Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Indonesia akan berbagi pencapaian pengelolaan air di WWF ke-10

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Indonesia akan menyoroti sejumlah pencapaian yang telah diraihnya di bidang pengelolaan air di hadapan audiens internasional pada Forum Air Dunia (WWF) ke-10 pada tanggal 18-24 Mei 2024 di Bali.

Deputi Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti dalam konferensi pers daring, Selasa, mengatakan akan disiapkan area showcase sistem irigasi Bali, Subak, untuk acara tersebut.

Selain itu, Indonesia akan menyoroti program pengendalian pencemaran dan restorasi ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang dikenal dengan Program Citarum Harum.

Menurut Hendiarti, Program Citarum Harum akan dipromosikan pada WWF ke-10 karena program tersebut berhasil meningkatkan kualitas air di Citarum dari tercemar berat menjadi tercemar ringan, dengan Indeks Kualitas Air mencapai 51,01 poin.

“Ini contoh program yang terintegrasi, mungkin melibatkan sekitar 16 kementerian/lembaga, dan sedang dilaksanakan rencana aksinya,” ujarnya.

Kemudian, program penyelamatan 15 danau prioritas nasional yang meliputi pemulihan kualitas air, tata kelola dan ekosistem sekitar, serta program penanganan sampah laut juga akan diusung pada WWF ke-10 mendatang.

“Karena (penanganan sampah laut) ini sudah diakui dunia internasional, dan Indonesia juga punya komitmen dan konsisten dalam melakukan upaya tersebut,” ujarnya.

WWF ke-10 yang mengusung tema “Air untuk Kemakmuran Bersama” ini akan menampilkan diskusi yang melibatkan tiga proses, yaitu tematik, politik, dan regional.

Proses tematik ini akan mencakup enam sub-tema: keamanan dan kesejahteraan air; air untuk manusia dan alam; pengurangan dan pengelolaan risiko bencana; tata kelola, kerja sama, dan hidro-diplomasi; pembiayaan air berkelanjutan; dan pengetahuan dan inovasi.

Proses regionalnya akan mencakup empat wilayah, yaitu Mediterania, Asia-Pasifik, Amerika, dan Afrika.

Sementara itu, proses politik akan terdiri dari pertemuan para kepala negara, menteri, parlemen, pemerintah daerah, dan otoritas daerah aliran sungai.

WWF ke-10 ini menargetkan melibatkan sebanyak 30 ribu peserta, meliputi 33 kepala negara, 190 menteri dari 180 negara, serta perwakilan 250 organisasi yang akan menghadiri 214 sesi forum.

Disadur dari: en.antaranews.com

Selengkapnya
Indonesia akan berbagi pencapaian pengelolaan air di WWF ke-10

Green Supply Chain Management

Mengatasi Hambatan Implementasi Manajemen Rantai Pasokan Hijau di Industri Plastik Bangladesh

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan
Makalah "Evaluating barriers to implementing green supply chain management: An example from an emerging economy" karya Towfique Rahman et al. (2020) menyoroti tantangan dan hambatan utama dalam penerapan Green Supply Chain Management (GSCM) di industri plastik Bangladesh. Dengan menggunakan pendekatan kerangka fuzzy-based VIKOR, penelitian ini menganalisis empat hambatan utama dan 25 sub-hambatan yang memengaruhi implementasi GSCM. Penelitian ini memberikan wawasan strategis bagi pengambil keputusan untuk mengatasi kendala lingkungan, teknologi, dan finansial yang menghalangi keberlanjutan.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini mengombinasikan review literatur dan wawancara dengan manajer industri plastik di Bangladesh. Empat hambatan utama yang teridentifikasi meliputi:

  1. Kurangnya Pengetahuan dan Dukungan (B2)
  2. Teknologi dan Infrastruktur yang Tidak Memadai (B1)
  3. Kebijakan Organisasi dan Operasional yang Tidak Mendukung (B3)
  4. Keterbatasan Finansial (B4)

Pendekatan fuzzy-VIKOR digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan dan intensitas masing-masing hambatan. Data dikumpulkan dari empat perusahaan plastik melalui wawancara semi-terstruktur.

Hambatan Utama dalam Implementasi GSCM

  1. Kurangnya Pengetahuan dan Dukungan (B2)
    • Hambatan ini memiliki bobot tertinggi sebesar 0,279, menjadikannya hambatan paling kritis.
    • Sub-hambatan:
      • Kurangnya pengetahuan tentang praktik hijau (B21) dengan bobot 0,199.
      • Kurangnya pelatihan karyawan terkait GSCM.
  2. Teknologi dan Infrastruktur yang Tidak Memadai (B1)
    • Bobot hambatan ini sebesar 0,274.
    • Sub-hambatan:
      • Kurangnya teknologi canggih (B11) dengan bobot 0,213.
      • Kurangnya fasilitas penyimpanan dan transportasi (B16).
  3. Kebijakan Organisasi dan Operasional yang Tidak Mendukung (B3)
    • Bobot hambatan ini adalah 0,19.
    • Sub-hambatan:
      • Kurangnya kebijakan pemerintah yang mendukung (B32) dengan bobot 0,164.
  4. Keterbatasan Finansial (B4)
    • Bobot hambatan ini mencapai 0,257.
    • Sub-hambatan:
      • Ketidakpastian terkait isu ekonomi (B43) dengan bobot 0,195.
      • Biaya tinggi untuk pembuangan produk berbahaya (B44).

Solusi Strategis untuk Mengatasi Hambatan GSCM

  1. Komitmen Manajemen dan Program Kesadaran (A1)
    • Memberikan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan tentang GSCM.
  2. Pengembangan Teknologi dan Infrastruktur (A2)
    • Berinvestasi pada teknologi ramah lingkungan untuk memfasilitasi produksi hijau.
  3. Dukungan Finansial yang Memadai (A3)
    • Menyediakan insentif dan pembiayaan untuk perusahaan yang berinvestasi pada GSCM.
  4. Pengembangan Kebijakan Hijau (A4)
    • Meningkatkan peraturan pemerintah dan insentif untuk praktik hijau.

Studi Kasus dan Angka Pendukung

  • Industri Plastik Bangladesh menghasilkan sekitar 800.000 ton limbah plastik per tahun, di mana 200.000 ton mencemari sungai dan laut.
  • Lack of advanced technology (B11) diidentifikasi sebagai sub-hambatan terbesar, dengan bobot 0,213.
  • Investasi pada teknologi hijau dapat mengurangi emisi karbon hingga 15%.

Kesimpulan
Makalah ini menegaskan bahwa keberhasilan implementasi GSCM bergantung pada pemahaman menyeluruh terhadap hambatan yang ada dan penerapan solusi strategis berbasis data. Dengan dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal, transisi menuju rantai pasokan hijau di Bangladesh dapat tercapai, memberikan manfaat lingkungan dan ekonomi jangka panjang.

Sumber Artikel: Rahman, T., Ali, S. M., Moktadir, M. A., & Kusi-Sarpong, S. (2020). Evaluating barriers to implementing green supply chain management: An example from an emerging economy. Production Planning & Control, 31(8), 673-698.

Selengkapnya
Mengatasi Hambatan Implementasi Manajemen Rantai Pasokan Hijau di Industri Plastik Bangladesh

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Perumahan Rakyat: Solusi Menjawab Tantangan Urbanisasi dan Keterjangkauan Perumahan di Indonesia

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Perumahan Rakyat, Solusi Perumahan di Indonesia

Kota-kota di Indonesia yang mengalami urbanisasi yang tidak terkendali menyebabkan berbagai permasalahan dalam penyediaan perumahan, seperti fenomena urban sprawling. 

Merespon permasalahan tersebut, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB menyelenggarakan webinar dengan tema "Keterjangkauan Perumahan: Menemukan Jembatan Antara Kebijakan dan Realita" pada Kamis (9/12) melalui Zoom Meeting. Webinar ini termasuk dalam seri webinar SAPPK ketujuh yang kini menghadirkan pembicara dari Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman SAPPK ITB.

Sebagai salah satu pembicara, M. Jehansyah Siregar, Ph.D., menyatakan bahwa program perumahan rakyat dapat mengatasi masalah perumahan di Indonesia. Diskusi ini bertajuk "Tantangan Implementasi Program Perumahan Rakyat di Indonesia: Pelajaran dari Singapura dan Jepang".

Perumahan rakyat merupakan praktik intervensi langsung dari pemerintah dalam menyediakan perumahan yang telah dilakukan dengan baik di banyak negara di Asia. Di Indonesia, program perumahan publik belum tersedia. Pemerintah menyediakan banyak program perumahan sosial dan komersial, seperti Rusunawa, yang dekat dengan program perumahan publik, namun sayangnya belum berkembang dengan baik.

Sejauh ini, program penyediaan rumah tapak sederhana bersubsidi menjadi semakin mahal, tidak terjangkau, dan semakin jauh dari pusat kota. Semakin luasnya wilayah metropolitan Jakarta menyebabkan perumahan bersubsidi semakin jauh dari pusat kota. Hal ini merupakan sebuah paradoks mengingat tingginya permintaan akan hunian yang terletak di pusat kota. Ketidaksinambungan antara permintaan dan penawaran berdampak pada pertumbuhan kawasan kumuh di pusat kota.

Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus untuk mengatasi masalah keterjangkauan perumahan bagi masyarakat. Keterjangkauan perumahan adalah kemampuan untuk menjangkau perumahan, baik dalam kepemilikan rumah atau apartemen maupun penyewaan rumah atau apartemen. Masalah ini perlu diatasi dengan kebijakan perumahan rakyat yang memadai.

Public housing sebagai salah satu bentuk kebijakan perumahan rakyat merupakan jawaban dari permasalahan urbanisasi dan permasalahan perumahan di perkotaan, khususnya di Singapura dan Jepang. Pemerintah Singapura menyediakan perumahan publik yang dibangun oleh HDB (Housing Development Board) dengan tipe apartemen yang tinggi dan berstandar minimum untuk menjangkau 80% penduduknya. Pemerintah memberikan subsidi untuk perumahan umum ini, namun ada mekanisme kontrol yang ketat untuk menghindari salah sasaran, pembangunan di lokasi yang tidak tepat, dan manajemen yang buruk.

Penelitian SCAPPE (Singapore Center for Applied and Policy Economics) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa rasio keterjangkauan perumahan publik di Singapura menunjukkan angka yang kecil, yaitu di bawah 0,3. Hal ini berkebalikan dengan rasio keterjangkauan perumahan swasta yang lebih dari 0,3.

"Singapura dulu sama seperti Jakarta, masih banyak pemukiman kumuh. Namun, dengan pengembangan program perumahan rakyat yang progresif, sekarang menjadi kota tanpa permukiman kumuh," katanya.

Dengan demikian, perumahan yang terjangkau tidak lagi menjadi masalah bagi Singapura karena perumahan publik memainkan peran penting dalam mewujudkan masyarakat yang modern dan sejahtera serta pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Perumahan publik di Singapura juga menjadi instrumen untuk membangun karakter bangsa. Program perumahan rakyat membangun fisik perumahan dan membangun karakter sosial masyarakat.

"Perumahan rakyat di Indonesia tidak bisa ditunda lagi dan harus dilaksanakan secara konsisten. Urbanisasi yang cepat dan tumbuhnya kota-kota metropolitan baru berpotensi mengulang kegagalan pengelolaan urbanisasi oleh kota-kota pendahulunya, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan," ujar M. Jehansyah di akhir presentasinya.

Disadur dari: 

Selengkapnya
Perumahan Rakyat: Solusi Menjawab Tantangan Urbanisasi dan Keterjangkauan Perumahan di Indonesia

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Strategi Efektif untuk Bangunan Sederhana Tahan Gempa

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan bahwa akan ada 10.789 aktivitas gempa bumi di Indonesia pada tahun 2023. Jumlah ini melebihi rata-rata gempa bumi tahunan yang mencapai 7.000 kali. Dari total jumlah gempa yang tercatat, gempa yang dirasakan oleh masyarakat terjadi sebanyak 861 kali, 24 di antaranya menyebabkan kerusakan signifikan pada bangunan, terutama rumah tinggal.

"Ada pepatah mengatakan bahwa bukan gempanya yang mematikan, melainkan kegagalan struktur bangunan dalam menahan beban gempa yang dihasilkan oleh gempa. Indonesia yang sering terkena dampak aktivitas seismik menghadapi konsekuensi serius seperti kerusakan struktur bangunan, terutama perumahan," ujar Dr. Dipl.-Ing. Nuraziz Handika, S.T., M.T., M.Sc., Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Dia menambahkan bahwa gempa bumi menyebabkan getaran fisik pada bangunan dan menunjukkan kekurangan dalam aspek desain dan konstruksi. Kelemahan-kelemahan ini membahayakan integritas struktural dan meningkatkan risiko kerusakan fatal pada bangunan selama gempa bumi.

Nuraziz Handika menyoroti masalah detail penulangan dan sambungan pada bangunan yang menjadi salah satu penyebab terbesar kerusakan struktur bangunan. Menurutnya, kualitas bahan bangunan, detail penulangan, dan sambungan pada dinding, kolom, dan balok menjadi faktor utama penyebab kerusakan dan keruntuhan fasilitas umum, fasilitas sosial, rumah tinggal, dan bangunan sederhana lainnya saat diguncang gempa.

"Untuk membuat bangunan tahan gempa, perlu diperhatikan aspek-aspek, seperti sambungan, pemilihan, dan persiapan material sebelum digunakan, detail pekerjaan penulangan, penahan dinding ke kolom, detail penulangan balok kolom, dan hal lainnya agar sesuai dengan standar. Sebagai contoh, diperlukan panjang angkur yang sesuai pada sambungan antara kolom dan balok sloof, dimana tulangan kolom di bagian atas dan bawah/pondasi kolom harus lebih besar minimal 40 kali diameter," ujar Dr.

Nuraziz, dosen struktur dengan konsentrasi penelitian pada fenomena keretakan dan kerusakan material konstruksi, mengungkapkan bahwa standar yang digunakan sebagai acuan adalah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Nuraziz memberikan contoh perhitungan yang baik mengenai angkur baja untuk kolom dan dinding bata agar lebih mudah dipahami. Dia berkata, "Dalam hal ini, jika diameter tulangan yang digunakan adalah 10 mm, maka panjang angkur minimum harus 40 cm ke kanan dan ke kiri sudut bangunan. Angkur ini diaplikasikan pada setiap enam lapis bata. Selanjutnya, angkur besi dicor pada pasangan bata sebagai pengikat antara kolom dan dinding. Dengan cara ini, sambungan atau angkur akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan."

Prinsip yang sama juga berlaku untuk sambungan pada gunung (atap) dan sudut dinding. Penahan yang tepat diperlukan pada kolom-kolom di tengah dinding yang terhubung ke segitiga atap pelana dan pada kolom-kolom yang bertemu dengan sudut dinding. Nuraziz mengatakan bahwa untuk membuat sebuah bangunan tahan gempa, ada beberapa persyaratan dasar, diantaranya adalah bahan bangunan yang berkualitas baik, adanya dimensi struktur yang sesuai, sambungan yang baik pada elemen struktur utama, dan kualitas pekerjaan yang baik. Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan ini tidak terlihat secara kasat mata dan baru akan teruji ketika gempa terjadi. Oleh karena itu, patuhilah proses dan standar dalam pembangunan gedung untuk menjaga keselamatan kita bersama," ujar Dr. Nuraziz, lulusan doktoral dari Institut National des Sciences Appliquées de Toulouse, Perancis.

Heri Hermansyah, ST, M.Eng, IPU mengatakan, "Dalam menghadapi ancaman gempa bumi yang sering melanda Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana konstruksi bangunan yang kita tinggali dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi penghuninya. Menerapkan prinsip-prinsip konstruksi tahan gempa, seperti pemilihan material yang tepat, sambungan struktur yang kuat, dan desain yang mempertimbangkan kerentanan terhadap goncangan, menjadi kunci dalam upaya melindungi rumah dari dampak kerusakan yang mungkin timbul akibat gempa bumi."

Disadur dari: www.ui.ac.id

 

Selengkapnya
Strategi Efektif untuk Bangunan Sederhana Tahan Gempa

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Polusi Air: Dampak, Sumber, dan Upaya Penanggulangannya

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Polusi air adalah kontaminasi badan air, biasanya sebagai akibat dari aktivitas manusia, yang berdampak negatif pada penggunaannya. Badan air termasuk danau, sungai, lautan, akuifer, waduk, dan air tanah. Polusi air terjadi ketika kontaminan bercampur dengan badan-badan air ini. Kontaminan dapat berasal dari salah satu dari empat sumber utama: pembuangan limbah, kegiatan industri, kegiatan pertanian, dan limpasan perkotaan termasuk air hujan. Polusi air dapat berupa polusi air permukaan atau polusi air tanah. Bentuk polusi ini dapat menyebabkan banyak masalah, seperti degradasi ekosistem air atau penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air ketika orang menggunakan air yang tercemar untuk minum atau irigasi. Masalah lainnya adalah polusi air mengurangi jasa ekosistem (seperti menyediakan air minum) yang seharusnya disediakan oleh sumber daya air.

Sumber polusi air dapat berupa sumber titik atau sumber non-titik. Sumber titik memiliki satu penyebab yang dapat diidentifikasi, seperti saluran pembuangan air hujan, instalasi pengolahan air limbah, atau tumpahan minyak. Sumber non-titik lebih menyebar, seperti limpasan pertanian. Polusi adalah hasil dari efek kumulatif dari waktu ke waktu. Polusi dapat berupa zat beracun (misalnya, minyak, logam, plastik, pestisida, polutan organik yang persisten, produk limbah industri), kondisi yang penuh tekanan (misalnya, perubahan pH, hipoksia atau anoksia, peningkatan suhu, kekeruhan yang berlebihan, perubahan salinitas), atau masuknya organisme patogen. Kontaminan dapat berupa zat organik dan anorganik. Penyebab umum polusi termal adalah penggunaan air sebagai pendingin oleh pembangkit listrik dan produsen industri.

Pengendalian pencemaran air membutuhkan infrastruktur dan rencana pengelolaan yang tepat serta undang-undang. Solusi teknologi dapat mencakup peningkatan sanitasi, pengolahan limbah, pengolahan air limbah industri, pengolahan air limbah pertanian, pengendalian erosi, pengendalian sedimen, dan pengendalian limpasan perkotaan (termasuk pengelolaan air hujan).

Disadur dari: en.wikipedia.org

Selengkapnya
Polusi Air: Dampak, Sumber, dan Upaya Penanggulangannya

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

"Ibu Kota Baru Indonesia: Prospek dan Tantangan dalam Membangun Kota Baru di Kalimantan sebagai Pemindahan dari Jakarta"

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Membangun ibu kota baru Indonesia: analisis mendalam mengenai prospek dan tantangan dari ibu kota Jakarta saat ini ke Kalimantan.

1. Perkenalan

Indonesia, sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, dan memiliki populasi 273.879.750 jiwa, menduduki peringkat keempat di dunia (BPS, Citation2022). Populasi penduduknya tidak tersebar merata di seluruh nusantara, dengan sekitar 57% tinggal di Pulau Jawa. Konsentrasi demografis ini telah menciptakan ketergantungan ekonomi pada pulau ini, dengan sekitar 59% kontribusi ekonomi Indonesia berasal dari Jawa. Namun, karena luas lahan yang terbatas dan kepadatan penduduk yang tinggi, Pulau Jawa telah menjadi sangat padat, sehingga menimbulkan berbagai masalah, termasuk degradasi lingkungan, kemacetan lalu lintas, dan polusi udara yang parah (Bappenas, Citation2021). Jakarta, ibu kota Indonesia, terletak di Pulau Jawa dan berfungsi sebagai pusat ekonomi, sosial, dan politik dalam skala nasional dan regional. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang merelokasi ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.

Menurut (Hackbarth & De Vries, Citation2021), salah satu alasan utama untuk membangun ibu kota baru adalah masalah lingkungan yang dihadapi Jakarta. Setiap tahun, permukaan tanah di Jakarta turun sekitar 3-10 sentimeter, yang menyebabkan konsekuensi lingkungan yang parah. Selain itu, lokasi fisiografis Jakarta membuatnya sangat rentan terhadap bencana alam, dengan sekitar 50% dari tanahnya sangat rentan terhadap banjir, aktivitas gunung berapi, dan gempa bumi yang berpotensi tsunami. Kelebihan populasi, konsentrasi penduduk, dan pembangunan yang berlebihan di Jakarta telah mengakibatkan dampak buruk yang parah, yang mendasari keputusan untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan.

2. Tinjauan Pustaka

Merelokasi ibu kota negara di negara berkembang sangat menantang, dan tentu saja, semua pelajaran dari proyek-proyek relokasi sebelumnya harus dipertimbangkan karena kompleksitas struktur dan fungsi ibu kota negara. Winter (Kutipan2005), Neilson dkk. (Kutipan1972) dan Ghalib dkk. (Kutipan2021) berpendapat bahwa ibu kota negara secara signifikan berbeda dengan kota lainnya. Ibu kota adalah sebuah kota kosmopolitan karena adanya misi diplomatik internasional, lembaga pemerintah, dan beragam peluang ekonomi di sektor publik. Dengan demikian, secara teknis, ibu kota negara adalah pusat kekuasaan suatu negara. Karakteristik lain dari ibu kota negara termasuk identitas nasional yang koheren dan terpadu yang dibentuk oleh infrastruktur dan fungsi tertentu seperti pusat layanan, pembuatan kebijakan pemerintah, dan tingkat keamanan yang tinggi.

3. Metode

Studi ini menggunakan pendekatan multidimensi; metodologi campuran dan triangulasi pengumpulan data sekunder digunakan untuk menyelidiki kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan inisiatif pemindahan ibu kota Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk melihat potensi konsekuensi dari pergeseran monumental tersebut, tidak hanya untuk lintasan pembangunan Jakarta dan Kalimantan, tetapi juga untuk aspirasi pembangunan nasional secara keseluruhan.

Metodologi yang mendasari penelitian ini mencakup serangkaian wawancara terstruktur dengan informan-informan penting yang diambil dari kelompok perwakilan yang dipilih dengan cermat baik dari organisasi pemerintah maupun non-pemerintah. Selain sumber data primer ini, dilakukan pula analisis konten yang ketat. Hal ini melibatkan eksplorasi yang cermat, sistematis, dan mendalam terhadap literatur terkait yang selaras dengan tema utama, sehingga dapat memfasilitasi sintesis pengetahuan yang sudah ada dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan yang ada. Aspek penting dari penelitian ini adalah penyertaan wawasan dari 15 informan kunci, yang kontribusinya sangat penting dalam membentuk narasi penelitian ini. Para informan ini berasal dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, tokoh-tokoh berpengaruh di lembaga swadaya masyarakat, warga Jakarta, dan pejabat tinggi pemerintah.

4. Kesimpulan

Indonesia sedang berada di puncak dari sebuah upaya transformasi: pemindahan ibu kota. Pemindahan ini bukan hanya tentang mengubah kursi administratif, tetapi juga merupakan pernyataan visi, ambisi, dan langkah bangsa ke masa depan. Dibayangkan untuk mengimbangi pertumbuhan Jakarta yang meluas dan masalah lingkungan, ibu kota baru ini bertujuan untuk melambangkan modernitas, inklusivitas, dan keberlanjutan. Sebagaimana diuraikan dalam RPJMN 2020-2024, proyek ini memiliki struktur keuangan yang komprehensif dan terencana dengan cermat, mencari dana dari sumber publik dan swasta. Cetak biru yang terperinci ini menandai komitmen pemerintah untuk meletakkan dasar-dasar bagi sebuah kota yang dirancang untuk abad ke-21 dan seterusnya.

Namun, seperti halnya semua usaha yang ambisius, proyek ini memiliki tantangan. Jakarta, kota metropolitan yang ramai dan telah menjadi ibu kota negara, akan mempertahankan dominasi budaya dan ekonominya. Ketahanan kota ini sangat penting, mengingat tantangan lingkungannya, terutama kerentanannya terhadap penurunan permukaan tanah dan banjir. Di sisi lain, kemunculan ibu kota baru ini menghadirkan peluang yang menguntungkan, terutama bagi sektor swasta. Sektor swasta dapat membina hubungan simbiosis mutualisme dengan tujuan pemerintah melalui investasi strategis di bidang infrastruktur, real estat, dan berbagai fasilitas. Kemitraan ini akan digarisbawahi oleh model pendapatan yang mencakup biaya pengguna langsung, konsesi, manfaat pajak, dan banyak lagi, yang mendorong pertumbuhan bersama.

Disadur dari: www.tandfonline.com

Selengkapnya
"Ibu Kota Baru Indonesia: Prospek dan Tantangan dalam Membangun Kota Baru di Kalimantan sebagai Pemindahan dari Jakarta"
« First Previous page 601 of 1.104 Next Last »