Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaksanakan akreditasi Komisi Etik Kesehatan BRIN (KEK-BRIN) yang diselenggarakan oleh Direktorat Tata Kelola Perizinan Riset dan Inovasi dan Otoritas Ilmiah. Kegiatan berlangsung di Kantor Kerja Bersama (KKB) Harsono Wiryosumarto Rawamangun, Jakarta pada 20–22 Maret 2024. Dalam kegiatan ini diundang pula Komite Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemkes RI) yang bertugas menjadi Asesor.
"Selama ini akreditasi dianggap suatu kegiatan yang mengerikan. Padahal pada saat pembentukan, KEPPKN lebih ingin mendengarkan kondisi dan kemampuan dari komisi etik saat ini atau bahkan kami sesama asesor bisa saling belajar sehingga hasil dari akreditasi ini adalah rekomendasi yang baik bukannya temuan,’’ ujar Nur Atik, Ketua Tim Akreditasi tersebut.
Dijelaskannya, ada beberapa latar belakang mengapa asesmen lapangan harus dilaksanakan. Di antaranya adalah penyimpangan pada pelaksanaan penelitian, potensi konflik kepentingan, juga peningkatan jumlah Komisi Etik Penelitian (KEP). Ia juga menguraikan bahwa hal ini sebagai salah satu tugas dari KEPPKN, yakni melakukan akreditasi komite/komisi etik penelitian kesehatan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 tahun 2020, pasal 4.
Tri Sundari, selaku Direktur Tata Kelola Perizinan Riset dan Inovasi dan Otoritas Ilmiah BRIN menjelaskan bahwa dalam Klirens Etik BRIN yang tertuang pada Peraturan BRIN Nomor 22 Tahun 2022, Komisi Etik adalah suatu komisi independen yang berperan penting untuk memastikan dan menjaga keselamatan serta kesejahteraan subjek penelitian.
Lalu ia menjabarkan, Komisi Etik Kesehatan (KEK) BRIN bertugas dalam menyusun pedoman klirens etik bidang kesehatan, memeriksa, dan mengesahkan keberterimaan secara etik suatu rangkaian proses riset kesehatan, memberikan keputusan atas permohonan klirens etik, dan memberikan rekomendasi perizinan peneliti pihak asing. ”Saat ini KEK BRIN juga telah melaksanakan kolaborasi dengan beberapa lembaga, seperti Badan POM, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, bahkan dengan Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia (KONEKSI).
Selanjutnya, Ketua KEK BRIN, Rustika menjelaskan bahwa di BRIN sebenarnya terdapat lebih dari satu Komisi Etik Penelitian. Di antaranya adalah sosial humaniora, kimia, pemeliharaan dan penggunaan hewan, nuklir, dan kesehatan. Lebih spesifik ia menerangkan, berdasarkan data yang masuk jumlah usulan riset tahun 2023, di bidang kesehatan hanya sebesar 11%, sedangkan jumlah pengusul riset dari luar BRIN meningkat dibandingkan dengan tahun 2022. ”Ini membuktikan bahwa kebutuhan untuk adanya KEP terutama di bidang kesehatan sangat dibutuhkan dalam memberikan keputusan atas permohonan klirens etik terutama di bidang kesehatan,” ungkapnya.
Dalam kegiatan asesmen ini KEPPKN tidak hanya menilai dari segi ketersediaaan data, tetapi juga melaksanakan wawancara kepada pegawai KEK BRIN, serta melaksanakan kunjungan ke kantor. Dalam kunjungan tersebut, Rustika memaparkan alur dan menjelaskan ketersediaan data yang ada di KEK BRIN.
Dalam asesmen yang akan berlangsung selama tiga hari ke depan ini, KEPPKN Kemkes RI dan KEK BRIN berharap diterbitkannya akreditasi. Akreditasi ini yang akan menunjang pekerjaan KEK BRIN dalam memproses permohonan klirens etik, terutama yang terkait dengan bidang kesehatan.
Sumber: https://brin.go.id/