Riset dan Inovasi

Kontrak Pengadaan, Inovasi, dan Produktivitas: Resensi Kritis atas Dinamika Sektor Konstruksi Swedia

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 26 Mei 2025


Pendahuluan

Sektor konstruksi memegang peranan vital dalam perekonomian global, namun terus menghadapi kritik mengenai efisiensi, keterlambatan proyek, dan minimnya inovasi. Disertasi doktoral Lena Borg (2015) dari KTH Royal Institute of Technology menjadi kontribusi penting dalam menganalisis bagaimana kontrak pengadaan dapat mendorong inovasi dan produktivitas sektor ini. Terdiri dari lima studi utama, karya ini mengurai hubungan antara desain kontrak, insentif inovasi, dan pengukuran produktivitas di sektor konstruksi Swedia. Resensi ini menyajikan ringkasan kritis, studi kasus, serta refleksi atas temuan dan dampak praktis dari penelitian tersebut.

Latar Belakang: Tantangan Konstruksi Global

Meskipun sektor konstruksi menyumbang 10% terhadap PDB global (UNEP, 2015), produktivitasnya stagnan dibanding sektor lain. Di Swedia, investasi konstruksi mencakup 9,6% dari PDB (2014), namun sektor ini dikenal konservatif dan lambat beradaptasi.

Beberapa kritik umum:

  • Ketidakpastian kontrak

  • Kualitas bangunan buruk

  • Kurangnya insentif inovasi

  • Ketidakakuratan data produktivitas
     

Dengan realitas ini, Lena Borg menawarkan pendekatan sistematis berbasis studi empiris dan kerangka teoritis untuk memahami dan memperbaiki kinerja sektor konstruksi.

Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menjawab tiga pertanyaan utama:

  1. Bagaimana desain kontrak pengadaan mempengaruhi inovasi?

  2. Bagaimana cara mendorong inovasi "baik" dalam konstruksi?

  3. Bagaimana mengukur produktivitas dengan lebih akurat?
     

Kelima studi dalam disertasi dibagi ke dalam tiga topik riset:

  • Kontrak Pengadaan

  • Inovasi

  • Produktivitas
     

Studi dan Temuan Utama

Strukturisasi Kontrak Pengadaan

Kontribusi utama adalah kerangka sistematis untuk mengklasifikasi kontrak berdasarkan:

  • Tanggung jawab desain vs konstruksi

  • Durasi kontrak (jangka pendek vs panjang)

  • Pembagian risiko
     

Kerangka ini membantu klien dan pembuat kebijakan memilih model kontrak yang tepat. Kontrak DBB (Design-Bid-Build) tetap dominan, meski terbukti kurang mendorong inovasi.

Kontrak Terpadu Berbasis Layanan

Studi ini mengevaluasi kontrak yang menggabungkan desain, konstruksi, dan pemeliharaan. Meski teorinya kontrak ini memberi insentif inovasi jangka panjang, praktiknya tidak otomatis meningkatkan profit.

Isu yang muncul:

  • Moral Hazard: Kontraktor mungkin menekan kualitas selama fase desain demi efisiensi jangka pendek.

  • Risiko Alih Tanggung Jawab: Kontrak terpadu bisa menjadi alat untuk mengalihkan risiko ke kontraktor, bukan menciptakan kolaborasi sejati.
     

Inovasi Baik vs Buruk

Kritik utama pada pendekatan konvensional adalah fokus pada kuantitas inovasi, bukan kualitasnya. Lena Borg mengusulkan klasifikasi inovasi:

  • Inovasi Baik: Meningkatkan kualitas, efisiensi jangka panjang, atau keberlanjutan.

  • Inovasi Buruk: Meningkatkan profit jangka pendek, namun menurunkan kinerja jangka panjang.

Temuan penting:

  • Insentif internal perusahaan lebih efektif mendorong inovasi daripada kebijakan pemerintah.

  • Transparansi dan klasifikasi inovasi dibutuhkan untuk menghindari "pseudo-innovations".
     

Studi Kasus Laundry di Apartemen Swedia

Perubahan regulasi mendorong pengembang beralih dari laundry komunal ke mesin cuci di unit. Ini inovatif secara desain namun memiliki:

  • Efek positif: Ruang lebih fleksibel bagi penghuni.

  • Efek negatif: Peningkatan penggunaan energi jika tidak diimbangi teknologi efisien.
     

Temuan ini menunjukkan bahwa inovasi desain bisa berdampak eksternal yang tidak terduga.

Akurasi Pengukuran Produktivitas

Produktivitas sektor konstruksi sering kali diremehkan karena pengukuran tidak memperhitungkan:

  • Peningkatan kualitas produk akhir

  • Kompleksitas desain

  • Efek geografis dan regulasi
     

Borg dan Song menyarankan penggabungan variabel kualitatif seperti fitur bangunan dalam indeks harga agar lebih mencerminkan nilai tambah sesungguhnya.

Analisis Lintas Studi

Kekuatan:

  • Studi menyeluruh berbasis data Swedia dan teori ekonomi organisasi.

  • Menjembatani kesenjangan antara akademik dan praktik industri.

Kelemahan:

  • Fokus geografis pada Swedia mengurangi generalisasi global.

  • Beberapa studi memiliki sampel kecil (misal: hanya dua wawancara pada Paper II).
     

Perbandingan dengan Studi Lain

  • Latham (UK, 1994) dan Egan Report (1998) juga mendorong kolaborasi kontraktual, sejalan dengan ide Borg.

  • Studi di Australia dan Kanada menekankan pendekatan terstandardisasi, mirip dengan kerangka kontrak di Paper I.

  • Di Indonesia, rendahnya produktivitas banyak dikaitkan dengan ketidakterpaduan proses desain dan pembangunan, mendukung argumen Borg mengenai pentingnya kontrak DB.
     

Implikasi Praktis

Rekomendasi untuk Sektor Konstruksi:

  1. Gunakan Kontrak Terpadu Secara Selektif: Hindari penggunaan hanya untuk transfer risiko.

  2. Kembangkan Sistem Evaluasi Inovasi: Fokus pada dampak jangka panjang, bukan sekadar jumlah.

  3. Perbaiki Pengukuran Produktivitas: Tambahkan indikator kualitas dan kompleksitas.

  4. Dorong Kolaborasi Lebih Awal: Libatkan kontraktor sejak fase desain untuk solusi yang efisien.

  5. Tingkatkan Kompetensi Klien: Agar lebih mampu menilai solusi teknis jangka panjang.
     

Kesimpulan

Disertasi Lena Borg membuka diskusi penting mengenai akar permasalahan produktivitas dan inovasi sektor konstruksi. Ia menyoroti pentingnya membangun sistem insentif yang mendorong inovasi berkualitas dan pengukuran kinerja yang adil. Kontribusi utama terletak pada pemahaman bahwa keberhasilan kontrak bukan sekadar struktur formal, tetapi hasil dari interaksi kompleks antara desain kontrak, perilaku aktor, dan kondisi pasar.

Meski berfokus pada Swedia, temuan-temuan ini sangat relevan secara internasional, termasuk Indonesia, yang tengah gencar membenahi infrastruktur dan sistem pengadaan proyek.

Sumber Referensi

Selengkapnya
Kontrak Pengadaan, Inovasi, dan Produktivitas: Resensi Kritis atas Dinamika Sektor Konstruksi Swedia

Ketenagakerjaan

Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Perspektif Manajer Proyek di Industri Swedia

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 26 Mei 2025


Pendahuluan

Industri konstruksi merupakan tulang punggung pembangunan fisik dan ekonomi di banyak negara, termasuk Swedia. Namun, masalah klasik seperti keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan kualitas hasil yang tidak konsisten sering kali berakar pada satu isu utama: rendahnya produktivitas tenaga kerja. Penelitian oleh Pia Malin Bartoschek dan Filip Kamenov Kirchev (2021) menyajikan analisis komprehensif tentang bagaimana produktivitas tenaga kerja berkontribusi terhadap keberhasilan proyek konstruksi, khususnya dari sudut pandang manajer proyek di industri konstruksi Swedia.

Resensi ini bertujuan membedah temuan utama studi tersebut, menyajikan data dan wawasan praktis, serta memperkaya pembahasan dengan opini kritis dan perbandingan dengan praktik global.

Latar Belakang Penelitian

Swedia dan Tantangan Produktivitas di Sektor Konstruksi

Swedia mengalami peningkatan 35,4% lapangan kerja di industri konstruksi antara 2010 hingga 2020. Nilai industri ini pada 2019 mencapai 53,3 miliar euro. Namun, menurut Jonsson (2005), produktivitas tenaga kerja tetap rendah akibat perencanaan buruk, minimnya kepemimpinan, dan tingginya biaya konstruksi.

Definisi dan Pentingnya Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja diukur dari output per jam kerja. Ini mencerminkan efisiensi tenaga kerja dalam menghasilkan hasil proyek. Florez dan Cortissoz (2016) menyebutkan bahwa biaya tenaga kerja menyumbang 30–50% dari total biaya proyek, menjadikannya faktor utama dalam optimasi biaya.

Tujuan Penelitian dan Pertanyaan Kunci

Penelitian ini bertujuan menjawab: "Bagaimana kesuksesan proyek dapat dicapai melalui optimalisasi produktivitas tenaga kerja?" Fokusnya adalah pada persepsi manajer proyek mengenai faktor-faktor penentu produktivitas dan bagaimana mereka mengelola faktor tersebut sepanjang siklus proyek.

Metodologi

Pendekatan Kualitatif Deduktif

Penelitian ini menggunakan pendekatan wawancara mendalam dengan manajer proyek dari tiga perusahaan besar di Swedia: JM AB, Svevia, dan Atrium Ljungberg. Lima wawancara dilakukan, dianalisis dengan content analysis.

Framework Teoretis

Kerangka utama yang digunakan adalah 10-Factor Model dari Pinto dan Slevin (1988), yang mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan proyek: komunikasi, dukungan manajemen puncak, perencanaan proyek, konsultasi klien, rekrutmen personel, tugas teknis, penerimaan klien, pemantauan, serta troubleshooting.

Temuan Lapangan

Faktor Pendorong Produktivitas Tenaga Kerja

Dari wawancara, faktor-faktor yang konsisten muncul sebagai pendorong utama produktivitas adalah:

  • Perencanaan awal yang matang

  • Dukungan manajemen puncak

  • Gaya kepemimpinan yang suportif

  • Komunikasi lintas fungsi yang efektif

  • Pelatihan dan pengalaman tim

  • Teknologi digital seperti BIM (Building Information Modeling)
     

Studi Kasus: Atrium Ljungberg

Sebagai perusahaan properti, Atrium bertindak sebagai kontraktor utama dan mengelola proyek secara menyeluruh. Mereka menekankan pentingnya desain awal, risk assessment berkala, serta komunikasi terpusat melalui BIM. Manajer proyek menyatakan bahwa investasi di awal siklus proyek, meskipun mahal, menghindari masalah besar di fase eksekusi.

Studi Kasus: JM AB dan Svevia

JM AB fokus pada pembangunan perumahan, sementara Svevia pada infrastruktur. Kedua perusahaan menyoroti pentingnya keterlibatan tim sejak awal, pelatihan berkala, serta gaya kepemimpinan kolaboratif. Salah satu manajer menyatakan bahwa proyek sukses bergantung pada "perencanaan mikro dan kemampuan merespons risiko secara dinamis".

Analisis Faktor Produktivitas

Faktor Organisasi

Top management support menentukan akses ke sumber daya dan validasi keputusan teknis. Struktur organisasi yang terlalu hierarkis cenderung menghambat respons cepat di lapangan.

Faktor Personal dan Kepemimpinan

Manajer proyek yang kompeten menunjukkan kombinasi kemampuan teknis, komunikasi, dan kepemimpinan partisipatif. Kelemahan pada salah satu aspek ini berdampak langsung pada moral dan output tim.

Faktor Eksternal

Cuaca ekstrem, perubahan regulasi, dan tekanan pasar merupakan faktor luar yang berpengaruh besar. Namun, banyak manajer proyek di Swedia telah mengembangkan sistem mitigasi risiko berbasis teknologi.

Perbandingan Global

Studi Nigeria, Turki, dan Indonesia

  • Di Nigeria (Paul & Adavi, 2013), komunikasi dua arah dianggap sebagai kunci meningkatkan produktivitas.

  • Di Turki (Kazaz et al., 2008), motivasi kerja adalah determinan utama.

  • Di Indonesia (Jarkas, 2010), buildability design berkontribusi besar terhadap efisiensi konstruksi.
     

Penelitian Bartoschek dan Kirchev mengonfirmasi bahwa faktor-faktor ini juga berlaku di Swedia, menunjukkan sifat universal dari produktivitas tenaga kerja konstruksi.

Kritik dan Opini

Kekuatan Penelitian:

  • Studi lapangan mendalam melalui wawancara langsung.

  • Penggunaan teori klasik (Pinto & Slevin, Belassi & Tukel) sebagai dasar analisis.

Kelemahan:

  • Jumlah responden terbatas (hanya lima orang).

  • Tidak mencakup aspek kuantitatif untuk mengukur dampak faktor secara statistik.

  • Fokus pada perusahaan besar, kurang mewakili UKM konstruksi.

Saran Tambahan:

Penelitian lanjutan sebaiknya:

  • Menggunakan mixed method (wawancara dan survei kuantitatif).

  • Menyoroti perbedaan produktivitas antara proyek publik dan swasta.

  • Menganalisis peran teknologi AI dan otomasi di masa depan.

Rekomendasi Praktis untuk Industri

  1. Digitalisasi Proses Proyek: Gunakan BIM, dashboard KPI real-time, dan sistem ERP untuk efisiensi informasi.

  2. Pelatihan Berkelanjutan: Fokus pada soft skill (komunikasi, manajemen konflik) dan hard skill teknis.

  3. Pemetaan Risiko Awal: Lakukan assessment menyeluruh pada tahap perencanaan.

  4. Desentralisasi Keputusan: Beri keleluasaan manajer proyek untuk mengambil keputusan strategis.

  5. Kultur Organisasi Kolaboratif: Dorong komunikasi terbuka antar-departemen dan pengakuan atas kontribusi individu.
     

Kesimpulan

Produktivitas tenaga kerja konstruksi adalah kombinasi antara manusia, proses, dan sistem. Studi ini memperlihatkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat—terutama oleh manajer proyek yang kompeten dan sistem pendukung yang efektif—produktivitas dapat dioptimalkan, dan kesuksesan proyek dapat tercapai. Meski berfokus pada Swedia, temuan ini relevan secara global, termasuk di Indonesia, mengingat kemiripan tantangan di sektor konstruksi.

Sumber Referensi

Selengkapnya
Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Perspektif Manajer Proyek di Industri Swedia

Konstruksi

Transformasi Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi di Negara Berkembang: Perspektif Baru yang Lebih Komprehensif

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025


Pendahuluan

 

Proyek konstruksi memainkan peranan vital dalam pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara berkembang. Namun, efektivitas implementasinya kerap terganggu oleh masalah keterlambatan, pembengkakan biaya, hingga dampak lingkungan. Dalam paper berjudul "The Changing Face of Performance Evaluation among Construction Projects in Developing Countries" karya Joseph Makori, disajikan kerangka teoritis untuk mengevaluasi kinerja proyek konstruksi berdasarkan enam indikator utama: waktu, biaya, kualitas, keselamatan, minimnya sengketa, dan dampak lingkungan. Artikel ini tidak hanya menyuguhkan analisis literatur, tetapi juga membangun proposisi hubungan antara faktor keberhasilan dan kinerja proyek secara menyeluruh.

 

Menggugat Paradigma Tradisional: Dari Segitiga Besi ke Pendekatan Holistik

 

Selama beberapa dekade, evaluasi proyek konstruksi hanya berpusat pada tiga elemen klasik: waktu, biaya, dan kualitas, yang dikenal dengan sebutan "iron triangle." Namun pendekatan ini dianggap terlalu sempit. Penelitian Makori mendorong evolusi paradigma dengan menambahkan indikator keselamatan, minim sengketa, dan dampak lingkungan sebagai metrik penting dalam menilai keberhasilan proyek. Hal ini sejalan dengan pendekatan keberlanjutan dan peningkatan kepuasan masyarakat dalam proyek publik.

 

Kerangka Evaluasi: KPI dan Faktor Keberhasilan Kritis (CSF)

 

Penelitian ini menyusun enam Key Performance Indicators (KPI):

 

1. Waktu penyelesaian

2. Biaya proyek

3. Kualitas bangunan

4. Keselamatan kerja

5. Minim sengketa di lokasi

6. Dampak terhadap lingkungan

 

Untuk mengukur KPI ini, ditetapkan pula enam Critical Success Factors (CSF):

 

Faktor terkait proyek (lokasi, ukuran, kompleksitas)

Faktor terkait klien (pengalaman, kemampuan membayar)

Faktor konsultan (kejelasan desain, dokumen proyek)

Faktor kontraktor (keterampilan teknis, pengelolaan lokasi)

Faktor rantai pasok (material, tenaga kerja, alat)

Faktor eksternal (kondisi ekonomi, cuaca, kebijakan publik)

 

Studi Kasus: Survei Pakar dan Penerapan Lapangan

 

Makori menguji kerangka teoritis ini melalui survei kepada lima pakar di Kenya yang terdiri dari akademisi, kontraktor, dan pejabat publik. Hasilnya, seluruh KPI dan CSF dianggap relevan. Menariknya, indikator kepuasan masyarakat akhirnya dikesampingkan karena dipandang lebih sebagai akibat dari performa proyek, bukan ukuran langsungnya.

 

Di tahap lanjutan, kerangka kerja diuji pada 12 responden dari 10 proyek berbeda di Busia County, Kenya. Hasilnya menunjukkan bahwa para pelaku proyek memahami pentingnya KPI dan CSF, namun klasifikasi antar faktor masih tumpang tindih.

 

Analisis Kritis: Kekuatan dan Keterbatasan Pendekatan Makori

 

Nilai Tambah:

 

Komprehensif dan relevan: Menggabungkan dimensi keberlanjutan dan sosial yang selama ini diabaikan.

Adaptif terhadap konteks lokal: Dengan studi kasus di Kenya, kerangka ini dapat direplikasi pada konteks negara berkembang lain seperti Indonesia.

Struktur sistematis: Diagram hubungan antar faktor (lihat Gambar 1 dalam paper) memudahkan pemetaan penyebab dan akibat.

 

Keterbatasan:

 

Kurangnya pengujian empiris: Meskipun kerangka kerja solid, validitasnya belum diuji secara statistik.

Potensi tumpang tindih antar CSF: Sejumlah faktor bisa masuk ke lebih dari satu kategori, yang dapat menimbulkan kebingungan saat implementasi.

Tidak ada data kuantitatif: Penelitian masih dalam tahap teoritis dan survei terbatas.

 

 

Perbandingan dengan Penelitian Sejenis

 

Berbeda dengan penelitian Atkinson (1999) yang juga menggugat model "iron triangle" namun tidak menyertakan dimensi lingkungan, Makori melangkah lebih jauh dengan menjadikan dampak lingkungan dan sengketa sebagai variabel utama. Sementara itu, penelitian oleh Chan dan Tam (2000) memetakan penyebab keterlambatan dan penurunan kualitas, tetapi tidak menyusun kerangka evaluasi seperti yang dilakukan Makori.

 

Implikasi Praktis untuk Industri Konstruksi

 

Bagi manajer proyek, kerangka ini dapat dijadikan panduan komprehensif untuk:

  • Menentukan indikator performa sejak tahap perencanaan.
  • Mempetakan risiko berdasarkan faktor internal dan eksternal.
  • Meningkatkan transparansi dalam evaluasi proyek publik.
  • Mendorong pembangunan yang lebih ramah lingkungan dan bebas konflik.

 

Penutup: Arah Baru Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi

 

Makori memberikan kontribusi penting terhadap literatur manajemen proyek di negara berkembang. Dengan menggabungkan KPI tradisional dan kontemporer serta menetapkan hubungan sistemik antara CSF dan KPI, kerangka ini dapat menjadi fondasi bagi sistem evaluasi proyek yang lebih adil, berkelanjutan, dan akuntabel.

 

Sumber:

 

Makori, Joseph. The Changing Face of Performance Evaluation among Construction Projects in Developing Countries. International Scientific Conference on Economic, Social and Environmental Sustainability, Malta, 2023. Tersedia di: https://www.issbs.si/press/

Selengkapnya
Transformasi Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi di Negara Berkembang: Perspektif Baru yang Lebih Komprehensif

Manajemen Kualitas

Strategi dan Tantangan Perencanaan Biaya Kualitas oleh Kontraktor di Proyek Konstruksi Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025


Pendahuluan

 

Kualitas dalam industri konstruksi bukan sekadar slogan, melainkan penentu keberhasilan proyek dan reputasi perusahaan. Dalam dunia yang semakin kompetitif, khususnya di Indonesia, pendekatan sistematis terhadap biaya kualitas menjadi krusial. Sayangnya, banyak kontraktor masih belum menyadari pentingnya perencanaan dan pencatatan biaya kualitas yang memadai.

 

Makalah berjudul "Identifying Contractors' Planned Quality Costs in Indonesian Construction Projects" karya Puti F. Marzuki dan M. Wisridani (2014), memaparkan bagaimana dua perusahaan konstruksi besar—satu milik negara dan satu swasta—merancang biaya kualitas dalam tiga proyek besar di Jakarta. Penelitian ini tidak hanya mengklasifikasikan biaya kualitas, tetapi juga mengungkapkan praktik nyata dan kekurangannya dalam dunia proyek konstruksi Indonesia.

 

Definisi dan Kategori Biaya Kualitas

 

Biaya kualitas dalam konteks konstruksi mengacu pada seluruh pengeluaran yang timbul akibat:

 

1. Biaya Pencegahan (Prevention Cost): Langkah-langkah untuk mencegah kesalahan sebelum terjadi.

2. Biaya Penilaian (Appraisal Cost): Kegiatan untuk menilai dan menguji kualitas pekerjaan.

3. Biaya Kegagalan (Failure Cost): Biaya yang muncul karena kesalahan, baik yang ditemukan sebelum (internal) atau sesudah (eksternal) proyek diserahkan.

 

Menurut Lam et al. (1994), biaya kualitas bisa mencapai 8–15% dari total anggaran proyek. Namun, belum banyak kontraktor Indonesia yang menerapkan pendekatan ini secara terstruktur.

 

Metodologi Penelitian

 

Penelitian ini melibatkan tiga proyek konstruksi di Jakarta:

 

Proyek 1 dan 2: Dikerjakan oleh kontraktor milik negara (Kontraktor A)

Proyek 3: Dikerjakan oleh perusahaan swasta (Kontraktor B)

 

Responden berasal dari tim quality control dan cost control. Semua kontraktor tersertifikasi ISO 9001 dan memiliki departemen khusus manajemen mutu.

 

Hasil Penelitian dan Analisis

 

1. Perencanaan Biaya Pencegahan

 

Proyek 1: 0,304% dari nilai kontrak

Proyek 2: 0,860%

Proyek 3: 0,948%

 

Fokus utama: proses kontrol mutu (63%–64%) seperti ITP dan remunerasi staf QC.

 

Kekurangan: Tidak ada anggaran untuk kontrak review, audit mutu internal, atau pelatihan bersertifikasi. Alokasi untuk pelatihan rata-rata <1%.

 

Analisis: Investasi yang minim pada pencegahan mengindikasikan lemahnya pemahaman jangka panjang. Padahal, TQM menekankan bahwa biaya pencegahan akan menurunkan biaya kegagalan.

 

2. Perencanaan Biaya Penilaian

 

Proyek 1: 0,883%

Proyek 2: 1,790%

Proyek 3: 2,324%

 

Elemen terbesar: inspeksi dan pengujian (±74%). Komponen ini mencakup pengujian lapangan, evaluasi material, dan kalibrasi alat.

 

Catatan: Beberapa kegiatan seperti inspeksi pabrik masih tidak dipertimbangkan. Namun, pendekatan ini lebih sistematis dibanding biaya pencegahan.

 

3. Biaya Kegagalan: Tidak Direncanakan

 

Biaya kegagalan hanya diketahui setelah proyek selesai:

 

Proyek 1: 1,35%

Proyek 2: 1,028%

Proyek 3: 0,55%

 

Komponen terbesar:

 

Proyek 1: 66,7% dari biaya kegagalan adalah scrap material

Proyek 3: 72,7% adalah biaya rework

 

Kritik: Tidak ada perencanaan ataupun pencatatan sistematis terhadap kegagalan internal maupun eksternal. Hal ini membuat evaluasi mutu jadi reaktif, bukan preventif.

 

Studi Perbandingan Proyek: BUMN vs Swasta

 

Proyek 3 (swasta) mengalokasikan total biaya kualitas tertinggi (3,822%), namun menunjukkan kegagalan paling rendah (0,55%).

 

Implikasi: Semakin tinggi investasi pada pencegahan dan penilaian, semakin rendah kegagalan yang muncul. Ini mendukung prinsip "right the first time" dari TQM.

 

Hambatan dan Tantangan

 

1. Tidak ada sistem akuntansi biaya kualitas

2. Data tidak terdokumentasi dengan baik

3. Aktivitas mutu tidak dijadikan indikator kinerja utama

4. Kegagalan eksternal seperti komplain klien tidak dianggarkan

 

Dampaknya: Perusahaan kesulitan mengevaluasi efektivitas sistem mutu yang sudah dijalankan.

 

Rekomendasi

 

Kembangkan sistem pencatatan biaya kualitas terintegrasi

Masukkan biaya kualitas ke dalam sistem ERP proyek

Jadikan indikator mutu sebagai KPI utama

Tingkatkan pelatihan terkait konsep biaya kualitas

 

Relevansi dengan Tren Industri Saat Ini

 

Dengan masuknya proyek-proyek berskala besar seperti IKN dan meningkatnya tuntutan keberlanjutan (green building, ESG), perusahaan konstruksi Indonesia dituntut untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas mutu. Kontraktor yang bisa membuktikan efisiensi kualitas lewat data akan lebih unggul dalam kompetisi proyek.

 

Kesimpulan

 

Penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan biaya kualitas di industri konstruksi Indonesia masih dalam tahap awal. Tanpa sistem yang baik, biaya mutu hanya dianggap beban, bukan investasi. Namun, ketika direncanakan dengan baik, biaya kualitas dapat menjadi alat strategis untuk efisiensi, pengendalian risiko, dan peningkatan daya saing.

 

Sumber:

 

Marzuki, P. F., & Wisridani, M. (2014). Identifying Contractors' Planned Quality Costs in Indonesian Construction Projects. Journal of Engineering and Technological Sciences, Vol. 46, No. 4. DOI: https://doi.org/10.5614/j.eng.technol.sci.2014.46.4.2

Selengkapnya
Strategi dan Tantangan Perencanaan Biaya Kualitas oleh Kontraktor di Proyek Konstruksi Indonesia

Keterlambatan Proyek

Mengurai Penyebab Keterlambatan Proyek Jalan di Tanzania: Studi Kasus TANROADS Dar es Salaam

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025


Pendahuluan

 

Keterlambatan dalam proyek konstruksi jalan telah lama menjadi persoalan serius di berbagai negara berkembang, termasuk Tanzania. Dengan sektor jalan menyumbang 8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan melibatkan lebih dari 1,9 juta pekerja, kelambanan proyek tak hanya berdampak pada efisiensi, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian Jenifa Simon (2017) yang berjudul "The Factors Causing Delays in Road Construction Projects in Tanzania: A Case of TANROADS Dar es Salaam City" mencoba mengidentifikasi akar masalah dari fenomena ini.

 

Melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif, penelitian ini menelaah persepsi dari berbagai pihak seperti pejabat TANROADS, kontraktor, konsultan, dan pemangku kepentingan lainnya. Penemuan menarik muncul: faktor politik mendominasi sebagai penyebab utama keterlambatan, bahkan melampaui isu teknis dan sumber daya.

 

Delays dalam Konstruksi: Konsep dan Klasifikasi

 

Dalam dunia konstruksi, "delay" merujuk pada keterlambatan penyelesaian proyek dibandingkan dengan jadwal yang telah disepakati. Delay ini diklasifikasikan menjadi:

  • Excusable vs Non-Excusable
  • Compensable vs Non-Compensable
  • Concurrent Delays
  • Critical vs Non-Critical

 

Pemahaman klasifikasi ini penting agar manajer proyek bisa mengantisipasi risiko dan menetapkan strategi mitigasi secara tepat.

 

Tujuan dan Metode Penelitian

 

Penelitian ini bertujuan untuk:

 

1. Mengidentifikasi penyebab keterlambatan secara umum

2. Menentukan penyebab yang paling dominan

3. Menyigi perbedaan persepsi antara kontraktor, konsultan, dan klien terhadap faktor penyebab keterlambatan

 

Sebanyak 60 kuesioner disebar ke responden dari TANROADS, kontraktor, konsultan, dan pemangku kepentingan lainnya. Tingkat respons mencapai 75% atau 45 responden. Pendekatan analisis yang digunakan adalah kombinasi statistik (SPSS) dan analisis konten.

 

Temuan Utama: 7 Penyebab Utama Keterlambatan Proyek Jalan

 

Berikut adalah variabel utama beserta persentase responden yang mengakui kontribusinya terhadap keterlambatan proyek:

 

1. Intervensi politik: 68,9%

2. Manajemen konstruksi yang buruk: 60%

3. Desain yang tidak memadai: 55,6%

4. Hubungan kontraktual yang lemah: 57,8%

5. Ketersediaan sumber daya: 51,1%

6. Keterlibatan pihak ketiga yang tidak efektif: 44,4%

7. Kondisi lingkungan: 42,2%

 

Rata-rata seluruh variabel memberikan kontribusi sebesar 54,3% terhadap keterlambatan proyek.

 

Studi Lapangan: Proyek-Proyek di Dar es Salaam

 

Penelitian dilakukan di tiga distrik utama: Ilala, Kinondoni, dan Temeke. Mayoritas proyek dikelola oleh TANROADS, institusi negara yang bertanggung jawab atas pembangunan jalan. Data di lapangan menunjukkan bahwa:

 

  • Banyak proyek terganggu karena pergantian kepemimpinan politik
  • Ketidaksiapan desain menyebabkan proyek ditunda hingga perbaikan dokumen selesai
  • Kurangnya tenaga kerja terampil menyebabkan kesalahan kerja dan rework

 

Efek dari Keterlambatan

 

Keterlambatan proyek jalan tak hanya berdampak finansial, tetapi juga sosial. Berikut adalah tujuh efek utama keterlambatan yang diidentifikasi oleh responden:

 

1. Time overrun: 77,8%

2. Cost overrun: 73,3%

3. Dampak sosial negatif: 71,1%

4. Kualitas kerja menurun: 64,4%

5. Tertundanya keuntungan klien: 62,2%

6. Stres pada kontraktor: 57,8%

7. Sengketa dan arbitrase: 55,6%

 

Analisis Tambahan: Faktor Politik sebagai Isu Paling Kritis

 

Menariknya, intervensi politik justru muncul sebagai variabel paling berpengaruh, berbeda dengan hasil-hasil penelitian lain di Malaysia dan Timur Tengah yang menempatkan perencanaan kontraktor dan masalah material sebagai penyebab utama.

 

Beberapa praktik yang memperburuk situasi:

  • Pemaksaan kontraktor tidak kompeten oleh pejabat politik
  • Perubahan kebijakan fiskal tanpa koordinasi teknis
  • Penambahan ruang lingkup pekerjaan tanpa anggaran tambahan

 

Perbandingan dengan Penelitian Internasional

 

  • Malaysia (Sambasivan & Soon, 2007): Penyebab utama adalah perencanaan kontraktor yang buruk dan kurangnya pengalaman.
  • Yordania (Al-Momani, 2000): Faktor utama adalah perubahan desain dan kondisi cuaca.
  • Arab Saudi (Al-Kharashi, 2009): Kekurangan tenaga kerja berpengalaman menjadi faktor dominan.

 

Dari perbandingan ini, dapat dilihat bahwa politik menjadi faktor khas yang lebih menonjol di Tanzania.

 

Rekomendasi Praktis

 

1. Reformasi Kebijakan Publik: Pemerintah harus membuat regulasi yang membatasi intervensi politik dalam proyek infrastruktur.

2. Peningkatan Kompetensi Manajerial: Kontraktor dan manajer proyek perlu dibekali pelatihan manajemen risiko dan mutu.

3. Desain Lebih Matang: Audit desain sebelum lelang proyek harus diwajibkan.

4. Penguatan Komunikasi Lintas Pihak: Sistem komunikasi antar kontraktor, konsultan, dan klien harus lebih efisien.

5. Perencanaan Musim Hujan: Jadwal proyek perlu disesuaikan dengan kondisi cuaca.

 

Dampak Luas terhadap Industri Konstruksi Tanzania

 

Penelitian ini membuka wawasan tentang pentingnya governance dalam pengelolaan proyek. Isu teknis dan sumber daya memang penting, tetapi tanpa tata kelola yang bersih, proyek jalan akan terus terlambat dan merugikan publik. Dengan reformasi menyeluruh, industri konstruksi di Tanzania bisa lebih efisien, transparan, dan profesional.

 

Kesimpulan

 

Penelitian Jenifa Simon berhasil mengidentifikasi secara rinci penyebab keterlambatan proyek jalan di Tanzania. Dominasi faktor politik menunjukkan perlunya pendekatan lintas sektor dalam perbaikan sistem proyek. Selain itu, hasil ini memperkuat urgensi integrasi manajemen risiko, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam sektor konstruksi publik.

 

Sumber:

 

Simon, Jenifa. (2017). The Factors Causing Delays in Road Construction Projects in Tanzania: A Case of TANROADS Dar es Salaam City. Open University of Tanzania. Tersedia di: https://core.ac.uk/display/79425368

Selengkapnya
Mengurai Penyebab Keterlambatan Proyek Jalan di Tanzania: Studi Kasus TANROADS Dar es Salaam

Keterlambatan Proyek

Mengungkap Dampak Keterlambatan Proyek Konstruksi di Aljazair: Studi Empiris Berbasis SMART-PLS

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025


Pendahuluan

 

Dalam konteks pembangunan nasional, proyek konstruksi memainkan peran strategis dalam menciptakan infrastruktur vital dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, salah satu masalah paling kronis yang terus menghantui sektor ini adalah keterlambatan proyek. Artikel ilmiah berjudul "The Effects of Delays in Algerian Construction Projects: An Empirical Study" karya Roumeissa Salhi dan Karima Messaoudi (2021) membedah dampak keterlambatan proyek konstruksi secara mendalam, khususnya di Aljazair.

 

Melalui pendekatan statistik dan model struktural berbasis SMART-PLS, penelitian ini tidak hanya memetakan berbagai efek keterlambatan, tetapi juga menjelaskan hubungan antar kelompok dampak secara logis dan ilmiah. Artikel ini memberikan wawasan penting, terutama dalam merancang solusi manajemen proyek yang lebih tanggap dan akurat terhadap keterlambatan.

 

Latar Belakang dan Tujuan Penelitian

 

Mengingat kompleksitas proyek konstruksi dan banyaknya aktor yang terlibat, keterlambatan kerap muncul sebagai konsekuensi dari kurangnya koordinasi, perencanaan yang buruk, dan kendala eksternal seperti kondisi cuaca atau fluktuasi ekonomi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah:

 

  • Mengidentifikasi dan mengelompokkan efek keterlambatan pada proyek konstruksi di Aljazair
  • Menilai bobot kepentingan masing-masing efek menggunakan metode statistik
  • Menganalisis perbedaan persepsi antara pemilik proyek, kontraktor, dan konsultan
  • Mengembangkan model hubungan antar kelompok dampak berdasarkan pendekatan SMART-PLS

 

Studi ini juga menjadi pelopor dalam pengkajian khusus terhadap dampak keterlambatan di wilayah Aljazair dengan metode empiris yang terstruktur.

 

Metodologi Penelitian

 

Peneliti menggunakan metode survei dengan menyebarkan kuesioner kepada 160 profesional konstruksi, dan berhasil mengumpulkan 114 respon valid (71,25%).

 

Komposisi responden:

 

43% kontraktor

38,6% konsultan

18,4% pemilik proyek

 

Sebagian besar responden (74,6%) berusia antara 25–40 tahun, dan lebih dari 50% memiliki pengalaman kerja lebih dari 5 tahun.

 

Teknik analisis yang digunakan:

 

  • Relative Importance Index (RII) untuk mengukur bobot kepentingan tiap efek
  • One-way ANOVA untuk melihat perbedaan persepsi antar kelompok
  • Exploratory Factor Analysis (EFA) untuk mengelompokkan efek
  • Structural Equation Modeling (SEM) berbasis SMART-PLS untuk menguji hubungan antar kelompok efek

 

Reliabilitas kuesioner terkonfirmasi dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,896.

 

Hasil dan Pembahasan

 

10 Efek Keterlambatan Teratas (berdasarkan RII)

 

1. Keterlambatan Waktu (Time Overrun) – RII: 4,13

2. Gagal Mencapai Tujuan Proyek (Non-Achievement of Objectives) – RII: 3,91

3. Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) – RII: 3,88

4. Menurunnya Kualitas Pekerjaan (Poor Quality) – RII: 3,79

5. Kegagalan Proyek (Project Failure) – RII: 3,76

6. Dampak Negatif terhadap Ekonomi Nasional – RII: 3,76

7. Citra Kota Tercemar (Negative City Image) – RII: 3,71

8. Penurunan Produktivitas – RII: 3,69

9. Pemborosan Sumber Daya (Wastage of Resources) – RII: 3,68

10. Gangguan Program dan Jadwal – RII: 3,65

 

Perbedaan Persepsi antar Aktor Proyek

 

Analisis ANOVA menunjukkan bahwa 29 dari 31 efek memiliki persepsi yang serupa di antara kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek. Namun dua poin menunjukkan perbedaan signifikan:

 

Sengketa dan Klaim Hukum: Pemilik cenderung menganggap ini sebagai efek minor, berbeda dengan kontraktor yang sering menanggung beban hukum.

 

Produktivitas yang Hilang: Kontraktor menganggap ini sebagai masalah serius karena langsung berdampak pada efisiensi operasional mereka.

 

Klasterisasi Efek melalui Analisis Faktor

 

31 efek diklasifikasikan ke dalam 5 klaster utama:

 

1. Persepsi Publik dan Kerugian Sosial Ekonomi (18,05%)

 

Dampak terhadap citra pemerintah, meningkatnya pengangguran, dan kekecewaan publik

 

2. Pemborosan dan Mutu Buruk (12,31%)

 

Terjadi akibat percepatan kerja yang memaksa pengorbanan kualitas

 

3. Kegagalan dan Gangguan Proyek (12,19%)

 

Berujung pada batalnya proyek atau tak tercapainya milestone

 

4. Disrupsi dan Konflik (11,59%)

 

Ketegangan internal, sengketa antar pemangku kepentingan, dan ketidakseimbangan kerja

 

5. Kerusakan Korporasi (10,16%)

 

Termasuk penalti kontraktual, kebangkrutan perusahaan, hingga hilangnya profitabilitas

 

Model Struktural Antar Efek: Hasil SMART-PLS

 

Dengan SEM berbasis SMART-PLS, ditemukan 10 hubungan signifikan antar faktor, seperti:

 

  • Faktor 2 (mutu & pemborosan) memengaruhi Faktor 1 (persepsi publik) dan Faktor 3 (kegagalan proyek)
  • Faktor 4 (disrupsi) berdampak pada semua faktor lainnya
  • Faktor 5 (kerusakan korporasi) memperparah persepsi publik

 

Model ini menunjukkan bahwa dampak keterlambatan saling berkaitan dan dapat menimbulkan efek domino.

 

Analisis Tambahan dan Opini

 

Penelitian ini menyajikan pemetaan yang komprehensif dan sangat relevan. Nilai lebih dari studi ini antara lain:

 

  • Menggabungkan pendekatan kuantitatif dan model struktural
  • Mendeteksi efek yang tidak umum dibahas seperti "penuaan bangunan" atau "kehilangan kredibilitas perusahaan"
  • Fokus pada negara berkembang yang minim data seperti Aljazair

 

Namun, studi ini belum menjawab aspek penyebab keterlambatan atau strategi mitigasi secara langsung.

 

Bandingkan dengan studi lain: Penelitian di negara seperti Mesir dan Uni Emirat Arab lebih fokus pada faktor penyebab seperti masalah keuangan dan perizinan, bukan efek berantai seperti yang diteliti Salhi dan Messaoudi.

 

Implikasi Praktis

 

Berikut rekomendasi untuk industri konstruksi di Aljazair dan negara berkembang lain:

 

1. Sistem Manajemen Proyek Digital: Pengawasan progres dan keuangan secara real-time

2. Pelatihan Manajemen Risiko Konstruksi: Terutama untuk manajer proyek dan konsultan

3. Perencanaan Berbasis Data Historis: Menggunakan proyek sebelumnya sebagai referensi waktu dan anggaran

4. Sanksi Keterlambatan yang Proporsional: Untuk menghindari kontraktor yang tidak profesional

5. Kolaborasi Lebih Intensif Antarpihak: Agar ekspektasi dan jadwal sinkron sejak awal

 

Kesimpulan

 

Studi ini menjadi terobosan penting dalam memahami keterlambatan proyek dari sudut efek berantai yang timbul. Dengan pendekatan berbasis data dan analisis struktural, artikel ini memberikan kerangka kuat bagi regulator, pemilik proyek, dan kontraktor untuk menyusun strategi pencegahan yang lebih tepat sasaran.

 

Sumber:

 

Salhi, R., & Messaoudi, K. (2021). The Effects of Delays in Algerian Construction Projects: An Empirical Study. Civil and Environmental Engineering Reports, 31(2), 218–254. DOI: https://doi.org/10.2478/ceer-2021-0027

Selengkapnya
Mengungkap Dampak Keterlambatan Proyek Konstruksi di Aljazair: Studi Empiris Berbasis SMART-PLS
« First Previous page 132 of 1.113 Next Last »