Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (Occupational Safety and Health/OS&H) di proyek konstruksi bawah tanah telah lama menjadi tantangan besar karena kondisi ekstrem dan lingkungan kerja yang kompleks. Artikel ilmiah oleh Sorlini et al. (2023) menyajikan hasil telaah dan implementasi berbagai teknologi mutakhir untuk meningkatkan OS&H di proyek besar seperti Tunnel Euralpin Lyon Turin (TELT).
Artikel ini merangkum tren utama serta penerapan nyata teknologi berbasis Industry 4.0, dari sistem desain digital hingga perangkat wearable cerdas, guna menciptakan lingkungan kerja bawah tanah yang lebih aman dan efisien.
Mengapa Keselamatan di Bawah Tanah Sulit Dicapai?
Konstruksi bawah tanah, seperti terowongan, berhadapan dengan risiko tinggi karena:
Situasi ini membuat manajemen risiko harus presisi dan adaptif, menuntut teknologi yang bisa memperkirakan, memantau, dan merespons ancaman secara real-time.
Empat Pilar Teknologi OS&H di Konstruksi Bawah Tanah
1. Desain Digital dan Simulasi Cerdas
a. CCCP (Computer Aided Cause Consequence for Prevention)
Model ini menggabungkan teknik FTA dan ETA untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan dan menentukan tindakan pencegahan. Misalnya, untuk kasus tabrakan antara pekerja dan kendaraan, model ini membantu merancang sistem anti-tabrakan berbasis RFID dan analisis ruang fungsional.
b. BIM dan 3D CAD
Building Information Modeling (BIM) digunakan untuk:
2. Teknologi Industry 4.0 untuk Lokasi Ekstrem
a. Geolokasi dan Sistem Komunikasi
3. Manajemen Otomatis dan Robotik
a. Rover AXEL
Digunakan untuk menjelajahi dan memantau area sepanjang 3 km di terowongan Maddalena yang sebelumnya tidak dapat diakses sejak 2017 karena suhu >45°C. Rover ini membawa kamera, sensor gas, dan alat ukur.
b. Rangka Baja Otomatis (Automatic Ribs)
Diterapkan di proyek Bologna–Florence dan TELT, sistem ini:
c. Sensor Anti-tabrakan
4. Perangkat Pribadi Pintar dan Pelatihan Imersif
a. Smart PPE (Personal Protective Equipment)
Pakaian dan helm dilengkapi sensor yang bisa:
b. Exoskeletons
Meskipun masih terbatas, eksoskeleton pasif dan aktif sedang dikembangkan untuk:
c. VR/AR untuk Pelatihan dan Simulasi
Studi Kasus Nyata: Proyek TELT Lyon–Turin
Proyek kereta cepat sepanjang 270 km ini (57,5 km terowongan bawah tanah) menjadi laboratorium inovasi OS&H. Teknologi yang diuji mencakup:
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Walaupun berbagai teknologi telah diterapkan, integrasi penuh dalam sistem prediktif masih menjadi tantangan besar, khususnya:
Namun, adopsi teknologi seperti sistem RFID dan pelatihan berbasis VR menunjukkan dampak langsung terhadap penurunan kecelakaan.
Kesimpulan: Masa Depan OS&H Dimulai dari Sekarang
Transformasi digital dalam konstruksi bawah tanah bukan lagi wacana masa depan, melainkan kebutuhan mendesak hari ini. Studi ini menegaskan bahwa:
Dunia konstruksi bawah tanah sedang bergerak menuju masa depan di mana keselamatan tidak hanya diupayakan, tetapi dirancang sejak awal dengan cerdas.
Sumber: Sorlini, A.; Maxia, L.; Patrucco, M.; Pira, E. Occupational Safety and Health Improvements through Innovative Technologies in Underground Construction Sites: Main Trends and Some Case Histories. Infrastructures 2023, 8, 104.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (Occupational Safety and Health/OS&H) di proyek konstruksi bawah tanah telah lama menjadi tantangan besar karena kondisi ekstrem dan lingkungan kerja yang kompleks. Artikel ilmiah oleh Sorlini et al. (2023) menyajikan hasil telaah dan implementasi berbagai teknologi mutakhir untuk meningkatkan OS&H di proyek besar seperti Tunnel Euralpin Lyon Turin (TELT).
Artikel ini merangkum tren utama serta penerapan nyata teknologi berbasis Industry 4.0, dari sistem desain digital hingga perangkat wearable cerdas, guna menciptakan lingkungan kerja bawah tanah yang lebih aman dan efisien.
Mengapa Keselamatan di Bawah Tanah Sulit Dicapai?
Konstruksi bawah tanah, seperti terowongan, berhadapan dengan risiko tinggi karena:
Situasi ini membuat manajemen risiko harus presisi dan adaptif, menuntut teknologi yang bisa memperkirakan, memantau, dan merespons ancaman secara real-time.
Empat Pilar Teknologi OS&H di Konstruksi Bawah Tanah
1. Desain Digital dan Simulasi Cerdas
a. CCCP (Computer Aided Cause Consequence for Prevention)
Model ini menggabungkan teknik FTA dan ETA untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan dan menentukan tindakan pencegahan. Misalnya, untuk kasus tabrakan antara pekerja dan kendaraan, model ini membantu merancang sistem anti-tabrakan berbasis RFID dan analisis ruang fungsional.
b. BIM dan 3D CAD
Building Information Modeling (BIM) digunakan untuk:
2. Teknologi Industry 4.0 untuk Lokasi Ekstrem
a. Geolokasi dan Sistem Komunikasi
3. Manajemen Otomatis dan Robotik
a. Rover AXEL
Digunakan untuk menjelajahi dan memantau area sepanjang 3 km di terowongan Maddalena yang sebelumnya tidak dapat diakses sejak 2017 karena suhu >45°C. Rover ini membawa kamera, sensor gas, dan alat ukur.
b. Rangka Baja Otomatis (Automatic Ribs)
Diterapkan di proyek Bologna–Florence dan TELT, sistem ini:
c. Sensor Anti-tabrakan
4. Perangkat Pribadi Pintar dan Pelatihan Imersif
a. Smart PPE (Personal Protective Equipment)
Pakaian dan helm dilengkapi sensor yang bisa:
b. Exoskeletons
Meskipun masih terbatas, eksoskeleton pasif dan aktif sedang dikembangkan untuk:
c. VR/AR untuk Pelatihan dan Simulasi
Studi Kasus Nyata: Proyek TELT Lyon–Turin
Proyek kereta cepat sepanjang 270 km ini (57,5 km terowongan bawah tanah) menjadi laboratorium inovasi OS&H. Teknologi yang diuji mencakup:
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Walaupun berbagai teknologi telah diterapkan, integrasi penuh dalam sistem prediktif masih menjadi tantangan besar, khususnya:
Namun, adopsi teknologi seperti sistem RFID dan pelatihan berbasis VR menunjukkan dampak langsung terhadap penurunan kecelakaan.
Kesimpulan: Masa Depan OS&H Dimulai dari Sekarang
Transformasi digital dalam konstruksi bawah tanah bukan lagi wacana masa depan, melainkan kebutuhan mendesak hari ini. Studi ini menegaskan bahwa:
Dunia konstruksi bawah tanah sedang bergerak menuju masa depan di mana keselamatan tidak hanya diupayakan, tetapi dirancang sejak awal dengan cerdas.
Sumber: Sorlini, A.; Maxia, L.; Patrucco, M.; Pira, E. Occupational Safety and Health Improvements through Innovative Technologies in Underground Construction Sites: Main Trends and Some Case Histories. Infrastructures 2023, 8, 104.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Ruang bawah tanah perkotaan (urban underground space/UUS) kini menjadi sorotan utama dalam upaya mengatasi berbagai tantangan urbanisasi, khususnya dalam kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Kajian komprehensif dari Peng et al. (2021) menyoroti bahwa setidaknya 11 dari 17 SDGs memiliki hubungan erat dengan pengembangan UUS. Dalam artikel ini, kita akan membedah dimensi kritis dari pendekatan kolaboratif, menyajikan studi kasus nyata, dan meninjau tantangan maupun peluang yang ditawarkan oleh pemanfaatan ruang bawah tanah secara berkelanjutan.
Mengapa Ruang Bawah Tanah Menjadi Penting?
Dengan meningkatnya urbanisasi, kota-kota menghadapi tekanan besar terhadap ketersediaan lahan. UUS menawarkan solusi alternatif dengan memindahkan berbagai fungsi kota ke bawah tanah, mulai dari transportasi, energi, hingga ruang publik. Misalnya:
Kaitan Langsung UUS dengan 11 SDGs
Berikut ini beberapa SDGs yang paling relevan dengan penggunaan ruang bawah tanah:
1. SDG 3: Kesehatan dan Kesejahteraan
2. SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi
3. SDG 7: Energi Bersih
4. SDG 8 & 9: Pertumbuhan Ekonomi dan Inovasi
5. SDG 11: Kota Berkelanjutan
Risiko dan Kerugian Potensial
Namun, tidak semua dampak UUS bersifat positif. Beberapa tantangan yang perlu diantisipasi:
Solusi: Pendekatan Kolaboratif Multidisipliner
Untuk menghindari dampak negatif sekaligus memaksimalkan potensi UUS terhadap SDGs, artikel ini mengusulkan empat dimensi kolaboratif:
1. Administrasi Lahan Modern
2. Perencanaan Terintegrasi
3. Desain Arsitektur
4. Teknologi Konstruksi
Studi Kasus: Dunia Nyata dalam Angka
Kesimpulan: Potensi UUS untuk Masa Depan Berkelanjutan
Dengan pengelolaan dan kolaborasi yang tepat, ruang bawah tanah bisa menjadi kunci dalam:
Namun, semua itu hanya bisa dicapai jika pendekatan perencanaan, hukum, desain, dan teknologi dikembangkan secara menyatu, terukur, dan inklusif. Maka dari itu, transformasi sistemik dan kesadaran lintas sektor menjadi prasyarat utama menuju kota masa depan yang berkelanjutan.
Sumber: Fang-Le Peng, Yong-Kang Qiao, Soheil Sabri, Behnam Atazadeh, Abbas Rajabifard. A collaborative approach for urban underground space development toward sustainable development goals: Critical dimensions and future directions. Frontiers of Structural and Civil Engineering, Vol. 15, No. 1, 2021, pp. 20–45. DOI: 10.1007/s11709-021-0716-x
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Mengapa Terowongan di Tanah Loess Butuh Evaluasi Risiko Khusus?
Tanah loess yang tersebar luas di Tiongkok bagian tengah dan barat menutupi sekitar 631.000 km² atau 6,6% dari total daratan. Struktur tanah ini sangat rapuh, mudah melembek jika terkena air, dan memiliki sambungan vertikal yang berkembang, sehingga terowongan yang dibangun di bawahnya sangat rentan terhadap longsor, runtuh, dan deformasi besar.
Penelitian oleh Han dkk. (2023) menyajikan model evaluasi risiko komprehensif berdasarkan teori permainan dan model cloud, yang secara khusus dirancang untuk mengatasi kompleksitas dan ketidakpastian dalam pembangunan terowongan di tanah loess.
Studi Kasus: Terowongan Luochuan di Jalur Kereta Cepat Xi’an–Yan’an
Terowongan Luochuan sepanjang 4.140 meter dibangun dengan kedalaman maksimal 64 meter, melintasi tanah loess yang rapuh dan struktur bawah tanah lainnya seperti rumah warga, pabrik, dan jalan. 70% dari panjang terowongan merupakan bagian dangkal—yang sangat berisiko. Di sinilah sering terjadi:
Semua kejadian ini mencerminkan bahwa risiko pada pembangunan terowongan loess sangat kompleks dan dinamis, sehingga butuh pendekatan evaluasi risiko yang fleksibel dan akurat.
Solusi: Kombinasi Teori Permainan dan Model Cloud
Peneliti mengembangkan pendekatan baru berbasis dua pilar:
Struktur Evaluasi: 15 Indikator Risiko
Evaluasi dilakukan dengan 15 indikator utama yang terbagi dalam empat kategori:
Setiap indikator diukur, diklasifikasikan ke dalam 5 level risiko (dari tidak ada risiko hingga risiko sangat tinggi), lalu dihitung nilainya melalui forward cloud generator.
Studi Evaluasi: 10 Titik Pengamatan di Lapangan
10 lokasi sepanjang terowongan Luochuan dinilai menggunakan model ini. Hasil penilaian mencerminkan fakta lapangan:
Semua prediksi konsisten dengan data deformasi dan kejadian aktual selama konstruksi, membuktikan bahwa model ini sangat akurat dan aplikatif.
Manfaat Nyata dari Model Kombinasi Ini
Model ini berhasil menjawab masalah evaluasi risiko terowongan di lingkungan kompleks, terutama di lokasi dengan:
Dengan menggunakan kombinasi AHP + Entropi + Game Theory + Cloud Model, peneliti:
Rekomendasi dari Penelitian Ini
Kesimpulan
Penilaian risiko pada pembangunan terowongan loess tidak bisa menggunakan pendekatan statis dan linear. Model gabungan berbasis teori permainan dan model cloud yang ditawarkan dalam studi ini:
Ini bukan hanya langkah akademis, tetapi rekomendasi teknis langsung bagi praktisi teknik sipil, manajer proyek, dan pembuat kebijakan dalam pembangunan infrastruktur bawah tanah.
Sumber : Han, B., Jia, W., Feng, W., Liu, L., Zhang, Z., Guo, Y., & Niu, M. (2023). Safety risk assessment of loess tunnel construction under complex environment based on game theory-cloud model. Scientific Reports, 13, 12249.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Mengapa Evaluasi Keamanan Terowongan Utilitas Harus Sepanjang Siklus Hidup?
Dengan percepatan urbanisasi di Tiongkok, terowongan utilitas kota menjadi solusi penting untuk menata jaringan kabel dan pipa secara terintegrasi di bawah tanah. Namun, struktur kompleks ini memiliki potensi risiko tinggi dari tahap perencanaan hingga operasional. Maka, diperlukan metode evaluasi keamanan yang menyeluruh sepanjang seluruh siklus hidup proyek—mulai dari perencanaan, desain, konstruksi, hingga operasional dan pemeliharaan.
Penelitian oleh Sun et al. (2022) menjawab kebutuhan ini dengan membangun model evaluasi keamanan berdasarkan grey clustering dan metode bobot entropi, yang kemudian diuji pada proyek nyata di Zhengzhou, Tiongkok.
Pendekatan: Menggabungkan Teori Siklus Hidup dan Analisis Grey Clustering
Penelitian ini berangkat dari teori whole life cycle yang membagi proyek menjadi empat tahap:
Untuk menilai risiko di setiap tahap, peneliti menetapkan 26 indikator evaluasi keamanan dan menghitung bobot pentingnya masing-masing menggunakan metode entropi, yang mempertimbangkan variasi data secara objektif. Kemudian, penilaian akhir dilakukan menggunakan grey clustering, metode yang cocok untuk data kecil dan tidak pasti.
Studi Kasus: Proyek Terowongan Utilitas Kota di Zhengzhou
Penelitian ini mengkaji proyek terowongan utilitas bawah tanah yang terdiri dari dua kompartemen:
Proyek ini selesai dibangun pada Agustus 2018. Lima pakar konstruksi diminta menilai tingkat keamanan 26 indikator dalam proyek ini berdasarkan skala 0–100.
Hasil: Konstruksi Menjadi Tahap Paling Kritis
Bobot indikator berdasarkan metode entropi menunjukkan bahwa fase konstruksi memiliki kontribusi risiko tertinggi (30%), disusul oleh fase operasi dan pemeliharaan (25%), desain (23%), dan terakhir perencanaan (20%).
Indikator dengan bobot tertinggi:
Kesimpulan awal: proyek ini tergolong "relatif aman", namun tetap ada ruang peningkatan khususnya pada:
Keunggulan Metode Grey Clustering dalam Evaluasi Infrastruktur
Grey clustering unggul dalam:
Fungsi whitening segitiga pusat digunakan untuk menghindari inkonsistensi penilaian, sehingga hasilnya lebih stabil.
Rekomendasi Praktis Berdasarkan Temuan
Nilai Tambah untuk Dunia Nyata
Dalam konteks pengembangan kota pintar, sistem seperti ini bisa menjadi dasar pengambilan keputusan dalam manajemen infrastruktur bawah tanah. Hal ini penting bagi pemangku kebijakan, kontraktor, serta operator infrastruktur untuk menilai keamanan secara objektif, bahkan tanpa data besar atau sistem evaluasi mahal.
Kritik dan Keterbatasan
Penelitian ini hanya mengandalkan lima pakar dan satu proyek sebagai studi kasus, yang membatasi generalisasi hasil. Peneliti merekomendasikan agar model ini diuji pada berbagai lokasi dan melibatkan lebih banyak responden serta pendekatan komparatif dengan metode lain seperti fuzzy AHP atau surrogate models.
Kesimpulan: Evaluasi Keamanan Terowongan yang Menyeluruh & Praktis
Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan kombinasi siklus hidup + grey clustering + bobot entropi dapat:
Untuk masa depan pembangunan terowongan utilitas di wilayah urban padat seperti Asia Tenggara dan Timur Tengah, model ini layak dijadikan rujukan awal dalam sistem perencanaan dan pengelolaan infrastruktur bawah tanah.
Sumber Artikel : Shaonan Sun, Congyu Xu, Ailing Wang, Yixin Yang, Mengqi Su. (2022). Safety evaluation of urban underground utility tunnel with the grey clustering method based on the whole life cycle theory. Journal of Asian Architecture and Building Engineering, 21(6), 2532–2544.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Kenapa Perlu Mengukur Risiko Kegagalan Terowongan?
Dalam dunia konstruksi bawah tanah modern, terowongan menjadi salah satu struktur yang paling kompleks dan berisiko tinggi. Paper berjudul Revised Comparison of Tunnel Collapse Frequencies and Tunnel Failure Probabilities karya Spyridis dan Proske (2021) membedah kesenjangan antara perhitungan probabilitas kegagalan terowongan dan data runtuh sebenarnya yang telah diamati secara global.
Fokus utamanya adalah membandingkan nilai probabilitas kegagalan yang dihitung secara teoritis dengan frekuensi keruntuhan nyata. Hasilnya cukup mengejutkan—perhitungan teoritis cenderung berlebihan (konservatif), namun tetap tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
Realita di Lapangan: Runtuhnya Terowongan Lebih Sering Terjadi Saat Konstruksi
Dari 321 kasus runtuh yang dikaji, 92% terjadi saat masa konstruksi—naik dari 80% dalam studi sebelumnya. Artinya, meskipun kita sering mendengar keruntuhan saat operasi, faktanya sebagian besar terjadi ketika terowongan masih dibangun. Hanya sekitar 8% dari total keruntuhan terjadi saat terowongan sudah beroperasi.
Jumlah Terowongan Dunia dan Perkembangannya
Pertumbuhan ini juga didorong oleh proyek infrastruktur besar seperti Belt and Road Initiative dan pengembangan sistem metro di kota besar Asia.
Penyebab Dominan Runtuhnya Terowongan
Penelitian mengungkap bahwa faktor penyebab utama keruntuhan adalah kegagalan saat penggalian atau pendukung awal, bukan bencana alam seperti gempa atau banjir.
Beberapa penyebab lainnya termasuk:
Meskipun kebakaran menjadi sorotan besar di beberapa dekade terakhir, insiden ini hanya menyumbang sebagian kecil dari total runtuh.
Studi Kasus: Ledakan Statistik di Tahun 2000-an
Puncak runtuhnya terowongan tercatat terjadi antara 1994–2003 dengan insiden besar seperti:
Sebagai respons, pada tahun 2003 diterbitkan Joint Code of Practice for Risk Management of Tunnel Works oleh British Tunneling Society, yang menjadi standar internasional untuk mitigasi risiko.
Gap Besar antara Probabilitas yang Dihitung dan Fakta Lapangan
Penelitian ini membandingkan 31 perhitungan probabilitas kegagalan dengan frekuensi runtuh sebenarnya. Hasilnya:
Artinya, perhitungan cenderung terlalu konservatif. Tapi sekaligus menunjukkan bahwa banyak perhitungan belum mampu menangkap faktor risiko dunia nyata secara akurat.
Tingkat Kegagalan Berdasarkan Jenis Terowongan (Data 1999–2004):
Nilai ini setara dengan kemungkinan runtuh sekitar 1 kali setiap 77–111 tahun per km, tergantung jenisnya. Namun kembali lagi, nilai ini hanya batas bawah karena tidak semua kasus dilaporkan ke publik.
Masalah Validitas dan Underreporting
Banyak runtuhnya terowongan tidak dilaporkan oleh kontraktor maupun pemilik proyek. Di samping itu, tidak ada standar internasional dalam pelaporan jenis kerusakan, sehingga perbandingan menjadi sulit.
Selain itu, perhitungan teoritis dari berbagai literatur juga bervariasi hingga enam urutan magnitudo, menunjukkan bahwa metode dan asumsi input sangat mempengaruhi hasil.
Pentingnya Klasifikasi dan Desain Spesifik Terowongan
Tidak seperti jembatan atau bendungan, terowongan memiliki variasi besar dalam bentuk, metode konstruksi, dan kondisi geologi. Hal ini membuat estimasi kegagalan jadi lebih sulit.
Faktor-faktor pembeda utama:
Dengan demikian, standar keamanan dan estimasi risiko harus disesuaikan berdasarkan jenis dan lokasi proyek.
Kritik Terhadap Praktik Perhitungan Konvensional
Para penulis berargumen bahwa perlu ada pembaruan sistem target probabilitas kegagalan, terutama untuk masa konstruksi yang lebih berisiko.
Penyesuaian nilai target diperlukan agar desain lebih efisien tanpa mengorbankan keselamatan, khususnya di negara berkembang yang mengandalkan standar dari negara maju tanpa menyesuaikan kondisi lokal.
Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis
Sumber Artikel : Spyridis, P., & Proske, D. (2021). Revised Comparison of Tunnel Collapse Frequencies and Tunnel Failure Probabilities. ASCE-ASME Journal of Risk and Uncertainty in Engineering Systems, Part A: Civil Engineering, 7(2), 04021004.