstruksi menghadapi tantangan dalam mengendalikan jumlah pengiriman beton karena seringnya terjadi kesalahan dalam memperkirakan kebutuhan beton untuk lokasi tertentu. Penyimpangan dari jumlah pelat dan balok beton yang sebenarnya dibangun ternyata mencapai 5,4% dan 2,7% lebih besar dari perkiraan, berdasarkan data dari 30 lokasi konstruksi di Brasil. Masalah ini sering disebabkan oleh tata letak yang tidak memadai atau kurangnya ketelitian dalam penggalian pondasi. Selain itu, sering kali beton tambahan dipesan untuk mengantisipasi kebutuhan tambahan, yang bisa mengakibatkan pemborosan.
Pipa dan Kabel
Merencanakan dan melacak pipa dan kabel di lokasi konstruksi seringkali sulit karena digunakan di berbagai area proyek yang berbeda, terutama ketika layanan kelistrikan dan perpipaan disubkontrakkan. Masalah limbah sering timbul karena desain yang kurang memadai dan pemotongan pipa dan kabel yang tidak dilakukan secara bertanggung jawab, menyebabkan banyak pipa dan kabel menjadi terlalu pendek dan akhirnya dibuang.
Penyimpanan Material yang Tidak Tepat
Penyebab lain dari limbah konstruksi adalah penyimpanan material yang tidak tepat. Paparan terhadap elemen-elemen alam dan kesalahan dalam penanganan oleh pekerja sering disebabkan oleh kesalahan manusia. Beberapa kesalahan ini bahkan dapat mengakibatkan pembuangan limbah ilegal dan pengangkutan limbah ilegal dari lokasi kerja.
Daur ulang, pembuangan dan dampak lingkungan
Truk Daur Ulang
Banyak panduan pengelolaan limbah konstruksi mengikuti kerangka hierarki pengelolaan limbah, yang menetapkan prioritas dalam menangani sampah. Konsep ini, yang disebut Hierarki Sampah, mencakup prinsip-prinsip seperti "reduce, reuse, recycle" atau dikenal sebagai "3R". Di Uni Eropa, ada pendekatan "4R" yang meliputi "Recovery" untuk mengurangi pemborosan material. Salah satu alternatif dalam mengelola limbah konstruksi adalah dengan mendaur ulang banyak elemen limbah, seperti puing-puing yang dapat dihancurkan dan digunakan kembali dalam proyek konstruksi, serta kayu bekas yang dapat didaur ulang.
Penimbunan Sampah
Beberapa komponen limbah konstruksi, seperti eternit, dapat berbahaya jika ditimbun karena dapat melepaskan gas beracun setelah terurai di tempat pembuangan sampah. Di Amerika Serikat, peraturan federal mengatur pengelolaan limbah di tempat pembuangan sampah C&D untuk mencegah dampak lingkungan. Mengirim limbah langsung ke tempat pembuangan sampah dapat menimbulkan berbagai masalah, termasuk pemborosan sumber daya alam, peningkatan biaya konstruksi, dan pencemaran lingkungan.
Risiko Pembakaran dan Kesehatan
Jika daur ulang tidak memungkinkan, limbah konstruksi dan bahan berbahaya harus dibuang sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Insinerator sampah, meskipun membakar lebih dari 13% limbah padat perkotaan, dapat menghasilkan asap beracun yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti dioksin. Dioksin, yang dihasilkan sebagai produk sampingan selama pembuatan pestisida dan bahan konstruksi, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti kanker dan gangguan reproduksi. Oleh karena itu, pembakaran limbah perlu diatur secara ketat untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Strategi pengelolaan
Biaya pengelolaan sampah
Biaya pengelolaan limbah, yang didasarkan pada prinsip "pencemar membayar", bisa membantu mengurangi tingkat limbah konstruksi. Meskipun ada sedikit informasi tentang bagaimana menetapkan biaya pengelolaan limbah untuk limbah konstruksi, beberapa model telah dikembangkan sebelumnya. Namun, model-model tersebut sering kali bersifat subjektif dan memiliki kelemahan tertentu. Pada tahun 2019, sebuah metode studi diusulkan untuk mengoptimalkan biaya pengelolaan limbah konstruksi. Model ini mempertimbangkan biaya siklus hidup limbah konstruksi dan membandingkannya dengan upaya meningkatkan pengelolaan limbah tersebut.
Penelitian ini berbasis di Tiongkok, yang menghadapi masalah besar dalam pengelolaan sampah, terutama di wilayah perkotaan di mana banyak tempat pembuangan sampah berlokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pengelolaan limbah untuk logam, kayu, dan batu masing-masing adalah $9,30, $5,92, dan $4,25. Rata-rata biaya pengelolaan sampah per meter persegi adalah $0,12. Sistem pengelolaan sampah seperti ini memerlukan tindakan legislatif dari pemerintah. Para kontraktor tidak dapat membuat keputusan ini sendiri.
Eropa
Di Uni Eropa (UE), terdapat fokus besar pada daur ulang bahan bangunan dari awal hingga akhir dalam siklus hidupnya, mulai dari desain hingga pembongkaran bangunan. Saran-saran mereka lebih jelas dan dapat diimplementasikan di tingkat lokal atau regional, tergantung pada struktur pemerintahan yang ada. Dalam Protokol Pengelolaan Limbah Konstruksi & Pembongkaran Uni Eropa tahun 2016, mereka menekankan manfaat lain selain keuntungan finansial dari daur ulang, seperti penciptaan lapangan kerja dan pengurangan pembuangan sampah. Mereka juga menyoroti pentingnya pertimbangan geografis dalam penawaran dan permintaan; jika pabrik daur ulang berada lebih dekat ke daerah perkotaan daripada lokasi penambangan, ini bisa memberikan insentif kepada perusahaan untuk menggunakan produk daur ulang meskipun pada awalnya produk tersebut tidak lebih murah. Di Austria, terdapat inovasi baru dalam daur ulang produk kayu yang tidak dapat digunakan untuk bahan bakar dalam pembuatan semen, sehingga mengimbangi jejak karbon dari kedua produk tersebut.
UE mendorong pemerintah daerah yang memberikan izin pembongkaran dan renovasi untuk memastikan bahwa rencana pengelolaan limbah berkualitas tinggi diikuti, dan menekankan perlunya tindak lanjut pasca pembongkaran untuk memeriksa apakah rencana tersebut telah dilaksanakan. Mereka juga mengusulkan penggunaan pajak untuk mengurangi keuntungan ekonomi dari tempat pembuangan sampah, sehingga daur ulang menjadi pilihan yang lebih masuk akal secara finansial. Namun, peraturan tersebut menegaskan bahwa pajak tersebut seharusnya hanya berlaku untuk bahan limbah yang dapat didaur ulang. Pendekatan utama yang diambil oleh masyarakat Eropa dalam mengatasi masalah pengelolaan limbah adalah dengan memanfaatkan alat yang diberikan kepada badan pengatur untuk melindungi kesejahteraan masyarakat. Berbeda dengan Amerika Serikat, di UE, pengelolaan limbah bukanlah pilihan, tetapi suatu keharusan untuk memastikan masa depan yang sehat bagi generasi mendatang.
Pengenaan pajak pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terbukti efektif di Belgia, Denmark, dan Austria, yang semuanya mengalami penurunan penggunaan TPA sebesar lebih dari 30% sejak diberlakukannya pajak tersebut. Denmark bahkan berhasil mengurangi penggunaan TPA hingga lebih dari 80%, dengan tingkat daur ulang mencapai lebih dari 60%. Di Inggris, semua personel yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi atau penanganan limbah konstruksi harus bekerja di bisnis yang terdaftar di CIS sesuai dengan hukum. Meskipun produksi limbah terus meningkat di Inggris, laju peningkatannya telah melambat.
Amerika Serikat
Di Amerika Serikat, tidak ada pajak atau biaya TPA yang diberlakukan secara nasional, tetapi banyak pemerintah negara bagian dan lokal memberlakukan pajak dan biaya untuk pembuangan limbah padat. Untuk mengatasi meningkatnya masalah limbah C&D di Amerika Serikat, Departemen Daur Ulang dan Pemulihan Sumber Daya California (CalRecycle) didirikan pada tahun 2010. CalRecycle membantu dalam pembuatan regulasi model untuk pengalihan limbah C&D di tingkat lokal. Mereka juga menyediakan informasi dan materi pendidikan tentang fasilitas limbah C&D alternatif. Untuk mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik pengalihan limbah, CalRecycle menciptakan program insentif dan menyediakan hibah serta pinjaman. Menurut survei, memberikan insentif finansial kepada para pemangku kepentingan untuk mengurangi limbah konstruksi telah terbukti efektif. Informasi ini memberikan cara alternatif untuk mengurangi biaya, sehingga industri menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan proyek dari awal hingga akhir.
Disadur dari: en.wikipedia.org