Sumber Daya Air

Penilaian Kualitas Air Sungai Cimanuk dan Potensi Pemanfaatannya untuk Pengelolaan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Sungai Cimanuk sebagai Sumber Daya Air Strategis

Sungai Cimanuk merupakan salah satu sungai utama di Jawa Barat yang memiliki potensi besar sebagai sumber air baku untuk berbagai keperluan, mulai dari air minum, irigasi, hingga industri dan perikanan. Dengan aliran sepanjang 180 km dan daerah pengaliran seluas 3.557 km² yang melintasi lima kabupaten, sungai ini sangat vital bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Namun, perkembangan aktivitas manusia seperti industri, permukiman, dan pertanian berpotensi menurunkan kualitas air sungai. Oleh karena itu, pemantauan kualitas air secara berkesinambungan dan penilaian terhadap kesesuaian air dengan peruntukannya menjadi sangat penting.

Pengambilan Sampel dan Evaluasi Kualitas Air

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel air di empat titik strategis sepanjang sungai, mulai dari hulu (Bayongbong) hingga hilir (Jatibarang). Pengukuran parameter kualitas air dilakukan di lapangan dan laboratorium, meliputi parameter fisika (suhu, pH, DO), kimia (BOD, COD, detergen, amonia, logam berat), dan biologi (kolitinja). Penilaian mutu air menggunakan metode STORET yang membandingkan hasil pengujian dengan baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan SK Gubernur Jawa Barat No. 38 Tahun 1991.

Kondisi Kualitas Air dari Hulu ke Hilir

Oksigen Terlarut (DO) dan Indikator Organik

  • DO di hulu Bayongbong berkisar 5,6–8,6 mg/L, memenuhi baku mutu (>3 mg/L).
  • Di Sukaregang (area industri), DO menurun menjadi 4,7–7,7 mg/L.
  • Di hilir Tomo dan Jatibarang, DO sedikit membaik dengan kisaran 4,6–8,1 mg/L.
  • BOD dan COD meningkat di area industri Sukaregang dan Tomo, dengan BOD mencapai 15 mg/L dan COD hingga 90 mg/L, menandakan pencemaran organik yang cukup tinggi.

Parameter Kimia dan Logam Berat

  • pH air relatif stabil antara 6–8,9, masih sesuai baku mutu.
  • Detergen meningkat di hilir hingga 0,8 mg/L, melebihi batas 0,2 mg/L, indikasi limbah domestik.
  • Amonia bebas mencapai 0,178 mg/L di Tomo, di atas batas 0,02 mg/L, berpotensi toksik bagi biota air.
  • Logam mangan (Mn) dan seng (Zn) terdeteksi dengan kadar yang kadang melebihi ambang batas, terutama seng yang mencapai 0,094 mg/L (batas 0,02 mg/L).

Parameter Biologi: Kolitinja

  • Jumlah kolitinja sangat tinggi, dari 1.200 hingga 8.000.000 jumlah/100 mL, jauh melebihi batas 2.000 jumlah/100 mL, menunjukkan pencemaran mikrobiologis serius yang berasal dari limbah domestik dan peternakan.

Penilaian Status Mutu Air

  • Berdasarkan metode STORET dan baku mutu SK Gub. No. 38/1991, status mutu air di hulu Bayongbong adalah “cemar ringan” (skor -10), sedangkan di hilir Jatibarang “cemar sedang” (skor -12).
  • Dengan klasifikasi PP No. 82/2001 kelas I, status mutu di hulu adalah “cemar sedang” dan di hilir “cemar berat”.
  • Kelas II PP 82/2001 menunjukkan status “cemar sedang” dari hulu ke hilir.
  • Secara umum, kualitas air menurun dari hulu ke hilir akibat akumulasi limbah dan aktivitas manusia.

Diskusi: Implikasi dan Tantangan Pengelolaan

Penelitian ini menegaskan bahwa meskipun kualitas air di hulu relatif baik, penurunan kualitas di hilir cukup signifikan terutama akibat limbah industri dan domestik. Parameter BOD, COD, amonia, detergen, logam berat, dan kolitinja menjadi indikator utama pencemaran yang harus mendapat perhatian serius.

Fenomena ini sejalan dengan kondisi sungai besar lain di Jawa Barat seperti Citarum dan Cisadane, yang juga mengalami pencemaran berat akibat aktivitas manusia. Penanganan limbah dan pengelolaan daerah aliran sungai yang terpadu menjadi kunci keberhasilan menjaga kualitas air.

Rekomendasi dan Upaya Perbaikan

  • Pengawasan ketat terhadap pembuangan limbah industri dan domestik.
  • Penerapan teknologi pengolahan limbah yang efektif.
  • Edukasi masyarakat untuk tidak membuang limbah langsung ke sungai.
  • Rehabilitasi daerah aliran sungai dengan penanaman vegetasi riparian.
  • Pemantauan kualitas air secara berkala menggunakan metode STORET dan teknologi modern.

Kesimpulan

Kualitas air Sungai Cimanuk secara umum masih memenuhi persyaratan untuk berbagai pemanfaatan di hulu, namun mengalami penurunan mutu menuju hilir akibat pencemaran organik, kimia, dan mikrobiologis. Status mutu air bervariasi dari cemar ringan hingga cemar berat tergantung lokasi dan klasifikasi baku mutu yang digunakan. Upaya pengelolaan terpadu dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian sumber daya air ini demi keberlangsungan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.

Sumber Asli Artikel

Armaita Sutriati. “Penilaian Kualitas Air Sungai dan Potensi Pemanfaatannya Studi Kasus: Sungai Cimanuk.” Pusat Litbang Sumber Daya Air, Bandung.

Selengkapnya
Penilaian Kualitas Air Sungai Cimanuk dan Potensi Pemanfaatannya untuk Pengelolaan Berkelanjutan

Sumber Daya Air

Peramalan Kualitas Air Danau Toba Menggunakan Citra Satelit dan Model Univariat

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Pentingnya Pemantauan Kualitas Air Danau Toba

Danau Toba, danau vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, memiliki peranan penting dalam ekonomi regional melalui sektor perikanan, pariwisata, dan penyediaan air bersih. Namun, urbanisasi dan perubahan iklim telah memengaruhi kualitas air danau ini, sehingga pemantauan dan prediksi kualitas air menjadi sangat penting untuk pengelolaan sumber daya berkelanjutan. Penelitian oleh Parulian et al. (2024) bertujuan melakukan monitoring kualitas air Danau Toba dengan menggunakan citra satelit Landsat 8 dan MODIS dari Januari 2014 hingga April 2024, serta membandingkan metode peramalan univariat untuk memprediksi variabel kualitas air selama 12 bulan ke depan.

Studi Kasus dan Variabel Kualitas Air

Penelitian ini memfokuskan pada empat variabel utama kualitas air yang dapat dipantau melalui citra satelit:

  • Dissolved Oxygen (DO): Indikator penting keseimbangan ekosistem air, rata-rata 12,017 mg/L, menunjukkan kualitas air yang baik.
  • pH: Mengukur keasaman atau kebasaan air, rata-rata 7,909, masih dalam kategori aman dan cenderung basa.
  • Land Surface Temperature (LST): Suhu permukaan air, rata-rata 25,101°C, berperan dalam dinamika hidrologi dan vegetasi perairan.
  • Normalized Difference Turbidity Index (NDTI): Indeks kekeruhan air, rata-rata -0,013, menunjukkan kondisi air relatif jernih.

Data time series dari 124 bulan ini dianalisis untuk mengidentifikasi pola dan tren, serta dilakukan uji stasioneritas untuk memastikan validitas model peramalan.

Metode Peramalan yang Digunakan

Penelitian membandingkan tiga metode peramalan deret waktu univariat:

  • ARIMA/SARIMA: Model klasik yang mengakomodasi faktor musiman, terbukti efektif untuk LST dan NDTI.
  • Prophet: Model berbasis machine learning dari Facebook, unggul dalam memprediksi DO.
  • LSTM (Long Short-Term Memory): Metode deep learning yang mampu menangani data non-linear dan kompleks, terbaik untuk prediksi pH.

Data dibagi menjadi 90% untuk pelatihan dan 10% untuk pengujian. Evaluasi model menggunakan metrik RMSE dan MAE menunjukkan ARIMA/SARIMA rata-rata memiliki performa terbaik secara keseluruhan.

Hasil Peramalan dan Interpretasi

Peramalan selama 12 bulan ke depan (Mei 2024–April 2025) menunjukkan:

  • DO: Cenderung meningkat, mengindikasikan potensi perbaikan kualitas oksigen terlarut yang mendukung ekosistem air.
  • LST: Diprediksi menurun, kemungkinan terkait perubahan iklim atau dinamika vegetasi di sekitar danau.
  • pH dan NDTI: Menunjukkan pergerakan stagnan, mengindikasikan kondisi keasaman dan kekeruhan air relatif stabil.

Analisis Kritis dan Nilai Tambah Penelitian

Penelitian ini menggabungkan teknologi penginderaan jauh dengan metode statistik dan machine learning untuk memberikan gambaran komprehensif tentang kualitas air Danau Toba. Penggunaan citra satelit memungkinkan pemantauan luas dan berkala tanpa biaya tinggi pengambilan sampel lapangan.

Perbandingan metode peramalan memberikan insight penting bahwa metode klasik ARIMA/SARIMA masih sangat relevan dan kompetitif dibandingkan metode machine learning, terutama untuk data musiman dan stasioner. Namun, LSTM dan Prophet menawarkan keunggulan pada variabel dengan pola non-linear dan fluktuasi kompleks.

Kritik dan Saran Pengembangan

  • Keterbatasan Variabel: Penelitian hanya menggunakan empat variabel utama, sementara parameter lain seperti BOD, TSS, dan klorofil juga penting untuk kualitas air.
  • Asumsi Model: Model ARIMA/SARIMA belum sepenuhnya memenuhi asumsi normalitas residual, sehingga integrasi metode spasial dan data lapangan lebih lanjut diperlukan.
  • Perluasan Data: Penelitian selanjutnya dapat menggabungkan data musiman dan spasial lebih detail serta variabel biologis untuk pemodelan yang lebih holistik.

Relevansi dengan Tren Global dan Industri

Pemantauan kualitas air menggunakan citra satelit dan model peramalan merupakan tren global dalam pengelolaan sumber daya air berkelanjutan. Integrasi teknologi ini mendukung tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya target air bersih dan sanitasi. Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan pengelola sumber daya di Danau Toba dan wilayah serupa dalam perencanaan konservasi dan mitigasi dampak perubahan iklim.

Kesimpulan

Kualitas air Danau Toba selama 2014–2024 masih dalam kategori baik berdasarkan variabel DO, pH, LST, dan NDTI. Metode ARIMA/SARIMA, Prophet, dan LSTM efektif dalam meramalkan kualitas air dengan keunggulan masing-masing. Prediksi 12 bulan ke depan menunjukkan tren positif untuk DO dan stabilitas pada variabel lain. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam monitoring dan pengelolaan kualitas air danau menggunakan teknologi satelit dan metode statistik modern.

Sumber Asli Artikel

Firman Emmanuel Declarantius Parulian, Hasna Arifah Nur Fatih, Wimbi Uelsan Gurusinga, Robert Kurniawan. 2024. Peramalan Kualitas Air Danau Toba Melalui Citra Satelit dengan Model Peramalan Univariat. Seminar Nasional Sains Data 2024 (SENADA 2024), UPN “Veteran” Jawa Timur.

Selengkapnya
Peramalan Kualitas Air Danau Toba Menggunakan Citra Satelit dan Model Univariat

Sumber Daya Air

Pemetaan dan Analisis Kualitas Air Sungai Surabaya untuk Pengelolaan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Pentingnya Kualitas Air Sungai Surabaya

Air sungai merupakan sumber daya vital bagi kehidupan manusia dan ekosistem. Sungai Surabaya, sebagai anak sungai Kali Brantas, menjadi sumber utama air minum bagi sekitar 2,7 juta penduduk dan suplai industri di wilayah Surabaya. Namun, perkembangan industri dan aktivitas domestik di sekitar sungai menyebabkan pencemaran yang mengancam kualitas air dan keberlanjutan penggunaannya. Penelitian oleh M. Khadik Asrori dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur ini memetakan kualitas air Sungai Surabaya dengan fokus pada parameter fisika, kimia, dan biologi untuk memberikan gambaran kondisi terkini dan rekomendasi pengelolaan.

Studi Kasus dan Data Kunci

Pemanfaatan Sungai Surabaya

Sungai Surabaya mengalir dari DAM Mlirip menuju pintu air Jagir dan dimanfaatkan sebagai sumber air minum sebesar 256 juta m³ per tahun serta 38 juta m³ untuk kebutuhan industri (Indriani et al., 2016). Sungai ini juga menjadi tempat pembuangan limbah industri dan domestik yang menyebabkan penurunan kualitas air.

Parameter Kualitas Air

  • BOD (Biochemical Oxygen Demand): Berdasarkan data 2010-2013, kadar BOD berkisar antara 2,56 hingga 11,94 mg/L dengan rata-rata 4,186 mg/L. Standar baku mutu kelas 1 maksimal 2 mg/L dan kelas 2 maksimal 3 mg/L. Nilai ini menunjukkan pencemaran organik yang cukup tinggi, terutama pada musim hujan akibat limbah domestik dan industri.
  • COD (Chemical Oxygen Demand): Kadar COD berkisar antara 8,19 sampai 46,5 mg/L dengan rata-rata 17,05 mg/L. Beberapa bagian sungai memenuhi baku mutu kelas 1 dan 2, namun sebagian sudah tercemar berat.
  • TSS (Total Suspended Solid): Nilai TSS sangat bervariasi, dengan puncak 2116,7 mg/L pada 2008 dan rata-rata 162,9 mg/L (2010-2013). Standar baku mutu maksimal 50 mg/L, sehingga Sungai Surabaya mengalami pencemaran padatan tersuspensi yang serius.
  • DO (Dissolved Oxygen): Kadar DO meningkat dari 2,1 menjadi 7,35 mg/L antara 2010 hingga 2018, rata-rata sekitar 3,5 mg/L. Kadar ini masih memenuhi standar kelas 1 dan 2 (minimal 4-6 mg/L).
  • pH: Berkisar antara 7,2 hingga 7,8, tergolong netral dan sesuai baku mutu.
  • Nitrat dan Fosfat: Nitrat berkisar 1,05–2,38 mg/L, masih dalam batas aman. Fosfat mencapai 0,187–0,959 mg/L, melebihi batas 0,2 mg/L, menandakan potensi eutrofikasi.

Analisis dan Dampak Pencemaran

Peningkatan BOD dan COD menunjukkan tingginya beban bahan organik dan kimia yang harus diurai oleh mikroorganisme, berpotensi menurunkan kadar oksigen dan mengancam biota air. TSS yang tinggi mengganggu penetrasi cahaya dan fotosintesis organisme air. Fosfat yang melebihi ambang batas dapat memicu pertumbuhan alga berlebih (blooming) yang menurunkan kualitas air dan ekosistem.

Pencemaran ini berasal dari limbah domestik, industri, dan pertanian yang belum terkelola dengan baik. Data menunjukkan sekitar 60% pencemaran berasal dari limbah domestik, dengan kontribusi signifikan dari industri yang melebihi kapasitas pengolahan limbah.

Strategi Pengelolaan dan Mitigasi

Penelitian ini merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk mengatasi pencemaran Sungai Surabaya:

  • Penguatan Pengawasan Limbah: Meningkatkan pengawasan terhadap pembuangan limbah industri dan domestik agar sesuai standar.
  • Optimalisasi Sistem Monitoring: Menambah titik pengamatan, menggunakan sensor kualitas air modern dan biomonitoring untuk deteksi dini pencemaran.
  • Rehabilitasi dan Restorasi: Penanaman vegetasi riparian, pengelolaan zona penyangga, dan pengaturan tata guna lahan di daerah aliran sungai.
  • Pengolahan Air Limbah: Integrasi teknologi biofilter dan pengolahan biologis dalam sistem pengolahan air minum dan limbah.

Perbandingan dengan Studi Lain dan Tren Global

Penelitian lain di Kalimas River dan DAS Brantas menunjukkan pola serupa: pencemaran air sungai akibat limbah domestik dan industri yang memerlukan pengelolaan terpadu. Secara global, pengelolaan kualitas air sungai menjadi fokus utama dalam pembangunan berkelanjutan, dengan pemanfaatan teknologi digital dan kolaborasi multi-pihak sebagai kunci keberhasilan.

Kesimpulan

Kualitas air Sungai Surabaya telah mengalami pencemaran yang signifikan, terutama dari bahan organik, padatan tersuspensi, dan nutrien yang berlebihan. Kondisi ini mengancam sumber air minum dan ekosistem sungai. Pemantauan berkala dan strategi pengelolaan terpadu sangat diperlukan untuk memulihkan kualitas air dan menjaga keberlanjutan pemanfaatan sungai bagi masyarakat dan industri.

Sumber Asli Artikel

Asrori, M. Khadik. "Pemetaan Kualitas Air Sungai di Surabaya." Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

Selengkapnya
Pemetaan dan Analisis Kualitas Air Sungai Surabaya untuk Pengelolaan Berkelanjutan

Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air Sumur Bor di Hajimena, Natar, Lampung Selatan—Urgensi Pengelolaan Air Bersih di Kawasan Semi-Urban

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Air Bersih, Hak Dasar dan Tantangan di Kawasan Perumahan

Air bersih adalah hak dasar manusia dan penopang utama kesehatan masyarakat. Namun, di banyak wilayah Indonesia, terutama kawasan semi-urban seperti Hajimena, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, akses terhadap air bersih yang layak masih menjadi tantangan besar. Mayoritas warga Perumahan Griya Saka Hajimena, yang berjumlah sekitar 50 kepala keluarga, sangat bergantung pada air sumur bor untuk kebutuhan sehari-hari—mulai dari memasak, mandi, hingga mencuci. Kondisi geografis berupa lahan bekas rawa dan pertumbuhan penduduk yang cepat meningkatkan risiko pencemaran air tanah, sehingga kualitas air sumur bor menjadi isu kritis yang berdampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraan warga123.

Mengapa Sumur Bor Menjadi Pilihan?

Sumur bor dipilih karena kemudahan akses dan biaya pembangunan yang relatif terjangkau. Namun, air tanah di kawasan bekas rawa sangat rentan terhadap kontaminasi limbah domestik, rembesan septic tank, dan limpasan air hujan yang membawa polutan dari permukaan. Keterbatasan sumber air bersih di Hajimena menuntut pengelolaan dan pengawasan kualitas air yang lebih ketat13.

Tujuan Penelitian

  • Mengevaluasi kualitas air sumur bor sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat Hajimena.
  • Membandingkan hasil pengujian dengan baku mutu air bersih sesuai Permenkes No. 32 Tahun 2017.
  • Memberikan rekomendasi berbasis data untuk pengelolaan air bersih di kawasan perumahan semi-urban123.

Uji Fisika, Kimia, dan Biologi

Lokasi dan Pengambilan Sampel

Sampel air diambil dari sumur bor yang digunakan oleh sekitar 50 kepala keluarga di Perumahan Griya Saka Hajimena. Pengambilan dilakukan dari keran penampungan dan pompa sumur, mewakili kualitas air yang digunakan sehari-hari. Proses pengambilan sampel mengikuti prosedur laboratorium yang ketat untuk memastikan hasil yang representatif13.

Parameter yang Diuji

  • Fisik: warna, rasa, bau, temperatur, kekeruhan, total padatan terlarut (TDS)
  • Kimia: kadar besi (Fe), kadmium (Cd), kesadahan (CaCO3), klorida, mangan (Mn), nitrat, nitrit, pH, air raksa, arsen
  • Biologi: total coliform dan Escherichia coli (E. coli)

Seluruh hasil dibandingkan dengan baku mutu air bersih Permenkes No. 32 Tahun 201713.

Hasil Penelitian: Data, Fakta, dan Analisis

Parameter Fisik

  • Warna: 152 TCU (batas baku mutu: 50 TCU). Sebanyak 67% sampel melebihi ambang batas, menandakan adanya kontaminasi organik/anorganik yang signifikan.
  • Kekeruhan: 11,2 TCU (batas: 25 TCU). Masih dalam batas aman.
  • Rasa dan Bau: Tidak berasa dan tidak berbau, memenuhi standar air bersih.
  • Temperatur: 28,7°C, sesuai standar (suhu udara ±3°C).
  • Total Padatan Terlarut (TDS): 825 mg/l (batas: 1500 mg/l), masih layak13.

Parameter Kimia

  • Kadar Besi (Fe): 3,95 mg/l (batas: 1,0 mg/l). Sebanyak 75% sampel melampaui baku mutu, menyebabkan air berwarna kuning kecokelatan dan berisiko menodai peralatan rumah tangga.
  • Klorida: 1752 mg/l (batas: 600 mg/l). Sebanyak 65% sampel melebihi ambang batas, berpotensi menyebabkan rasa asin dan korosif pada pipa.
  • Kesadahan (CaCO3): 127,9 mg/l (batas: 500 mg/l), masih aman.
  • Kadmium (Cd): 0,00 mg/l (batas: 1,5 mg/l), aman.
  • Air Raksa (Hg): 0,00 mg/l (batas: 0,001 mg/l), aman.
  • Arsen: 0,001 mg/l (batas: 0,05 mg/l), aman.
  • Mangan (Mn): 0,214 mg/l (batas: 0,5 mg/l), aman.
  • Nitrat (NO3-N): 1,10 mg/l (batas: 10 mg/l), aman.
  • Nitrit (NO2-N): 0,043 mg/l (batas: 1,0 mg/l), aman.
  • pH: 7,98 (batas: 6,5–9,0), netral dan sesuai standar13.

Parameter Biologi

  • Total Coliform dan E. coli: 210/100 ml sampel (batas: <50/100 ml untuk non-perpipaan). Sebanyak 80% sampel melebihi baku mutu, menandakan kontaminasi mikrobiologis serius yang dapat menyebabkan penyakit diare, tifus, hingga kolera13.

Realitas Air Sumur Bor di Griya Saka Hajimena

Kondisi Lapangan

Perumahan Griya Saka Hajimena dibangun di atas lahan bekas rawa, yang secara alami memiliki risiko tinggi kontaminasi organik dan anorganik. Selain itu, kedekatan dengan septic tank dan minimnya sistem pengelolaan limbah memperparah risiko pencemaran air tanah. Banyak warga yang mengeluhkan air sumur yang berwarna, berbau besi, dan kadang-kadang menodai pakaian atau peralatan mandi13.

Dampak pada Masyarakat

  • Kesehatan: Tingginya kadar coliform dan E. coli meningkatkan risiko penyakit berbasis air, terutama pada anak-anak dan lansia.
  • Kenyamanan: Air yang berwarna dan mengandung besi tinggi menyebabkan noda pada pakaian, peralatan mandi, dan keran.
  • Ekonomi: Warga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli air galon atau memasang filter air rumah tangga13.

Implikasi, Opini, dan Perbandingan

Kelebihan Penelitian

  • Pendekatan komprehensif: Menguji seluruh parameter utama (fisik, kimia, biologi) sesuai standar nasional.
  • Studi kasus nyata: Menggambarkan kondisi aktual yang dihadapi masyarakat semi-urban di Indonesia.
  • Relevansi kebijakan: Memberikan dasar ilmiah bagi pemerintah daerah untuk intervensi pengelolaan air bersih13.

Kritik dan Keterbatasan

  • Waktu pengambilan sampel: Snapshot, belum menggambarkan variasi musiman (musim hujan vs kemarau).
  • Parameter tambahan: Belum menguji kandungan amonia, pestisida, atau logam berat lain yang mungkin hadir di kawasan bekas rawa.
  • Solusi teknis: Penelitian belum membahas secara detail solusi pengolahan air yang aplikatif untuk masyarakat13.

Perbandingan dengan Studi Lain

Penelitian lain di Hajimena juga menemukan pencemaran amoniak dan mikrobiologi pada beberapa titik. Studi di daerah lain di Indonesia menunjukkan pola serupa: sumur bor di kawasan padat penduduk dan bekas rawa cenderung mengandung besi, klorida, dan coliform tinggi, sehingga tidak layak untuk konsumsi tanpa pengolahan lanjut134.

Relevansi dengan Tren Nasional dan Global

Akses Air Bersih sebagai Hak Dasar

Pemerintah Indonesia menargetkan akses air minum layak untuk seluruh rakyat pada 2030, namun data Bappenas (2019) menunjukkan hanya 20% penduduk yang menikmati air perpipaan. Sisanya masih mengandalkan sumur bor, sumur gali, atau air isi ulang. Tantangan serupa juga dihadapi negara berkembang lain, di mana kualitas air tanah sangat dipengaruhi oleh tata kelola lingkungan dan perubahan tata guna lahan1.

Solusi Industri dan Teknologi

  • Filtrasi Rumah Tangga: Penggunaan filter karbon aktif, resin penukar ion, dan UV disinfeksi bisa menurunkan kadar besi, klorida, dan coliform.
  • Pengelolaan Septic Tank: Penataan ulang jarak septic tank dan sumur, serta pengelolaan limbah domestik menjadi kunci mencegah kontaminasi.
  • Monitoring Berkala: Pemerintah daerah perlu melakukan pemantauan kualitas air secara periodik dan menyediakan laboratorium uji air murah untuk masyarakat13.

Saran Kebijakan dan Rekomendasi Praktis

  • Edukasi Masyarakat: Warga perlu diedukasi tentang bahaya air tercemar dan pentingnya merebus air sebelum digunakan untuk konsumsi.
  • Penguatan Regulasi: Pemerintah daerah harus memperketat izin pembangunan perumahan di lahan bekas rawa dan mewajibkan uji kualitas air sebelum pemanfaatan.
  • Inovasi Teknologi: Pengembangan teknologi pengolahan air sederhana dan terjangkau untuk skala rumah tangga harus menjadi prioritas, misal filter berbasis pasir, karbon aktif, dan desinfeksi UV.
  • Kolaborasi Multi-Pihak: Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat sangat penting untuk mengatasi tantangan air bersih di kawasan semi-urban13.

Kualitas Air Sumur Bor di Hajimena Tidak Layak untuk Air Bersih

Penelitian ini secara tegas menyimpulkan bahwa air sumur bor di Perumahan Griya Saka Hajimena, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, tidak layak digunakan sebagai air bersih. Hal ini disebabkan oleh:

  • Warna air yang melebihi baku mutu (67% sampel tidak layak).
  • Kadar besi yang sangat tinggi (75% sampel melampaui standar).
  • Klorida yang jauh di atas ambang batas (65% sampel tidak layak).
  • Total coliform dan E. coli yang sangat tinggi (80% sampel tercemar berat)13.

Kondisi ini menuntut perhatian serius dari pemerintah daerah, pengembang perumahan, dan masyarakat untuk segera melakukan intervensi teknis dan kebijakan agar hak atas air bersih dapat terpenuhi. Penelitian ini juga menjadi alarm bagi kawasan semi-urban lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa.

Sumber Asli Artikel

Miftahul Djana. 2023. Analisis Kualitas Air dalam Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di Kecamatan Natar Hajimena Lampung Selatan. Jurnal Redoks, 8(1): 81–87.

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air Sumur Bor di Hajimena, Natar, Lampung Selatan—Urgensi Pengelolaan Air Bersih di Kawasan Semi-Urban

Sumber Daya Air

Relevansi dengan Tren Global dan Industri Ekowisata

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Status Mutu Air Danau Air Asin Gili Meno—Ekowisata, Tantangan Pencemaran, dan Solusi Berkelanjutan

Danau Air Asin Gili Meno, Permata Unik di Lombok

Gili Meno, salah satu dari tiga pulau kecil di lepas pantai barat Lombok, dikenal sebagai destinasi wisata utama dengan daya tarik ekosistem mangrove dan satu-satunya danau air asin di Pulau Lombok. Danau Air Asin Gili Meno bukan sekadar keunikan geografis, tetapi juga menjadi pusat ekowisata dan habitat biota yang sangat adaptif terhadap salinitas tinggi. Namun, pesatnya perkembangan pariwisata dan aktivitas domestik di pulau ini membawa tantangan baru: pencemaran air dan penurunan kualitas lingkungan. Paper “Penentuan Status Mutu Air Danau Air Asin Gili Meno Menggunakan Metode Indeks Pencemaran” oleh Tina Melinda, Hijriati Sholehah, dan Taufik Abdullah (2021) menghadirkan analisis mendalam mengenai kondisi aktual danau ini, menggunakan pendekatan ilmiah yang sangat relevan dengan isu lingkungan dan pengelolaan ekowisata di Indonesia saat ini123.

Pentingnya Pemantauan Kualitas Air di Kawasan Wisata

Danau Air Asin Gili Meno memiliki karakteristik ekosistem yang unik—airnya asin, tergenang, dan dikelilingi vegetasi mangrove. Lokasinya yang berada di titik terendah pulau menyebabkan danau ini menjadi penampung alami air limpasan, termasuk limbah domestik dan hotel. Seiring meningkatnya aktivitas wisata dan pertumbuhan fasilitas akomodasi, risiko pencemaran air pun meningkat, terutama dari limbah deterjen dan domestik. Pemantauan kualitas air menjadi sangat penting, bukan hanya untuk menjaga ekosistem, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan pariwisata dan kesehatan masyarakat sekitar123.

Studi Kasus dan Metode Indeks Pencemaran

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sampel air diambil secara grab sample pada 23 Juli 2020 di beberapa titik sekitar danau. Analisis laboratorium dilakukan untuk mengukur parameter fisika dan kimia air, yang kemudian dibandingkan dengan baku mutu air laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk kawasan wisata bahari13.

Parameter yang Diukur

  • Fisik: warna, bau, kecerahan, kekeruhan, total padatan tersuspensi (TSS), suhu, sampah, lapisan minyak.
  • Kimia: pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), fosfat, nitrat.

Status mutu air kemudian ditentukan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasarkan Kepmen LH No. 115/2003, yang mengklasifikasikan status mutu air menjadi: memenuhi baku mutu (IP ≤ 1), tercemar ringan (1 < IP ≤ 5), tercemar sedang (5 < IP ≤ 10), dan tercemar berat (IP > 10)134.

Data, Fakta, dan Studi Kasus

Kondisi Fisik dan Kimia Air

Parameter Fisik:

  • Warna: Tidak berwarna secara visual, namun permukaan air tampak kehijauan akibat pantulan fitoplankton.
  • Bau: Sedikit berbau tanah, khas perairan tergenang dengan endapan lumpur.
  • Kecerahan: 1,5 meter, jauh di bawah standar ideal (>6 meter), menunjukkan tingginya partikel tersuspensi dan naungan vegetasi di sekitar danau.
  • Kekeruhan: 4 NTU (batas mutu 5 NTU), masih dalam batas aman untuk wisata bahari.
  • TSS: 18 mg/l (batas mutu 20 mg/l), masih memenuhi syarat.
  • Suhu: 30°C, sesuai kisaran alami dan mendukung metabolisme organisme air.

Parameter Kimia:

  • pH: 5,3 (baku mutu 7–8,5), jauh di bawah standar, menandakan kondisi air yang cenderung asam.
  • Salinitas: 55 ppt, sangat tinggi, mencerminkan karakter unik danau air asin.
  • DO (Oksigen Terlarut): 6,7 mg/l (baku mutu >5 mg/l), cukup tinggi dan mendukung kehidupan biota air.
  • Fosfat: 1 mg/l (baku mutu 0,015 mg/l), sangat melebihi ambang batas, menandakan pencemaran nutrien yang signifikan.
  • Nitrat: 0,001 mg/l (baku mutu 0,008 mg/l), justru di bawah ambang batas, menandakan keterbatasan nutrien tertentu untuk fitoplankton13.

Analisis Indeks Pencemaran

Berdasarkan perhitungan Indeks Pencemaran (IP), Danau Air Asin Gili Meno memperoleh nilai IP sebesar 7,35, yang masuk kategori tercemar sedang (5 < IP ≤ 10). Parameter kunci yang menyebabkan pencemaran adalah fosfat dan pH yang tidak memenuhi baku mutu, sementara parameter fisik dan kimia lainnya masih dalam batas wajar13.

Sumber dan Dampak Pencemaran

Sumber Pencemar

  • Limbah domestik dan hotel: Posisi danau yang berada di titik terendah pulau menyebabkan limbah cucian, deterjen, dan air limbah rumah tangga serta hotel mengalir ke danau.
  • Kurangnya sirkulasi air: Danau tergenang dengan sedikit pergantian air, sehingga polutan cenderung terakumulasi.
  • Dekomposisi bahan organik: Endapan lumpur di dasar danau dari sisa organisme mati dan limbah organik menghasilkan asam sulfat, menurunkan pH air13.

Dampak Lingkungan dan Ekowisata

  • Eutrofikasi: Tingginya fosfat berpotensi memicu pertumbuhan alga berlebih (blooming), menurunkan estetika danau, dan mengganggu kenyamanan wisatawan.
  • Risiko kesehatan: pH yang terlalu rendah dan kandungan fosfat tinggi dapat membahayakan biota air dan menurunkan kualitas wisata bahari.
  • Keunikan ekosistem: Salinitas tinggi membatasi jenis biota yang dapat hidup, sehingga hanya organisme dengan toleransi salinitas ekstrem yang bertahan13.

Implikasi, Opini, dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Kekuatan dan Keunikan Penelitian

  • Pendekatan komprehensif: Penelitian ini menggabungkan analisis fisik dan kimia secara detail serta menggunakan metode indeks pencemaran yang diakui secara nasional.
  • Studi kasus nyata: Menyoroti tantangan nyata pengelolaan ekowisata di kawasan pulau kecil dengan tekanan limbah domestik dan pariwisata.

Kritik dan Keterbatasan

  • Waktu pengambilan sampel: Hanya dilakukan satu kali (snapshot), sehingga belum menggambarkan dinamika musiman atau variasi harian.
  • Parameter biologi: Tidak dianalisis, padahal fitoplankton dan mikroorganisme bisa menjadi indikator penting status ekosistem.
  • Solusi praktis: Penelitian belum merinci rekomendasi teknis mitigasi pencemaran, seperti pengelolaan limbah domestik atau teknologi ramah lingkungan untuk hotel dan rumah tangga.

Perbandingan dengan Studi Lain

Penelitian sejenis di embung Ciseupan (Jawa Barat) dan Sungai Ogan (Sumatera Selatan) juga menggunakan metode indeks pencemaran dan menemukan status mutu air “tercemar sedang” dengan IP 7–10, terutama akibat limbah domestik dan pertanian45. Namun, kasus Gili Meno unik karena danau air asin di pulau kecil, sehingga tantangan pengelolaan limbah dan sirkulasi air sangat berbeda dibanding danau atau sungai di daratan utama.Ekowisata dan Tantangan Lingkungan

Tren global ekowisata menuntut keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Banyak destinasi wisata dunia kini menerapkan standar ketat pengelolaan limbah dan monitoring kualitas air secara digital (IoT, sensor otomatis) untuk menjaga daya tarik dan keberlanjutan ekosistem. Kasus Gili Meno menegaskan pentingnya kolaborasi antara pengelola wisata, pemerintah, dan masyarakat dalam menjaga mutu air danau dan mencegah degradasi lingkungan.

Solusi dan Inovasi

  • Pengelolaan limbah terpadu: Penerapan sistem pengolahan limbah domestik dan hotel sebelum air limbah dialirkan ke danau.
  • Edukasi wisatawan dan pelaku usaha: Kampanye penggunaan deterjen ramah lingkungan dan perilaku sadar lingkungan.
  • Pemantauan berkala: Monitoring kualitas air secara periodik dan digital untuk deteksi dini pencemaran dan pengambilan keputusan cepat.

Menjaga Danau Air Asin Gili Meno untuk Masa Depan Ekowisata

Penelitian ini menegaskan bahwa Danau Air Asin Gili Meno saat ini berada pada status tercemar sedang dengan nilai IP 7,35. Parameter utama penyebab pencemaran adalah tingginya kandungan fosfat (1 mg/l) dan pH yang terlalu rendah (5,3), keduanya di luar baku mutu untuk kawasan wisata bahari. Sumber utama pencemaran adalah limbah domestik dan hotel yang mengalir ke danau akibat posisi topografi yang rendah dan minimnya sirkulasi air.

Rekomendasi utama:

  • Penguatan pengelolaan limbah domestik dan hotel.
  • Edukasi seluruh stakeholder pariwisata dan masyarakat lokal.
  • Monitoring kualitas air secara berkala dan pengembangan teknologi pengolahan limbah yang sesuai dengan karakter pulau kecil.

Menjaga kualitas air Danau Air Asin Gili Meno bukan hanya soal lingkungan, tapi juga investasi jangka panjang bagi keberlanjutan ekowisata dan ekonomi masyarakat Lombok.

Sumber Asli Artikel

Tina Melinda, Hijriati Sholehah, Taufik Abdullah. 2021. Penentuan Status Mutu Air Danau Air Asin Gili Meno Menggunakan Metode Indeks Pencemaran. Jurnal Sanitasi dan Lingkungan, 2(2), 199–208.

 

Selengkapnya
Relevansi dengan Tren Global dan Industri Ekowisata

Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air Danau Situ Gede sebagai Media Pembelajaran Berbasis E-Handout

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Danau Situ Gede, Sumber Daya Alam dan Tantangan Kualitas Air di Era Urbanisasi

Danau Situ Gede di Kota Bogor merupakan salah satu danau alami yang memiliki peran vital sebagai sumber air, kawasan konservasi, irigasi, habitat biota air, hingga destinasi wisata. Namun, seperti banyak danau di kawasan urban, Situ Gede menghadapi tekanan dari aktivitas manusia yang berpotensi menurunkan kualitas airnya. Paper karya Anisa Meita Laurenza, Muhammad Taufik Awaludin, dan Meilisha Putri Pertiwi (2023) tidak hanya mengupas tuntas analisis kualitas air Situ Gede dari berbagai parameter, tetapi juga mengintegrasikannya ke dalam media pembelajaran berbasis e-handout yang inovatif untuk siswa SMA. Artikel ini sangat relevan dengan isu lingkungan dan pendidikan abad ke-21, di mana literasi sains dan kepedulian terhadap ekosistem menjadi kunci pembangunan berkelanjutan123.

Situ Gede, dengan luas sekitar 6,2 hektar, menjadi tumpuan berbagai kepentingan: dari konservasi, irigasi, hingga rekreasi dan ekonomi masyarakat sekitar. Namun, urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan aktivitas domestik di sekitar danau meningkatkan risiko pencemaran air. Penelitian ini bertujuan:

  • Menganalisis kualitas air Situ Gede berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi di empat stasiun (barat, utara, timur, selatan).
  • Menghitung produktivitas primer perairan dan status mutu air Situ Gede.
  • Mengembangkan hasil penelitian menjadi media pembelajaran e-handout untuk meningkatkan motivasi dan literasi lingkungan siswa123.

Studi Lapangan, Laboratorium, dan Pengembangan Media

Desain Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data secara in situ dan laboratorium. Empat stasiun pengambilan sampel dipilih berdasarkan variasi aktivitas manusia dan karakteristik lingkungan:

  • Stasiun I (Barat): Dekat parkiran dan pedagang kaki lima.
  • Stasiun II (Utara): Area hutan lindung CIFOR, minim aktivitas manusia.
  • Stasiun III (Selatan): Lokasi penangkapan ikan oleh masyarakat.
  • Stasiun IV (Timur): Dekat jembatan penyeberangan wisatawan13.

Parameter yang Diukur

  • Fisik: Suhu, kecerahan, intensitas cahaya, warna air.
  • Kimia: pH, oksigen terlarut (DO).
  • Biologi: Komposisi fitoplankton melalui filtrasi plankton.

Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode oksigen botol terang dan gelap, sedangkan status mutu air dianalisis menggunakan indeks pencemaran sesuai Kepmen LH No. 115/2003. Hasil penelitian dikembangkan menjadi e-handout yang divalidasi oleh ahli materi dan media13.

Data, Analisis, dan Fakta Kunci

Parameter Kimia

  • pH: Berkisar antara 7,1 (Stasiun IV) hingga 8,3 (Stasiun I dan II). Seluruh stasiun masih dalam kisaran baku mutu (6–9), meski cenderung basa di beberapa lokasi. Kenaikan pH pada siang hari diduga akibat fotosintesis aktif oleh fitoplankton13.
  • DO (Oksigen Terlarut): 3,95 mg/L (Stasiun II) hingga 4,53 mg/L (Stasiun III). Nilai DO terendah mendekati ambang batas minimal (4 mg/L), menandakan tekanan ekologi terutama di area dengan aktivitas respirasi dan dekomposisi tinggi13.

Parameter Fisika

  • Suhu: 24°C (Stasiun II) hingga 28°C (Stasiun I, III, IV). Suhu lebih rendah di area berhutan, lebih tinggi di area terbuka.
  • Kecerahan: 36 cm (Stasiun II, terendah) hingga 66 cm (Stasiun III, tertinggi). Kecerahan rendah diduga akibat banyaknya bahan tersuspensi dan naungan tajuk pohon13.
  • Intensitas Cahaya: Variatif, tertinggi pada siang hari dan di area terbuka.
  • Warna Air: Stasiun I kecoklatan (dekat aktivitas masyarakat), stasiun II hijau kecoklatan (hutan), stasiun III dan IV hijau tua (aktivitas penangkapan dan wisata)3.

Fitoplankton sebagai Bioindikator

  • Komposisi Fitoplankton: Ditemukan 4 filum (Bacillariophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, Euglenophyta) dengan total 18 genus. Stasiun III dan IV memiliki keanekaragaman tertinggi, diduga akibat penetrasi cahaya dan unsur hara yang cukup, memicu blooming alga.
  • Dominasi Cyanophyta (Chroccocus sp.): Fitoplankton tahan panas dan sulit dicerna ikan, menandakan adanya tekanan eutrofikasi13.

Produktivitas Primer Perairan

  • Nilai Produktivitas Primer Bersih (NPP): Tertinggi di Stasiun II (3.593 mgC/m³/hari), terendah di Stasiun I (562 mgC/m³/hari). Seluruh stasiun dikategorikan eutrofik (>750 mgC/m³/hari), menandakan perairan kaya nutrien dan berpotensi mengalami blooming alga13.
  • Faktor Penentu: Penetrasi cahaya, suhu, dan ketersediaan nutrien sangat berpengaruh terhadap produktivitas primer dan perkembangan fitoplankton.

Status Mutu Air Berdasarkan Indeks Pencemaran

  • Stasiun I dan II: Indeks pencemaran 5,71 dan 5,31 (tercemar sedang).
  • Stasiun III dan IV: 4,85 dan 4,43 (tercemar ringan).
  • Analisis: Area dengan aktivitas manusia tinggi (parkir, pedagang, wisata) cenderung lebih tercemar. Area yang lebih alami (hutan, area wisata minim aktivitas) relatif lebih baik13.

Situ Gede di Tengah Urbanisasi dan Aktivitas Masyarakat

Situ Gede menjadi contoh nyata bagaimana tekanan urbanisasi, pariwisata, dan aktivitas domestik dapat mempengaruhi kualitas air danau. Stasiun I, yang berada di dekat parkiran dan pedagang kaki lima, menunjukkan indeks pencemaran tertinggi. Sementara stasiun II di area hutan lindung relatif lebih baik, namun tetap menunjukkan pencemaran sedang karena kemungkinan limpasan air dari area lain. Stasiun III dan IV, yang lebih dekat aktivitas penangkapan ikan dan wisata, masih mengalami pencemaran ringan, namun keanekaragaman fitoplankton dan produktivitas primer tetap tinggi, menandakan adanya suplai nutrien yang cukup13.

Implikasi, Opini, dan Perbandingan dengan Studi Lain

Dampak Lingkungan dan Potensi Eutrofikasi

Status eutrofik di seluruh stasiun Situ Gede menandakan danau mengalami kelebihan nutrien (nitrat, fosfat) yang memicu pertumbuhan fitoplankton berlebih (blooming alga). Hal ini dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut, kematian ikan, dan gangguan ekosistem. Situasi ini mirip dengan kasus di Danau Buyan, Danau Toba, dan Danau Tuok yang juga mengalami tekanan serupa akibat aktivitas manusia dan limpasan nutrien dari pertanian dan domestik13.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian lain di Situ Gede (Arianto et al., 2021) juga menemukan kategori pencemaran ringan dengan indeks pencemaran 1–5, serta dua parameter (pH dan nitrit) yang tidak sesuai baku mutu akibat limbah domestik dan pertanian5. Studi lain menggunakan metode IKA-NSF (National Sanitation Foundation) juga mengkategorikan Situ Gede sebagai “tercemar sedang” dengan nilai IKA-NSF 65,21, di mana parameter DO dan BOD sering menjadi indikator utama pencemaran4. Hal ini menunjukkan konsistensi hasil bahwa Situ Gede memang menghadapi tantangan pencemaran ringan hingga sedang.

Integrasi Sains dan Pendidikan

Keunikan penelitian ini adalah mengintegrasikan hasil analisis kualitas air ke dalam media pembelajaran e-handout untuk siswa SMA. Validasi ahli menunjukkan skor rata-rata 84% (sangat valid), membuktikan bahwa data lingkungan nyata dapat meningkatkan motivasi dan literasi sains siswa. E-handout ini tidak hanya mengajarkan konsep pencemaran air, tetapi juga menanamkan sikap peduli lingkungan melalui indikator sikap yang terintegrasi dalam materi123.

Kritik dan Saran Pengembangan

Kekuatan Penelitian

  • Pendekatan multidisiplin (fisika, kimia, biologi, pendidikan).
  • Studi kasus nyata yang relevan dengan isu lokal dan nasional.
  • Validasi media pembelajaran oleh ahli, memastikan kualitas dan keterpakaian.

Keterbatasan

  • Pengukuran hanya pada satu periode (Februari 2023), sehingga dinamika musiman belum tergambar utuh.
  • Parameter kimia terbatas pada pH dan DO, belum mencakup BOD, COD, nutrien, logam berat, dan bakteriologis.
  • Analisis fitoplankton belum sampai tingkat spesies dan kelimpahan mutlak.

Saran

  • Penelitian lanjutan sebaiknya dilakukan secara periodik (musiman) dan menambah parameter kimia serta mikrobiologi.
  • Integrasi data kualitas air dengan sistem monitoring berbasis IoT untuk deteksi dini pencemaran.
  • Pengembangan e-handout ke dalam platform digital interaktif (misal: aplikasi mobile atau web) untuk memperluas jangkauan edukasi.

Pendidikan Lingkungan dan Pengelolaan Sumber Daya Air

Integrasi data lingkungan nyata ke dalam kurikulum sekolah adalah tren global yang didorong oleh kebutuhan akan literasi sains dan sikap peduli lingkungan. Negara-negara maju telah lama mengadopsi model pembelajaran berbasis proyek dan data lokal untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata siswa terhadap isu lingkungan. Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan serupa sangat mungkin diterapkan di Indonesia, khususnya di kawasan urban yang menghadapi tantangan pencemaran air123.

Situ Gede, Laboratorium Alam dan Media Edukasi Masa Depan

Penelitian ini menegaskan bahwa Danau Situ Gede saat ini berada pada status tercemar ringan hingga sedang, dengan dominasi fitoplankton dan produktivitas primer yang tinggi menandakan status eutrofik. Aktivitas manusia di sekitar danau menjadi faktor utama pencemaran, namun juga membuka peluang untuk edukasi lingkungan berbasis data nyata. Pengembangan e-handout berbasis hasil penelitian terbukti efektif meningkatkan motivasi belajar dan sikap peduli lingkungan siswa SMA.

Rekomendasi utama:

  • Perlu penguatan pengawasan dan pengelolaan aktivitas domestik dan wisata di sekitar danau.
  • Pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi menjaga kualitas air danau demi keberlanjutan ekosistem dan manfaat ekonomi.
  • Pengembangan media pembelajaran berbasis data lokal harus terus didorong untuk membangun generasi yang literat sains dan peduli lingkungan.

Sumber Asli Artikel

Anisa Meita Laurenza, Muhammad Taufik Awaludin, Meilisha Putri Pertiwi. 2023. Analisis kualitas air di danau Situ Gede sebagai media pembelajaran berbasis e-handout. ESABI: Jurnal Edukasi Sains Biologi, 5(2): 37–55.

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air Danau Situ Gede sebagai Media Pembelajaran Berbasis E-Handout
« First Previous page 18 of 22 Next Last »