Keuangan

Semakin Maraknya Kasus Investasi Bodong, Bappebti Harus Seperti OJK?

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengusulkan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) segera dilepaskan dari bayang-bayang Kementerian Perdagangan (Kemendag). Menurut Ibrahim, sudah waktunya Bappebti menghadapi transformasi sebagaimana Bapepam-LK menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga mempunyai kekuatan khususnya dalam mengawasi perdagangan berjangka komoditas yang makin marak terlibat kasus penipuan, dilansir dari CNBC Indonesia, Jakarta.

"Terdapat cetusan Presiden mencari syarat-syarat tertentu untuk menjadi Kepala Bappebti, itu telah menjadi sinyal. Hal ini membuktikan kekhawatiran Presiden tentang masa depan perdagangan komoditas berjangka. Terlebih lagi, ke depan ada rencana bursa kripto. Kripto ini akan sangat berfluktuasi ke depan. Jadi, seharusnya Bappebti terlepas dari bayang-bayang Kemendag," tutur Ibrahim kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/6/2022).

"Jadi Ketua Komisioner sekaligus anggotanya akan langsung di bawah Presiden. Kalau saat ini yang memilihnya Mendag," ujarnya.

Selama ini, Bappebti hanya mempunyai wewenang membuat daftar pialang berjangka yang dinyatakan legal dan tidak legal. Berada di bawah Kemendag, ungkapnya, Bappebti akan senantiasa diintervensi sehingga tak dapat membuat keputusan mandiri.

"Bappebti itu tidak memiliki power. Dia hanya dapat mengatakan mana yang ilegal. Jika ingin wewenangnya luas, bisa seperti OJK, ya harus independen. Komisionernya sampai anggotanya dipilih oleh Presiden, kemudian fit and proper test oleh DPR. Sehingga seluruh pihak akan lebih melek aturan serta bagaimana itu perdagangan komoditas berjangka," ungkapnya.

Selama ini, keluhnya, Presiden bahkan Menteri tak pernah memberikan perhatian khusus terhadap komoditas berjangka. Buktinya, setiap pembukaan perdagangan, Presiden atau Menteri hanya datang ke pasar saham, Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Mendag pun, andaikan memang memahami lebih soal keberadaan Bappebti, regulasi komoditas berjangka, sebaiknya dapat langsung membantah pernyataan DPR (soal setoran) itu. Tetapi mungkin Mendag sedang pusing."

Ibrahim Assuaibi, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka

Dia menjelaskan, keberadaan robot trading yang sebetulnya ilegal, selama ini pun tak pernah mendapat perhatian khusus. Padahal, robot trading selalu dipromosikan di televisi sehingga menarik minat masyarakat.

"Kini, terutama sejak Pandemi Covid-19, banyak korban penipuan muncul, banyak kasus investasi ilegal, barulah pemerintah aware. Tetapi, belum melek regulasinya, yang diatur dalam Undang-Undang (UU) No 32/1997 yang direvisi jadi UU No 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka," ungkap Ibrahim.

Akibatnya, Bappebti akan selalu menjadi kambing hitam karena praktik-praktik ilegal seperti penipuan investasi robot trading marak. Padahal, robot trading merupakan buatan manusia.

"Itu buatan pialang ilegal. Hanya karena belum semua aware mereka jadi memiliki celah," ungkapnya.

"Jika Bappebti ingin direformasi, tidak cukup hanya melek teknologi. Tetapi mengetahui perdagangan berjangka, paham regulasi, bahkan harus memahami sampai nanti jika menjadi bursa kripto. Mulai dari melepaskan Bappebti dari Kemendag, rombak lembaganya, mengganti namanya, memberikan wewenang lebih. Jika tidak seperti itu, tidak akan berkembang," ungkapnya.

Dengan seperti itu, lanjut dia, regulasi tentang Bappebti pun harus diubah.

"Jadi agar tidak ada salah kaprah. Masa pejabat Bappebti menerima setoran dari pialang ilegal? Bappebti hanya mengurusi pialang legal. Lalu Bappebti kok bisa rapat dengan DPR? Jadi jangan karena tidak tahu, asal nyeplos. Mendag pun, andaikan memang memahami lebih soal keberadaan Bappebti, regulasi komoditas berjangka, seharusnya bisa langsung membantah pernyataan DPR (soal setoran) itu. Tapi mungkin Mendag sedang pusing," ungkapnya.


Disadur dari sumber cnbcindonesia.com

Selengkapnya
Semakin Maraknya Kasus Investasi Bodong, Bappebti Harus Seperti OJK?

Keuangan

OJK & 7 Negara Beri Warning dan Concern akan Bahaya Uang Kripto

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


OJK atau Otoritas Jasa Keuangan menjelaskan alasan dinalik larangan lembaga jasa keuangan yaitu bank, asuransi sampai multifinance dalam memfasilitasi aktivitas kripto, mulai dari pemasaran sampai perdagangan aset kripto, dilansir dari CNBC Indonesia, Jakarta.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengungkapkan kebijakan OJK ini berangkat dari kondisi literasi keuangan masyarakat yang masih rendah. Tingkat literasi masyarakat masih 38 persen.

"Inilah yang  menjadi kekhawatiran aspek perlindungan konsumen terhadap aset kripto," ungkap Anto Prabowo di Jakarta, Jumat(11/2/2022).

Anto Prabowo menambahkan langkah yang dijalankan OJK sama dengan dengan perhatian internasional terkait vulnerability aset kripto.

"Ini menjadi peringatan kepada masyarakat bahwa setiap investasi keuangan wajib memahami dan mendalami tentang manfaat, biaya serta risikonya," ungkapnya.

"Terkait dengan kegiatan usaha perbankan telah jelas diatur dalam UU Perbankan yang boleh serta yang dilarang. Bank harus memahami pula (know your customer) agar tidak dipergunakan sebagai sarana aktifitas yang melanggar hukum seperti penipuan, kasus ponzi, pencucian uang."

Beberapa pengawas sektor keuangan di negara lain memang memberikan perhatian lebih terhadap cryptocurrency. Inilah respon dari 7 negara atas cryptocurrency:

Monetary Authority of Singapore atau MAS (Singapura)

Perusahaan Cryptocurrency tidak bisa memasarkan layanan mereka di transportasi umum, situs web publik, lokasi transportasi publik,  broadcast, platform media sosial dan media cetak, atau di fisik ATM. Mereka juga dilarang mempromosikan produk mereka melalui influencer media sosial dan layanan pemasaran pihak ketiga lainnya.

MAS sangat mendorong pengembangan teknologi blockchain dan aplikasi inovatif token kripto untuk meningkatkan nilai tambah pengalaman pengguna. Tetapi perdagangan cryptocurrency sangat berisiko serta tidak cocok bagi masyarakat umum.

European Central Bank (Uni Eropa)

(Bitcoin) merupakan aset yang sangat spekulatif, yang sudah melakukan beberapa bisnis tidak serius serta beberapa pencucian uang yang sengat aktivitas tercela.

Wajib ada regulasi. Ini wajib diterapkan serta disepakati di tingkat global sebab bila terdapat pelarian akan merugikan masyarakat.

Central Bank of India (India)

Investor mata uang kripto seharusnya sadar bahwa mereka berinvestasi serta harus menanggung risikonya meaing-masing. Mereka juga harus mengingat bahwa cryptocurrency tak mempunyai aset dasar (underlying), apalagi bukanlah tulip," mengacu pada gelembung pasar umbi tulip Belanda di abad ke-17.

Mata uang kripto private atau nama apa pun yang Anda sebut adalah ancaman besar untuk stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan.

Bank of England (Inggris)

Cryptocurrency tak mempunyai nilai intrinsik.

Bitcoin dapat menjadi "tidak berharga" dan orang yang berinvestasi dalam mata uang digital sebaiknya bersiap-siap saat kehilangan segalanya. Harganya bisa sangat berfluktuasi dan [bitcoin] secara teoritis atau praktis bisa turun ke angka 0.

Peningkatan kerangka peraturan dan penegakan hukum, baik itu dalam negeri ataupun di tingkat global, diperlukan guna mempengaruhi perkembangan pasar beberapa negara yang tumbuh cepat untuk mengelola risiko, mendorong inovasi yang berkelanjutan dan menjaga kepercayaan juga integritas yang lebih luas dalam sistem keuangan.

The Russian Central Bank (Rusia)

Popularitas Cryptocurrency yang meningkat memicu kekhawatiran mengenai risiko stabilitas keuangan. Situasi di beberapa negara pasar maju semakin serupa dengan yang disebut sistem keuangan bayangan.

Bank sentral Rusia mengusulkan pelarangan penambangan (mining), pembuatan, dan penggunaan cryptocurrency.

Turkey Central Bank

Transaksi dijalankan melalui penggunaan cryptocurrency mengandung risiko yang "tak bisa dibatalkan". Aset kripto "tidak tunduk pada peraturan apa pun dan mekanisme pengawasan atau otoritas pengatur pusat. Nilai pasar mereka dapat sangat fluktuatif.

People Bank of China (China)

Pertukaran luar negeri yang menyediakan layanan cryptocurrency untuk masyarakat China akan dianggap ilegal.

Seluruh transaksi mata uang kripto ilegal di Cina daratan.

Cryptocurrency "mengganggu tatanan ekonomi dan keuangan, berkembang biak secara ilegal serta kegiatan kriminal seperti skema piramida, perjudian, penipuan, penggalangan dana ilegal,  dan pencucian uang sangat membahayakan kesejahteraan masyarakat.


Disadur dari sumber cnbcindonesia.com

Selengkapnya
OJK & 7 Negara Beri Warning dan Concern akan Bahaya Uang Kripto

Keuangan

Inilah Kebijakan Tegas OJK! Larangan Lembaga Keuangan untuk Fasilitasi Aset Kripto

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Jakarta - Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap aset kripto kini makin tegas. Menyadari bahaya dari aset digital ini, OJK melarang seluruh lembaga jasa keuangan memfasilitasi aset crypto. Dengan kebijakan itu maka semua bank, asuransi, sampai multifinance yang berada dalam pengawasan OJK dilarang menggunakan, memasarkan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto.

Namun, kebijakan OJK ini tak memperoleh dukungan dari Lembaga Pemerintah lainnya, yakni Kementerian Perdagangan dan Badan Pengawas Pedagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Wakil Menteri Perdangan, Jerry Sambuaga, dilansir dari berbagai media menjelaskan bahwa aset kripto dapat memberikan manfaat yang besar. Lalu dia meminta untuk OJK fokus menyelesaikan terkait pinjaman online illegal ketimbang melarang aset kripto.

Menurut Wamen Jerry Sambuaga, OJK dan Kementerian Perdagangan memiliki ranah masing-masing. Kripto yang diperlakukan sebagai aset di Indonesia merupakan ranah Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan. Bukan ranah OJK. Maka dari itu OJK seharusnya tak ikut mengatur investasi di aset kripto.

Berbedanya pandangan serta kebijakan kedua Lembaga Pemerintah ini sangatlah disayangkan. Sebaiknya keduanya saling menguatkan memberi kejelasan kepada masyarakat terutama investor berkaitan dengan investasi di aset kripto.

OJK sama sekali tak melanggar batas, terlebih lagi memasuki ranahnya Kemendag dan Bappebti. OJK melakukan salah satu tugas pokoknya yakni melindungi nasabah Lembaga Jasa Keuangan. Sesuai UU No. 21 Tahun 2011 mengenai Otoritas Jasa keuangan, pasal 4, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Kebijakan OJK yang tegas melarang seluruh lembaga jasa keuangan mempergunakan, memasarkan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto, semata dengan tujuan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dari bahaya aset kripto.

Investasi pada aset kripto selintas memang memberikan janji keuntungan yang sangat besar. Pergerakan harga aset kripto sangat lebar serta membuka peluang keuntungan yang sangat besar. Semisal, adanya aset kripto yang harganya naik ratusan persen hanya dalam hitungan bulan. Ini artinya investasi 1 juta rupiah saja bisa mewujudkan keuntungan ratusan juta rupiah.

Bahaya Aset Kripto

Masyarakat yang hendak berinvestasi pada aset kripto sebaiknya memahami dahulu secara mendalam, apakah sebenarnya aset kripto itu. Tidak hanya dengan melihatnya dari potensi keuntungannya saja, tetapi yang lebih utama adalah memhami sedalam mungkin apakah risiko yang akan ditanggung serta bahayanya.

Aset kripto yang pertama kali diciptakan merupakan Bitcoin, dengan tujuan menjadi uang (currency) yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Uang kripto Bitcoin lalu dengan cepat diikuti oleh penciptaan uang kripto lainnya. Kini ada ratusan uang kripto, yang paling popular dan paling mahal yaitu Bitcoin. Aset kripto ini terus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi digital.

Bank Indonesia akan selalu berusaha agar jumlah uang beredar tak terlalu besar di atas yang dibutuhkan oleh perekonomian sehingga nilai Rupiah jatuh serrta merugikan masyarakat. Bank Indonesia menjaga agar tak terjadi pemalsuan uang Rupiah. Tugas menjaga nilai mata uang ini merupakan tugas pokok bank sentral di seluruh negara. Oleh karena itu maka uang mendapatkan kepercayaan. Dengan kata lain uang yang diciptakan dan diedarkan bank sentral mempunyai "underlying value".

Inilah yang dikhawatirkan oleh OJK sehingga bersikap tegas untuk melarang semua Lembaga Jasa Keuangan dalam memfasilitasi aset kripto. OJK berusaha melindungi konsumen atau nasabah Lembaga jasa keuangan agar tak mengalami kerugian yang besar saat aset kripto kehilangan nilainya. Kewaspadaan OJK seharusnya kita hargai.


Disadur dari sumber finance.detik.com

Selengkapnya
Inilah Kebijakan Tegas OJK! Larangan Lembaga Keuangan untuk Fasilitasi Aset Kripto

Keuangan

OJK Larang Promo Saham dan Kripto dari Luar Negeri, Inilah Alasannya

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 10 Februari 2025


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan larangan bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) di sektor pasar modal terkait dengan pemasaran, promosi, atau iklan produk dan layanan jasa keuangan yang tidak memiliki izin dari OJK, termasuk produk efek yang diterbitkan di luar negeri (offshore products).

Langkah ini diambil untuk meningkatkan perlindungan konsumen dan mencegah kesalahpahaman informasi terkait dengan produk jasa keuangan yang ditawarkan kepada masyarakat. Larangan tersebut diterbitkan setelah OJK memantau aktivitas promosi, pemasaran, dan iklan terkait produk dan layanan yang ditawarkan melalui platform aplikasi terintegrasi (super apps) yang digunakan oleh satu grup usaha.

OJK menemukan banyak super apps yang menawarkan produk investasi berupa efek (obligasi, saham) yang diterbitkan oleh entitas di luar negeri (offshore products) yang berada di luar lingkup pengawasan OJK. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, menegaskan bahwa pemasaran produk efek luar negeri di Indonesia tidak disetujui, karena produk tersebut tidak memiliki izin dari OJK dan memiliki risiko yang signifikan bagi masyarakat.

Hoesen menjelaskan bahwa produk investasi yang diawasi oleh OJK adalah efek atau surat berharga yang diterbitkan oleh entitas yang berbadan hukum di Indonesia dan telah dinyatakan efektif oleh OJK untuk ditawarkan kepada publik. Sementara produk investasi lainnya, seperti efek yang diterbitkan oleh entitas di luar negeri, aset kripto, dan emas, tidak memiliki izin dan pengawasan dari OJK.

OJK telah melakukan pembinaan dan mengambil langkah-langkah tegas terhadap PUJK yang melanggar ketentuan dalam praktik pemasaran, promosi, atau iklan produk dan layanannya. Langkah-langkah tersebut mencakup penghentian layanan atau penawaran produk di luar izin dan pengawasan OJK melalui aplikasi terintegrasi (super apps), serta pemisahan penggunaan aplikasi, platform, dan situs web untuk produk dan layanan yang tidak diawasi oleh OJK dengan produk dan layanan yang berizin dan diawasi oleh OJK.

Selengkapnya
OJK Larang Promo Saham dan Kripto dari Luar Negeri, Inilah Alasannya

Keuangan

Sejarah Singkat: Bank Sentral Pertama Indonesia Pasca Kemerdekaan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 10 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com – Bank sentral pertama di Indonesia ternyata bukanlah Bank Indonesia (BI). Pasalnya, sebelum BI didirikan sudah terdapat bank yang berperan sebagai bank sentral setelah Indonesia merdeka. 

Bank tersebut adalah BNI yang kini di bawah bendera perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. BNI adalah bank sentral pertama di Indonesia setelah bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945. 

Dikutip dari laman resmi BNI, pada awalnya BNI didirikan di Indonesia sebagai bank sentral dengan nama Bank Negara Indonesia. 

Pembentukan BNI sebagai bank sentral ini dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 1946 tanggal 5 Juli 1946. 

BNI vs DJB sebagai bank sentral Indonesia 

Hanya saja, pada laman resmi BI, BNI tidak disebut sebagai bank sentral saat awal pendiriannya, melainkan sebagai bank sirkulasi. 

Hal ini tidak lepas dari dualisme wilayah kedudukan di Indonesia. Dalam laman resminya, BI menulis bahwa pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA). 

“Pada masa ini, NICA mendirikan kembali DJB untuk mencetak dan mengedarkan uang NICA. Hal ini bertujuan untuk mengacaukan ekonomi Indonesia,” tulis BI dalam laman resminya, dikutip pada Sabtu (7/8/2021). 

DJB adalah De Javasche Bank yang sejak tahun 1828 mendapatkan octrooi atau hak-hak istimewa dari Pemerintah Kerajaan Belanda untuk menjadi bank sirkulasi. 

Pada periode ini, DJB memiliki kewenangan untuk mencetak dan mengedarkan uang Gulden di wilayah Hindia Belanda. 

Octrooi secara periodik diperpanjang setiap 10 tahun sekali. Hingga tahun 1922, telah dilakukan tujuh kali perpanjangan Octrooi. Pada tahun 1922, Pemerintah Belanda menerbitkan undang-undang De Javasche Bank Wet. 

Di sisi lain, sesuai mandat yang tertulis dalam penjelasan UUD 45 pasal 23 yaitu “Berhubung dengan itu kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas ditetapkan dengan Undang-undang”, maka Pemerintah Republik Indonesia membentuk bank sirkulasi yaitu Bank Negara Indonesia (BNI). 

Keberadaan BNI milik RI dan DJB milik NICA membuat terjadinya dualisme bank sirkulasi di Indonesia dan munculnya peperangan mata uang (currency war). 

Pada masa ini, uang DJB yang dikenal dengan sebutan “uang merah” dan ORI dikenal sebagai “uang putih”. 

Selanjutnya, pada tahun 1949, berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan salah satu butir kesepakatan penting adalah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda. “Kedudukan RIS berada di bawah Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia menjadi bagian dari RIS. Selain itu, KMB juga menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat,” tulis BI. 

Setelah Republik Indonesia memutuskan untuk keluar dari RIS, pada masa peralihan kembali menjadi NKRI, DJB tetap menjadi bank sirkulasi dengan kepemilikan saham oleh Belanda. Berdirinya Bank Indonesia Barulah pada tahun 1951, muncul desakan kuat untuk mendirikan bank sentral sebagai wujud kedaulatan ekonomi Republik Indonesia.

Sumber: money.kompas.com

Selengkapnya
Sejarah Singkat: Bank Sentral Pertama Indonesia Pasca Kemerdekaan

Keuangan

Mengenali Bank Indonesia: Landasan Hukum, Status, Tujuannya

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 10 Februari 2025


Bank Indonesia (BI) adalah lembaga yang diatur oleh Pasal 23D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Awalnya dikenal sebagai De Javasche Bank N.V. (DJB), bank ini didirikan di bawah kekuasaan Hindia Belanda sebelum seluruh sahamnya dibeli oleh Pemerintah Indonesia.

Sebagai bank sentral, BI memiliki tujuan utama untuk mencapai dan menjaga stabilitas nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah ini mencakup dua aspek, yakni stabilitas nilai mata uang terhadap barang dan jasa domestik (inflasi), serta stabilitas nilai terhadap mata uang negara lain (kurs).

Untuk mencapai tujuan tersebut, BI menjalankan tiga pilar tugas utama:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2. Mengatur dan memastikan kelancaran sistem pembayaran.
3. Mengatur dan mengawasi sektor perbankan, dengan fokus pada aspek makroprudensial pasca-UU OJK untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.

Tiga tugas ini dijalankan secara terintegrasi untuk efektivitas dan efisiensi dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Meskipun tugas pengaturan dan pengawasan perbankan secara mikroprudensial dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, BI tetap memiliki peran dalam mengatur dan mengawasi sektor perbankan, terutama dalam aspek makroprudensial.

Selain itu, BI memiliki wewenang tunggal dalam pengedaran uang di Indonesia. Lembaga ini dipimpin oleh Dewan Gubernur yang dipimpin oleh seorang Gubernur Bank Indonesia. Perry Warjiyo saat ini menjabat sebagai Gubernur BI sejak 24 Mei 2018, menggantikan Agus Martowardojo.

Dasar Hukum Pendirian Bank Indonesia

Proses pendirian Bank Indonesia dimulai dengan proses nasionalisasi De Javasche Bank NV (DJB) pada Desember 1951, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1951 Tentang Nasionalisasi De Javasche Bank NV. Setelah DJB dinasionalisasi, Bank Indonesia didirikan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 Tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia, yang disahkan pada 19 Mei 1953 dan mulai berlaku pada 1 Juli 1953. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai hari lahir Bank Indonesia. Melalui undang-undang tersebut, Bank Indonesia diresmikan sebagai bank sentral Indonesia.

Seiring dengan perkembangan ekonomi, sosial, dan politik, peran Bank Indonesia telah mengalami berbagai perubahan. Hal ini tercermin dalam serangkaian perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang yang mengatur eksistensi Bank Indonesia. UU yang saat ini menjadi dasar hukum Bank Indonesia adalah UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, yang telah mengalami beberapa kali penyempurnaan, yang terakhir adalah dengan UU No. 6 Tahun 2009.

Perubahan tidak hanya terjadi dalam ranah undang-undang, tetapi juga pada tingkat konstitusional. Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyisipkan Pasal 23D, yang menegaskan bahwa negara memiliki bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur oleh Undang-Undang.

Sejarah

Pada tahun 1827-28, Raja Willem I memberikan izin eksklusif untuk pendirian De Javasche Bank (DJB) sebagai respons terhadap masalah ekonomi dan keuangan di Hindia Belanda setelah kebangkrutan VOC. DJB berperan sebagai bank sirkulasi dengan hak monopoli dalam penerbitan dan peredaran uang rupiah, serta sebagai bank komersial yang menyediakan layanan keuangan umum. Tujuan utama pendirian DJB adalah untuk melakukan reformasi keuangan dan mengimplementasikan sistem moneter yang seragam di seluruh Hindia Belanda.

Selama periode Oktroi, DJB berhasil menyelesaikan masalah moneter yang disebabkan oleh penerbitan mata uang berlebihan, seperti koin tembaga, dan menerapkan standar nilai tukar emas. Meskipun mata uang di Belanda dan Hindia Belanda berbeda, kurs antara keduanya tetap stabil. Selama Perang Dunia I, Belanda sementara menghentikan standar nilai tukar emas karena kekurangan cadangan emas di Eropa. Pada tahun 1922, tata kelola DJB diubah secara signifikan dengan diberlakukannya Undang-Undang DJB, yang mengharuskan DJB untuk berkoordinasi dengan pemerintah kolonial dalam menjalankan kebijakan dan memperoleh persetujuan untuk operasional tertentu.

Setelah Revolusi Indonesia pada tahun 1952, DJB diubah menjadi Bank Indonesia, dengan fokus sebagai bank sentral. Pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan tugas Bank Indonesia dalam bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Pada tahun 1968, diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur peran Bank Indonesia sebagai bank sentral terpisah dari bank-bank komersial.

Pada tahun 1999, UU No.23/1999 menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah. Kemudian, pada tahun 2004, UU Bank Indonesia diamendemen untuk memperkuat tugas dan wewenang Bank Indonesia serta penguatan tata kelola. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global.

Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia dimulai pada 17 Mei 1999 dengan berlakunya Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang ini memberikan Bank Indonesia status sebagai lembaga negara independen yang tidak terpengaruh oleh campur tangan pemerintah atau pihak lainnya. Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan undang-undang tersebut, dan tidak boleh diintervensi oleh pihak luar. Untuk memastikan independensinya, Bank Indonesia diberikan kedudukan khusus dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara atau Departemen, melainkan berada di luar Pemerintah.

Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki status sebagai badan hukum baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata sesuai dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan hukum yang mengikat seluruh masyarakat sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Hal ini memungkinkan Bank Indonesia untuk melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter dengan lebih efektif dan efisien.

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

Bank Indonesia memiliki satu tujuan tunggal sebagai bank sentral, yaitu menjaga kestabilan nilai rupiah. Kestabilan ini mencakup dua aspek, yaitu stabilitas nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta stabilitas terhadap mata uang asing. Aspek pertama tercermin dalam kontrol inflasi, sementara aspek kedua tercermin dalam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Tujuan tunggal ini memberikan kejelasan pada sasaran Bank Indonesia dan tanggung jawabnya yang terbatas.

Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar utama dalam mencapai tujuan tersebut, yaitu:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3. Menjaga stabilitas sistem keuangan.

Dengan dukungan dari ketiga bidang tugas ini, Bank Indonesia dapat bekerja efektif untuk mencapai tujuan tunggalnya dan menjaga stabilitas ekonomi negara.

Disandur: en.wikipedia.org
 

Selengkapnya
Mengenali Bank Indonesia: Landasan Hukum, Status, Tujuannya
« First Previous page 2 of 5 Next Last »