Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan bahwa akan ada 10.789 aktivitas gempa bumi di Indonesia pada tahun 2023. Jumlah ini melebihi rata-rata gempa bumi tahunan yang mencapai 7.000 kali. Dari total jumlah gempa yang tercatat, gempa yang dirasakan oleh masyarakat terjadi sebanyak 861 kali, 24 di antaranya menyebabkan kerusakan signifikan pada bangunan, terutama rumah tinggal.
"Ada pepatah mengatakan bahwa bukan gempanya yang mematikan, melainkan kegagalan struktur bangunan dalam menahan beban gempa yang dihasilkan oleh gempa. Indonesia yang sering terkena dampak aktivitas seismik menghadapi konsekuensi serius seperti kerusakan struktur bangunan, terutama perumahan," ujar Dr. Dipl.-Ing. Nuraziz Handika, S.T., M.T., M.Sc., Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Dia menambahkan bahwa gempa bumi menyebabkan getaran fisik pada bangunan dan menunjukkan kekurangan dalam aspek desain dan konstruksi. Kelemahan-kelemahan ini membahayakan integritas struktural dan meningkatkan risiko kerusakan fatal pada bangunan selama gempa bumi.
Nuraziz Handika menyoroti masalah detail penulangan dan sambungan pada bangunan yang menjadi salah satu penyebab terbesar kerusakan struktur bangunan. Menurutnya, kualitas bahan bangunan, detail penulangan, dan sambungan pada dinding, kolom, dan balok menjadi faktor utama penyebab kerusakan dan keruntuhan fasilitas umum, fasilitas sosial, rumah tinggal, dan bangunan sederhana lainnya saat diguncang gempa.
"Untuk membuat bangunan tahan gempa, perlu diperhatikan aspek-aspek, seperti sambungan, pemilihan, dan persiapan material sebelum digunakan, detail pekerjaan penulangan, penahan dinding ke kolom, detail penulangan balok kolom, dan hal lainnya agar sesuai dengan standar. Sebagai contoh, diperlukan panjang angkur yang sesuai pada sambungan antara kolom dan balok sloof, dimana tulangan kolom di bagian atas dan bawah/pondasi kolom harus lebih besar minimal 40 kali diameter," ujar Dr.
Nuraziz, dosen struktur dengan konsentrasi penelitian pada fenomena keretakan dan kerusakan material konstruksi, mengungkapkan bahwa standar yang digunakan sebagai acuan adalah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Nuraziz memberikan contoh perhitungan yang baik mengenai angkur baja untuk kolom dan dinding bata agar lebih mudah dipahami. Dia berkata, "Dalam hal ini, jika diameter tulangan yang digunakan adalah 10 mm, maka panjang angkur minimum harus 40 cm ke kanan dan ke kiri sudut bangunan. Angkur ini diaplikasikan pada setiap enam lapis bata. Selanjutnya, angkur besi dicor pada pasangan bata sebagai pengikat antara kolom dan dinding. Dengan cara ini, sambungan atau angkur akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan."
Prinsip yang sama juga berlaku untuk sambungan pada gunung (atap) dan sudut dinding. Penahan yang tepat diperlukan pada kolom-kolom di tengah dinding yang terhubung ke segitiga atap pelana dan pada kolom-kolom yang bertemu dengan sudut dinding. Nuraziz mengatakan bahwa untuk membuat sebuah bangunan tahan gempa, ada beberapa persyaratan dasar, diantaranya adalah bahan bangunan yang berkualitas baik, adanya dimensi struktur yang sesuai, sambungan yang baik pada elemen struktur utama, dan kualitas pekerjaan yang baik. Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan ini tidak terlihat secara kasat mata dan baru akan teruji ketika gempa terjadi. Oleh karena itu, patuhilah proses dan standar dalam pembangunan gedung untuk menjaga keselamatan kita bersama," ujar Dr. Nuraziz, lulusan doktoral dari Institut National des Sciences Appliquées de Toulouse, Perancis.
Heri Hermansyah, ST, M.Eng, IPU mengatakan, "Dalam menghadapi ancaman gempa bumi yang sering melanda Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana konstruksi bangunan yang kita tinggali dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi penghuninya. Menerapkan prinsip-prinsip konstruksi tahan gempa, seperti pemilihan material yang tepat, sambungan struktur yang kuat, dan desain yang mempertimbangkan kerentanan terhadap goncangan, menjadi kunci dalam upaya melindungi rumah dari dampak kerusakan yang mungkin timbul akibat gempa bumi."
Disadur dari: www.ui.ac.id