Keselamatan Industri

Penerapan Sistem Keselamatan Industri Berbasis Otomasi: Studi Kasus dan Evaluasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan industri telah menjadi prioritas utama bagi banyak perusahaan manufaktur dan industri berat. Dalam era modern, penggunaan teknologi otomatisasi untuk meningkatkan keselamatan kerja telah berkembang pesat. Pratik Bhosale, Sushant Jagtap, dan Anantrao Patil (2016) dalam penelitiannya menyoroti bagaimana Safety Integrity Level (SIL) dan Category (CAT) dapat diterapkan dalam industri untuk mengurangi kecelakaan kerja. Penelitian ini juga membahas pentingnya Programmable Logic Controller (PLC) dan perangkat keselamatan lainnya untuk melindungi pekerja dari bahaya operasional.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Industri

1. Peningkatan Risiko Kecelakaan Kerja

  • Data menunjukkan bahwa sebagian besar kecelakaan industri terjadi akibat kesalahan manusia.
  • Kecelakaan akibat kesalahan operasional mencapai lebih dari 60% dari total insiden.

2. Standar Keselamatan dan Regulasi

  • Regulasi keselamatan seperti EU Machinery Directive 2006/42/EC menjadi pedoman dalam desain sistem keselamatan.
  • Penggunaan standar ISO 13855 dan EN 62061 membantu dalam menentukan jarak aman dan kecepatan respons perangkat keselamatan.

3. Teknologi Keselamatan Berbasis Otomasi

  • Safety PLC digunakan untuk mengontrol sistem keselamatan secara otomatis.
  • Sensor dan perangkat pendukung seperti light curtains dan pressure-sensitive mats membantu mencegah kecelakaan sebelum terjadi.

Studi Kasus dan Data Statistik

  • Implementasi safety PLC di industri otomotif mengurangi kecelakaan kerja sebesar 35% dalam tiga tahun.
  • Penggunaan light curtains dalam manufaktur baja meningkatkan efisiensi produksi hingga 20% karena mengurangi downtime akibat kecelakaan.
  • Analisis biaya kecelakaan oleh Health and Safety Executive (HSE) menunjukkan bahwa satu kecelakaan industri dapat menimbulkan kerugian hingga £90.000.

Implementasi Sistem Keselamatan Berbasis Otomasi

1. Evaluasi Risiko dengan SIL dan CAT

  • SIL digunakan untuk menilai tingkat keandalan sistem keselamatan dalam mengendalikan risiko industri.
  • Kategori keselamatan (CAT) membantu menentukan jenis pengamanan yang dibutuhkan berdasarkan tingkat bahaya yang diidentifikasi.

2. Penggunaan Perangkat Keselamatan Modern

  • Light Curtains: Digunakan untuk mendeteksi keberadaan pekerja di area berbahaya dan menghentikan operasi mesin secara otomatis.
  • Pressure-Sensitive Mats: Mencegah kecelakaan dengan menonaktifkan mesin saat pekerja memasuki area berbahaya.
  • SCADA dan IoT: Memungkinkan pemantauan keselamatan secara real-time dan otomatisasi proses mitigasi risiko.

3. Strategi Pencegahan Kecelakaan

  • Penerapan Safety Plan berbasis EN 62061, yang mencakup analisis risiko, pengujian sistem keselamatan, serta verifikasi dan validasi protokol keselamatan.
  • Pelatihan rutin bagi pekerja untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Tantangan dalam Implementasi Sistem Keselamatan

  1. Tingginya Biaya Implementasi
    • Perusahaan kecil dan menengah sering kali kesulitan mengalokasikan anggaran untuk sistem keselamatan otomatis.
  2. Kurangnya Kesadaran dan Pelatihan
    • Banyak pekerja yang belum memahami cara kerja perangkat keselamatan modern dan sering kali mengabaikan prosedur keselamatan.
  3. Kompleksitas Integrasi dengan Sistem yang Sudah Ada
    • Sistem keselamatan berbasis PLC dan IoT harus dikonfigurasi dengan benar agar tidak mengganggu produktivitas.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Industri

  1. Peningkatan Investasi dalam Teknologi Keselamatan
    • Pemerintah dan perusahaan dapat bekerja sama untuk memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi keselamatan.
  2. Pelatihan Keselamatan yang Berkelanjutan
    • Penggunaan simulasi berbasis Virtual Reality (VR) untuk pelatihan pekerja dalam situasi berbahaya.
  3. Pemanfaatan Teknologi AI dan IoT untuk Pemantauan Keselamatan
    • Sistem berbasis kecerdasan buatan dapat menganalisis data dari perangkat keselamatan untuk mengidentifikasi potensi risiko sebelum insiden terjadi.

Penerapan sistem keselamatan berbasis otomatisasi dalam industri dapat secara signifikan mengurangi tingkat kecelakaan kerja dan meningkatkan efisiensi produksi. Dengan penggunaan PLC, sensor keselamatan, serta integrasi AI dan IoT, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif. Namun, tantangan seperti tingginya biaya implementasi dan kurangnya kesadaran pekerja harus diatasi dengan strategi yang tepat, termasuk insentif investasi dan pelatihan berkelanjutan.

Sumber: Bhosale, P., Jagtap, S., & Patil, A. (2016). ‘Implementation of Industrial Safety’. International Journal of Innovations in Engineering Research and Technology, 3(4), 1-7.

Selengkapnya
Penerapan Sistem Keselamatan Industri Berbasis Otomasi: Studi Kasus dan Evaluasi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Manufaktur: Studi Kasus Akaki Basic Metal Industry

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam industri manufaktur. Studi terbaru oleh Fasil Kebede Tesfaye, Development of Industrial Occupational Safety and Health Models in Manufacturing Industries: The Case of Akaki Basic Metal Industry, menyoroti tantangan dan solusi dalam meningkatkan keselamatan kerja di industri logam di Ethiopia. Dengan menganalisis data dari 215 responden, penelitian ini menawarkan model struktural yang menghubungkan budaya keselamatan, kebijakan, dan iklim kerja terhadap produktivitas perusahaan.

Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Manufaktur

Industri manufaktur, khususnya di negara berkembang, memiliki tingkat kecelakaan kerja yang tinggi. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), sekitar 125 juta pekerja mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja setiap tahunnya, dengan 220.000 kematian. Di Ethiopia, laporan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Urusan Sosial (MOLSA, 2016) mencatat 25.812 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan cacat permanen atau kematian.

Penelitian ini menemukan bahwa pada tahun 2009, jumlah kecelakaan di Akaki Basic Metal Industry mencapai 125 kasus dengan 2.336 jam kerja, menghasilkan rasio kecelakaan sebesar 0,0535 per jam kerja. Angka ini menurun menjadi 0,0210 per jam kerja pada tahun 2013, menunjukkan perbaikan yang masih belum cukup signifikan.

Model Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Dikembangkan

Penelitian menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dan Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk membangun model keselamatan yang dapat meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

  • Budaya keselamatan, kebijakan keselamatan, dan iklim keselamatan memiliki pengaruh langsung terhadap produktivitas perusahaan.
  • Kepemimpinan keselamatan dan promosi keselamatan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keselamatan.
  • Pelatihan keselamatan, komunikasi internal, dan pengawasan tidak memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas perusahaan.

Model ini membuktikan bahwa peningkatan budaya dan kebijakan keselamatan lebih efektif dibandingkan hanya memberikan pelatihan atau komunikasi terkait keselamatan kerja.

Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan Produktivitas

Beberapa faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja di industri ini adalah:

  1. Kepemimpinan Keselamatan: 65% pekerja merasa kepemimpinan perusahaan tidak memberikan perhatian cukup pada keselamatan.
  2. Iklim Keselamatan: Lebih dari 50% pekerja merasa bahwa lingkungan kerja tidak cukup aman.
  3. Kebijakan Keselamatan: 50% pekerja tidak puas dengan kebijakan keselamatan yang diterapkan.
  4. Manajemen Bahaya: 71% pekerja menyatakan bahwa perusahaan tidak mengelola risiko dengan baik.
  5. Pelatihan Keselamatan: 68% pekerja merasa bahwa pelatihan keselamatan tidak memadai.

Perusahaan ini mengalami tantangan serius dalam penerapan keselamatan kerja. Beberapa temuan utama dari penelitian ini antara lain:

  • Minimnya Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD): Banyak pekerja di area produksi tidak menggunakan masker atau pelindung mata.
  • Ventilasi yang Buruk: Pekerja di area peleburan terpapar asap berbahaya tanpa perlindungan yang memadai.
  • Kurangnya Pengawasan: Tidak ada departemen khusus yang bertanggung jawab atas pencatatan kecelakaan kerja dan implementasi kebijakan keselamatan.

Dampak dari kondisi ini adalah tingginya angka absensi karena kecelakaan kerja, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas perusahaan.

Penelitian ini menawarkan beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di industri manufaktur lain:

  1. Meningkatkan Kepemimpinan Keselamatan: Manajer harus lebih aktif dalam mempromosikan budaya keselamatan.
  2. Menerapkan Kebijakan Keselamatan yang Lebih Ketat: Penggunaan APD harus diwajibkan dan diawasi secara ketat.
  3. Meningkatkan Kesadaran Keselamatan melalui Pelatihan Berkelanjutan.
  4. Membentuk Departemen K3 yang Khusus untuk mengawasi dan mencatat semua insiden terkait keselamatan.
  5. Meningkatkan Insentif bagi Pekerja agar mereka lebih sadar akan pentingnya keselamatan kerja.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa keselamatan kerja tidak hanya berhubungan dengan kesejahteraan pekerja, tetapi juga berdampak langsung pada produktivitas perusahaan. Dengan meningkatkan budaya keselamatan, menerapkan kebijakan yang ketat, dan memastikan lingkungan kerja yang aman, industri manufaktur dapat mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan efisiensi produksi.

Sumber Asli

Tesfaye, Fasil Kebede. Development of Industrial Occupational Safety and Health Models in Manufacturing Industries: The Case of Akaki Basic Metal Industry. College of Engineering and Technology, Mechanical Engineering, Mizan Tepi University, Tepi, Ethiopia. Preprints.org, 4 August 2023. doi:10.20944/preprints202308.0401.v1.

Selengkapnya
Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Manufaktur: Studi Kasus Akaki Basic Metal Industry

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Industri Galangan Kapal Kecil

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek fundamental dalam operasional industri yang berisiko tinggi, termasuk industri galangan kapal kecil. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 mengatur penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai standar wajib bagi perusahaan yang memiliki potensi bahaya besar atau mempekerjakan minimal 100 pekerja. Penelitian oleh Hugo Nainggolan dan Hendra dalam Jurnal Kesehatan Tambusai mengkaji implementasi SMK3 di industri galangan kapal kecil PT. X, menggunakan audit awal berdasarkan 64 kriteria yang ditetapkan dalam PP No. 50 Tahun 2012. Hasilnya menunjukkan tingkat kepatuhan hanya 21,88%, sementara ketidaksesuaian mencapai 78,12%, mencerminkan tantangan besar dalam implementasi SMK3 di sektor ini.

Hasil Evaluasi Penerapan SMK3 di PT. X

Penelitian ini mengungkapkan bahwa tingkat penerapan SMK3 di PT. X masih jauh dari optimal, dengan rincian sebagai berikut:

  • Kesesuaian penerapan SMK3: 21,88%.
  • Ketidaksesuaian penerapan SMK3: 78,12%.
    • Temuan mayor: 51%.
    • Temuan minor: 45%.
    • Temuan kritikal: 4%.

Kekurangan utama yang ditemukan meliputi kurangnya kebijakan keselamatan yang efektif, minimnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), serta kurangnya pelatihan keselamatan bagi pekerja. Selain itu, belum adanya prosedur standar operasional (SOP) untuk beberapa pekerjaan berisiko tinggi semakin memperburuk kondisi K3 di perusahaan.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan rendahnya penerapan SMK3 di industri galangan kapal kecil meliputi:

  1. Kurangnya Kepemimpinan dalam Keselamatan Kerja
    • Manajer dan pemimpin di PT. X belum menunjukkan komitmen penuh terhadap implementasi SMK3.
    • Tidak adanya sistem evaluasi rutin untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan keselamatan.
  2. Minimnya Pelatihan Keselamatan
    • Hanya 32% pekerja yang pernah mendapatkan pelatihan K3 formal.
    • Tidak ada prosedur kerja standar untuk pekerjaan berisiko tinggi seperti pengelasan dan penggunaan alat berat.
  3. Kurangnya Fasilitas dan Peralatan K3
    • 55% fasilitas keselamatan seperti rambu-rambu dan jalur evakuasi tidak tersedia atau dalam kondisi rusak.
    • APD yang tersedia tidak mencukupi jumlah pekerja yang ada.
  4. Tingkat Kepatuhan yang Rendah terhadap Regulasi
    • Perusahaan hanya memiliki tingkat kesesuaian sebesar 21,88% dengan PP No. 50 Tahun 2012.
    • Proses audit internal jarang dilakukan, sehingga banyak pelanggaran tidak teridentifikasi.

Untuk meningkatkan implementasi SMK3 di industri galangan kapal kecil, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan meliputi:

  1. Meningkatkan Kepemimpinan dalam K3
    • Manajemen harus menunjukkan komitmen yang lebih kuat dalam mendukung kebijakan keselamatan.
    • Menetapkan sistem penghargaan dan sanksi bagi pekerja yang patuh atau melanggar aturan K3.
  2. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Pekerja
    • Mengadakan pelatihan K3 secara rutin untuk seluruh pekerja.
    • Mengintegrasikan pelatihan dengan sertifikasi kompetensi K3 untuk pekerjaan berisiko tinggi.
  3. Menyediakan Fasilitas dan APD yang Memadai
    • Menyediakan APD berkualitas dan memastikan penggunaannya oleh seluruh pekerja.
    • Melakukan inspeksi rutin terhadap peralatan keselamatan dan memperbaiki fasilitas yang rusak.
  4. Meningkatkan Kepatuhan terhadap Regulasi
    • Mengimplementasikan sistem audit internal yang ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap SMK3.
    • Berkolaborasi dengan pihak eksternal, seperti Dinas Tenaga Kerja dan BPJS Ketenagakerjaan, untuk meningkatkan pengawasan terhadap implementasi SMK3.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa penerapan SMK3 di industri galangan kapal kecil PT. X masih jauh dari standar yang diharapkan. Dengan tingkat kepatuhan hanya 21,88%, banyak aspek yang perlu diperbaiki untuk memastikan keselamatan dan kesehatan pekerja di lingkungan kerja yang berisiko tinggi ini. Implementasi kebijakan yang lebih ketat, pelatihan yang memadai, serta peningkatan fasilitas dan pengawasan merupakan langkah kunci dalam meningkatkan efektivitas SMK3 di sektor ini.

Sumber Asli

Nainggolan, Hugo & Hendra. Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Galangan Kapal Kecil di Indonesia. Jurnal Kesehatan Tambusai, Volume 4, Nomor 4, Desember 2023. ISSN: 2774-5848 (Online), ISSN: 2774-0524 (Cetak).

Selengkapnya
Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Industri Galangan Kapal Kecil

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Evaluasi Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Industri 4.0

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Industri 4.0 menghadirkan revolusi besar dalam sektor manufaktur dengan integrasi teknologi canggih seperti Internet of Things (IoT), robotika, dan kecerdasan buatan. Namun, kemajuan ini juga membawa risiko baru bagi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Studi yang dilakukan oleh Aylin Adem, Erman Çakit, dan Metin Dağdeviren dalam jurnal SN Applied Sciences (2020) menyoroti risiko baru yang muncul akibat pergeseran ke lingkungan kerja berbasis teknologi tinggi. Dengan menggunakan pendekatan Hesitant Fuzzy Analytic Hierarchy Process (AHP), penelitian ini mengidentifikasi, mengelompokkan, dan memprioritaskan risiko K3 dalam konteks Industri 4.0.

Para peneliti menggunakan metode Hesitant Fuzzy AHP untuk menentukan peringkat risiko yang muncul akibat penggunaan teknologi Industri 4.0. Metode ini memungkinkan para ahli menilai risiko dengan lebih fleksibel dan akurat dibandingkan metode tradisional. Studi ini mengumpulkan data dari pakar industri dan membandingkan berbagai faktor risiko dengan mempertimbangkan tingkat kepentingannya.

Risiko Utama dalam Industri 4.0

Penelitian ini mengidentifikasi lima risiko utama dalam lingkungan kerja berbasis teknologi:

  1. Kelelahan Mental (Mental Fatigue)
    • Peringkat risiko tertinggi dalam penelitian ini.
    • Disebabkan oleh interaksi manusia-mesin yang kompleks dan tuntutan kognitif tinggi.
    • Berkontribusi terhadap stres kerja dan menurunkan produktivitas.
  2. Tekanan Psikologis (Psychological Pressure)
    • Timbul akibat kebutuhan untuk beradaptasi dengan tugas yang membutuhkan kreativitas tinggi.
    • Pekerja merasa tertekan karena harus menguasai teknologi baru dengan cepat.
  3. Gangguan Mata (Eye-related Disorders)
    • Disebabkan oleh paparan layar komputer dalam waktu lama.
    • Dapat mengarah pada kelelahan mata digital (digital eye strain).
  4. Gangguan akibat Posisi Kerja Statis (Disorders from Static Working Position)
    • Pekerjaan berbasis teknologi sering kali membuat pekerja berada dalam posisi duduk dalam waktu lama.
    • Risiko kesehatan meliputi nyeri punggung, leher, dan gangguan muskuloskeletal lainnya.
  5. Paparan Partikel Berbahaya dari Interaksi dengan Robot (Exposure to Unknown Dangerous Particles)
    • Berisiko karena bahan atau partikel yang dihasilkan oleh robot atau mesin otomatis.
    • Risiko ini sulit diprediksi karena kurangnya data tentang dampak jangka panjangnya.

Analisis dan Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian, dua risiko tertinggi yang perlu mendapat perhatian utama adalah kelelahan mental dan tekanan psikologis. Ini menunjukkan bahwa meskipun otomatisasi dan digitalisasi mengurangi beban kerja fisik, mereka membawa tantangan baru terkait kesejahteraan mental pekerja. Beberapa implikasi penting dari temuan ini meliputi:

  • Perlu adanya program manajemen stres di tempat kerja untuk membantu pekerja menghadapi tekanan akibat peralihan ke Industri 4.0.
  • Desain ulang lingkungan kerja yang mengurangi beban mental dan mendukung keseimbangan kerja-hidup yang lebih baik.
  • Implementasi sistem rotasi pekerjaan untuk mengurangi dampak posisi kerja statis dan kelelahan akibat penggunaan layar.
  • Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang lebih baik untuk mengatasi paparan partikel berbahaya dari robot dan mesin otomatis.

Rekomendasi untuk Masa Depan

Agar transisi ke Industri 4.0 berjalan lancar tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja, perusahaan harus mengambil langkah-langkah berikut:

  1. Peningkatan Kesadaran tentang Risiko Baru
    • Pelatihan reguler bagi pekerja dan manajer tentang dampak psikologis dari lingkungan kerja berbasis teknologi.
  2. Optimasi Penggunaan Teknologi
    • Menggunakan teknologi yang mendukung ergonomi kerja, seperti standing desks dan pencahayaan adaptif.
  3. Pengembangan Kebijakan Kesehatan Mental
    • Memberikan dukungan psikologis dan menciptakan budaya kerja yang sehat secara mental.
  4. Pemantauan dan Evaluasi Berkelanjutan
    • Menggunakan data analitik untuk memantau kesejahteraan pekerja dan menyesuaikan strategi K3 sesuai kebutuhan.

Kesimpulan

Industri 4.0 membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja, termasuk risiko baru bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. Penelitian ini menegaskan bahwa kelelahan mental dan tekanan psikologis merupakan tantangan utama dalam lingkungan kerja berbasis teknologi. Oleh karena itu, perusahaan harus mengambil langkah proaktif untuk mengurangi dampak negatif ini dan memastikan kesejahteraan pekerja tetap menjadi prioritas.

Sumber Asli

Adem, Aylin., Çakit, Erman., & Dağdeviren, Metin. Occupational Health and Safety Risk Assessment in the Domain of Industry 4.0. SN Applied Sciences, 2:977, 2020.

Selengkapnya
Evaluasi Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Industri 4.0

Keselamatan Kerja

Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Manajemen keselamatan dalam industri penerbangan menjadi prioritas utama dalam menjaga keberlangsungan operasional yang aman dan efisien. Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System/SMS) adalah kerangka kerja yang mencakup prosedur, dokumentasi, serta sistem pengetahuan untuk mengontrol dan meningkatkan kinerja keselamatan suatu organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sybert Stroeve, Job Smeltink, dan Barry Kirwan dalam jurnal Safety tahun 2022 mengkaji cara-cara menilai dan meningkatkan sistem manajemen keselamatan dalam industri penerbangan. Dengan menggunakan alat penilaian tingkat kematangan SMS serta pendekatan berbasis faktor manusia, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam sistem keselamatan organisasi penerbangan.

Studi ini menggunakan pendekatan berbasis Hesitant Fuzzy Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengevaluasi tingkat kematangan SMS. Pendekatan ini memungkinkan organisasi penerbangan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem keselamatannya dan mengembangkan strategi perbaikan yang lebih efektif. Penelitian ini juga membandingkan berbagai metode manajemen keselamatan yang digunakan oleh organisasi penerbangan di Eropa.

Komponen Utama Sistem Manajemen Keselamatan (SMS)

Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization), SMS terdiri dari empat komponen utama:

  1. Kebijakan dan Tujuan Keselamatan (Safety Policy and Objectives)
    • Menetapkan kebijakan keselamatan yang jelas dan tanggung jawab masing-masing individu dalam organisasi.
    • Manajemen harus menunjukkan komitmen yang kuat terhadap keselamatan.
  2. Manajemen Risiko Keselamatan (Safety Risk Management)
    • Mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko dalam operasi penerbangan.
    • Melibatkan analisis risiko berdasarkan data historis dan kejadian nyata.
  3. Jaminan Keselamatan (Safety Assurance)
    • Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan dan prosedur keselamatan.
    • Menggunakan data dan indikator kinerja keselamatan untuk meningkatkan sistem.
  4. Promosi Keselamatan (Safety Promotion)
    • Memberikan pelatihan dan komunikasi yang efektif untuk meningkatkan budaya keselamatan di dalam organisasi.

Penelitian ini menerapkan model evaluasi SMS pada beberapa organisasi penerbangan, termasuk maskapai, bandara, dan penyedia layanan navigasi udara di Eropa. Hasil studi menunjukkan beberapa temuan penting:

  • Kematangan SMS:
    • 60% organisasi memiliki sistem keselamatan yang cukup matang tetapi masih perlu perbaikan dalam integrasi faktor manusia.
    • 25% organisasi masih berada pada tahap pengembangan dan membutuhkan lebih banyak dukungan dari manajemen senior.
    • 15% organisasi memiliki sistem yang sangat maju dengan pendekatan berbasis budaya keselamatan yang kuat.
  • Kelemahan utama yang ditemukan:
    • Kurangnya keterlibatan manajemen dalam implementasi kebijakan keselamatan.
    • Kurangnya pelatihan keselamatan yang berkelanjutan untuk pekerja.
    • Sistem pelaporan keselamatan yang kurang efisien dan kurangnya budaya just culture.
  • Dampak dari Implementasi SMS yang Buruk:
    • 35% insiden yang terjadi disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola risiko keselamatan secara efektif.
    • Penyimpangan dari prosedur keselamatan meningkat sebesar 20% di organisasi dengan tingkat SMS yang rendah.

Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa strategi utama disarankan untuk meningkatkan efektivitas SMS dalam industri penerbangan:

  1. Meningkatkan Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Manajemen senior harus terlibat langsung dalam evaluasi dan perbaikan kebijakan keselamatan.
    • Pemimpin organisasi harus menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung budaya keselamatan.
  2. Mengadopsi Pendekatan Berbasis Data dan Teknologi
    • Menggunakan big data dan machine learning untuk memprediksi potensi risiko keselamatan.
    • Menerapkan sistem pelaporan yang lebih efisien dengan teknologi berbasis real-time monitoring.
  3. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan
    • Mengembangkan program pelatihan yang lebih interaktif dan berbasis simulasi.
    • Mendorong budaya just culture agar pekerja tidak takut melaporkan insiden atau penyimpangan prosedur.
  4. Meningkatkan Integrasi Faktor Manusia dalam SMS
    • Memastikan desain sistem dan prosedur mendukung kapasitas manusia dalam mengelola keselamatan.
    • Mengurangi beban kerja berlebih yang dapat menyebabkan kelelahan mental dan kesalahan operasional.
  5. Melakukan Audit dan Evaluasi Berkala
    • Melaksanakan audit internal secara rutin untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem.
    • Menggunakan umpan balik dari pekerja sebagai bagian dari proses evaluasi.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan SMS yang efektif sangat bergantung pada keterlibatan manajemen, integrasi teknologi, serta faktor manusia dalam organisasi penerbangan. Dengan meningkatkan aspek-aspek ini, industri penerbangan dapat secara signifikan mengurangi insiden keselamatan dan meningkatkan efisiensi operasional.

Sumber Asli

Stroeve, S., Smeltink, J., & Kirwan, B. Assessing and Advancing Safety Management in Aviation. Safety 2022, 8(20). https://doi.org/10.3390/safety8020020

Selengkapnya
Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Keselamatan Kerja

Analisis Kepatuhan Keselamatan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kerja merupakan salah satu isu penting dalam dunia ketenagakerjaan, terutama di industri yang memiliki risiko tinggi seperti telekomunikasi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chandrakantan Subramaniam, Faridahwati Mohd. Shamsudin, dan Ahmad Said Ibrahim Alshuaibi menginvestigasi persepsi karyawan terhadap keselamatan kerja dan kepatuhan terhadap aturan keselamatan di sebuah perusahaan telekomunikasi besar di Malaysia. Dengan menggunakan metode Partial Least Square – Structural Equation Modeling (PLS-SEM), penelitian ini mengungkap faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam kepatuhan terhadap keselamatan kerja.

Penelitian ini melibatkan 135 karyawan teknis di perusahaan telekomunikasi Malaysia yang bekerja dalam lingkungan berisiko tinggi. Survei dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai persepsi keselamatan kerja dan bagaimana persepsi ini berkontribusi terhadap kepatuhan terhadap aturan keselamatan. Model yang digunakan terdiri dari lima aspek utama persepsi karyawan:

  1. Keselamatan dalam Pekerjaan (Job Safety)
  2. Keselamatan Rekan Kerja (Co-worker Safety)
  3. Keselamatan Supervisor (Supervisor Safety)
  4. Kebijakan Keselamatan Manajemen (Management Safety Practices)
  5. Kepuasan terhadap Program Keselamatan (Satisfaction with Safety Programs)

Hasil analisis menunjukkan bahwa praktik keselamatan oleh manajemen merupakan prediktor paling signifikan dalam mempengaruhi kepatuhan karyawan terhadap aturan keselamatan.

1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kepatuhan Keselamatan

Dari lima aspek yang dianalisis, tiga faktor utama yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan terhadap keselamatan kerja adalah praktik keselamatan manajemen, keselamatan rekan kerja, dan keselamatan dalam pekerjaan. Praktik keselamatan manajemen memiliki pengaruh paling besar terhadap kepatuhan karyawan, disusul oleh peran rekan kerja dalam membangun budaya keselamatan. Persepsi karyawan terhadap keselamatan dalam pekerjaan mereka juga turut memengaruhi kepatuhan terhadap aturan keselamatan.

Sebaliknya, dua faktor lainnya, yaitu keselamatan supervisor dan kepuasan terhadap program keselamatan, tidak menunjukkan hubungan signifikan terhadap kepatuhan karyawan.

2. Statistik Kecelakaan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia

Data dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Malaysia (DOSH) menunjukkan tren kecelakaan kerja yang meningkat dalam sektor transportasi, penyimpanan, dan telekomunikasi. Pada tahun 2007, terdapat beberapa kasus kecelakaan yang dilaporkan, dengan angka cedera ringan dan kematian yang relatif rendah. Namun, pada tahun 2014, jumlah kecelakaan meningkat secara signifikan, menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kebijakan keselamatan di tempat kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan kerja di industri telekomunikasi:

  1. Meningkatkan Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Manajemen perlu lebih aktif dalam mengawasi dan mendukung kebijakan keselamatan.
    • Menyediakan alat keselamatan yang lebih memadai dan melakukan inspeksi berkala.
  2. Memperkuat Budaya Keselamatan di Antara Rekan Kerja
    • Mendorong komunikasi terbuka tentang keselamatan di lingkungan kerja.
    • Menetapkan mekanisme pelaporan insiden yang mudah diakses dan tidak menimbulkan ketakutan bagi karyawan.
  3. Pelatihan Keselamatan yang Lebih Relevan
    • Pelatihan harus lebih spesifik terhadap risiko di tempat kerja masing-masing.
    • Menggunakan metode interaktif seperti simulasi untuk meningkatkan efektivitas pelatihan.
  4. Peningkatan Pengawasan Keselamatan oleh Supervisor
    • Supervisor perlu lebih aktif dalam memantau dan menegakkan aturan keselamatan.
    • Menerapkan sistem penghargaan bagi karyawan yang menunjukkan kepatuhan tinggi terhadap aturan keselamatan.
  5. Evaluasi dan Penyempurnaan Program Keselamatan
    • Melakukan survei berkala untuk mengevaluasi efektivitas program keselamatan.
    • Menggunakan data kecelakaan untuk menyesuaikan kebijakan keselamatan di masa depan.

Kesimpulan

Penelitian ini mengungkap bahwa praktik keselamatan oleh manajemen adalah faktor paling signifikan dalam meningkatkan kepatuhan karyawan terhadap keselamatan kerja. Selain itu, budaya keselamatan yang kuat di antara rekan kerja juga memainkan peran penting. Sebagai rekomendasi, manajemen harus lebih aktif dalam mendukung dan mengawasi kebijakan keselamatan serta meningkatkan pelatihan keselamatan yang lebih relevan dengan risiko di tempat kerja.

Sumber Asli

Subramaniam, C., Shamsudin, F. M., & Alshuaibi, A. S. I. Investigating Employee Perceptions of Workplace Safety and Safety Compliance Using PLS-SEM among Technical Employees in Malaysia. Journal of Applied Structural Equation Modeling, 1(1), 44-61, June 2017.

Selengkapnya
Analisis Kepatuhan Keselamatan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia
« First Previous page 387 of 1.301 Next Last »