Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, kebutuhan nasi rata-rata per orang 250 gram beras per hari. Artinya, kebutuhan beras nasional mencapai 61.875 ton per hari. Dalam setahun, terjumlah angka kebutuhan beras sebesar 22,6 juta ton.
Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, hampir tiap tahun Indonesia mengimpor beras dari sejumlah negara, antara lain India, Pakistan, Vietnam, Thailand, dan Myanmar. Data terbaru, hingga September 2023, Indonesia telah mengimpor tak kurang dari 1,7 juta ton, dari kuota impor sebesar 2 juta ton.
“Sebagai generasi milenial, saya mencermati fenomena ketimpangan tersebut. Padahal, sejarah negara kita pernah mencatatkan prestasi swasembada beras pada tahun 80-an. Mengapa sekarang kita menjadi negara pengimpor beras?” tanya Melvin, salah satu tokoh milenial berusia 24 tahun yang concern di bidang teknologi pertanian, utamanya produksi pupuk.
Lelaki kelahiran Singkawang ini, pernah berpengalaman menjadi junior mobile developer di perusahaan startup itu, bahkan menjadi CEO perusahaan. Namun beberapa tahun terakhir, ia banting stir ke sektor pertanian, dan dipercaya menjadi Product Manager PT Formula Top Indonesia, produsen pupuk Formula 100+.
“Saya mengembangkan pupuk hayati Formula 100+ dan serum. Yang serum berfungsi sebagai penguat atau booster. Lahir dari riset mendalam, yang hasilnya sangat memuaskan. Bahkan sudah dirasakan sebagian petani kita dari Sabang sampai Merauke,” papar Melvin, yang lulus cumlaude Teknik Informatika sebuah perguruan tinggi di Jakarta tahun 2016 itu.
Panen Berlimpah
Sejumlah praktik demplot yang dilakukannya menghasilkan fakta menakjubkan. Pupuk Formula 100+ ibarat formula sapujagat yang berhasil mendongkrak hasil panen menjadi berlipat.
Dari Kecamatan Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, para petani yang memakai pupuk ini berkomentar sangat positif. “Penggunaan Formula 100+ membuat waktu panen lebih cepat dibandingkan dengan tanaman padi lainnya,” ujar Melvin, mengutip testimoni petani setempat.
Di Seputih, demplot di sawah seluas ¼ hektare mampu menghasilkan 2 ton, dari sebelumnya yang hanya 1,5 ton. Untuk lahan seluas itu, hanya diperlukan 1 botol Formula 100+ untuk 4 kali penyemprotan.
Testimoni serupa datang dari petani padi di Candi Retno, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Lebih spesifik, hasil padi yang dipupuk menggunakan Formula 100+ berdaun lebat, lebih hijau, batang yang kekar dan lebih tinggi. Hasil yang sama juga terjadi di Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Sedangkan, petani Gedong Tataan, Lampung lainnya berkomentar, tanaman padi yang disemprot Formula 100+ lebih subur. Tangkai, daun, dan bulir padinya lebih bagus. Bahkan, warna bulirnya juga kuning seperti telur.
Tikus Minggat
Fakta menarik datang dari lokasi demplot Way Lima, Lampung. Pada satu lokasi pertanian padi, dikenal sangat rawan gagal panen akibat hama tikus. Akan tetapi, setelah menggunakan Formula 100+, tikus-tikus minggat.
“Di sana kelihatan sekali kontradiksinya. Sebab, lahan pertanian yang tidak dipupuk Formula 100+ akhirnya gagal panen, tanaman padi rusak karena serangan hama tikus,” tutur Melvin, seraya menambahkan, “sedangkan yang disemprot Formula 100+ sukses panen dengan hasil melimpah.”
Di Jawa Barat, Melvin juga melakukan demplot di sejumlah lokasi, antara lain di Kalijaya, Kecamatan Talagasari, Kabupaten Karawang. Di sana, para petani mengungkapkan, dengan menggunakan Formula 100+, dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50 persen. Selain itu, waktu panen lebih cepat, dan hasilnya maksimal.
Sementara, pada demplot di Jasinga, Kabupaten Bogor, hasilnya tak kalah menakjubkan. Bulir padinya lebih penuh dan gemuk. “Tidak ada yang kosong atau kopong,” tutur Melvin.
Di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Melvin mendata dan mencatat perkembangan area padi yang di-demplot menggunakan Formula 100+ dan yang tidak. Pada tanaman padi yang disemprot Formula 100+ rumpun anakannya lebih banyak antara 27 – 31 anakan, dan tingginya mencapai 80 – 90 cm, serta berdaun hijau segar. Sedangkan yang tidak, rumpun anakannya 25 – 27 dengan tinggi tanaman hanya 70 cm, dan daunnya sedikit kekuningan.
Gunung Jagung
Masih terkait peran serta swasta dalam menopang dan menunjang program ketahanan pangan, Melvin pun melakukan demplot terhadap jagung. Sebab, mengutip keterangan Ketua Bulog, Budi Waseso, Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri. Karenanya, tiap tahun Indonesia mengimpor jagung. Tahun 2023, kata Budi Waseo, impor jagung mencapai 171.000 ton.
Formula 100+ selain terbukti mampu mendongrak panen padi menjadi berlipat ganda, juga bagus untuk tanaman jagung. Pada jagung manis, buahnya lebih manis, biji jagung lebih padat sampai ke tongkol jagung, serta ukuran buahnya lebih besar.
Pada demplot jagung di Kapuas Hilir, Kalimantan Tengah terbukti tanaman jagung yang menggunakan Formula 100+ tumbuh lebih cepat. Bahkan lebih cepat berbuah.
Pemandangan sama tampak di kebun jagung Seputih Agung, Lampung. Selain hasil lebih berlimpah, batang tanaman jagung tampak lebih besar dan kokoh, tinggi. Bahkan di lokasi lahan milik Dinas Pertanian Kota Metro, Lampung, jagung varietas NK Sumo, dengan sekali semprot Formula 100+ bisa panen pada usia 70 hari.
Peristiwa lebih ekstrem terjadi di kebun jagung milik Kodim 1011 Kuala Kapuas, Kalteng. Saat panen jagung, mereka beramai-ramai memakan buah jagung usai dipanen. Ternyata rasanya manis.
Bukti lain menunjukkan, tanaman jagung yang di-treatment menggunakan Formula 100+ buahnya lebih panjang dengan paparan biji jagung lebih merata. Sedangkan yang tidak disemprot, buahnya lebih pendek dan paparan bijinya tidak merata.
“Dengan Formula 100+ petani kita bisa membuat gunung jagung. Sebab, hasilnya memang lebih berlimpah,” tutur Melvin, senang.
Sumber: https://hortiindonesia.com/