Pertanian

Peternak Rakyat Terjepit dalam Sistem Industri Peternakan Ayam

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025


Peternakan ayam pedaging merupakan salah satu industri terpenting di Indonesia. Riset BRIN menunjukkan bahwa peternakan ayam menghasilkan produksi protein hewani yang dominan, mencapai 71,35% dari produksi daging nasional. Dari sisi sumber daya yang terlibat, jumlah SDM yang menjadi tenaga kerja  dalam industri peternakan ini cukup banyak.  Berdasarkan publikasi BPS tahun 2022 Tenaga kerja di Subsektor ini tahun 2021 sebanyak 4.9 juta jiwa, mayoritas hanya memiliki pendidikan dasar.

Berdasarkan data itu industri peternakan ini memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat. Namun pada kenyataannya, kelompok ini masuk dalam kelompok marginal. Terdapat banyak masalah yang dijumpai di lapangan. Ada persoalan mendasar dalam sistem industri yang berlaku. Hal itu kelihatan melalui berbagai bentuk ungkapan aspirasi yang dilakukan para petani peternak, menyuarakan masalah yang mereka hadapi.

Dalam beberapa tahun terakhir, peternak ayam mandiri berulang kali menggelar demonstrasi di Indonesia. Petani mengeluhkan masalah yang mereka hadapi. Mereka mencurigai adanya kecurangan dalam peternakan ayam, ayam pedaging, dan ayam petelur. Hal ini tercermin dari selisih harga antara harga yang berlaku di tingkat konsumen dengan harga unggas hidup di tingkat peternak. Sugeng Wahyudi, Sekjen Gabungan Peternak Unggas Nasional (GOPAN), mengumumkan harga pasaran ayam potong mendekati Rp. 40.000 per kilogram. Padahal harga ayam hidup bervariasi hanya sekitar Rp. 21.000/kg.

Sistem industri yang timpang

Pembahasan tentang persoalan ini dapat dilihat dari analisis sistem industrinya. Sistem industri adalah suatu sistem yang dibangun dari beberapa unsur yang saling berhubungan dan terorganisir yang bertujuan untuk menciptakan, memproduksi, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sistem ini mencakup berbagai aspek seperti teknologi, manajemen dan sumber daya manusia.

Dalam konteks industri peternakan ayam, elemen-elemen pembentuk sistemnya berkaitan dengan proses bisnis utama budidaya peternakan ayam yaitu mulai dari produksi bibit, pemberian pakan, pemeliharaan, pengolahan dan pemasaran produk ayam. masing-masing elemen sistem tersebut memiliki saling ketergantungan yang tinggi untuk berjalannya sistem industri secara efektif. Secara ringkas akan digambarkan dalam bagian berikut.

  1. Produksi benih. Anak ayam diproduksi untuk pembibitan ayam pedaging atau petelur berkualitas tinggi. Kualitas genetik bibit ayam yang dihasilkan harus baik agar dapat tumbuh dengan cepat dan sehat. Peternakan ayam dapat dilakukan secara tradisional atau modern dengan menggunakan teknik pembibitan seperti inseminasi buatan. pemeliharaan.
  2. Produksi makanan. Pakan ayam harus memiliki kandungan nutrisi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam. Produksi pakan dapat dilakukan secara mandiri dengan membuat pakan sendiri atau membeli pakan dari produsen pakan.
  3. Pemeliharaan ternak: Saat ayam mencapai umur panen, maka dikumpulkan dan diolah menjadi produk olahan ayam seperti daging ayam, telur dan hasil olahan lainnya. Teknologi modern dan higienis digunakan dalam pengolahan daging ayam sehingga produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.
  4. Pemeliharaan kesehatan. Aktivitas utama ini meliput upaya untuk menjaga kesehatan ayam melalui vaksinasi serta pemberian obat untuk pencegahan atau mengatasi penyakit.
  5. Pemasaran. Produk industri peternakan ayam tersebut kemudian dijual dalam berbagai bentuk dan dikemas di pasaran. Produk ayam dipasarkan melalui berbagai saluran seperti  pasar tradisional, toko modern, restoran dan supermarket.

Setiap proses bisnis utama yang juga dikenal dengan panca usaha ini, dapat dijalankan oleh aktor atau pelaku sama atau berbeda. Hanya saya untuk dapat menjalankan keseluruhannya dibutuhkan skala ekonomi yang sesuai. Mayoritas peternak rakyat tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan keseluruhannya. Hal itu disebab di antara proses tersebut membutuhkan investasi yang besar serta memerlukan teknologi tinggi dan mahal. Karena itu para peternak mandiri biasanya hanya fokus pada pengelolaan pemeliharaan di kandang.

Di lain pihak perusahaan pemilik modal yang memiliki akses dana kuat mampu menjalankan keseluruhan proses bisnis itu secara integratif. Mulai dari pembibitan, memproduksi pakan berkualitas, penguasaan distribusi obat, pemeliharaan di kandang hingga mengelola pemasaran. Dengan model integratif tersebut maka akan diperoleh efisiensi yang tinggi. Perusahaan memiliki kemampuan untuk mengontrol input hingga output. Mereka mampu mengontrol biaya produksi, sekaligus posisi tawar harga jual yang kuat.

Hidup mati peternak mandiri ditentukan pemain besar

Jika dilihat dari perspektif supply chain dan value chain, kita akan dapat melihat saling ketergantungan antara proses bisnis utama dan aktor pada setiap segment. Namun pihak yang menguasai lebih banyak proses bisnis akan menjadi penentu dalam industri ini, kemudian menjelma menjadi sistem industri yang monopolistik. Sistem industri peternakan ayam di Indonesia menunjukkan bahwa segelintir perusahaan besar memiliki penguasaan sangat dominan pada keseluruhan aktivitas utama. Sehingga perusahaan itu menjadi pengatur berjalannya sistem.

Persoalan utama yang ada saat ini adalah nyaris seluruh peternak rakyat atau peternak mandiri berada pada posisi yang sangat lemah. Mereka tidak memiliki posisi tawar terhadap supplier yang memasok komponen input seperti bibit, pakan dan obat, pada saat yang sama, juga tidak memiliki posisi tawar dari sisi penjualan, karena pasar dikuasai oleh pemain besar.

Dengan posisi peternak rakyat sedemikian di dalam sistem industri peternakan ayam, maka hidup mati mereka ditentukan oleh pemain besar. Pemain besar dapat menentukan harga bibit, harga pakan dan harga obat, sekaligus menentukan harga jual kepada konsumen. Sering menjadi keluhan peternak mandiri bahwa pada saat harga input naik, tidaklah serta merta diikuti dengan harga jual produksinya. Mereka menghadapi situasi sulit, bahkan sering kali harga penjualan lebih tinggi dari biaya pokok produksi yang telah dikeluarkan. 

Perlu intervensi pemerintah

Sistem industri peternakan ayam seperti yang telah dipaparkan ini adalah sistem yang timpang dan tidak adil. Terjadi kondisi monopoli atau oligopoli yang parah, sebagai akibat penguasaan mutlak yang ada pada tangan segelintir perusahaan atas proses bisnis utama. Jika terus dibiarkan, maka peternak rakyat atau peternak mandiri akan terusir dari sistem industri ini. Atau pada akhirnya bersedia hanya sekedar menjadi buruh atau pekerja bagi pengusaha besar, meski dikemas dengan istilah kemitraan, namun tidak sejajar.

Sikap keberpihakan pemerintah mendesak untuk diwujudkan. Bahkan di negara ekonomi liberal seperti Amerika Serikat pun sangat sensitif terhadap issue monopoli. Perusahaan raksasa, seperti Microsoft, Google, Facebook menuai begitu banyak gugatan. Dalam beberapa kasus perusahaan itu telah merasakan tajamnya pisau regulasi anti monopoli seperti Google yang didenda US$270 juta atau setara Rp3,86 triliun, akibat monopoli periklanan tahun 2021 lalu.

Pemerintah perlu segera membuat regulasi untuk mencegah berlanjutnya praktik monopoli dalam sistem industri ini. Perusahaan besar perlu dibatasi penguasaannya, agar peternak rakyat atau peternak mandiri memiliki posisi tawar, berbekal regulasi yang berpihak pada rakyat. Ada jutaan jiwa yang menggantungkan harapan masa depan dalam industri peternakan ini, sehingga mengaturnya agar berjalan sehat adalah bagian dari kewajiban pemerintah untuk mengatur permainan di industri ini agar berlangsung adil.

Sumber: https://unand.ac.id/

Selengkapnya
Peternak Rakyat Terjepit dalam Sistem Industri Peternakan Ayam

Pertanian

Program Studi S1 Teknologi Hasil Ternak (THT)

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025


Profil:

Teknologi Hasil Ternak merupakan akar keilmuan produksi peternakan yang ditopang oleh dua sisi yaitu produksi ternak dan produksi hasil ternak. Program Studi Teknologi Hasil Ternak berperan sebagai pengembangan keilmuan di Departemen IPTP dan sekaligus pelengkap hulu hilir Departemen IPTP.

Pada tahun 2016, Departemen IPTP resmi mengelola 2 program studi, yaitu PS TPT dan PS THT. Penyelenggaraan PS THT ditetapkan melalui Surat Keputusan Rektor Institut Pertanian Bogor Nomor 106/IT3/PP/2016 tentang Pembukaan Program Studi Teknologi Hasil Ternak pada Program Pendidikan Sarjana di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. PS THT telah terakreditasi B dari BAN PT dengan Nomor 3209/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2019.

Visi:

Menjadi program studi unggulan yang menghasilkan sarjana yang kompeten dalam bidang teknologi hasil peternakan.

Misi:

  1. Menyelenggarakan dan mengembangkan program pendidikan sarjana dalam bidang teknologi hasil peternakan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi.
  2. Menghasilkan sarjana peternakan yang memiliki kompetensi keilmuan, keterampilan dan kecakapan manajerial, serta memiliki jiwa wirausaha dalam bidang teknologi hasil peternakan yang mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
  3. Mengembangkan kurikulum program studi sarjana dalam bidang teknologi hasil peternakan yang menjamin keamanan pangan asal ternak, kelestarian lingkungan.
  4. Mengembangkan penelitian di bidang ilmu teknologi hasil peternakan dengan memperhatikan keamanan pangan asal ternak, kelestarian lingkungan, yang mampu dipublikasikan pada tingkat nasional maupun internasional.
  5. Mengembangkan pengabdian pada masyarakat dalam bidang teknologi hasil peternakan pada level daerah dan nasional.

Tujuan:

  1. Menyelenggarakan program pendidikan yang kreatif dan inovatif yang mampu mengadopsi perkembangan teknologi
  2. Menciptakan atmosfir akademik yang mendukung dihasilkannya sarjana peternakan yang kompeten, profesional, dan memiliki jiwa wirausaha dalam bidang teknologi produksi dan teknologi hasil ternak serta mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
  3. Menghasilkan Sarjana Peternakan yang mampu merencanakan, melakukan dan mengembangkan bisnis peternakan dengan mengacu pada Teknologi hasil peternakan.
  4. Menerapkan kurikulum yang memuat azas kesejahteraan ternak, keamanan produksi peternakan, kelestarian sumber daya genetik dan lingkungan.
  5. Menerapkan penelitian di bidang ilmu teknologi hasil peternakan dengan memperhatikan, keamanan produk peternakan, kelestarian lingkungan, yang mampu dipublikasikan pada tingkat nasional maupun internasional.
  6. Melakukan pengabdian pada masyarakat dalam bidang teknologi hasil peternakan pada level daerah dan nasional.

Learning Outcomes (LO):

  1. Mampu menjelaskan dan memahami pengetahuan dasar ilmu peternakan
  2. Mampu menjelaskan karakteristik bahan pangan hasil ternak serta inovasi teknologi penanganan dan pengolahannya yang aman, berkualitas dan mempunyai nilai tambah
  3. Mampu menguasai/ menjelaskan inovasi teknologi penanganan dan pengolahan hasil ternak non pangan termasuk hasil ikutan ternak dan limbah peternakan
  4. Mampu menerapkan dan membangun inovasi teknologi penanganan, pengolahan termasuk kontrol kualitas produk pangan hasil ternak
  5. Mampu menerapkanteknologi pengelolaan, pengolahan dan membangun inovasi serta melakukan kontrol kualitas produk hasil ternak non pangan termasuk hasil ikutan ternak limbah peternakan
  6. Mampu mendesain dan mengembangkan usaha produk hasil ternak
  7. Mampu memecahkan masalah berdasarkan  data dan informasi
  8. Mampu memimpin, mengelola dan bekerja sama dalam tim serta bekerja profesional,  mandiri , kritis, analitis, kreatif dan inovatif
  9. Mampu berkomunikasi secara efektif baik lisan maupun tulisan dan menerapkan norma dan etika
  10. Mampu memanfaatkan sumber informasi untuk pengembangan potensi diri serta mampu beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Kompetensi lulusan:

  • Pengetahuan: Mampu menguasai prinsip-prinsip dasar teknologi, karakteristik bahan baku, penanganan dan pengolahan hasil ternak untuk menghasilkan produk pangan dan non pangan yang aman dan berkualitas  dalam suatu sistem usaha yang meningkatkan nilai tambah
  • Profesional Skill: Mampu menerapkan teknologi penanganan dan pengolahan  dalam mengembangkan usaha produk hasil ternak pangan dan non pangan yang terjamin mutu dan keamanannya
  • Manajerial Skill: Mampu mengembangkan potensi diri untuk bekerja secara profesional sesuai dengan norma dan etika serta dapat beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Prospek kerja:

  1. Wirausaha pada bidang pengolahan pangan hasil ternak
  2. Industri peternakan
  3. Technical Support (TS) pada industri peternakan
  4. Technical Service Representative (TSR) pada industri peternakan
  5. Research and Development (RND) pada industri Peternakan
  6. Feed Formulator Staff pada industri peternakan
  7. Breeding Supervisor pada industry peternakan
  8. Public Relationship (CSR) Produk Pengolahan Hasil Ternak (Perusahaan swasta)
  9. Peneliti Produk Peternakan (BPPT, Dinas Peternakan, dll)

Kurikulum:

Pelaksanaan akademik Program Studi Teknologi Hasil Ternak meliputi proses belajar mengajar menggunakan kurikulum 2014 dan kurikulum 2020. Pada tahun 2020, sesuai dengan arah perkembangan yang dilakukan di tingkat IPB. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University menyusun dan mengembangkan kurikulum 2020 yang diimplementasikan pada tahun akademik 2020/2021.

Sumber: https://iptp-fapet.ipb.ac.id/ 

 

Selengkapnya
Program Studi S1 Teknologi Hasil Ternak (THT)

Pertanian

Jika Mau Kurangi Gandum dan Menggantinya dengan Singkong, Indonesia Bisa Hemat Hingga Rp. 36 Triliun

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 17 Februari 2025


Kepala Laboratorium Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwidjono Hadi Darwanto, mengatakan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap gandum semakin mengkhawatirkan. Tiap tahun, konsumsi gandum Indonesia terus meningkat, padahal 100 persen kebutuhan gandum dalam negeri berasal dari impor.

Tahun 2021 silam, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor gandum Indonesia mencapai 11,17 juta ton dengan nilai impor 3,55 miliar USD atau sekitar Rp 51,45 triliun (kurs= Rp 14.500). Jumlah ini tentu sangat membebani keuangan negara, terlebih harga gandum saat ini semakin tinggi seiring dengan kebijakan 22 negara produsen gandum yang menghentikan ekspornya.

“Sebagai negara yang tingkat konsumsi gandumnya tinggi tapi tidak bisa memproduksi gandum, situasinya sangat mengkhawatirkan,” kata Dwidjono Hadi Darwanto saat dihubungi Pandangan Jogja @Kumparan, Rabu (13/7).

Tak hanya akan membebani keuangan negara, situasi ini juga membuat Indonesia ikut terancam krisis pangan. Mengingat semua mie, roti, bahkan gorengan yang banyak dijual di Indonesia masih bergantung pada bahan baku terigu atau tepung gandum.

Untuk mencegah situasi makin memburuk, Indonesia mesti segera melakukan diversifikasi terigu dengan bahan pangan lokal. Misalnya yang memiliki potensi besar menurut Dwidjono adalah tepung singkong atau mocaf.

Tepung mocaf menurutnya bisa menjadi bahan substitusi terigu dalam pembuatan mie. Memang belum bisa 100 persen memakai bahan mocaf, tapi porsinya bisa mencapai 60 sampai 70 persen.

“Dan itu tidak mempengaruhi rasa, rasanya sama seperti mie dari gandum, begitu juga jika dipakai untuk membuat roti, sama,” ujarnya.

Artinya, negara bisa hemat antara Rp 32 triliun sampai Rp 36 triliun per tahun jika bisa melakukan substitusi 60 sampai 70 persen tepung gandum dengan tepung mocaf.

“Nilai yang fantastis itu, bisa digunakan untuk mendukung pemenuhan bahan lokalnya,” lanjutnya.

Jika tepung mocaf atau singkong masih kurang, masih banyak juga bahan lain yang punya potensi besar. Seperti ubi jalar, talas, sorgum, hingga porang, yang semuanya bisa dijadikan substitusi tepung gandum asalkan diolah dengan benar.

Tapi untuk melakukan diversifikasi, tak bisa hanya mendorong petani menanam singkong, ubi jalar, atau sorgum. Justru yang perlu disiapkan menurutnya adalah pasar dan industrinya. Industri-industri pangan yang saat ini menggunakan bahan baku terigu, mesti didorong untuk mulai mensubstitusi dengan tepung mocaf atau bahan lain yang berasal dari pangan lokal.

Di sisi lain, produk-produk makanan berbahan baku pangan lokal, misalnya mie dan roti dari tepung singkong, mesti lebih intens diperkenalkan ke masyarakat.

“Nanti kalau pasarnya sudah ada, petani pasti mau nanam tanpa disuruh. Tapi kalau tidak ada yang menyerap, mana mau petani nanam,” kata Dwidjono.

Dewan Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Achmad Yakub, mengatakan bahwa jika pemerintah berhasil melakukan substitusi tepung gandum, katakanlah 50 persen saja, merupakan capaian yang luar biasa. Artinya akan Rp 26 triliun tambahan uang yang beredar di dalam negeri yang akan sangat membantu pergerakan ekonomi nasional.

Hal ini juga akan membuat dampak positif lain, misalnya mengurangi laju konversi lahan pertanian, sebab jika lahan pertanian produktif maka petani tidak akan menjual lahannya. Industri lokal juga akan bergeliat, misalnya industri pengolahan umbi-umbian menjadi tepung yang bisa dipakai sebagai bahan berbagai jenis makanan. Kemudian industri manufaktur akan tumbuh dan diikuti dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang semakin besar.

“Dampaknya akan berganda banget, tidak hanya Rp 26 triliun, lebih dari itu nanti,” kata Achmad Yakub.

Rencana program diversifikasi pangan ini menurutnya layak untuk didukung. Dengan catatan, tidak sekadar jadi proyek pemerintah yang hanya menguntungkan elit saja, atau sekadar menjadi ajang lip service bagi pemerintah saja.

“Nanti giliran harga gandum turun, pindah ke gandum lagi. Kan percuma, hanya lip service saja,” ujarnya.


Sumber: kumparan.com

Selengkapnya
Jika Mau Kurangi Gandum dan Menggantinya dengan Singkong, Indonesia Bisa Hemat Hingga Rp. 36 Triliun

Pertanian

Agro-StartUp Populer: TaniPedia-Edisi 30

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Februari 2025


Mencuatnya isu mengenai industri 4.0 yang mentransformasi industri menjadi berbasis digital mulai merambah ke berbagai bidang. Salah satu bidang yang ikut terdapat adalah bidang pertanian. Indonesia sebagai negara agraris membutuhkan inovasi dalam sektor agrikultur sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat. Penggunaan teknologi dalam bidang pertanian yang familier disebut agritech atau agricultural technology telah berkembang cukup lama. Namun, iklim usaha yang mulai berbasis pada teknologi informasi membuat perkembangan agritech sedikit berubah. Salah satu contohnya adalah dengan munculnya berbagai jenis agritech yang berbasis pada teknologi informasi (Meydora, 2019). 

Terjadinya pandemi Covid-19 yang mengubah gaya beli masyarakat dari daring menjadi luring juga ikut merambah pada bidang pertanian. Beberapa startup dalam bidang pertanian mulai dikembangkan, berikut adalah beberapa contohnya:

  1. Elevarm : Elevarm memberikan rekomendasi yang dipersonalisasi kepada petani dan mengoptimalkan praktik yang ada untuk meningkatkan produktivitas mereka secara keseluruhan. Elevarm menggabungkan hubungan manusia dan skalabilitas infrastruktur teknologi untuk memanfaatkan keragaman pertanian yang luas dan belum dimanfaatkan.
  2. TaniHub : Salah satu contoh marketplace yang berbasis aplikasi yang menungkinkan para petani untuk dapat menjual hasil produksi mereka pada pengecer, grosir maupun kepada para pedagang individu
  3. sayurbox : Sayurbox membantu para konsumen untuk dapat membeli produk hasil pertanian langsung kepada para petani selain itu sayurbox juga memudahkan distribusi kepada para petani sehingga produk mereka dapat sampai di rumah konsumen secara langsung.
  4. iGrow : iGrow menjadi sarana bagi masyarakat yang ingin menanamkan modal dan para petani yang membutuhkan modal. Aplikasi ini dapat menyediakan pendanaan bagi para petani yang membutuhkan modal
  5. AgriAku: AgriAku merupakan sebuah aplikasi yang menyediakan segala keperluan bagi petani seperti benih pupuk, maupun alat yang dapat digunakan oleh para petani.

Sebenarnya masih banyak start up yang bergerak di bidang pertanian. Hal ini dapat dipelajari untuk membentuk start up lokal di wilayah Kabupaten Cilacap, seperti Lapak Petani Online yang saat ini masih dalam pengembangan. Berdasarkan data yang dihimpun pemerintah Indonesia, diperkirakan Indonesia akan mengalami peningkatan permintaan produk pertanian pada tahun 2020 sampai 2030 (Ardiansyah, 2017). Maka dari itu diperlukan adanya pengembangan pada bidang pertanian dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas kegiatan pertanian. Startup bisa menjadi penghubung dan solusi bagi petani seperti meningkatkan produktivitas hasil tani maupun meningkatkan penjualan komoditas produk tani dengan memperluas akses pasar bagi produk pertanian dan tak kalah penting untuk meningkatkan keterampilan dan pendidikan bagi para petani.  

Pengembangan startup pada bidang pertanian tentu bukan hanya membuka peluang namun juga menemui berbagai tantangan. Kebutuhan pasokan produk pertanian bagi masyarakat Indonesia terbilang cukup besar namun produk hasil pertanian yang dihasilkan terkadang kurang memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri. Tantangan inilah yang dapat dijadikan peluang untuk terus mengembangkan startup sebagai jembatan penghubung antara petani sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen. Tantangan lain bagi pelaku bisnis startup adalah kualitas produksi produk pertanian yang masih rendah selain itu juga kebutuhan konsumen setiap waktu tidak tetap atau fluktuatif. Harga produk pertanian yang bergantung kepada musim juga dapat menjadi tantangan di masa depan (Ariwibowo, 2018).

Sumber: https://dispertan.cilacapkab.go.id/

Selengkapnya
Agro-StartUp Populer: TaniPedia-Edisi 30

Pertanian

Kesejahteraan Hewan: Sejarah, Penilaian, Organisasi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Februari 2025


Kesejahteraan hewan merupakan ukuran kondisi atau kualitas hidup hewan nonmanusia. Konsep ini berhubungan erat dengan etika terhadap hewan. Kesejahteraan hewan mencakup kondisi fisik dan mental hewan, dan sejauh mana sifat alamiahnya terpenuhi.

Penerapan kesejahteraan hewan sering kali didasarkan pada keyakinan bahwa hewan nonmanusia memiliki sensibilitas dan bahwa manusia harus mempertimbangkan kesejahteraan atau penderitaan mereka, terutama ketika mereka berada di bawah kendali manusia. Kondisi-kondisi yang harus dipertimbangkan tersebut misalnya bagaimana hewan pangan disembelih, bagaimana hewan digunakan dalam penelitian ilmiah, bagaimana hewan dipelihara (sebagai hewan kesayangan, di kebun binatang, peternakan, sirkus, dan sebagainya), dan bagaimana aktivitas manusia memengaruhi kesejahteraan dan kelangsungan hidup satwa liar.

Sejarah

Meskipun pandangan dan tulisan mengenai kesejahteraan hewan telah ada sejak lama, tetapi produk hukum modern berupa undang-undang nasional baru ditetapkan pada abad ke-19. Salah satu undang-undang pertama yang melindungi hewan adalah "Undang-Undang Kekejaman terhadap Hewan 1835" di Britania Raya yang kemudian diikuti oleh "Undang-Undang Perlindungan Hewan 1911". Amerika Serikat butuh waktu bertahun-tahun sampai terbit undang-undang nasional untuk melindungi hewan, yakni "Undang-Undang Kesejahteraan Hewan 1966", meskipun sebelumnya telah ada sejumlah negara bagian yang mengesahkan undang-undang anti-kekejaman terhadap hewan antara tahun 1828 dan 1898.

Pada tahun 1965, pemerintah Britania Raya melakukan investigasi mengenai kesejahteraan hewan-hewan yang diternakkan secara intensif. Investigasi yang dipimpin oleh Profesor Roger Brambell ini dilakukan sebagai tanggapan atas kekhawatiran yang diangkat dalam buku Mesin Hewan karya Ruth Harrison pada tahun 1964. Berdasarkan laporan Brambell, pemerintah Inggris lalu membentuk Komite Penasihat Kesejahteraan Hewan Ternak pada tahun 1967, yang menjadi Dewan Kesejahteraan Hewan Ternak pada tahun 1979. Pedoman pertama yang diterbitkan komite tersebut merekomendasikan bahwa hewan memerlukan kebebasan untuk "berdiri, berbaring, berbalik, merawat diri mereka sendiri, dan meregangkan anggota badan mereka." Pedoman tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep lima kebebasan.

Penilaian

  • Lima kebebasan

Salah satu model atau pendekatan yang banyak digunakan untuk menilai derajat kesejahteraan hewan adalah lima kebebasan hewan, yaitu:

  1. Bebas dari rasa lapar atau haus—dengan menyediakan akses untuk memperoleh air segar dan diet untuk menjaga kesehatan dan kebugaran.
  2. Bebas dari ketidaknyamanan—dengan menyediakan lingkungan yang sesuai, termasuk tempat berteduh dan tempat beristirahat yang nyaman.
  3. Bebas dari rasa sakit, cedera, atau penyakit—dengan pencegahan atau diagnosis dan pengobatan penyakit dan gangguan kesehatan lain secara cepat.
  4. Bebas untuk mengekspresikan (sebagian besar) perilaku normal—dengan menyediakan ruang yang cukup, fasilitas yang layak, dan rekan dari jenis hewan itu sendiri.
  5. Bebas dari rasa takut dan tertekan—dengan memastikan kondisi dan perawatan hewan yang menghindari penderitaan mental.
  • Lima ranah

Pada perkembangan selanjutnya, penilaian kesejahteraan hewan bergeser dari kondisi negatif yang berusaha dihindari menjadi kondisi positif yang perlu dipromosikan. Konsep lima ranah pun dikembangkan guna menilai kesejahteraan hewan untuk keperluan ini, yang meliputi (1) nutrisi, (2) lingkungan, (3) kesehatan, (4) perilaku, dan (5) kondisi mental. Empat ranah pertama berkaitan dengan fisik atau fungsional (ranah kesatu hingga ketiga merupakan faktor yang berhubungan dengan kelangsungan hidup, sedangkan ranah keempat merupakan faktor yang berhubungan dengan situasi yang dialami hewan). Sementara itu, ranah kelima berhubungan dengan pengalaman afektif hewan.

Organisasi

Selain menangani masalah kesehatan hewan, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) juga mengurusi kesejahteraan hewan. Menurut WOAH, kesrawan adalah "keadaan fisik dan mental seekor hewan dalam hubungannya dengan kondisi tempatnya hidup dan mati". Dua standar yang diterbitkan WOAH, yaitu Kode Kesehatan Hewan Terestrial dan Kode Kesehatan Hewan Akuatik berisi bab yang menguraikan pedoman kesrawan pada hewan terestrial (meliputi aktivitas transportasi hewan, penyembelihan hewan, pemusnahan hewan untuk keperluan pengendalian penyakit, penggunaan hewan untuk penelitian dan pendidikan, manajemen populasi anjing, serta sistem produksi pada peternakan) dan pedoman kesrawan pada hewan akuatik yang dibudidayakan (meliputi aktivitas transportasi ikan serta pemingsanan dan pematian ikan).

Beberapa organisasi internasional didirikan untuk mempromosikan kesejahteraan hewan, seperti World Federation for the Protection of Animals (WFPA) yang didirikan pada tahun 1950 dan International Society for the Protection of Animals (ISPA) yang didirikan pada tahun 1959. Kedua organisasi ini bergabung menjadi World Society for the Protection of Animals (WSPA) pada tahun 1981 dan kemudian berubah menjadi World Animal Protection (WAP) pada tahun 2014. Organisasi ini menerbitkan Indeks Perlindungan Hewan pada tahun 2014 dan 2020 yang menilai penerapan kesrawan di 50 negara. Sebanyak lima tema dan 15 indikator digunakan sebagai bahan penilaian. Suatu negara akan mendapatkan nilai dari A (nilai terbaik) hingga G (nilai terburuk).

Sumber: https://id.wikipedia.org/

Selengkapnya
Kesejahteraan Hewan: Sejarah, Penilaian, Organisasi

Pertanian

Program Sarjana Teknik Pertanian

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Februari 2025


Deskripsi

Program Studi Sarjana Teknik Pertanian mempelajari interdisiplin ilmu pengetahuan hayati, ilmu pengetahuan pertanian, teknologi, dan prinsip-prinsip rekayasa biosistem sebagai solusi terhadap permasalahan yang dihadapi dalam proses produksi pertanian untuk menghasilkan sistem atau hasil produksi yang optimal, efisien, dan berkelanjutan. Melalui Program Studi Sarjana Teknik Pertanian, ITB berkontribusi dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang dapat merancang sistem pertanian terpadu yang berkelanjutan (ramah lingkungan) melalui prinsip-prinsip rekayasa biosistem untuk menghasilkan biomassa yang tinggi dengan sistem yang hemat energi, material, dan ekonomis pada berbagai kondisi lingkungan untuk memenuhi kebutuhan produk pertanian bagi masyarakat.

Tujuan

Program Studi Sarjana Teknik Pertanian menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan dan pengajaran dengan menerapkan pendekatan keteknikan di bidang pertanian untuk menghasilkan lulusan yang dapat merancang sistem dan problem solver bagi masyarakat dengan menetapkan Jawa Barat sebagai target fokus dan model dalam mengembangkan potensi dan sumber daya untuk meningkatkan produktivitas kualitas hidup masyarakatnya.

Topik Penelitian

Untuk menciptakan sumberdaya pertanian dan manusia yang unggul, Program Studi Teknik Pertanian menyiapkan skema pendidikan pertanian untuk menghasilkan insinyur pertanian profesional yang dibangun di atas 10 (sepuluh) konsep yang menjadi landasan pengembangan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang dapat merancang sistem produksi biomassa pertanian yang efisien secara biologis dan ekonomis pada berbagai kondisi lahan dan iklim, yaitu Manajemen Bioregional, Manajemen Lingkungan, Keanekaragaman Hayati, Pertanian Terpadu, Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Agribisnis, Siklus Biogeokimia, Pembangunan Berkelanjutan, Konservasi Massal, dan Entropi. Landasan tersebut kemudian digunakan sebagai perumusan body of knowledge program studi, yang mencakup ilmu dasar hingga ilmu teknik dan manajemen.

Prospek Karier

  1. Instansi Pemerintah sebagai pegawai ASN atau non-ASN di Departemen Pertanian dan Ketahanan Pangan serta Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 
  2. Industri Pertanian yang menghasilkan produk pertanian sebagai bahan baku utama, seperti industri Kelapa Sawit dan Benih. Industri yang menyediakan sarana produksi pertanian, seperti perusahaan pupuk dan pestisida. 
  3. Pengusaha yang bergerak di bidang tanaman hias, peternakan, atau perusahaan agribisnis yang terlibat dalam penyediaan layanan komprehensif yang mengangkat petani dengan bantuan data dan teknologi yang diaktifkan oleh AI.
  4. Lembaga Penelitian seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit atau World Resources Institute (WRI) Indonesia 
  5. Institusi Pendidikan sebagai dosen atau pengajar di universitas negeri, universitas swasta, dan berbagai institusi pendidikan lainnya.
  6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pertanian dan penyuluhan.

Disadur dari: https://www.itb.ac.id/

Selengkapnya
Program Sarjana Teknik Pertanian
« First Previous page 19 of 27 Next Last »