Riset dan Inovasi

BRIN:Diperlukan Komitmen Pemangku Kepentingan untuk Mewujudkan Potensi Penuh Energi Baru Terbarukan

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 07 Mei 2024


Industrial talk menjadi salah satu agenda pada hari kedua penyelenggaraan “The International Conference on Sustainable Energy Engineering and Application (ICSEEA) 2024”, pada Kamis (29/2) yang lalu di The Stones Hotel, Bali.

Transisi menuju energi terbarukan, industri berkelanjutan, dan transportasi ramah lingkungan bukan hanya merupakan keharusan bagi lingkungan hidup namun merupakan keharusan moral. "Ini adalah komitmen terhadap keadilan, kesetaraan, dan solidaritas dengan kelompok paling rentan di antara kita," ungkap Haznan Abimanyu, kepala OR Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN.

Haznan menambahkan, untuk mewujudkan potensi penuh energi terbarukan memerlukan lebih dari sekadar kecakapan teknologi. Hal ini memerlukan kepemimpinan visioner, tindakan kebijakan yang berani, dan komitmen teguh dari seluruh pemangku kepentingan.

Haznan menyatakan tugas yang diemban merupakan urgensi yang tidak dapat dilebih-lebihkan. "Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman terbesar yang dihadapi umat manusia, dengan konsekuensi yang luas terhadap ekosistem, perekonomian, dan masyarakat di seluruh dunia. Namun, dalam menghadapi kesulitan, kita menemukan harapan dalam tekad bersama untuk menghasilkan perubahan positif," ungkapnya.

Sektor industri berada di persimpangan jalan dan siap untuk mendefinisikan kembali perannya dalam transisi menuju masyarakat dekarbonisasi. "Mulai dari manufaktur, konstruksi, hingga ekstraksi sumber daya, setiap aspek industri harus menjadikan inovasi dan keberlanjutan sebagai prinsip panduannya," paparnya.

Oki Muraza selaku Direktur Strategi, Portofolio, dan Usaha Baru PT. Pertamina menyampaikan bahwa Indonesia memiliki bahan bakar diesel ramah lingkungan atau biodiesel.  Biodiesel yang PT. Pertamina miliki memadukan sekitar 35% bahan campuran. Selain itu juga memiliki bahan bakar penerbangan berkelanjutan dan bioetanol. 

“Kami ingin meningkatkan ketersediaan etanol di negara ini agar kita memiliki opsi untuk mencampurkan bensin kita. Kami ingin menekankan pentingnya bioetanol dan berharap agar rekan-rekan dari BRIN dan lembaga lain dapat bekerja sama untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar bioetanol di Indonesia," harap Muraza.

Muraza menambahkan jika kolaborasi terkait energi terbarukan telah dilakukan dengan BRIN dan universitas lainnya. “Tidak hanya kolaborasi dari bidang teknik, tetapi juga dari bidang ilmu sosial.” imbuh Muraza

Dalam kesempatan yang sama Yudistian Yunis, Presiden Direktur PT Geo Dipa Energi (Persero), perusahaan  yang fokus pada bidang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) mengatakan harapan ke depannya untuk kerja sama dengan BRIN terkait energi terbarukan. “Mungkin BRIN mempunyai rencana percontohan yang dapat ditempatkan di Dieng. Kita bisa mencari tahu pembangkit listrik apa yang bisa kita buat bersama dan juga kegunaannya secara langsung," ungkapnya.

Sebagai informasi ICSEEA 2024, menjadi ajang para ahli, peneliti, dan pemimpin industri dari seluruh dunia akan berkumpul untuk berbagi wawasan, inovasi, dan strategi untuk mempercepat transisi menuju masyarakat dekarbonisasi. ICSEEA menjadi platform dinamis untuk mengeksplorasi kemajuan teknologi energi, industri, dan transportasi yang membentuk masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Sumber: https://brin.go.id/

Selengkapnya
BRIN:Diperlukan Komitmen Pemangku Kepentingan untuk Mewujudkan Potensi Penuh Energi Baru Terbarukan

Riset dan Inovasi

Enam Jenis Tumbuhan yang Direkomendasikan untuk Restorasi Ekosistem Gambut

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 07 Mei 2024


Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laode Alhamd menyebutkan, enam jenis tumbuhan yang memiliki laju pertumbuhan terbaik dengan tingkat kematian rendah.

Menurutnya, keenam jenis vegetasi ini penting direkomendasikan untuk program restorasi ekosistem gambut. Yaitu, Acronychia porterEugenia clavatum, Calophyllum biflorum, Shorea teysmaniana, Lithocarpus leptogyne, dan Palaquium leiocapum.

Jenis-jenis tumbuhan tersebut melengkapi tumbuhan yang sudah dikenal dalam restorasi ekosistem gambut, seperti ramin, jelutung, punak, meranti rawa, balangeran, nyatoh, dan perepat,” ungkap Laode, pada Jamming Session seri ke-2, secara daring, Kamis (7/3).

Kepala PREE BRIN Anang Setiawan Achmadi menyampaikan, Indonesia adalah pemilik hutan rawa gambut tropis atau lebih dikenal dengan ekosistem gambut terluas di dunia, mencapai 13,4 juta hektar.

Ekosistem unik yang terbentuk secara alami sejak ribuan tahun lalu ini, faktanya memegang peranan penting sebagai salah satu faktor pengendali perubahan iklim global. Misalnya, pengatur tata air, perosot karbon, dan penyimpan biodiversitas.

“Untuk itu, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut berbasis riset dan inovasi sangat penting dan masih menjadi tantangan bersama, baik secara nasional maupun internasional,” katanya.

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama PREE BRIN Budi Hadi Narendra, mengatakan, upaya restorasi lahan gambut dengan fungsi lindung harus diusahakan melalui kegiatan pembasahan dan pemeliharaan kedalaman muka air tanah.

“Selain itu budidaya pertanian dapat diterapkan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman adaptif,” terangnya.

Sebab, lanjut dia, pengelolaan pertanian secara intensif di lahan gambut akan menghasilkan nilai kerapatan gambut yang lebih tinggi. Namun, nilai porositas, kadar air total tanah, dan variabel konduktivitas hidrolik menjadi rendah.

“Kondisi ini menyebabkan degradasi sifat fisik dan hidrolik gambut yang dapat mengurangi fungsi gambut dalam menyimpan, menampung, dan mengalirkan air,” ungkapnya.

Berkurangnya fungsi ekosistem gambut, menurut Budi, dapat meningkatkan kerentanan terhadap bencana kekeringan hidrologis dan risiko kebakaran.  

Sumber: https://brin.go.id/

Selengkapnya
Enam Jenis Tumbuhan yang Direkomendasikan untuk Restorasi Ekosistem Gambut

Riset dan Inovasi

BRIN Dorong Periset Daerah Manfaatkan Skema Pendanaan Penelitian Kompetitif

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 07 Mei 2024


Daerah Papua khususnya Provinsi Papua Barat Daya memiliki sumber daya hayati dan budaya yang luar biasa, sehingga menjadi daya tarik bagi peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian dan kajian. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong periset daerah untuk bisa memanfaatkan skema pendanaan penelitian kompetitif yang ada di BRIN, dengan proposal penelitian berbasis Papua.

Pernyataan tersebut disampaikan Yopi Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah (RID) BRIN saat melakukan kunjungan kerja untuk berdiskusi dengan PJ Gubernur dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapperida) Provinsi Papua Barat Daya di Sorong Provinsi Papua Barat Daya, Kamis (07/03).

Pada  pertemuan tersebut, Yopi memberikan dukungan dan apresiasi kepada Pj. Gubernur Papua Barat Daya atas dibentuknya Bapperida di Provinsi Papua Barat Daya.  Dirinya berharap agar gubernur dapat mendorong kabupaten/kota untuk segera membentuk BRIDA. Sementara ini baru kabupaten Sorong Selatan yang telah mengajukan permohonan pembentukan.

“BRIN siap memberikan dukungan dan pendampingan kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya melalui Bapperida. Silakan memasukkan sebanyak mungkin muatan iptek di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), jangka menengah, maupun jangka pendek. Apalagi saat ini daerah sedang mempersiapkan dokumen perencanaan pembangunan tersebut,” jelasnya.

Dia menegaskan, BRIN juga siap mendampingi pemerintah dalam mengeluarkan suatu kebijakan melalui dukungan kajian atau riset berbasis bukti bersinergi dengan Bapperida. Dirinya menjelaskan, Bapperida tidak perlu menjadi satu pusat riset sendiri tetapi diharapkan lebih berperan sebagai manajemen riset yang dilakukan di daerah.

“Bapperida dapat mengoptimalkan jaringan periset atau perguruan tinggi yang ada di daerah, untuk melaksanakan penelitian atau kajian yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah,” tambahnya.

Muhammad Musa'ad Pj. Gubernur Papua Barat Daya dalam balasannya menyampaikan terima kasih dan menyambut baik dukungan yang diberikan BRIN untuk membangun Provinsi Papua Barat Daya melalui riset dan inovasi.

“Rekomendasi kebijakan sebagai hasil dari kajian berbasis bukti sangat dibutuhkan pemerintah daerah dalam membuat keputusan. Hasil penelitian atau kajian selayaknya tidak selesai dan disimpan di dalam meja saja, tetapi dapat secara nyata berkontribusi bagi pembangunan daerah,”tandasnya.

Secara khusus Musa'ad meminta BRIN untuk melakukan kajian yang mendalam terkait pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sorong. “Status KEK Sorong terancam dicabut oleh pemerintah yang dianggap lambat untuk masuknya investasi dari luar. Hal ini terjadi karena berbagai kendala di lapangan, sedangkan investasi yang dikeluarkan sudah banyak untuk membangun infrastruktur,” jelasnya.

Pada akhir pertemuan, Yopi mengundang Pj. Gubernur untuk berkunjung ke BRIN, berdiskusi lebih mendalam dengan pimpinan dan para periset BRIN, serta menjadi narasumber di BRINTV.

“Tentunya  untuk mendapatkan solusi yang tepat dalam menjawab permasalahan daerah Papua Barat Daya. Diharapkan juga agar dapat berbagi ide, menjelaskan visi dalam mengembangkan riset dan inovasi di daerah,” pungkas Yopi. 

Sumber: https://brin.go.id/

 

Selengkapnya
BRIN Dorong Periset Daerah Manfaatkan Skema Pendanaan Penelitian Kompetitif

Riset dan Inovasi

BRIN Bahas Smart Defense untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 07 Mei 2024


Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sebagai proyek pembangunan ibu kota baru Indonesia memiliki implikasi besar terhadap keamanan nasional. IKN yang dirancang sebagai kota cerdas (smart city) perlu dipikirkan ulang Smart Defense yang cocok dan dapat diaplikasikan di Indonesia dan juga dapat diterima oleh TNI. Koordinator Pelaksana Fungsi Kebijakan Bidang Pertahanan dan Keamanan, Gerald Theodorus L.Toruan mengungkapkan bahwa Smart Defense yang sementara ini ada dalam Perpres belum secara jelas mengatur dan belum memiliki indikator atau kriteria untuk dapat digunakan di Indonesia.

“Sistem Pertahanan Negara di IKN harus menyesuaikan dengan ancaman militer yang ada di kawasan Indo Pasifik. Kajian Smart Defense Indonesia akan menyempurnakan Kebijakan Smart Defense yang sudah ada saat ini,” kata Gerald.

Sementara itu, Dosen Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia, Broto Wardoyo dalam Focuss Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bertema "Smart Defense Indonesia : Penguatan Sistem Pertahanan Ibu Kota Nusantara mengungkapkan bahwa ancaman pertahanan yang paling dekat dari letak IKN adalah adanya pangkalan militer negara asing yang berada di kawasan Indo Pasifik yaitu pangkalan militer milik Amerika Serikat.

Ia mengatakan mundurnya Amerika Serikat dari Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty (INF Treaty) pada tahun 2019 membuat potensinya untuk meletakan intermediate-range nuclear forces desainnya di kawasan Guam semakin besar.

“Ini beberapa yang perlu untuk kita pertimbangkan kalau nanti kita berbicara dalam konteks kemungkinan konflik terbuka dengan senjata nuklir,” kata Broto pada Kamis (07/03), di Gedung BJ Habibie, Jakarta. 

Menurutnya di kawasan Asia Pasifik ada 4 titik konflik aktif dengan intensitas dan potensi peningkatan intensitas yang berbeda - beda, diantaranya berada di Semenanjung Korea, Selat Taiwan, Laut Tiongkok Selatan, dan krisis Myanmar.

“Tiga diantara empat titik konflik tersebut berstatus critical bagi amerika serikat, jika konflik mencapai klimaks dimungkinkan adanya deployment pasukan dan alokasi resources dalam jumlah besar,” jelasnya.

Lebih lanjut Broto menguraikan bahwa untuk membentuk Smart Defense Indonesia perlu untuk membangun tiga kekuatan, yaitu internal balancing, external balancing serta kebijakan dan aksi yang terkoordinasi.

“Problem mendasar yang dialami oleh Indonesia, saya melihat ada pada koordinasi kebijakan dan aksinya, ini terkait dengan ego sektoral juga urusan otoritas dan kewenangan. Harapannya ketika kita nanti memiliki presiden baru yang memahami pertahanan, hubungan internasional, geopolitik tapi juga terlatih untuk mengurusi politik domestik maka urusan otoritas dan kewenangan itu nantinya bisa tertata dengan baik,” tutupnya. 

Sumber: https://brin.go.id/

Selengkapnya
BRIN Bahas Smart Defense untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara

Riset dan Inovasi

Pengembangan Inovatif Produksi Garam dengan Teknologi Membran pada Mini Pabrik Garam dari Rejected Brine

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 26 April 2024


Pengembangan garam industri terpadu merupakan salah satu proyek penting tingkat nasional sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2020. Proyek ini mencakup tiga komponen utama: Pabrik Pengolahan Garam Rakyat, Produksi Pahit Terpadu, dan Pabrik Garam PLTU. Ketiga bagian ini memiliki peranan strategis dalam menangani masalah tingginya impor garam serta produksi garam dalam negeri yang masih belum memadai, dengan kualitas yang masih di bawah standar industri.

Bapak Wahyu Utomo, Deputi Direktur Jenderal Koordinasi Pembangunan Daerah dan Tata Ruang, menghadiri peresmian mini proyek ini sebagai ketua tim pelaksana Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas, mewakili Deputi Direktur Jenderal Bencana Pencegahan dan Pemanfaatan Teknologi Mukshin. Pada Rabu (15/12/2021), pabrik brine salt PLTU Suralaya di Provinsi Cilegon-Banten menghadapi penolakan. Mini plant ini merupakan hasil riset dan inovasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Nasional (BRIN) yang menggunakan limbah brine PLTU yang berasal dari pengolahan air laut pada boiler pembangkit listrik.

Teknologi membran digunakan untuk memproses air garam yang ditolak, melalui serangkaian tahap termasuk ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis, dan konsentrasi air garam. Air tawar yang dihasilkan dapat digunakan sebagai air baku untuk kebutuhan konsumsi. Kapasitas produksi proyek mini plant ini mencapai 750 ton garam per tahun. Kolaborasi antara BRIN dan PT Indonesia Power dilakukan untuk pembuatan mini pabrik garam industri.

"Jika potensi reject brine dari PLTU Jawa dimanfaatkan secara maksimal, maka akan dihasilkan sekitar 1,8 juta ton garam yang memenuhi syarat mutu Proses Klor-Alkali (CAP)," kata BRIN Chemical, Direktur Teknologi Sumber Daya Energi Industri Pusat (PTSEIK) Ayam Saputra. Jumlah ini hampir mencukupi kebutuhan garam CAP sebesar 2,4 juta ton. PLTU Suralaya sendiri memiliki potensi produksi garam tahunan sebesar 368.730 ton. Perluasan pabrik garam PLTU mini ini merupakan langkah pertama dalam mengubah limbah brine menjadi garam. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai investasi, baik untuk tahap air garam pekat maupun tahap kristalisasi.

Kementerian Koordinator Perekonomian bersama Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan BRIN akan terus berupaya mengembangkan industri garam di Indonesia. Garam diharapkan dapat menjadi salah satu bahan ekspor yang penting di masa depan. Deputi Muksin berharap BRIN dapat terus mengembangkan teknologi pengolahan garam ini untuk diaplikasikan di berbagai sentra produksi garam di Indonesia.


Sumber: www.ekon.go.id

Selengkapnya
Pengembangan Inovatif Produksi Garam dengan Teknologi Membran pada Mini Pabrik Garam dari Rejected Brine

Riset dan Inovasi

Mengatasi Deforestasi Illegal dengan Peran Teknologi Digital

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 25 April 2024


Mulai dari 1 Desember 2021, Indonesia telah mengambil alih Presidensi G20, sebuah forum global yang terdiri dari negara-negara yang menyumbang 80 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Selama masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo bertekad untuk memimpin upaya kerja sama dalam menghadapi perubahan iklim dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan melalui tindakan konkret.

Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat deforestasi ke level terendah dalam dua dekade terakhir, sambil mempromosikan rehabilitasi lahan kritis sebanyak 3 juta hektar antara tahun 2010 dan 2019. Upaya tersebut juga telah menghasilkan penurunan sebesar 81 persen dalam kasus kebakaran hutan, dari 1,6 juta hektar pada tahun 2019 menjadi 300 ribu hektar selama tahun 2020. Tentunya, pencapaian ini tidak terlepas dari peran aktif masyarakat dalam mendeteksi dini aktivitas yang berpotensi menyebabkan deforestasi, seperti illegal logging.

Partisipasi masyarakat melibatkan kegiatan patroli terpadu dan independen di hutan adat, hutan nagari, dan hutan kemasyarakatan, di mana mereka memiliki kewenangan hukum untuk mengelola lahan tersebut. Meskipun demikian, sedikit yang menyadari bahwa pengawasan ini didukung oleh sejumlah teknologi modern untuk meningkatkan efektivitas pengawasan. Berikut adalah beberapa teknologi yang telah digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan.

Penggunaan Teknologi dalam Pelestarian Hutan Indonesia

Indonesia, sebagai Presiden G20 sejak 1 Desember 2021, telah menegaskan komitmennya untuk memimpin upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan. Salah satu inisiatif penting yang ditekankan adalah penggunaan teknologi untuk memantau dan mencegah kerusakan hutan, seperti penebangan liar dan ekspansi perkebunan sawit.

Teknologi AI untuk Deteksi Dini Penebangan Liar

Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah terbukti efektif dalam membantu mengidentifikasi aktivitas penebangan liar. Sebuah inisiatif yang dikenal sebagai 'Guardian', yang dikembangkan oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) bekerja sama dengan Rainforest Connection, menggunakan mikrofon yang dipasang di hutan untuk menangkap suara-suara terkait aktivitas ilegal. Aplikasi ini memilah dan menganalisis berbagai jenis suara, termasuk suara kendaraan, penebangan pohon, dan tembakan, untuk memberikan notifikasi kepada aparat keamanan. Dengan bantuan teknologi ini, deteksi dan respons terhadap aktivitas ilegal menjadi lebih efisien, memungkinkan patroli untuk ditujukan ke lokasi yang tepat dengan cepat.

Analisis Citra Satelit dan Drone untuk Pemantauan Tutupan Lahan

Selain AI, analisis citra satelit dan penggunaan drone juga menjadi alat yang sangat berguna dalam pemantauan hutan. Yayasan Auriga Nusantara telah berhasil menggunakan berbagai jenis citra satelit, seperti Landsat dan Sentinel, untuk mendeteksi dan memetakan tutupan lahan, termasuk area perkebunan sawit. Melalui kerja sama dengan lembaga lain, seperti LAPAN dan BIG, mereka telah menghasilkan data yang penting untuk menginformasikan kebijakan dan tindakan konservasi. Selain itu, penggunaan drone juga membantu dalam pemetaan yang lebih cepat dan detail di lapangan.

Dampak Positif dan Harapan ke Depan

Penggunaan teknologi dalam pelestarian hutan Indonesia telah membawa dampak positif yang signifikan. Misalnya, penggunaan Guardian telah membantu menurunkan aktivitas penebangan liar secara drastis di beberapa daerah. Sementara itu, analisis citra satelit dan drone telah memberikan informasi yang berharga untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dalam manajemen lahan.

Ke depan, pengembangan dan penerapan teknologi ini diharapkan akan terus memperkuat upaya pelestarian hutan dan lingkungan secara luas. Dengan sinergi antara pemerintah, lembaga non-profit, dan sektor swasta, Indonesia dapat melangkah maju dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan mengatasi tantangan perubahan iklim.


Sumber: www.viva.co.id

Selengkapnya
Mengatasi Deforestasi Illegal dengan Peran Teknologi Digital
« First Previous page 7 of 14 Next Last »