Penerapan Manajemen Keselamatan Kebakaran di Gedung Grand Slipi Tower: Analisis Kepatuhan terhadap Standar Keselamatan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

21 Februari 2025, 16.22

pexels.com

Kebakaran di gedung tinggi merupakan salah satu risiko terbesar dalam dunia konstruksi dan perkantoran. Tanpa sistem manajemen keselamatan kebakaran (Fire Safety Management/FSM) yang baik, insiden kebakaran dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar, korban jiwa, serta gangguan operasional. Studi ini mengevaluasi penerapan FSM di Grand Slipi Tower, Jakarta, sebuah gedung perkantoran 40 lantai dengan luas 79.492,32 m². Evaluasi dilakukan berdasarkan Human System (faktor manusia), Equipment System (sistem peralatan proteksi kebakaran), dan SOP (prosedur operasional baku) serta kepatuhannya terhadap regulasi teknis proteksi kebakaran di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei kuesioner yang dibagikan kepada 55 responden dari total 122 staf pengelola gedung.

Tiga variabel utama yang diteliti adalah:

  1. Human System 
  2. Equipment System 
  3. SOP (Standard Operating Procedure) 

Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana dan uji statistik t-test dan F-test untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran. Berdasarkan hasil analisis, faktor manusia (Human System) memiliki pengaruh sebesar 71,3% terhadap kepatuhan standar kebakaran.

Beberapa temuan penting terkait faktor manusia adalah:

  • Kurangnya pelatihan kebakaran rutin, yang menyebabkan sebagian staf tidak mengetahui langkah-langkah darurat dengan baik.
  • Minimnya kesadaran akan penggunaan alat pemadam api.
  • Tidak adanya tim tanggap darurat yang terlatih secara profesional.

Sistem proteksi kebakaran yang digunakan di gedung ini mencakup fire alarm, alat pemadam api ringan (APAR), sprinkler, dan hydrant. Namun, penelitian menemukan bahwa tingkat efektivitas sistem peralatan hanya mencapai 64,8% dari standar ideal. Beberapa masalah yang ditemukan adalah:

  • Beberapa alat pemadam api tidak diperiksa secara berkala.
  • Sistem deteksi kebakaran belum terintegrasi dengan sistem evakuasi gedung.
  • Beberapa sprinkler tidak berfungsi dengan baik.

Beberapa kendala dalam penerapan SOP antara lain:

  • Tidak semua karyawan mengetahui jalur evakuasi.
  • Dokumentasi SOP tidak tersedia dalam bentuk yang mudah diakses oleh seluruh staf.
  • Kurangnya latihan evakuasi kebakaran secara berkala.

Ketika ketiga variabel (Human System, Equipment System, dan SOP) dikombinasikan, pengaruhnya terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran mencapai 83,1%. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan kebakaran tidak hanya bergantung pada satu aspek saja, tetapi harus melibatkan sumber daya manusia, peralatan yang memadai, serta SOP yang jelas dan diterapkan secara konsisten.

Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran di Jakarta yang terjadi akibat kurangnya penerapan FSM, antara lain:

  1. Kebakaran Wisma Kosgoro (2015)
    • Penyebab: Korsleting listrik di lantai 16.
    • Dampak: Api menyebar ke 5 lantai lainnya karena tidak ada sprinkler yang berfungsi dengan baik.
    • Evaluasi: Sistem alarm berfungsi, tetapi proses evakuasi terganggu karena minimnya latihan kebakaran sebelumnya.
  2. Kebakaran Gedung Keuangan Negara (2020)
    • Penyebab: Ledakan panel listrik di ruang arsip.
    • Dampak: Data penting terbakar, kerugian mencapai miliaran rupiah.
    • Evaluasi: Sistem deteksi asap tidak dapat mengaktifkan alarm secara otomatis, menyebabkan keterlambatan respons.

Kedua kasus ini menunjukkan bahwa tanpa FSM yang baik, kebakaran bisa menyebabkan kerugian besar dan menghambat operasional perusahaan dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di Grand Slipi Tower dan gedung perkantoran lainnya adalah:

1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan

  • Pelatihan keselamatan kebakaran harus dilakukan setiap 6 bulan.
  • Simulasi evakuasi harus dilakukan secara berkala dengan keterlibatan seluruh karyawan.
  • Setiap lantai harus memiliki petugas keamanan khusus yang dilatih sebagai tim tanggap darurat kebakaran.

2. Optimalisasi Sistem Proteksi Kebakaran

  • Seluruh peralatan pemadam api harus diuji setiap 3 bulan.
  • Memastikan semua sprinkler berfungsi dengan baik dan diperiksa oleh tim teknis.
  • Mengintegrasikan alarm kebakaran dengan sistem evakuasi otomatis untuk mempercepat respons darurat.

3. Penyesuaian SOP dengan Standar Internasional

  • Dokumentasi SOP harus tersedia dalam bentuk yang mudah diakses oleh seluruh staf, termasuk dalam bentuk digital.
  • Petunjuk jalur evakuasi harus diperjelas dengan tanda-tanda yang lebih besar dan mudah terlihat.
  • Tim keselamatan gedung harus melakukan audit berkala terhadap penerapan SOP.

Studi ini menegaskan bahwa Fire Safety Management (FSM) di Grand Slipi Tower masih perlu ditingkatkan, terutama dalam aspek pelatihan karyawan, sistem peralatan proteksi kebakaran, dan penerapan SOP.

Dengan menerapkan strategi perbaikan yang telah direkomendasikan, gedung ini dapat:
✔ Meningkatkan kesiapan dalam menghadapi kebakaran.
✔ Meminimalkan potensi korban jiwa dan kerugian finansial.
✔ Mematuhi standar keselamatan kebakaran yang berlaku.

Implementasi FSM yang lebih baik tidak hanya akan meningkatkan keselamatan penghuni gedung, tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional bisnis dalam jangka panjang.

Sumber 

Effendie, M. I. N. (2017). Penerapan Fire Safety Management pada Bangunan Gedung Grand Slipi Tower Dikaitkan dengan Pemenuhan Peraturan dan Standar Teknis Proteksi Kebakaran. Jurnal Media Teknik & Sistem Industri, 1(1), 66-71.