Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Dalam dunia industri, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek krusial yang bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. PT. Putra Perkasa Abadi, perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang beroperasi di Kalimantan Selatan, menyadari pentingnya memiliki Emergency Response Plan (ERP) yang efektif guna melindungi karyawan serta aset perusahaan dari bencana kebakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan ERP dan menentukan lokasi serta jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang optimal di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi. Metode yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif, dengan pendekatan identifikasi fire hazard, perencanaan jalur evakuasi, dan optimasi pemasangan APAR menggunakan metode set covering.
Penelitian ini melibatkan tiga tahap utama:
Penelitian mengidentifikasi berbagai sumber kebakaran di dalam gedung, antara lain:
Sebagian besar kebakaran yang terjadi di kantor umumnya berkaitan dengan korsleting listrik, yang merupakan penyebab utama 80% kebakaran gedung di Indonesia berdasarkan data Kementerian PUPR.
Evaluasi Jalur Evakuasi
Optimasi Pemasangan APAR
Jenis APAR yang digunakan di gedung ini adalah:
Lokasi pemasangan APAR ditentukan berdasarkan:
Metode set covering digunakan untuk mengoptimalkan lokasi pemasangan APAR, sehingga jumlah alat yang digunakan tetap efisien tetapi tetap memberikan perlindungan maksimal.
Komunikasi Darurat
Untuk memastikan respons cepat dalam situasi kebakaran, setiap ruangan akan dilengkapi dengan:
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran yang terjadi di gedung perkantoran di Indonesia, termasuk:
1. Kebakaran Gedung Cyber 1 Jakarta (2021)
2. Kebakaran Gedung Keuangan Negara Jakarta (2020)
Dari studi kasus ini, terlihat bahwa kurangnya perencanaan ERP yang baik serta sistem deteksi kebakaran yang tidak optimal dapat memperburuk dampak kebakaran.
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Jalur Evakuasi dan Meeting Point
3. Peningkatan Sistem Proteksi Kebakaran
4. Peningkatan Infrastruktur Teknologi Keselamatan
Penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan penentuan lokasi APAR di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi masih perlu ditingkatkan. Dengan menerapkan rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat Meningkatkan efektivitas evakuasi dalam keadaan darurat. Meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan materiil akibat kebakaran. Meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja yang berlaku. Implementasi yang lebih baik dari sistem ERP dan optimasi proteksi kebakaran akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan terlindungi dari ancaman kebakaran.
Sumber Asli Paper
Apgani, M. J. A., Fachruzzaki, & Lestari, R. (2023). Perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan Penentuan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada Gedung Office PT. Putra Perkasa Abadi. Jurnal Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan, 4(2), 113-120.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Kebakaran di gedung tinggi merupakan salah satu risiko terbesar dalam dunia konstruksi dan perkantoran. Tanpa sistem manajemen keselamatan kebakaran (Fire Safety Management/FSM) yang baik, insiden kebakaran dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar, korban jiwa, serta gangguan operasional. Studi ini mengevaluasi penerapan FSM di Grand Slipi Tower, Jakarta, sebuah gedung perkantoran 40 lantai dengan luas 79.492,32 m². Evaluasi dilakukan berdasarkan Human System (faktor manusia), Equipment System (sistem peralatan proteksi kebakaran), dan SOP (prosedur operasional baku) serta kepatuhannya terhadap regulasi teknis proteksi kebakaran di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei kuesioner yang dibagikan kepada 55 responden dari total 122 staf pengelola gedung.
Tiga variabel utama yang diteliti adalah:
Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana dan uji statistik t-test dan F-test untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran. Berdasarkan hasil analisis, faktor manusia (Human System) memiliki pengaruh sebesar 71,3% terhadap kepatuhan standar kebakaran.
Beberapa temuan penting terkait faktor manusia adalah:
Sistem proteksi kebakaran yang digunakan di gedung ini mencakup fire alarm, alat pemadam api ringan (APAR), sprinkler, dan hydrant. Namun, penelitian menemukan bahwa tingkat efektivitas sistem peralatan hanya mencapai 64,8% dari standar ideal. Beberapa masalah yang ditemukan adalah:
Beberapa kendala dalam penerapan SOP antara lain:
Ketika ketiga variabel (Human System, Equipment System, dan SOP) dikombinasikan, pengaruhnya terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran mencapai 83,1%. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan kebakaran tidak hanya bergantung pada satu aspek saja, tetapi harus melibatkan sumber daya manusia, peralatan yang memadai, serta SOP yang jelas dan diterapkan secara konsisten.
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran di Jakarta yang terjadi akibat kurangnya penerapan FSM, antara lain:
Kedua kasus ini menunjukkan bahwa tanpa FSM yang baik, kebakaran bisa menyebabkan kerugian besar dan menghambat operasional perusahaan dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di Grand Slipi Tower dan gedung perkantoran lainnya adalah:
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Sistem Proteksi Kebakaran
3. Penyesuaian SOP dengan Standar Internasional
Studi ini menegaskan bahwa Fire Safety Management (FSM) di Grand Slipi Tower masih perlu ditingkatkan, terutama dalam aspek pelatihan karyawan, sistem peralatan proteksi kebakaran, dan penerapan SOP.
Dengan menerapkan strategi perbaikan yang telah direkomendasikan, gedung ini dapat:
✔ Meningkatkan kesiapan dalam menghadapi kebakaran.
✔ Meminimalkan potensi korban jiwa dan kerugian finansial.
✔ Mematuhi standar keselamatan kebakaran yang berlaku.
Implementasi FSM yang lebih baik tidak hanya akan meningkatkan keselamatan penghuni gedung, tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional bisnis dalam jangka panjang.
Sumber
Effendie, M. I. N. (2017). Penerapan Fire Safety Management pada Bangunan Gedung Grand Slipi Tower Dikaitkan dengan Pemenuhan Peraturan dan Standar Teknis Proteksi Kebakaran. Jurnal Media Teknik & Sistem Industri, 1(1), 66-71.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Kebakaran di bangunan bertingkat tinggi menjadi tantangan besar bagi petugas pemadam kebakaran di banyak kota, termasuk Rawalpindi, Pakistan. Salah satu insiden kebakaran paling tragis terjadi di Ghakkar Plaza, Rawalpindi, pada 2008, yang menewaskan 13 petugas pemadam kebakaran. Kejadian ini menyoroti berbagai kelemahan dalam sistem tanggap darurat kebakaran, seperti kurangnya koordinasi, keterbatasan sumber daya, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan keselamatan gedung.
Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan pemadam kebakaran mengenai cara meningkatkan respons darurat kebakaran di bangunan tinggi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini melibatkan 25 petugas pemadam kebakaran dari lima stasiun penyelamatan di Rawalpindi serta dua diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan 10 peserta.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi-terstruktur dan diskusi kelompok terfokus untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi respons darurat kebakaran. Terdapat empat aspek utama yang diteliti:
Berdasarkan wawancara, 95% responden menyatakan bahwa kurangnya peralatan dan kendaraan pemadam kebakaran menjadi tantangan utama dalam operasi pemadaman kebakaran di bangunan tinggi.
Sebanyak 90% responden melaporkan bahwa kurangnya koordinasi dengan dinas lalu lintas dan kepolisian menghambat respons kebakaran.
Menurut 95% responden, banyak bangunan di Rawalpindi yang tidak mematuhi peraturan keselamatan kebakaran.
Meskipun sebagian besar petugas telah mendapatkan pelatihan dasar, 70% responden menyatakan bahwa mereka membutuhkan pelatihan lanjutan dalam menangani kebakaran gedung tinggi.
Salah satu insiden kebakaran paling tragis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebakaran di Ghakkar Plaza pada 20 Desember 2008.
Insiden ini menunjukkan pentingnya implementasi sistem keselamatan kebakaran yang lebih ketat, termasuk inspeksi rutin terhadap gedung bertingkat tinggi dan peningkatan kapasitas tim pemadam kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas respons kebakaran di Rawalpindi:
1. Peningkatan Infrastruktur dan Peralatan Pemadam Kebakaran
2. Meningkatkan Koordinasi Antar-Instansi
3. Memperketat Standar Keselamatan Gedung
4. Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan Pemadam Kebakaran
Studi ini menegaskan bahwa respons pemadam kebakaran di Rawalpindi masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek sumber daya, koordinasi antar-lembaga, dan kepatuhan terhadap standar keselamatan gedung. Dengan meningkatkan infrastruktur, memperkuat koordinasi, serta menerapkan regulasi yang lebih ketat, keselamatan publik dalam kebakaran bangunan tinggi dapat ditingkatkan secara signifikan.
Sumber
Akhter, S. (2014). Firefighters’ View on Improving Fire Emergency Response: A Case Study of Rawalpindi. International Journal of Humanities and Social Science, 4(7), 143-149.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Bencana dan keadaan darurat dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di tempat kerja. Kejadian seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, ledakan bahan kimia, hingga insiden radiologi dapat mengganggu operasional bisnis, menyebabkan kerugian material, serta membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan wajib memiliki rencana darurat yang komprehensif untuk memitigasi risiko bencana dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Penelitian yang dilakukan oleh Murat Can Duruel dan Ahmet Çelebi bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif di tempat kerja. Studi ini mengadopsi metode analisis dokumen dan menerapkan rencana darurat pada sebuah pabrik produksi alat tulis di Kocaeli, Turki.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama:
Empat tahap utama dalam pembuatan rencana bencana di tempat kerja:
1. Pembentukan Tim Perencana
Tim perencana terdiri dari berbagai pihak yang memiliki tanggung jawab dalam keselamatan kerja, termasuk:
Tim ini bertanggung jawab dalam mengidentifikasi potensi risiko, mengembangkan prosedur tanggap darurat, serta menyusun rencana komunikasi dan evakuasi.
2. Identifikasi Bahaya dan Analisis Risiko
Bahaya yang diidentifikasi dalam studi ini meliputi:
Studi ini menggunakan matriks risiko tipe L untuk mengevaluasi tingkat risiko berdasarkan dua faktor utama:
Hasil analisis menunjukkan bahwa kebakaran dan paparan bahan kimia merupakan ancaman paling signifikan bagi pabrik tersebut.
3. Pengembangan dan Implementasi Rencana Darurat
Berdasarkan hasil analisis risiko, studi ini menyusun strategi mitigasi dan respons terhadap keadaan darurat, yang mencakup:
A. Tindakan Pencegahan dan Mitigasi
B. Prosedur Evakuasi dan Komunikasi Darurat
C. Pembentukan Tim Tanggap Darurat
Tim tanggap darurat terdiri dari:
4. Evaluasi dan Simulasi
Studi ini menekankan pentingnya pengujian rencana darurat melalui simulasi berkala. Dalam pabrik yang menjadi studi kasus:
Pada 15 Januari 2023, terjadi kebakaran di salah satu gudang penyimpanan bahan baku.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rencana tanggap darurat yang diterapkan berhasil mencegah kebakaran menjadi lebih besar dan menyelamatkan pekerja. Namun, perlu ada perbaikan dalam sistem komunikasi untuk memastikan seluruh karyawan menerima informasi secara lebih cepat. Penelitian ini menegaskan bahwa rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif dapat mengurangi dampak insiden serta meningkatkan keselamatan pekerja. Beberapa rekomendasi utama dari studi ini meliputi:
Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan terhadap bencana, melindungi aset, serta memastikan keselamatan pekerja dalam jangka panjang.
Sumber
Duruel, M. C., & Çelebi, A. (2023). Workplace Disaster and Emergency Plans, Risk Analysis and Implementation. Resilience Journal, 7(2), 357-373.
Industri Energi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Industri energi, terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), memiliki risiko tinggi terhadap kebakaran akibat penggunaan bahan bakar, panas berlebih, dan oksigen dalam jumlah besar. Jika tidak ditangani dengan sistem keselamatan yang optimal, kebakaran dapat mengancam keselamatan pekerja, merusak aset, serta mengganggu operasional perusahaan. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X, sebuah perusahaan Independent Power Producer (IPP) PLTU berkapasitas 2 x 50 MW. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan sistem proteksi kebakaran yang diterapkan dengan standar nasional dan internasional untuk menentukan tingkat kesesuaiannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi kualitatif dengan teknik purposive sampling, melibatkan empat informan utama, yaitu:
Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen kebakaran, kemudian dibandingkan dengan regulasi nasional, termasuk:
Rata-rata tingkat kesesuaian manajemen proteksi kebakaran di PT. X terhadap standar adalah 83,3%, yang termasuk dalam kategori "Baik" menurut standar Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum (2005).
Namun, masih terdapat beberapa kelemahan dalam implementasi prosedur operasional, terutama dalam koordinasi antar-divisi saat terjadi kebakaran.
Proteksi aktif melibatkan alat dan teknologi yang langsung berfungsi saat kebakaran terjadi. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 85,5%, mencakup:
Kelemahan utama dalam sistem proteksi aktif adalah kurangnya alat pemadam otomatis di beberapa titik kritis. Proteksi pasif meliputi jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat berkumpul. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 80%, dengan rincian:
Peningkatan diperlukan terutama dalam penandaan jalur evakuasi dan penyediaan tangga darurat yang lebih sesuai dengan standar kebakaran. Pada 17 November 2022 pukul 08.45 WITA, terjadi kebakaran di area Laydown Project akibat kesalahan operasional saat pemotongan besi.
Insiden ini menunjukkan bahwa sistem respons kebakaran cukup efektif, tetapi pencegahan masih perlu ditingkatkan, terutama dalam:
Rekomendasi untuk Peningkatan Keselamatan Kebakaran
1. Optimalisasi Sistem Proteksi Aktif
2. Peningkatan Sistem Proteksi Pasif
3. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Kebakaran
Evaluasi sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X menunjukkan tingkat kesesuaian 82,9%, yang dikategorikan sebagai "Baik". Meskipun sudah memenuhi sebagian besar standar keselamatan, masih ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam proteksi aktif dan jalur evakuasi. Penerapan rekomendasi ini dapat meningkatkan efektivitas sistem tanggap darurat, mengurangi risiko kebakaran, serta meningkatkan keselamatan pekerja dan infrastruktur perusahaan.
Sumber
Hafifah, N., Pratiwi, A. D., & Dewi, S. T. (2024). Analisis Penerapan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Halu Oleo, 5(1), 30-39.
Reliability Block Diagram
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Maret 2025
Pendahuluan
Industri minyak dan gas menghadapi tantangan besar dalam menjaga keamanan operasional di tengah kondisi lingkungan yang ekstrem. Salah satu sistem keselamatan utama dalam industri ini adalah High Integrity Pressure Protection System (HIPPS), yang berfungsi mencegah tekanan berlebih pada pipa dan peralatan produksi guna menghindari risiko ledakan atau kebocoran.
Penelitian yang dilakukan oleh Jacob Glæsner di Aalborg University Esbjerg berfokus pada evaluasi kuantitatif keandalan HIPPS pada Svend oil & gas platform. Studi ini membandingkan tiga metode analisis utama, yaitu Reliability Block Diagram (RBD), Fault Tree Analysis (FTA), dan Markov Modelling, untuk menentukan metode paling efektif dalam menilai keandalan HIPPS dan memastikan sistem ini memenuhi standar Safety Integrity Level (SIL) 2.
Pendekatan Evaluasi Keandalan HIPPS
Reliability Block Diagram (RBD)
Pendekatan ini digunakan untuk memodelkan keandalan sistem berdasarkan konfigurasi blok yang mewakili komponen individu. Jika salah satu blok gagal dalam sistem seri, seluruh sistem dianggap gagal. Sebaliknya, jika sistem memiliki konfigurasi paralel atau redundansi, kegagalan satu blok tidak serta-merta menyebabkan kegagalan sistem secara keseluruhan.
Metode RBD sangat cocok untuk sistem yang memiliki konfigurasi redundan seperti HIPPS, karena memungkinkan analisis terhadap bagaimana penempatan sensor dan logic solver dapat meningkatkan keandalan. Namun, pendekatan ini memiliki keterbatasan dalam menangani kegagalan yang saling bergantung (dependent failures) dan kurang fleksibel dalam memodelkan sistem yang berubah seiring waktu.
Fault Tree Analysis (FTA)
Metode FTA digunakan untuk menguraikan hubungan antar komponen HIPPS dalam bentuk diagram pohon kegagalan. Dengan menggunakan pendekatan logika AND-OR, FTA dapat mengidentifikasi penyebab utama kegagalan dan menghitung probabilitas kegagalan sistem secara keseluruhan.
Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam menganalisis Probability of Failure on Demand (PFD), yang merupakan indikator penting dalam menentukan apakah HIPPS memenuhi standar SIL 2 atau tidak. Namun, semakin kompleks sistem yang dianalisis, semakin sulit pula menyusun diagram pohon yang merepresentasikan seluruh kegagalan potensial.
Markov Modelling
Berbeda dengan dua metode sebelumnya, Markov Modelling mampu menangani perubahan status sistem secara dinamis. Dalam model ini, setiap komponen HIPPS memiliki beberapa kemungkinan kondisi, seperti berfungsi normal, mengalami degradasi, atau mengalami kegagalan total. Dengan menggunakan persamaan probabilistik, metode ini dapat memodelkan dampak dari perawatan prediktif dan deteksi dini terhadap keandalan HIPPS.
Keunggulan utama dari pendekatan Markov adalah kemampuannya dalam menangani kegagalan yang saling bergantung dan memodelkan sistem yang berubah seiring waktu. Namun, metode ini memiliki kompleksitas perhitungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan RBD dan FTA, serta memerlukan data yang lebih rinci untuk memberikan hasil yang akurat.
Studi Kasus: Evaluasi HIPPS pada Svend Platform
Penelitian ini menerapkan metode di atas pada HIPPS yang digunakan di Svend oil & gas platform. Beberapa hasil yang ditemukan adalah sebagai berikut:
Hasil dan Implikasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
✅ Markov Modelling adalah metode paling akurat dalam menganalisis keandalan HIPPS karena mampu menangani kegagalan yang saling bergantung dan memodelkan perubahan sistem secara dinamis.
✅ RBD merupakan metode yang lebih sederhana dan mudah diimplementasikan, tetapi kurang mampu menangani kegagalan terkait antar komponen.
✅ FTA memberikan hasil yang cukup akurat untuk menentukan PFD dan menilai kepatuhan terhadap standar SIL, tetapi kompleksitasnya meningkat saat sistem menjadi lebih besar.
✅ Penerapan redundansi pada sensor dan logic solver dapat meningkatkan keandalan HIPPS secara signifikan, sehingga lebih efektif dalam mencegah tekanan berlebih.
Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa High Integrity Pressure Protection System (HIPPS) merupakan elemen penting dalam memastikan keamanan operasional di industri minyak dan gas. Dengan menggunakan Reliability Block Diagram (RBD), Fault Tree Analysis (FTA), dan Markov Modelling, operator dapat memilih metode terbaik untuk memastikan sistem HIPPS memenuhi standar Safety Integrity Level (SIL) 2.
Sumber Asli: Glæsner, J. (2017). Quantitative Reliability Modelling and Functional Safety Calculations of Svend Topside High Integrity Pressure Protection System. Aalborg University Esbjerg.