Geodesi dan Geomatika
Dipublikasikan oleh Anisa pada 17 Maret 2025
Sistem Penentuan Posisi Global (GPS), awalnya dikenal sebagai Navstar GPS, merupakan seperti "detektif satelit" yang membantu kita menavigasi dan melacak posisi di seluruh dunia. Digagas oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1973, GPS terdiri dari 24 satelit yang berputar di luar angkasa dan memberikan informasi posisi dan waktu kepada penerima GPS di Bumi.
Meski dimiliki dan dioperasikan oleh United States Space Force, GPS dapat diakses secara bebas oleh siapa pun yang memiliki penerima GPS. Seiring berjalannya waktu, GPS telah menjadi sahabat setia bagi militer, sipil, dan pengguna komersial di seluruh dunia.
Pada awalnya, GPS hanya untuk kepentingan militer Amerika Serikat. Namun, sejak dekade 1980-an, pemakaian sipil diizinkan, membuka peluang besar bagi teknologi ini. Bahkan, smartphone kita pun dapat memanfaatkan GPS untuk menentukan posisi dengan akurasi yang memukau.
Tentu, perjalanan GPS tidak selalu mulus. Pada tahun 1990-an, pemerintah AS menggunakan teknologi Selective Availability untuk merendahkan akurasi GPS secara selektif. Keputusan ini berdampak luas, bahkan memengaruhi militer India selama Perang Kargil tahun 1999. Teknologi ini akhirnya dihentikan pada tahun 2000, membuka jalan bagi akurasi GPS yang lebih baik.
Sejak saat itu, GPS terus berkembang. Saat ini, akurasi GPS mencapai tingkat yang mengesankan. Penerima GPS dengan teknologi terkini dapat memberikan akurasi hingga beberapa sentimeter saja. Bahkan, ponsel pintar kita dapat memberikan informasi lokasi dengan akurasi sekitar 4.9-meter atau lebih baik, terutama dengan bantuan layanan seperti penentuan posisi Wi-Fi.
Ketahui bahwa cerita GPS belum berakhir. Saat ini, ada upaya untuk memodernisasi GPS dengan meluncurkan generasi berikutnya dari satelit GPS dan sistem kontrol operasional terkini. Sejak Juli 2023, 18 satelit GPS sudah siap mengirimkan sinyal L5, dan kita menantikan kehadiran penuhnya dengan 24 satelit pada tahun 2027. Sebuah petualangan global yang terus berkembang, menjadikan kita lebih terhubung dan terarah di muka bumi ini.
Disadur dari:
Keinsinyuran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Maret 2025
Dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), persaingan tenaga kerja semakin ketat, terutama di bidang keinsinyuran. Profesi ini tidak hanya membutuhkan keterampilan teknis yang mumpuni tetapi juga legalitas dalam bentuk sertifikasi profesional. Jurnal Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional karya Intan Supraba membahas pentingnya sertifikasi bagi insinyur Indonesia agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing.
Penelitian ini menyoroti bagaimana sertifikasi insinyur profesional (SIP) yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) berkontribusi dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja teknik. Selain itu, jurnal ini mengidentifikasi tantangan dalam penyelenggaraan sertifikasi di Indonesia serta memberikan rekomendasi untuk penyempurnaannya.
MEA yang berlaku sejak 2015 memberikan peluang sekaligus tantangan bagi tenaga kerja profesional di Indonesia. Dalam sektor keinsinyuran, banyak tenaga kerja asing yang masuk dan mengisi berbagai posisi strategis karena memiliki sertifikasi profesional yang diakui internasional.
Di Indonesia, upaya untuk meningkatkan daya saing insinyur telah diatur melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 35 Tahun 2016 yang mengamanatkan 40 perguruan tinggi untuk menyelenggarakan Program Studi Program Profesi Insinyur (PSPPI).
Namun, masih banyak insinyur yang belum memiliki sertifikasi ini karena kurangnya pemahaman mengenai manfaatnya. Oleh karena itu, jurnal ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pentingnya SIP serta kendala dalam implementasinya.
Sertifikasi Insinyur Profesional di Indonesia
Persatuan Insinyur Indonesia (PII) memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi insinyur profesional dalam beberapa jenjang, yaitu:
Jurnal ini menyoroti bahwa di beberapa negara maju, hanya insinyur dengan lisensi Professional Engineer (PE) yang dapat melakukan design approval. Untuk mendapatkan gelar PE, insinyur harus melewati serangkaian ujian, wawancara, serta pengalaman kerja yang terstruktur. Hal ini berbeda dengan Indonesia, di mana sistem sertifikasi masih dalam tahap pengembangan dan belum sepenuhnya diwajibkan dalam proyek-proyek konstruksi pemerintah maupun swasta.
Tantangan dalam Implementasi Sertifikasi Insinyur
Penelitian ini menemukan beberapa kendala dalam penyelenggaraan sertifikasi insinyur di Indonesia, antara lain:
Kegagalan Infrastruktur akibat Kurangnya Insinyur Profesional
Jurnal ini menyoroti beberapa kasus kegagalan infrastruktur di Indonesia yang diduga terkait dengan kurangnya profesionalisme dan sertifikasi insinyur, antara lain:
Kasus-kasus ini menegaskan bahwa pentingnya sertifikasi insinyur profesional bukan hanya sebagai dokumen administratif, tetapi sebagai jaminan kompetensi dan keselamatan publik.
Perlunya Regulasi yang Lebih Ketat
Pemerintah harus mengeluarkan regulasi yang lebih ketat terkait kewajiban memiliki SIP untuk semua insinyur yang terlibat dalam proyek publik dan swasta. Regulasi ini harus mencakup:
Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan tentang SIP
Agar sertifikasi ini lebih diminati oleh insinyur, perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan yang lebih luas, seperti:
Meningkatkan Standar Ujian dan Evaluasi Kompetensi
Untuk memastikan bahwa hanya insinyur yang kompeten yang mendapatkan sertifikasi, perlu adanya standar evaluasi yang lebih ketat. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:
Jurnal Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional memberikan wawasan mendalam mengenai pentingnya sertifikasi dalam meningkatkan daya saing insinyur Indonesia. Beberapa poin utama dari penelitian ini adalah:
Dengan memperbaiki sistem sertifikasi insinyur, Indonesia dapat menghasilkan tenaga kerja teknik yang lebih kompeten dan mampu bersaing di tingkat internasional.
Sumber: Intan Supraba. Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional. Prosiding Simposium II – UNIID 2017, e-ISBN: 978-979-587-734-9, Palembang, 19-20 September 2017.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Dalam dunia industri, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek krusial yang bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. PT. Putra Perkasa Abadi, perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang beroperasi di Kalimantan Selatan, menyadari pentingnya memiliki Emergency Response Plan (ERP) yang efektif guna melindungi karyawan serta aset perusahaan dari bencana kebakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan ERP dan menentukan lokasi serta jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang optimal di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi. Metode yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif, dengan pendekatan identifikasi fire hazard, perencanaan jalur evakuasi, dan optimasi pemasangan APAR menggunakan metode set covering.
Penelitian ini melibatkan tiga tahap utama:
Penelitian mengidentifikasi berbagai sumber kebakaran di dalam gedung, antara lain:
Sebagian besar kebakaran yang terjadi di kantor umumnya berkaitan dengan korsleting listrik, yang merupakan penyebab utama 80% kebakaran gedung di Indonesia berdasarkan data Kementerian PUPR.
Evaluasi Jalur Evakuasi
Optimasi Pemasangan APAR
Jenis APAR yang digunakan di gedung ini adalah:
Lokasi pemasangan APAR ditentukan berdasarkan:
Metode set covering digunakan untuk mengoptimalkan lokasi pemasangan APAR, sehingga jumlah alat yang digunakan tetap efisien tetapi tetap memberikan perlindungan maksimal.
Komunikasi Darurat
Untuk memastikan respons cepat dalam situasi kebakaran, setiap ruangan akan dilengkapi dengan:
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran yang terjadi di gedung perkantoran di Indonesia, termasuk:
1. Kebakaran Gedung Cyber 1 Jakarta (2021)
2. Kebakaran Gedung Keuangan Negara Jakarta (2020)
Dari studi kasus ini, terlihat bahwa kurangnya perencanaan ERP yang baik serta sistem deteksi kebakaran yang tidak optimal dapat memperburuk dampak kebakaran.
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Jalur Evakuasi dan Meeting Point
3. Peningkatan Sistem Proteksi Kebakaran
4. Peningkatan Infrastruktur Teknologi Keselamatan
Penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan penentuan lokasi APAR di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi masih perlu ditingkatkan. Dengan menerapkan rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat Meningkatkan efektivitas evakuasi dalam keadaan darurat. Meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan materiil akibat kebakaran. Meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja yang berlaku. Implementasi yang lebih baik dari sistem ERP dan optimasi proteksi kebakaran akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan terlindungi dari ancaman kebakaran.
Sumber Asli Paper
Apgani, M. J. A., Fachruzzaki, & Lestari, R. (2023). Perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan Penentuan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada Gedung Office PT. Putra Perkasa Abadi. Jurnal Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan, 4(2), 113-120.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Kebakaran di gedung tinggi merupakan salah satu risiko terbesar dalam dunia konstruksi dan perkantoran. Tanpa sistem manajemen keselamatan kebakaran (Fire Safety Management/FSM) yang baik, insiden kebakaran dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar, korban jiwa, serta gangguan operasional. Studi ini mengevaluasi penerapan FSM di Grand Slipi Tower, Jakarta, sebuah gedung perkantoran 40 lantai dengan luas 79.492,32 m². Evaluasi dilakukan berdasarkan Human System (faktor manusia), Equipment System (sistem peralatan proteksi kebakaran), dan SOP (prosedur operasional baku) serta kepatuhannya terhadap regulasi teknis proteksi kebakaran di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei kuesioner yang dibagikan kepada 55 responden dari total 122 staf pengelola gedung.
Tiga variabel utama yang diteliti adalah:
Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana dan uji statistik t-test dan F-test untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran. Berdasarkan hasil analisis, faktor manusia (Human System) memiliki pengaruh sebesar 71,3% terhadap kepatuhan standar kebakaran.
Beberapa temuan penting terkait faktor manusia adalah:
Sistem proteksi kebakaran yang digunakan di gedung ini mencakup fire alarm, alat pemadam api ringan (APAR), sprinkler, dan hydrant. Namun, penelitian menemukan bahwa tingkat efektivitas sistem peralatan hanya mencapai 64,8% dari standar ideal. Beberapa masalah yang ditemukan adalah:
Beberapa kendala dalam penerapan SOP antara lain:
Ketika ketiga variabel (Human System, Equipment System, dan SOP) dikombinasikan, pengaruhnya terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran mencapai 83,1%. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan kebakaran tidak hanya bergantung pada satu aspek saja, tetapi harus melibatkan sumber daya manusia, peralatan yang memadai, serta SOP yang jelas dan diterapkan secara konsisten.
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran di Jakarta yang terjadi akibat kurangnya penerapan FSM, antara lain:
Kedua kasus ini menunjukkan bahwa tanpa FSM yang baik, kebakaran bisa menyebabkan kerugian besar dan menghambat operasional perusahaan dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di Grand Slipi Tower dan gedung perkantoran lainnya adalah:
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Sistem Proteksi Kebakaran
3. Penyesuaian SOP dengan Standar Internasional
Studi ini menegaskan bahwa Fire Safety Management (FSM) di Grand Slipi Tower masih perlu ditingkatkan, terutama dalam aspek pelatihan karyawan, sistem peralatan proteksi kebakaran, dan penerapan SOP.
Dengan menerapkan strategi perbaikan yang telah direkomendasikan, gedung ini dapat:
✔ Meningkatkan kesiapan dalam menghadapi kebakaran.
✔ Meminimalkan potensi korban jiwa dan kerugian finansial.
✔ Mematuhi standar keselamatan kebakaran yang berlaku.
Implementasi FSM yang lebih baik tidak hanya akan meningkatkan keselamatan penghuni gedung, tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional bisnis dalam jangka panjang.
Sumber
Effendie, M. I. N. (2017). Penerapan Fire Safety Management pada Bangunan Gedung Grand Slipi Tower Dikaitkan dengan Pemenuhan Peraturan dan Standar Teknis Proteksi Kebakaran. Jurnal Media Teknik & Sistem Industri, 1(1), 66-71.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Kebakaran di bangunan bertingkat tinggi menjadi tantangan besar bagi petugas pemadam kebakaran di banyak kota, termasuk Rawalpindi, Pakistan. Salah satu insiden kebakaran paling tragis terjadi di Ghakkar Plaza, Rawalpindi, pada 2008, yang menewaskan 13 petugas pemadam kebakaran. Kejadian ini menyoroti berbagai kelemahan dalam sistem tanggap darurat kebakaran, seperti kurangnya koordinasi, keterbatasan sumber daya, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan keselamatan gedung.
Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan pemadam kebakaran mengenai cara meningkatkan respons darurat kebakaran di bangunan tinggi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini melibatkan 25 petugas pemadam kebakaran dari lima stasiun penyelamatan di Rawalpindi serta dua diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan 10 peserta.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi-terstruktur dan diskusi kelompok terfokus untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi respons darurat kebakaran. Terdapat empat aspek utama yang diteliti:
Berdasarkan wawancara, 95% responden menyatakan bahwa kurangnya peralatan dan kendaraan pemadam kebakaran menjadi tantangan utama dalam operasi pemadaman kebakaran di bangunan tinggi.
Sebanyak 90% responden melaporkan bahwa kurangnya koordinasi dengan dinas lalu lintas dan kepolisian menghambat respons kebakaran.
Menurut 95% responden, banyak bangunan di Rawalpindi yang tidak mematuhi peraturan keselamatan kebakaran.
Meskipun sebagian besar petugas telah mendapatkan pelatihan dasar, 70% responden menyatakan bahwa mereka membutuhkan pelatihan lanjutan dalam menangani kebakaran gedung tinggi.
Salah satu insiden kebakaran paling tragis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebakaran di Ghakkar Plaza pada 20 Desember 2008.
Insiden ini menunjukkan pentingnya implementasi sistem keselamatan kebakaran yang lebih ketat, termasuk inspeksi rutin terhadap gedung bertingkat tinggi dan peningkatan kapasitas tim pemadam kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas respons kebakaran di Rawalpindi:
1. Peningkatan Infrastruktur dan Peralatan Pemadam Kebakaran
2. Meningkatkan Koordinasi Antar-Instansi
3. Memperketat Standar Keselamatan Gedung
4. Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan Pemadam Kebakaran
Studi ini menegaskan bahwa respons pemadam kebakaran di Rawalpindi masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek sumber daya, koordinasi antar-lembaga, dan kepatuhan terhadap standar keselamatan gedung. Dengan meningkatkan infrastruktur, memperkuat koordinasi, serta menerapkan regulasi yang lebih ketat, keselamatan publik dalam kebakaran bangunan tinggi dapat ditingkatkan secara signifikan.
Sumber
Akhter, S. (2014). Firefighters’ View on Improving Fire Emergency Response: A Case Study of Rawalpindi. International Journal of Humanities and Social Science, 4(7), 143-149.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Bencana dan keadaan darurat dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di tempat kerja. Kejadian seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, ledakan bahan kimia, hingga insiden radiologi dapat mengganggu operasional bisnis, menyebabkan kerugian material, serta membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan wajib memiliki rencana darurat yang komprehensif untuk memitigasi risiko bencana dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Penelitian yang dilakukan oleh Murat Can Duruel dan Ahmet Çelebi bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif di tempat kerja. Studi ini mengadopsi metode analisis dokumen dan menerapkan rencana darurat pada sebuah pabrik produksi alat tulis di Kocaeli, Turki.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama:
Empat tahap utama dalam pembuatan rencana bencana di tempat kerja:
1. Pembentukan Tim Perencana
Tim perencana terdiri dari berbagai pihak yang memiliki tanggung jawab dalam keselamatan kerja, termasuk:
Tim ini bertanggung jawab dalam mengidentifikasi potensi risiko, mengembangkan prosedur tanggap darurat, serta menyusun rencana komunikasi dan evakuasi.
2. Identifikasi Bahaya dan Analisis Risiko
Bahaya yang diidentifikasi dalam studi ini meliputi:
Studi ini menggunakan matriks risiko tipe L untuk mengevaluasi tingkat risiko berdasarkan dua faktor utama:
Hasil analisis menunjukkan bahwa kebakaran dan paparan bahan kimia merupakan ancaman paling signifikan bagi pabrik tersebut.
3. Pengembangan dan Implementasi Rencana Darurat
Berdasarkan hasil analisis risiko, studi ini menyusun strategi mitigasi dan respons terhadap keadaan darurat, yang mencakup:
A. Tindakan Pencegahan dan Mitigasi
B. Prosedur Evakuasi dan Komunikasi Darurat
C. Pembentukan Tim Tanggap Darurat
Tim tanggap darurat terdiri dari:
4. Evaluasi dan Simulasi
Studi ini menekankan pentingnya pengujian rencana darurat melalui simulasi berkala. Dalam pabrik yang menjadi studi kasus:
Pada 15 Januari 2023, terjadi kebakaran di salah satu gudang penyimpanan bahan baku.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rencana tanggap darurat yang diterapkan berhasil mencegah kebakaran menjadi lebih besar dan menyelamatkan pekerja. Namun, perlu ada perbaikan dalam sistem komunikasi untuk memastikan seluruh karyawan menerima informasi secara lebih cepat. Penelitian ini menegaskan bahwa rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif dapat mengurangi dampak insiden serta meningkatkan keselamatan pekerja. Beberapa rekomendasi utama dari studi ini meliputi:
Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan terhadap bencana, melindungi aset, serta memastikan keselamatan pekerja dalam jangka panjang.
Sumber
Duruel, M. C., & Çelebi, A. (2023). Workplace Disaster and Emergency Plans, Risk Analysis and Implementation. Resilience Journal, 7(2), 357-373.