Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Teknologi Cerdas Konstruksi Terowongan: Solusi Risiko pada Proyek Shield Tunneling di Area Padat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Ancaman Tersembunyi di Balik Proyek Terowongan Kota

Pembangunan terowongan bawah tanah menggunakan metode shield tunneling telah menjadi andalan dalam proyek infrastruktur perkotaan modern seperti MRT dan subway. Namun, saat jalur baru melintasi struktur lama—misalnya terowongan, saluran pipa, atau fondasi bangunan—muncul risiko geoteknik yang tinggi, termasuk penurunan tanah (settlement), retakan, hingga kegagalan struktural. Untuk itu, para peneliti dari China University of Mining and Technology dan mitranya mengembangkan platform manajemen pintar berbasis analisis numerik dan teknologi informasi untuk mengatasi tantangan ini.

Studi ini tidak hanya membahas teori, tetapi juga menyajikan penerapan nyata pada proyek Beijing Metro Line 12 yang membuktikan efektivitas sistem dalam mendeteksi, menganalisis, dan mengendalikan risiko saat melintasi jalur eksisting Line 10.

Latar Belakang: Kebutuhan Solusi Cerdas dalam Konstruksi Terowongan

Di kota besar, proyek terowongan seringkali dihadapkan pada sumber risiko seperti:

  • Bangunan lama
  • Terowongan eksisting
  • Pipa utilitas vital
  • Lalu lintas padat

Konstruksi di area tersebut menimbulkan settlement tanah jangka pendek dan jangka panjang akibat perubahan tekanan tanah dan dissipasi tekanan air pori. Kegagalan prediksi terhadap fenomena ini telah menyebabkan banyak kecelakaan konstruksi. Maka, dibutuhkan model prediksi yang mempertimbangkan pemadatan tanah seiring waktu dan bukan hanya reaksi awal saat penggalian.

Solusi: Model Teoritis Baru + Platform Kendali Cerdas 3D

1. Model Perhitungan Settlement Jangka Panjang

Berbeda dari model klasik yang hanya menghitung immediate settlement, penelitian ini menyertakan:

  • Konsolidasi tanah akibat dissipasi tekanan air pori
  • Gaya tambahan dari shield machine (gaya dorong, gesekan, dan tekanan grouting)
  • Pengaruh pembebasan tekanan tanah akibat penggalian

Hasil analisis menggunakan pendekatan energi minimum dan teori elastisitas dengan parameter utama seperti:

  • Diameter terowongan baru: 6,4 m
  • Tekanan dorong (q): 120 kPa
  • Tekanan grouting (p): 350 kPa
  • Gesekan shield (f): 150 kPa

Platform mengintegrasikan data ini ke dalam simulasi 3D untuk prediksi deformasi yang lebih realistis.

2. Platform 3D Cerdas Berbasis BIM-GIS-IoT

Sistem ini menggabungkan:

  • Building Information Modeling (BIM)
  • Geographic Information System (GIS)
  • Internet of Things (IoT)
  • Geoscience Modeling
  • City Information Modeling (CIM)

Fungsinya meliputi:

  • Akuisisi data real-time (settlement, tekanan, deformasi)
  • Analisis spasial 3D
  • Skenario digital twin
  • Peringatan dini otomatis (threshold merah-kuning-oranye)

Studi Kasus: Beijing Metro Line 12 Menyeberangi Line 10

Deskripsi Proyek

Proyek ini melibatkan pembangunan Line 12 yang melintasi Line 10 dengan jarak antar terowongan minimum hanya 2,186 meter. Hal ini menimbulkan tantangan besar karena:

  • Kedalaman dan arah galian memengaruhi distribusi tekanan tanah
  • Struktur eksisting harus tetap stabil selama dan setelah penggalian

Temuan dari Platform:

  • Nilai maksimal settlement aktual: 4,4 mm
  • Hasil prediksi model baru: 4,2 mm
  • Selisih hanya 0,2 mm, jauh lebih akurat dibanding model lain

➡️ Ini menunjukkan akurasi tinggi dari model karena mempertimbangkan settlement jangka panjang akibat konsolidasi tanah, bukan hanya reaksi awal.

Peran Konsolidasi Tanah dalam Risiko Konstruksi

Poin penting dari studi ini adalah bahwa:

  • Settlement tidak berhenti setelah penggalian selesai
  • Proses pemadatan (consolidation) terus berlangsung karena hilangnya tekanan air pori berlebih
  • Faktor utama pemicu konsolidasi adalah kombinasi antara tekanan grouting, gesekan perisai, dan tekanan dorong mesin bor

Tekanan air pori maksimum ditemukan tepat di titik perpotongan dua terowongan, menjadikan area ini paling rentan. Oleh karena itu, prediksi dan pengendalian harus difokuskan di zona ini.

Inovasi Digital Twin: Replikasi Digital Konstruksi Real-Time

Platform ini tidak hanya menghitung, tetapi juga:

  • Menampilkan konstruksi secara visual dalam 3D
  • Menghadirkan sistem digital twin, yaitu kembaran digital dari proyek nyata
  • Mengintegrasikan pembelajaran pengalaman (experience library) dari tahap kiri (left line) untuk diterapkan di kanan (right line)

Dengan ini, sistem menjadi adaptif dan prediktif, bukan reaktif. Ketika nilai monitoring melampaui ambang batas, sistem secara otomatis memicu peringatan dan rekomendasi tindakan: seperti penyesuaian parameter shield, injeksi grouting tambahan, atau penguatan struktur.

Analisis Kritis dan Dampak Luas

Kelebihan

  • Pendekatan komprehensif mencakup faktor fisik, mekanik, dan teknologi digital
  • Implementasi langsung di proyek nyata menunjukkan applicability
  • Penggunaan sistem digital twin meningkatkan akurasi kontrol proyek dan efisiensi operasional

Kekurangan

  • Biaya awal untuk membangun sistem cukup tinggi
  • Butuh pelatihan tenaga kerja untuk mengelola data dan interpretasi hasil

Namun demikian, biaya ini akan menurun signifikan seiring dengan adopsi luas dan akumulasi basis data dari proyek-proyek lain.

Kesimpulan: Masa Depan Konstruksi Terowongan Ada di Tangan Teknologi Cerdas

Dengan urbanisasi yang semakin cepat dan ruang kota yang makin sempit, pembangunan bawah tanah adalah keniscayaan. Namun, risiko teknik yang menyertai proyek ini tidak bisa dianggap remeh. Penelitian ini menunjukkan bahwa gabungan antara model teoritis mutakhir dan platform digital 3D berbasis BIM-GIS-IoT mampu mengubah paradigma pengelolaan risiko dalam konstruksi.

Akurasi prediksi, efektivitas peringatan dini, dan integrasi data multi-sumber menjadikan platform ini sebagai solusi masa depan yang relevan, terutama di kota-kota besar yang padat infrastruktur.

Dengan demikian, teknologi ini tidak hanya menyelamatkan waktu dan biaya proyek, tetapi juga menjaga keselamatan publik dan keberlanjutan struktur perkotaan.

Sumber : Development and engineering application of intelligent management and control platform for the shield tunneling construction close to risk sources – Journal of Intelligent Construction, 2024.

Selengkapnya
Teknologi Cerdas Konstruksi Terowongan: Solusi Risiko pada Proyek Shield Tunneling di Area Padat

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Studi Geoteknik Tambang Emas Lega-Dembi: Solusi Efektif Atasi Deformasi Terowongan Bawah Tanah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Stabilitas Terowongan di Tambang Bawah Tanah

Dalam industri pertambangan, stabilitas terowongan bawah tanah merupakan aspek krusial yang memengaruhi keselamatan kerja dan efisiensi produksi. Studi terbaru bertajuk "Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine" mengangkat fenomena deformasi serius yang terjadi di tambang emas terbesar Ethiopia, yaitu Midroc Lega-Dembi. Melalui pendekatan numerik dan studi kasus konkret, para peneliti mengungkap penyebab utama keruntuhan terowongan serta merekomendasikan strategi pendukung struktur yang optimal.

Lokasi dan Signifikansi Tambang Lega-Dembi

Terletak di wilayah selatan Ethiopia, tambang ini berada di kedalaman sekitar 440 meter, dengan kondisi geoteknik yang tergolong ekstrem. Tambang ini menyumbang produksi hingga 4.500 kg emas per tahun dari total cadangan 37 juta ton bijih, menjadikannya aset vital bagi perekonomian Ethiopia.

Namun, keberadaan batuan lemah seperti talcose schist dan tingginya konsentrasi zona patahan menyebabkan tiga keruntuhan besar sejak 2018. Salah satunya merusak 20 meter headrace tunnel, bahkan sistem penguat seperti swellex rock bolts (panjang 4 m) pun gagal menahan deformasi.

Metodologi: Pendekatan Numerik untuk Menganalisis Deformasi

Penelitian ini menggunakan tiga perangkat lunak geomekanika:

  • RS2 (2D Finite Element Method)
  • FLAC3D (3D Finite Difference Method)
  • 3DEC (3D Distinct Element Method)

Pendekatan ini memadukan metode continuum dan discontinuum, memungkinkan simulasi realistis dari deformasi batuan akibat penggalian dan dukungan struktur. Model geometri berbentuk horseshoe dengan lebar 6 m dan tinggi 7,5 m, serta zona pengaruh hingga 24 m dari dinding terowongan.

Hasil Utama dan Temuan Kunci

1. Evaluasi Deformasi: Terowongan Masuk Kategori Squeezing Parah

Berdasarkan kurva klasifikasi Hoek, deformasi 5,84% dari radius menunjukkan kondisi squeezing yang parah. Displacement maksimum mencapai 0,40 m, terutama di dinding kanan.

2. Efektivitas Sistem Pendukung

a. Tanpa Dukungan: Displacement mencapai 0,36 m

b. Rock Bolt Saja: Displacement berkurang ke 0,28 m

c. Kombinasi Rock Bolt + Shotcrete: Displacement turun drastis menjadi 0,11 m

➡️ Kombinasi sistem ini memberikan penurunan deformasi hingga 69,44%, dibandingkan terowongan tanpa dukungan.

3. Pengaruh Parameter Geoteknik

Hasil parametric study mengungkap bahwa:

  • Penurunan GSI 50% → deformasi meningkat 80,17%
  • Penurunan UCS 50% → deformasi meningkat 99,85%
  • Penurunan Young's modulus 50% → deformasi meningkat 93,10%
  • Peningkatan Disturbance Factor (D) dari 0 ke 1 → deformasi meningkat 59,49%
  • Rock joint sepenuhnya (fully jointed) → deformasi meningkat hingga 1,08 m (naik 142,85%)

➡️ GSI dan UCS terbukti sebagai parameter paling berpengaruh terhadap deformasi terowongan.

Studi Kasus Validasi: Perbandingan dengan Da Pingshan Tunnel, Tiongkok

Penelitian ini memvalidasi model FLAC3D dengan membandingkan hasil simulasi terhadap studi Yu et al. (2017) tentang terowongan di kawasan karst. Hasilnya selaras, menunjukkan model ini andal untuk memprediksi deformasi terowongan di berbagai kondisi geologis.

Analisis Perbandingan: Metode Kontinu vs Diskontinu

Analisis perbandingan antara metode kontinu dan diskontinu menunjukkan bahwa kedua metode menghasilkan pola tegangan yang serupa setelah penggalian. Namun, terdapat perbedaan signifikan pada nilai perpindahan akhir (displacement), di mana metode diskontinu (3DEC) menunjukkan nilai displacement yang lebih kecil (0,375 m) dibandingkan dengan metode kontinu menggunakan RS2 (0,40 m) dan FLAC3D (0,731 m). Selain itu, nilai tegangan pasca penggalian (post excavation stress) juga berbeda, dengan metode diskontinu mencapai 25 MPa, lebih tinggi dibandingkan RS2 sebesar 15 MPa dan FLAC3D sebesar 20,12 MPa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh kemampuan metode diskontinu dalam memodelkan retakan antar blok batuan secara lebih realistis, sehingga memperlihatkan respons yang lebih akurat terhadap kondisi lapangan dibandingkan metode kontinu yang menganggap batuan sebagai media homogen.

Rekomendasi Desain Tambang

Berdasarkan hasil studi, disarankan:

  • Menggunakan rock bolt panjang 4 m
  • Menambahkan shotcrete 100 mm dengan kekuatan fck 30 MPa
  • Menyesuaikan pola dan jarak pemasangan baut
  • Melakukan pemantauan parameter GSI dan UCS secara berkala

Langkah-langkah ini dapat meningkatkan keselamatan operasional dan memperpanjang umur infrastruktur bawah tanah di tambang.

Kritik dan Opini

Studi ini unggul dari sisi metodologi, terutama dengan penggunaan gabungan tiga pendekatan numerik. Namun, studi lapangan lebih lanjut sebaiknya dilakukan untuk memverifikasi hasil simulasi dalam jangka panjang. Selain itu, riset lanjutan bisa mengintegrasikan metode machine learning untuk prediksi deformasi berdasarkan parameter geoteknik secara real-time.

Kesimpulan

Studi deformasi terowongan Midroc Lega-Dembi menegaskan pentingnya strategi dukungan batuan yang adaptif terhadap kondisi geoteknik ekstrem. Kombinasi rock bolt dan shotcrete terbukti sangat efektif mengurangi deformasi, sedangkan GSI dan UCS adalah indikator utama kestabilan. Penelitian ini menjadi acuan penting untuk desain dan manajemen terowongan tambang yang lebih aman, efisien, dan tahan lama.

Sumber : Numerical analysis of underground tunnel deformation: a case study of Midroc Lega-Dembi gold mine. Scientific Reports (2024) 14:7964.

Selengkapnya
Studi Geoteknik Tambang Emas Lega-Dembi: Solusi Efektif Atasi Deformasi Terowongan Bawah Tanah

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Menilai Dampak Konstruksi Terowongan terhadap Struktur Bangunan Permukaan secara Akurat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Konstruksi Terowongan di Area Urban

Konstruksi terowongan di wilayah urban seringkali menimbulkan deformasi tanah dan bangunan permukaan. Dalam banyak proyek besar seperti Jubilee Line Extension di London, dampak terhadap bangunan menjadi perhatian besar. Artikel ini, berdasarkan studi oleh Franzius, Potts, dan Burland (2006), mengkaji secara mendalam bagaimana kekakuan bangunan, berat, geometri, dan karakteristik kontak tanah-struktur memengaruhi prediksi kerusakan struktural akibat galian terowongan.

Latar Belakang: Kekakuan Relatif sebagai Pendekatan Desain

Pendekatan umum sebelumnya mengasumsikan bangunan sangat fleksibel dan mengikuti deformasi tanah (greenfield). Namun, pendekatan ini terlalu konservatif dan mahal. Sebagai solusi, Potts dan Addenbrooke (1997) memperkenalkan pendekatan kekakuan relatif (relative stiffness), yang mempertimbangkan:

  • Kekakuan lentur dan aksial bangunan (EI dan EA)
  • Stiffness tanah (Es) di sekitar kedalaman terowongan
  • Lebar bangunan (B) dan kedalaman terowongan (z₀)

Metodologi dan Model Analisis

Simulasi Elemen Hingga (FE) 2D dan 3D

  • 2D: bangunan dimodelkan sebagai balok elastis, dengan volume loss 1.5%
  • 3D: bangunan sebagai struktur elastis berdimensi penuh (lebar B dan panjang L)
  • Simulasi dilakukan dengan ICFEP (Imperial College Finite Element Program)

Variabel Bangunan yang Disimulasikan

  • Jumlah lantai: 1, 3, 5, dan 10
  • Lebar bangunan: 16 m, 32 m, 60 m, 100 m, 120 m
  • Panjang bangunan (L): 1 m – 30 m
  • Beban bangunan: 10–100 kPa
  • Antarmuka: kasar vs halus (friksi rendah)

Temuan Utama dan Studi Kasus

1. Pengaruh Lebar dan Kekakuan Bangunan

  • Bangunan lebih kaku memiliki deformasi lebih kecil
  • Untuk lebar bangunan 120 m, peningkatan kekakuan menghasilkan penurunan rasio defleksi (MDR) yang signifikan
  • Modifikasi rumus kekakuan relatif dengan memasukkan z₀ dan L menghasilkan konsistensi dimensi antara 2D dan 3D

2. Kedalaman Terowongan

  • Terowongan lebih dalam (34 m) → deformasi bangunan lebih kecil
  • Terowongan dangkal (15 m) → modifikasi deformasi paling besar
  • Indikasi bahwa z₀ perlu ditonjolkan lebih eksplisit dalam rumus desain

3. Panjang Bangunan (L) dan Respons 3D

  • Panjang bangunan sangat mempengaruhi horizontal strain
  • Makin pendek bangunan (L = 1 m), makin besar modifikasi horizontal strain (Mεh)
  • L = 1 m menghasilkan hasil ekstrem yang tidak realistis dalam konteks bangunan nyata

4. Beban Bangunan

  • Beban meningkatkan deformasi baik vertikal (MDR) maupun horizontal
  • Namun, pada kombinasi beban dan kekakuan realistis (10 kPa per lantai), dampak beban relatif kecil

5. Antarmuka Tanah–Struktur

  • Kontak halus (friksi rendah) → strain horizontal hampir hilang
  • Efek terhadap defleksi (MDR) lebih kecil, tetapi signifikan untuk strain

Pengembangan Kurva Desain Baru

Penelitian ini menyempurnakan kurva desain dari Potts dan Addenbrooke dengan:

  • Menggunakan kekakuan relatif modifikasi (rmod dan Æmod) yang bersifat tanpa dimensi (dimensionless)
  • Kurva batas atas baru untuk MDR dan Mεh agar lebih representatif untuk beragam geometri dan kondisi nyata

Aplikasi Praktis dan Relevansi

  • Digunakan dalam proyek besar seperti Crossrail London
  • Metode ini membantu klasifikasi risiko kerusakan bangunan berdasarkan kategori deformasi:
    • Kategori 0–2: kerusakan estetika
    • Kategori 3–5: gangguan fungsi dan kestabilan struktural
  • Menghemat waktu dalam tahap awal dengan estimasi strain berdasarkan geometri dan lokasi
  • Rekomendasi: hanya bangunan dalam area risiko tinggi yang dianalisis secara rinci

Kritik dan Nilai Tambah

Kelebihan:

  • Pendekatan sangat kuantitatif dan realistis
  • Validasi dengan data lapangan dan Jubilee Line Extension
  • Memungkinkan integrasi cepat dalam sistem pemodelan risiko urban

Kekurangan:

  • Model terlalu spesifik untuk London Clay dan kondisi Inggris
  • Belum mengkaji struktur non-konvensional atau tanah granular

Saran:

  • Studi lanjut pada jenis tanah lain seperti pasir lempung atau batuan lunak
  • Perluas ke struktur historis atau bertulang ringan

Kesimpulan

Studi ini mendobrak pendekatan konservatif lama yang mengabaikan kekakuan bangunan dalam desain terowongan. Dengan mempertimbangkan dimensi bangunan, berat, panjang, dan antarmuka, kita bisa memprediksi dampak deformasi akibat galian secara presisi, menghindari overdesign, dan tetap menjaga keamanan struktural.

Pendekatan relative stiffness modifikasi yang ditawarkan menjembatani kebutuhan akan akurasi teknik dan efisiensi desain dalam proyek urban skala besar.

Sumber : Franzius, J. N., Potts, D. M., & Burland, J. B. (2006). The response of surface structures to tunnel construction. ICE Proceedings Geotechnical Engineering, 159(1), 3–17.

Selengkapnya
Menilai Dampak Konstruksi Terowongan terhadap Struktur Bangunan Permukaan secara Akurat
« First Previous page 6 of 6