Kopi adalah komoditas unggulan perkebunan yang menjadi sumber pendapatan petani, menghasilkan devisa serta dapat berkontribusi bagi pembangunan negara. Tahun 2023, Indonesia menempati urutan ketiga produsen kopi dunia setelah Brazil dan Vietnam, dari data statistik meningkat 1,43% dibandingkan dengan tahun 2022.
“Banyaknya faktor yang mempengaruhi produksi kopi merupakan tantangan tersendiri bagi para periset, baik periset BRIN maupun di luar BRIN (Universitas, Swasta, BUMN). Varietas unggul baru kopi diharapkan mampu berproduksi tinggi dengan cita rasa excellent, beradaptasi terhadap lingkungan abiotik terutama adanya el nino dan la nina yang berdampak pada produksi pertanian,” ungkap Puji Lestari selaku Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN saat memberi sambutan webinar “Sharing Session” pada acara EstCrops_Corner #2, Rabu (20/03) secara virtual.
“Kita diharapkan dapat menyelesaikan masalah pertanian terutama tanaman kopi, agar kebutuhan varietas unggul kopi meningkat menyesuaikan kebutuhan dan minat para stakeholder dalam membangun komoditas perkebunan,” jelasnya.
"Melihat sejarah kopi Arabika dan Robusta yang sudah ada sejak zaman kolonial belanda, dan disusul liberika, semuanya membutuhkan sentuhan teknologi. Tidak hanya berbasis konvensional namun juga pendekatan bioteknologi, yang berdampak tidak hanya untuk pemanfaatan, tetapi juga science riset untuk intelektual,” tambah Puji.
Pada kesempatan yang sama Kepala Pusat Riset Tanaman Perkebunan, OR Pertanian dan Pangan, BRIN Setiari Marwanto menjelaskan bahwa Industri kopi di Indonesia telah berkontribusi besar terhadap perolehan devisa negara. Permintaan dalam negeri terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup.
”Industri kopi telah berhasil menyediakan lapangan pekerjaan dengan jumlah yang signifikan dan berkontribusi terhadap pembangunan daerah. Tren positif ini perlu diiringi perbaikan industri kopi secara menyeluruh baik di level on farm maupun out farm, sehingga industri ini bisa eksis tumbuh secara berkelanjutan,” kata Setiari.
“Perlu kita sadari bahwa hal ini tidak mudah, banyak sekali tantangan industri kopi, mulai dari produktivitas yang belum optimal, penggunaan benih yang tidak terspesifikasi sebagai benih unggul, budidaya yang belum sepenuhnya benar, kendala ketersediaan pupuk, dan ketersediaan lahan hingga fenomena perubahan iklim,” terangnya.
Menurutnya masih banyak yang perlu diperbaiki dari sektor on farm dan out farm agar produktivitas dan kualitas biji kopi juga meningkat, salah satunya adalah aspek pemuliaan.
Narasumber pertama Dani, Peneliti Pusat Riset Tanaman Perkebunan Organisasi Riset Pertanian dan Pangan – BRIN dengan judul paparan “Persilangan Buatan Antara Spesies Kopi Robusta dan Arabika,” mengatakan bahwa dampak perubahan iklim, kenaikan suhu global memberikan dampak yang serius, terutama kopi arabika karena ternyata suhu tinggi memicu perkembangan bunga abnormal atau star flower.
“Hal ini tentunya akan berdampak pada rendahnya produksi kopi karena sebagian besar bunga yang terbentuk tidak berhasil membentuk buah dan biji, namun fenomena ini tidak terlihat pada kerabat diploidnya, yaitu kopi robusta dan liberika. Kami kemudian mencoba untuk menginterograsikan sifat toleran terhadap suhu tinggi dari kopi robusta ke kopi arabika melalui persilangan antar spesies,” ungkapnya.
Persilangan spesies kopi robusta dan arabika secara teoritis dapat dilakukan secara reciprocal menempatkan kopi arabika sebagai tetua betina, maupun sebagai tetua jantan meskipun dinilai lebih berhasil adalah kombinasi arabika dan robusta. Namun demikian ada satu laporan yang menyatakan bahwa di India pernah dilakukan persilangan reciprocal yaitu menyilangkan kopi robusta sebagai tetua betina dan kopi arabika sebagai tetua jantan.
Ia juga mengatakan bahwa hambatan persilangan antara spesies kopi robusta dan arabika tergolong kuat namun tidak lengkap, hambatan pra-zigotik berkurang karena terdapat irisan periode antesis antar spesies, hambatan pasca-zigotik awal dalam bentuk kerontokan buah muda dan kegagalan endosperma tinggi, terakhir hambatan pasca-zigotik lanjut dalam bentuk triploid block tidak lengkap karena sekaligus diperoleh tipe ploidi diploid dan tetraploid.
Narasumber kedua Meynarti Sari Dewi Ibrahim, Peneliti dari Pusat Riset Tanaman Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan – BRIN dengan materi “Pemanfaatan Teknologi Kultur Jaringan dalam Percepatan Perakitan Varietas Unggul Baru Kopi”, memaparkan ada beberapa peran yang dapat dimainkan oleh kultur jaringan untuk dapat mempercepat perakitan varietas unggul baru kopi dibandingkan dengan konvensional.
“Pertama adalah memperbanyak benih unggul kopi atau disebut perbanyakan in vitro. Kedua, menghasilkan tanaman kopi galur murni dengan menggunakan kultur antera. Ketiga, membantu proses transformasi genetik pada tanaman kopi. Keempat, meningkatkan keragaman genetik tanaman kopi yang terkenal dengan mutasi pada kultur in vitro. Kelima, menyeleksi kultur kopi terhadap sifat yang diinginkan yang kita kenal dengan seleksi in vitro. Keenam, menyelamatkan embrio atau kultur embrio. Ketujuh, menyimpan koleksi plasma nutfah kopi atau konservasi in vitro. Kedelapan, mendapatkan hibrida somatik dengan fusi protoplas. Terakhir peranan lainnya yang masih berhubungan dengan perakitan VUB,” paparnya.
“Teknologi kultur in vitro dapat digunakan mempercepat pembentukan VUB kopi, caranya adalah dengan meningkatkan keragaman genetik menggunakan mutasi, transformasi genetik, genom editing, fusi protoplas, kultur anter, seleksi in vitro, perbanyakan benih secara in vitro dan konservasi in vitro,” pungkas Meynarti.
Narasumber terakhir Surip Mawardi, Pemulia Kopi dari Ladang Langit Coffee Farm, Hutan Pargompulan, Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara, memaparkan materi berjudul “Status Riset, Peluang dan Tantangan Pemuliaan Tanaman Kopi”. Dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh moderator Rubiyo, peneliti Pusat Riset Tanaman Perkebunan BRIN.
Sumber: https://brin.go.id/