Profesi & Etika

Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Dalam dunia konstruksi modern, kompetensi insinyur sipil memainkan peran penting dalam menentukan kualitas dan efisiensi proyek. Jurnal Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi karya Indri Miswar, Benny Hidayat, dan Taufika Ophiyandri membahas hubungan antara kompetensi insinyur sipil dan dampaknya terhadap kinerja profesional.

Penelitian ini dilakukan di tiga sektor utama dalam industri konstruksi di Kota Padang, yaitu bidang perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana kompetensi seorang insinyur sipil berkontribusi terhadap kinerja mereka di berbagai bidang pekerjaan.

Resensi ini akan mengulas isi utama jurnal, studi kasus yang didukung dengan angka-angka dari penelitian, serta analisis tambahan mengenai relevansi temuan ini dalam tren industri konstruksi saat ini.

Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 2015, persaingan dalam industri konstruksi semakin ketat. Insinyur sipil Indonesia harus memiliki kompetensi yang memadai untuk bersaing dengan tenaga kerja asing. Beberapa tantangan utama yang dihadapi meliputi:

  • Kurangnya kualitas tenaga kerja konstruksi akibat kurangnya pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.
  • Minimnya standarisasi kompetensi dalam berbagai bidang pekerjaan insinyur sipil.
  • Perlunya evaluasi efektivitas unit kompetensi dalam meningkatkan kinerja profesional insinyur sipil.

Penelitian ini menggunakan metode survey dan wawancara dengan responden yang terdiri dari:

  • 83 insinyur sipil dari tiga sektor utama:
    • 27 orang dari perusahaan perencanaan (Semen Padang)
    • 28 orang dari Dinas PU sebagai pengawas
    • 28 orang dari perusahaan kontraktor sebagai pelaksana
  • Analisis data statistik deskriptif dan non-parametrik digunakan untuk mengukur relevansi unit kompetensi dan pengaruhnya terhadap kinerja profesi.

Hubungan Kompetensi dan Kinerja Insinyur Sipil

1. Relevansi Kompetensi Insinyur Sipil dengan Bidang Pekerjaan

Penelitian ini mengukur relevansi unit kompetensi berdasarkan tiga aspek utama:

  1. Pengetahuan (Knowledge)
  2. Keterampilan (Skill)
  3. Sikap (Attitude)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor relevansi unit kompetensi berada di atas skala 4, yang berarti sangat relevan dengan bidang pekerjaan insinyur sipil. Berikut hasil spesifik berdasarkan bidang pekerjaan:

  • Bidang Perencanaan
    • Kompetensi Ilmu Pengetahuan Teknik Sipil: 4,13
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri: 4,16
  • Bidang Pengawasan
    • Kompetensi Ilmu Pengetahuan Teknik Sipil: 4,03
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri: 4,17
  • Bidang Pelaksanaan
    • Kompetensi Ilmu Pengetahuan Teknik Sipil: 4,13
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri: 4,48

2. Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Insinyur Sipil

Penelitian juga mengukur dampak unit kompetensi terhadap kinerja profesi, dengan hasil sebagai berikut:

  • Bidang Perencanaan
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri memiliki pengaruh tertinggi (4,21)
    • Kompetensi Keterampilan Teknis juga signifikan (4,17)
  • Bidang Pengawasan
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri (4,06)
    • Kompetensi Keterampilan Teknis (4,11)
  • Bidang Pelaksanaan
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri paling tinggi (4,38)
    • Kompetensi Keterampilan Teknis juga tinggi (4,11)

Hasil ini menunjukkan bahwa kompetensi insinyur sipil memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja mereka di semua bidang pekerjaan.

Relevansi dan Implikasi dalam Industri Konstruksi

1. Standarisasi Kompetensi Insinyur Sipil

Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya standarisasi unit kompetensi bagi insinyur sipil. Dengan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat, pemerintah dan organisasi profesi seperti Persatuan Insinyur Indonesia (PII) harus:

  • Meningkatkan sertifikasi insinyur untuk memastikan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri.
  • Mendorong program pelatihan dan pengembangan berkelanjutan.
  • Menyesuaikan kurikulum pendidikan teknik sipil agar lebih sesuai dengan tuntutan industri.

2. Kebutuhan akan Pelatihan Berkelanjutan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan teknis dan manajerial sangat menentukan kinerja insinyur sipil. Oleh karena itu, perusahaan konstruksi perlu:

  • Menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi secara berkala.
  • Mengintegrasikan teknologi digital dalam proses konstruksi, seperti Building Information Modeling (BIM).

3. Pentingnya Soft Skills dalam Profesi Teknik

Selain keterampilan teknis, aspek sikap dan komunikasi juga memainkan peran penting dalam kinerja insinyur sipil. Beberapa soft skills yang perlu dikembangkan antara lain:

  • Kepemimpinan dan pengambilan keputusan dalam proyek.
  • Komunikasi yang efektif dengan berbagai pihak.
  • Kemampuan problem-solving untuk menyelesaikan tantangan konstruksi.

Jurnal Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi memberikan wawasan mendalam tentang hubungan antara kompetensi dan kinerja profesional dalam bidang teknik sipil. Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah:

  1. Unit kompetensi insinyur sipil memiliki relevansi yang tinggi terhadap bidang pekerjaan perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan konstruksi.
  2. Keterampilan teknis dan manajerial berpengaruh besar terhadap kinerja profesi di semua bidang pekerjaan.
  3. Standarisasi kompetensi dan pelatihan berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing insinyur sipil di era globalisasi.
  4. Soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, dan problem-solving juga sangat penting dalam meningkatkan produktivitas kerja insinyur sipil.

Dengan memahami pentingnya kompetensi dalam profesi teknik sipil, diharapkan industri konstruksi di Indonesia dapat terus berkembang dan bersaing di tingkat internasional.

Sumber: Indri Miswar, Benny Hidayat, Taufika Ophiyandri. Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi. Jurnal Rekayasa Sipil (JRS-UNAND), Vol. 13 No. 2, Oktober 2017.

Selengkapnya
Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi

Profesi & Etika

Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Fraud atau kecurangan dalam laporan keuangan menjadi permasalahan serius yang berdampak pada kepercayaan publik terhadap sebuah perusahaan. Jurnal Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia karya Ika Oktaviana Dewi, Imam Wahyudi, Nanang Setiawan, dan Jamilatul Uyun membahas skandal manipulasi laporan keuangan yang melibatkan PT Garuda Indonesia, salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia.

Jurnal ini menyoroti bagaimana kasus fraud ini bertentangan dengan prinsip etika bisnis dan etika profesi akuntansi, serta dampaknya terhadap investor, pemegang saham, dan kepercayaan masyarakat. Dalam resensi ini, kita akan membahas isi utama jurnal, studi kasus terkait skandal PT Garuda Indonesia, serta relevansi dan implikasinya dalam industri bisnis dan keuangan saat ini.

PT Garuda Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor penerbangan. Pada tahun 2019, laporan keuangan perusahaan menunjukkan perbedaan mencolok dibandingkan tahun sebelumnya:

  • Laba bersih 2018: USD 809,85 ribu.
  • Kerugian 2017: USD 216,5 juta.

Lonjakan laba yang tidak wajar ini menarik perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah dilakukan investigasi, ditemukan bahwa PT Garuda Indonesia telah mencatat pendapatan yang belum direalisasikan sebagai laba, yang bertentangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

Kasus ini menunjukkan pelanggaran serius terhadap etika bisnis, yang mencakup:

  • Manipulasi laporan keuangan untuk menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari kenyataan.
  • Kurangnya transparansi dalam pengelolaan pendapatan dan kerja sama bisnis.
  • Pelanggaran prinsip Good Corporate Governance (GCG), terutama dalam aspek transparansi dan akuntabilitas.

Fraud semacam ini menyebabkan kerugian bagi berbagai pihak, termasuk:

  • Investor dan pemegang saham yang tertipu oleh laporan keuangan tidak akurat.
  • Pemerintah sebagai pemegang saham utama yang harus menanggung dampak buruk dari skandal ini.
  • Kepercayaan masyarakat terhadap BUMN yang menurun akibat kasus ini.

Sebagai perusahaan publik, PT Garuda Indonesia wajib mengikuti standar akuntansi yang berlaku, termasuk prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Namun, dalam kasus ini, ditemukan beberapa pelanggaran terhadap kode etik akuntan, yaitu:

  • Integritas: Penyajian laporan keuangan yang tidak jujur.
  • Objektivitas: Manipulasi data keuangan untuk kepentingan tertentu.
  • Kehati-hatian profesional: Tidak adanya audit menyeluruh terhadap transaksi pendapatan.

Kantor Akuntan Publik (KAP) yang bertanggung jawab atas audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia juga diduga lalai dalam memastikan laporan yang disajikan sesuai dengan standar yang berlaku. Skandal ini bermula dari kerja sama antara PT Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi. Dalam kesepakatan bisnis ini, PT Mahata berjanji membayar kompensasi atas pemasangan layanan konektivitas di pesawat sebesar USD 239,94 juta. Namun, dalam laporan keuangan 2018, PT Garuda Indonesia langsung mencatat seluruh jumlah tersebut sebagai pendapatan, padahal pembayaran belum dilakukan sepenuhnya.

Dampaknya:

  • Laporan keuangan yang disajikan menjadi tidak akurat.
  • PT Garuda Indonesia seolah-olah mengalami peningkatan laba yang signifikan, padahal secara finansial masih mengalami kesulitan.
  • OJK dan BEI memberikan sanksi administratif terhadap direksi perusahaan.

Audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia dilakukan oleh KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan Rekan. Namun, dalam proses audit ditemukan beberapa kejanggalan:

  • Akuntan belum mendapatkan bukti yang cukup terkait pendapatan dari PT Mahata.
  • Tidak ada penilaian substansi transaksi sebelum laporan keuangan dipublikasikan.
  • Audit dilakukan tanpa memperhatikan standar kehati-hatian profesional.

Karena kelalaian ini, KAP yang terlibat juga terkena sanksi dari otoritas terkait.

Relevansi dan Implikasi dalam Industri Keuangan

Kasus ini berdampak negatif terhadap reputasi PT Garuda Indonesia:

  • Kepercayaan investor menurun, menyebabkan volatilitas harga saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia.
  • Kredibilitas BUMN sebagai entitas bisnis profesional dipertanyakan.
  • Dampak terhadap hubungan bisnis internasional, karena mitra potensial akan lebih berhati-hati dalam bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki sejarah fraud.

Kasus PT Garuda Indonesia menyoroti pentingnya penerapan GCG dalam perusahaan:

  • Transparansi: Perusahaan harus menyajikan informasi keuangan yang jujur dan dapat diverifikasi.
  • Akuntabilitas: Direksi dan manajemen harus bertanggung jawab atas laporan keuangan yang mereka sajikan.
  • Independensi audit: Audit harus dilakukan oleh lembaga yang benar-benar independen dan tidak memiliki konflik kepentingan dengan perusahaan yang diaudit.

Kasus ini memberikan beberapa pelajaran bagi dunia bisnis:

  • Pentingnya transparansi dalam laporan keuangan untuk menjaga kepercayaan investor dan masyarakat.
  • Diperlukan pengawasan ketat dari regulator untuk mencegah terjadinya fraud serupa di masa depan.
  • Etika profesi harus dijunjung tinggi oleh para akuntan dan auditor dalam menjalankan tugasnya.

Jurnal Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia memberikan wawasan penting tentang bagaimana fraud dapat terjadi akibat pelanggaran etika bisnis dan etika profesi. Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan dari kasus ini:

  • Manipulasi laporan keuangan di PT Garuda Indonesia menyebabkan kerugian besar bagi pemegang saham, investor, dan masyarakat.
  • Fraud ini mencerminkan lemahnya penerapan prinsip Good Corporate Governance di dalam perusahaan.
  • Kantor Akuntan Publik yang melakukan audit gagal menjalankan tugasnya dengan independen dan profesional.
  • Skandal ini memberikan pelajaran bagi perusahaan lain untuk lebih berhati-hati dalam menyajikan laporan keuangan agar tetap sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

Dengan memahami kasus PT Garuda Indonesia, diharapkan perusahaan dan profesional di bidang keuangan dapat lebih menjaga integritas dan transparansi dalam menjalankan bisnisnya.

Sumber: Ika Oktaviana Dewi, Imam Wahyudi, Nanang Setiawan, Jamilatul Uyun. Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia. MELATI: Jurnal Media Komunikasi Ilmu Ekonomi, Vol. 40 No. 1 Juni 2023, Hal. 41-53.

Selengkapnya
Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia

Profesi & Etika

Pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng: Sekolah Tinggi Teknik untuk Hindia Belanda

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB), yang kini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB), merupakan sekolah tinggi teknik pertama di Hindia Belanda. Artikel Pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng: Sekolah Tinggi Teknik untuk Hindia Belanda karya Muhammad Gibran Humam Fadlurrahman mengulas sejarah pendirian THB, latar belakang politik dan ekonomi yang melatarbelakanginya, serta peran THB dalam perkembangan pendidikan teknik di Indonesia.

Artikel ini juga menyoroti peran THB dalam implementasi Politik Etis oleh pemerintah kolonial Belanda serta bagaimana institusi ini menjadi wadah pendidikan bagi insinyur pribumi, termasuk Presiden pertama Indonesia, Ir. Sukarno. Dalam resensi ini, kita akan membahas isi utama artikel, studi kasus terkait pendirian THB, serta relevansinya terhadap pendidikan teknik di Indonesia saat ini.

Sejak akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Hindia Belanda menyadari pentingnya tenaga insinyur dalam pembangunan infrastruktur di wilayah jajahan. Beberapa faktor utama yang mendorong pendirian THB antara lain:

  • Tuntutan Politik Etis: Pemerintah kolonial berupaya meningkatkan kesejahteraan pribumi melalui pendidikan, termasuk pendidikan teknik.
  • Kebutuhan insinyur sipil: Setelah diterapkannya Agrarische Wet 1870, terjadi lonjakan pembangunan yang membutuhkan tenaga insinyur lokal.
  • Keinginan memperkuat ekonomi kolonial: Pendidikan teknik dipandang sebagai cara untuk meningkatkan efisiensi pembangunan tanpa terlalu bergantung pada insinyur dari Belanda.

Pada tahun 1919, dewan asosiasi Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch-Indie didirikan untuk merancang dan mendanai pendirian sekolah tinggi teknik di Hindia Belanda. Setelah mempertimbangkan beberapa lokasi, akhirnya diputuskan bahwa THB akan dibangun di Bandung.

Beberapa tokoh penting yang berperan dalam pendirian THB antara lain:

  • K.A.R. Bosscha, seorang pengusaha teh yang menyumbangkan dana besar untuk pembangunan THB.
  • J.W. Ijzerman, insinyur perkeretaapian yang turut merancang kurikulum awal THB.
  • Prof. Ir. J. Klopper, rektor pertama THB yang menyusun sistem pendidikan berbasis kurikulum Technische Hoogeschool te Delft di Belanda.

Selain itu, banyak pengusaha dan pejabat kolonial yang terlibat dalam pendanaan dan perencanaan akademik THB untuk memastikan sekolah ini mampu mencetak insinyur yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan di Hindia Belanda.

Pemilihan lokasi Bandung sebagai tempat pendirian THB bukan tanpa alasan. Beberapa faktor yang mendukung keputusan ini meliputi:

  • Iklim yang lebih kondusif untuk pendidikan dibandingkan Batavia (Jakarta) yang panas dan lembap.
  • Pembangunan kota yang pesat, yang sejalan dengan upaya modernisasi Hindia Belanda.
  • Dukungan dari pemerintah kota Bandung, terutama dari Wali Kota Bertus Coops yang menawarkan lahan seluas 30 hektare untuk kampus THB.

Pembangunan THB dimulai pada 1919 dengan desain yang dibuat oleh Henri Maclaine Pont, seorang arsitek terkenal yang mengusung perpaduan arsitektur kolonial dengan elemen lokal.

THB resmi dibuka pada 3 Juli 1920, menjadi institusi pendidikan teknik pertama di Hindia Belanda. Pada tahun pertamanya, THB menerima 28 mahasiswa, terdiri dari:

  • 21 mahasiswa Eropa (termasuk beberapa perempuan)
  • 1 mahasiswa pribumi
  • 4 mahasiswa Tionghoa

Tahun berikutnya, jumlah mahasiswa pribumi meningkat, salah satunya adalah Ir. Sukarno, yang kelak menjadi Presiden pertama Republik Indonesia. Sukarno belajar di THB dari tahun 1921 hingga lulus pada 1926 dengan gelar insinyur teknik sipil.

Sukarno dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas, tetapi ia juga aktif dalam pergerakan politik, yang menyebabkan beberapa ketegangan dengan pihak kampus. Salah satu dosennya, C.P. Wolff Schoemaker, memiliki hubungan dekat dengan Sukarno dan mengajaknya bekerja di biro arsiteknya setelah lulus.

Dampak THB terhadap Pendidikan Teknik di Indonesia

1. Kontribusi THB dalam Modernisasi Infrastruktur

Sejak didirikan, THB memainkan peran penting dalam mencetak insinyur yang berkontribusi dalam proyek-proyek besar di Hindia Belanda, seperti:

  • Pembangunan sistem irigasi untuk perkebunan
  • Perancangan jaringan jalan dan kereta api
  • Pengembangan sistem sanitasi di kota-kota besar

2. Transformasi THB menjadi ITB

Setelah Indonesia merdeka, THB berubah nama menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1959. Sejak saat itu, ITB terus berkembang menjadi salah satu institusi pendidikan teknik terkemuka di Asia Tenggara.

Beberapa fakta menarik tentang transformasi ini:

  • Pada 1950, THB bergabung dengan Universitas Indonesia sebelum akhirnya menjadi ITB pada 2 Maret 1959.
  • ITB menjadi pusat inovasi teknologi, dengan alumninya yang berperan penting dalam pembangunan Indonesia.
  • Lulusan ITB banyak menjadi tokoh nasional, termasuk beberapa Presiden Indonesia seperti B.J. Habibie dan Joko Widodo.

Relevansi Pendirian THB dalam Konteks Pendidikan Teknik Saat Ini

1. Pentingnya Pendidikan Teknik dalam Pembangunan Nasional

Seperti halnya pendirian THB yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan insinyur di Hindia Belanda, pendidikan teknik saat ini tetap menjadi elemen kunci dalam pembangunan Indonesia. Beberapa tantangan modern yang dihadapi pendidikan teknik meliputi:

  • Kebutuhan akan SDM berkualitas dalam industri 4.0
  • Integrasi teknologi digital dalam kurikulum teknik
  • Peningkatan kolaborasi antara universitas dan industri

2. Peran ITB sebagai Penerus Warisan THB

ITB saat ini terus berupaya mempertahankan posisinya sebagai universitas teknik terbaik di Indonesia dengan:

  • Meningkatkan riset dan inovasi dalam teknologi
  • Menjalin kerja sama internasional dengan institusi terkemuka
  • Mengembangkan program studi yang relevan dengan kebutuhan industri modern

Artikel Pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng: Sekolah Tinggi Teknik untuk Hindia Belanda memberikan wawasan mendalam tentang sejarah pendirian THB dan perannya dalam membentuk pendidikan teknik di Indonesia. Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan adalah:

  • THB didirikan sebagai bagian dari Politik Etis dan kebutuhan pembangunan di Hindia Belanda.
  • Kota Bandung dipilih sebagai lokasi karena faktor geografis dan dukungan pemerintah lokal.
  • THB menjadi institusi penting yang mencetak insinyur berkualitas, termasuk Ir. Sukarno.
  • Transformasi THB menjadi ITB memperkuat peran Indonesia dalam inovasi teknologi.

Dengan memahami sejarah pendirian THB, kita dapat melihat bagaimana pendidikan teknik telah berkembang dan terus berperan penting dalam pembangunan Indonesia.

Sumber: Muhammad Gibran Humam Fadlurrahman. Pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng: Sekolah Tinggi Teknik untuk Hindia Belanda. Volume 14, No. 2, 2023.

 

Selengkapnya
Pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng: Sekolah Tinggi Teknik untuk Hindia Belanda

Profesi & Etika

Etika Profesional Pengembangan Teknologi Informasi Serta Tanggung Jawab di PT Anugrah Bungo Lestari

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Di era digital yang terus berkembang, etika profesional dalam teknologi informasi (TI) menjadi isu yang sangat penting bagi perusahaan. Jurnal Etika Profesional Pengembangan Teknologi Informasi Serta Tanggung Jawab di PT Anugrah Bungo Lestari membahas bagaimana perusahaan di sektor industri karet menerapkan prinsip etika dalam pengelolaan teknologi informasi mereka. Dengan meningkatnya adopsi teknologi untuk efisiensi bisnis, perusahaan menghadapi tantangan dalam menjaga integritas, transparansi, dan perlindungan data pelanggan.

Jurnal ini menyoroti berbagai aspek etika profesional dalam pengembangan TI, termasuk perlindungan data pribadi, tanggung jawab sosial, transparansi, serta kepatuhan terhadap regulasi. Melalui studi kasus di PT Anugrah Bungo Lestari, penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang dampak etika TI terhadap kepercayaan pelanggan dan lingkungan kerja yang positif.

Seiring dengan meningkatnya peran TI dalam bisnis, banyak perusahaan menghadapi dilema etika dalam pengelolaan data dan penerapan sistem teknologi. Tujuan utama jurnal ini adalah:

  • Mengeksplorasi tanggung jawab moral dan implikasi etika dalam pengembangan TI.
  • Menganalisis bagaimana etika profesional diterapkan di PT Anugrah Bungo Lestari.
  • Menyediakan rekomendasi strategis untuk meningkatkan penerapan etika dalam praktik TI.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode berikut:

  • Wawancara semi-terstruktur dengan manajer TI dan staf.
  • Analisis dokumen internal seperti kebijakan privasi dan pedoman etika.
  • Studi kasus proyek TI di PT Anugrah Bungo Lestari.

Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode tematik untuk mengidentifikasi pola utama terkait penerapan etika dalam TI.

Penerapan Etika TI di PT Anugrah Bungo Lestari

1. Perlindungan Data Pribadi

Sebagai perusahaan yang memanfaatkan teknologi dalam pengelolaan data pelanggan, PT Anugrah Bungo Lestari menerapkan kebijakan privasi untuk melindungi informasi sensitif. Beberapa langkah utama yang dilakukan perusahaan meliputi:

  • Keamanan data: Penggunaan enkripsi dan firewall untuk mencegah akses tidak sah.
  • Kepatuhan regulasi: Mengacu pada UU Perlindungan Data Pribadi di Indonesia.
  • Kepercayaan pelanggan: Transparansi dalam bagaimana data dikumpulkan dan digunakan.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa masih ada beberapa tantangan dalam implementasi kebijakan ini, terutama dalam memastikan bahwa seluruh karyawan memahami dan mematuhi standar yang ditetapkan.

2. Transparansi dalam Pengelolaan Teknologi

Transparansi menjadi salah satu prinsip utama dalam etika TI. PT Anugrah Bungo Lestari berusaha untuk menerapkan keterbukaan dalam:

  • Komunikasi dengan pelanggan: Menjelaskan bagaimana data mereka digunakan.
  • Proses pengembangan perangkat lunak: Menyediakan informasi mengenai metode yang digunakan dalam sistem manajemen TI.
  • Tanggung jawab sosial: Menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi tanpa merugikan lingkungan dan masyarakat.

3. Penerapan Etika dalam Proyek TI

Jurnal ini membahas bagaimana PT Anugrah Bungo Lestari menghadapi dilema etika dalam pengembangan proyek TI mereka. Beberapa aspek yang menjadi perhatian utama adalah:

  • Kejujuran dalam laporan proyek: Menghindari manipulasi data untuk mendapatkan keuntungan tertentu.
  • Tanggung jawab sosial perusahaan: Memastikan teknologi yang dikembangkan tidak merugikan masyarakat sekitar.
  • Prinsip keadilan: Tidak ada diskriminasi dalam pengambilan keputusan terkait proyek TI.

UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia mengatur berbagai aspek penggunaan TI, termasuk perlindungan data pribadi dan transaksi elektronik. Pelanggaran terhadap regulasi ini dapat menyebabkan:

  • Denda dan sanksi hukum bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan perlindungan data.
  • Kerusakan reputasi akibat kebocoran informasi pelanggan.
  • Krisis kepercayaan di kalangan konsumen.

Jurnal ini juga menyoroti bagaimana penerapan etika dalam TI berdampak pada budaya kerja perusahaan. Dengan lingkungan kerja yang lebih etis:

  • Karyawan merasa lebih dihargai, yang meningkatkan loyalitas dan produktivitas mereka.
  • Kolaborasi antar tim menjadi lebih baik, karena adanya kejelasan dalam aturan dan nilai perusahaan.
  • Pengambilan keputusan lebih transparan, sehingga mengurangi konflik internal.

Teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) dan Big Data kini memainkan peran besar dalam pengelolaan bisnis. Namun, tanpa regulasi yang jelas, teknologi ini bisa disalahgunakan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk:

  • Menggunakan AI secara etis, misalnya dalam pemrosesan data pelanggan tanpa diskriminasi.
  • Menerapkan Big Data secara bertanggung jawab, tanpa melanggar hak privasi individu.
  • Memastikan transparansi dalam algoritma, agar tidak ada bias dalam pengambilan keputusan berbasis teknologi.

Jurnal Etika Profesional Pengembangan Teknologi Informasi Serta Tanggung Jawab di PT Anugrah Bungo Lestari memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya etika dalam dunia teknologi informasi. Beberapa pelajaran utama yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

  • Penerapan etika TI bukan hanya mencegah masalah hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan pelanggan.
  • Transparansi dalam pengelolaan data dan sistem TI harus menjadi prioritas utama.
  • Perusahaan harus terus mengedukasi karyawan tentang pentingnya kepatuhan terhadap kode etik TI.
  • Regulasi dan standar industri harus diperkuat untuk memastikan bahwa teknologi digunakan secara etis dan bertanggung jawab.

Dengan semakin berkembangnya teknologi, etika profesional di bidang TI akan menjadi faktor kunci dalam menentukan keberlanjutan dan kesuksesan perusahaan di masa depan.

Sumber: M. Miftahul Khoiri, Ade Agung Kurniawan, Muhlishatun Niswah. Etika Profesional Pengembangan Teknologi Informasi Serta Tanggung Jawab di PT Anugrah Bungo Lestari. Jurnal Juptik, Vol. 2 No.2 (2024), Hal. 60-67.

Selengkapnya
Etika Profesional Pengembangan Teknologi Informasi Serta Tanggung Jawab di PT Anugrah Bungo Lestari

Profesi & Etika

Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Dalam dunia konstruksi, penerapan kontrak kerja antara kontraktor utama (main contractor) dan subkontraktor menjadi elemen kunci dalam memastikan proyek berjalan sesuai rencana. Laporan Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya karya M. Ali Hanafiah membahas bagaimana kontrak kerja ini diterapkan di lapangan serta tantangan yang dihadapi dalam implementasinya.

Laporan ini mengulas pentingnya pengawasan berkala dalam pelaksanaan proyek, menganalisis kesesuaian antara kontrak awal dan realisasi di lapangan, serta memberikan wawasan mengenai dinamika kerja antara kontraktor dan subkontraktor dalam proyek konstruksi. Dalam resensi ini, kita akan membahas isi utama laporan, studi kasus dari proyek di Tasikmalaya, serta pelajaran yang dapat diambil untuk meningkatkan efisiensi proyek konstruksi.

Laporan ini bertujuan untuk memahami bagaimana kontrak kerja antara main contractor dan subkontraktor diimplementasikan dalam proyek konstruksi swasta di Tasikmalaya. Beberapa aspek utama yang dibahas meliputi:

  • Struktur organisasi proyek konstruksi.
  • Kesepakatan kontrak antara kontraktor utama dan subkontraktor.
  • Evaluasi pekerjaan tambah dan kurang dalam proyek.
  • Pengaruh addendum kontrak terhadap pelaksanaan proyek.

Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan, wawancara dengan pihak terkait, serta analisis dokumentasi kontrak kerja dan laporan proyek. Data yang dikumpulkan kemudian dibandingkan dengan standar industri untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam implementasi kontrak.

Penerapan Kontrak Subkontraktor di Proyek Tasikmalaya

1. Ketidaksesuaian Volume Pekerjaan dengan Kontrak Awal

Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa 69,23% subkontraktor mengalami perubahan volume pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak awal. Ini terjadi karena adanya modifikasi desain, perubahan spesifikasi material, serta kondisi lapangan yang tidak terduga.

Dampaknya:

  • Subkontraktor harus melakukan pekerjaan tambahan tanpa persiapan awal.
  • Risiko keterlambatan proyek meningkat karena perubahan pekerjaan yang terus terjadi.
  • Meningkatnya potensi sengketa antara kontraktor utama dan subkontraktor.

Sebaliknya, 30,77% subkontraktor tetap sesuai dengan kontrak awal, sehingga tidak ada pekerjaan tambahan atau pengurangan.

2. Tantangan dalam Implementasi Kontrak

Beberapa tantangan yang diidentifikasi dalam laporan ini meliputi:

  • Kurangnya koordinasi antara main contractor dan subkontraktor, terutama dalam perubahan pekerjaan di lapangan.
  • Kurangnya kontrol berkala terhadap pekerjaan subkontraktor, yang menyebabkan perbedaan antara rencana awal dan realisasi di lapangan.
  • Kurangnya kepastian hukum dalam addendum kontrak, yang dapat menyebabkan konflik terkait biaya tambahan dan tanggung jawab kerja.

3. Proses Addendum dan Kerja Tambah Kurang

Dalam proyek konstruksi, perubahan pekerjaan sering kali membutuhkan addendum kontrak. Laporan ini menemukan bahwa banyak perubahan di proyek Tasikmalaya tidak selalu didokumentasikan dengan baik, sehingga menghambat kejelasan tanggung jawab antara pihak-pihak yang terlibat.

Implikasi dari masalah ini:

  • Subkontraktor sering kali tidak mendapatkan pembayaran yang sesuai dengan pekerjaan tambahan yang telah dilakukan.
  • Perubahan desain tanpa dokumentasi yang jelas dapat menyebabkan konflik antara pemilik proyek, kontraktor utama, dan subkontraktor.
  • Kualitas proyek dapat menurun jika perubahan pekerjaan dilakukan tanpa analisis teknis yang matang.

Relevansi dan Pelajaran dari Kasus Ini

1. Pentingnya Pengawasan Berkala terhadap Pelaksanaan Kontrak

Salah satu temuan utama laporan ini adalah pentingnya kontrol berkala terhadap pekerjaan subkontraktor. Dengan pengawasan yang ketat, proyek dapat berjalan lebih efisien dan risiko ketidaksesuaian dengan kontrak awal dapat diminimalkan.

2. Transparansi dalam Perubahan Kontrak

Agar proyek berjalan dengan lancar, semua perubahan pekerjaan harus didokumentasikan dengan baik dalam bentuk addendum kontrak. Hal ini penting untuk mencegah:

  • Kesalahpahaman antara kontraktor utama dan subkontraktor.
  • Sengketa pembayaran atas pekerjaan tambahan.
  • Penurunan kualitas proyek akibat perubahan yang tidak terencana.

3. Penerapan Standar Kontrak yang Lebih Kuat

Kontrak kerja harus mencakup:

  • Ketentuan yang jelas terkait perubahan pekerjaan dan prosedur persetujuannya.
  • Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif.
  • Persyaratan pembayaran yang transparan untuk pekerjaan tambahan.

4. Hubungan dengan Tren Industri Konstruksi

Dalam industri konstruksi modern, penerapan teknologi Building Information Modeling (BIM) dapat membantu mengurangi ketidaksesuaian antara rencana proyek dan realisasi di lapangan. Dengan BIM, semua perubahan dapat dianalisis secara digital sebelum diterapkan di lapangan, sehingga mengurangi kebutuhan akan pekerjaan tambah kurang yang tidak terduga.

Laporan Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya memberikan wawasan penting tentang dinamika kerja antara kontraktor utama dan subkontraktor dalam proyek konstruksi. Dari laporan ini, kita dapat menarik beberapa pelajaran utama:

  • Kontrol berkala sangat penting dalam memastikan proyek berjalan sesuai rencana.
  • Dokumentasi perubahan pekerjaan harus dilakukan dengan transparan untuk menghindari sengketa.
  • Kontrak kerja harus dirancang dengan jelas, mencakup ketentuan terkait perubahan pekerjaan dan mekanisme pembayaran.
  • Penerapan teknologi seperti BIM dapat membantu mengurangi tantangan dalam perubahan pekerjaan di lapangan.

Laporan ini menjadi referensi yang berharga bagi para profesional di industri konstruksi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan kontrak kerja.

Sumber: M. Ali Hanafiah. Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya. Universitas Katolik Soegijapranata, April 2023.

 

Selengkapnya
Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya

Profesi & Etika

Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Etika profesi merupakan salah satu pilar utama dalam dunia kerja, terutama dalam bidang teknik sipil dan arsitektur. Jurnal Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang karya Amirudin Kurdi membahas bagaimana pelanggaran etika dalam proyek ini menjadi salah satu contoh terbesar kegagalan tata kelola proyek di Indonesia. Jurnal ini menyoroti berbagai bentuk penyimpangan, seperti mark-up anggaran, manipulasi hasil survei, serta pelanggaran dalam proses lelang proyek yang menyebabkan skandal korupsi besar.

Dalam resensi ini, kita akan membahas isi utama jurnal, studi kasus dari proyek Hambalang, serta relevansi dan pelajaran yang dapat diambil untuk mencegah kasus serupa di masa depan.

Proyek pembangunan Sport Center Hambalang di Bogor bertujuan untuk meningkatkan kualitas atlet nasional dengan menyediakan fasilitas olahraga bertaraf internasional. Pembangunan ini menjadi prioritas pemerintah karena Sekolah Atlet Ragunan dianggap sudah tidak memadai. Namun, dalam pelaksanaannya, proyek ini penuh dengan penyimpangan yang melibatkan pejabat tinggi negara dan BUMN.

Jurnal ini mengidentifikasi beberapa pelanggaran etika utama, antara lain:

  • Mark-up anggaran proyek: Anggaran proyek yang awalnya bernilai Rp 300 miliar melonjak menjadi Rp 1,2 triliun akibat penggelembungan dana.
  • Manipulasi data survei: Konsultan proyek menyembunyikan fakta bahwa tanah Hambalang tidak layak untuk konstruksi karena struktur tanah yang labil.
  • Penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang: Pemenang tender proyek dipilih secara tidak transparan dan proyek disubkontrakkan tanpa pengawasan yang memadai.
  • Pelanggaran prinsip dasar dan kode etik panitia lelang, seperti tidak transparan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Studi Kasus: Pelanggaran Etika dan Dampaknya

1. Mark-Up Anggaran Proyek

Salah satu bentuk pelanggaran paling mencolok dalam proyek ini adalah penggelembungan anggaran secara tidak wajar. KPK menemukan bahwa anggaran proyek ini mengalami peningkatan cepat hingga mencapai Rp 1,2 triliun, jauh di atas perkiraan awal Rp 300 miliar.

Dampaknya:

  • Negara mengalami kerugian besar akibat dana yang tidak digunakan secara efisien.
  • Proyek tidak selesai tepat waktu dan kualitasnya menurun.
  • Banyak pejabat negara dan eksekutif perusahaan konstruksi terlibat dalam kasus hukum.

2. Manipulasi Hasil Survei Kelayakan Tanah

Seharusnya, proyek konstruksi besar diawali dengan studi kelayakan yang jujur dan transparan. Namun, dalam proyek Hambalang, hasil survei kelayakan disembunyikan. Konsultan proyek tidak melaporkan bahwa tanah di Hambalang merupakan clay soil yang tidak stabil, yang dapat menyebabkan amblesnya bangunan.

Dampaknya:

  • Beberapa bangunan, seperti gedung bulu tangkis dan power house, hampir roboh akibat amblesnya tanah.
  • Proyek mengalami perombakan besar yang menambah biaya konstruksi.
  • Kepercayaan terhadap konsultan teknik dan perencana proyek menurun drastis.

3. Penyimpangan dalam Proses Lelang

Panitia lelang melanggar banyak prosedur, seperti:

  • Mengatur agar perusahaan tertentu memenangkan tender.
  • Menetapkan pemenang lelang tanpa transparansi.
  • Mensubkontrakkan pekerjaan tanpa prosedur yang jelas.

Dampaknya:

  • Persaingan usaha yang tidak sehat dalam industri konstruksi.
  • Banyaknya perusahaan yang tidak kompeten mendapatkan proyek besar.
  • Proyek dikerjakan oleh pihak yang tidak memiliki kapasitas optimal, mengakibatkan keterlambatan dan penurunan kualitas.

Relevansi dan Pelajaran dari Kasus Hambalang

1. Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas dalam Proyek Publik

Kasus Hambalang menjadi contoh nyata bagaimana kurangnya transparansi dapat menyebabkan korupsi besar-besaran. Oleh karena itu, proyek publik harus diawasi secara ketat oleh lembaga independen agar tidak terjadi penyalahgunaan dana.

2. Penerapan Kode Etik Profesi yang Ketat

Kode etik insinyur, seperti yang diatur oleh Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET), mengharuskan insinyur untuk bersikap jujur dan tidak memihak. Jika prinsip ini diterapkan dengan ketat, kasus manipulasi hasil survei seperti di Hambalang dapat dicegah.

3. Reformasi Sistem Lelang dan Pengadaan Barang

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, sistem lelang harus lebih transparan dan bebas dari intervensi politik. Setiap pelanggaran harus ditindak tegas, dan proses seleksi harus dilakukan secara terbuka dengan standar internasional.

4. Pentingnya Keberlanjutan dalam Pembangunan Infrastruktur

Keputusan membangun proyek di tanah yang tidak stabil menunjukkan kurangnya pertimbangan terhadap aspek keberlanjutan. Seharusnya, proyek besar mempertimbangkan aspek lingkungan agar tidak menyebabkan kerusakan yang lebih besar di kemudian hari.

Jurnal Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang karya Amirudin Kurdi mengungkap bagaimana pelanggaran etika dapat merusak proyek besar dan menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Dari kasus ini, kita dapat menarik beberapa pelajaran penting:

  • Etika profesi harus diterapkan dengan ketat dalam setiap tahap proyek konstruksi.
  • Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek publik sangat penting.
  • Reformasi sistem lelang dan pengadaan barang harus menjadi prioritas untuk mencegah korupsi.

Kasus Hambalang bukan hanya pelajaran bagi dunia konstruksi, tetapi juga bagi semua sektor profesional agar selalu menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme.

Sumber: Amirudin Kurdi. Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang. Jurnal Teknik Sipil - Arsitektur Volume 17 No.1, Mei 2018.

 

Selengkapnya
Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang
page 1 of 2 Next Last »