Bank Indonesia (BI) adalah lembaga yang diatur oleh Pasal 23D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Awalnya dikenal sebagai De Javasche Bank N.V. (DJB), bank ini didirikan di bawah kekuasaan Hindia Belanda sebelum seluruh sahamnya dibeli oleh Pemerintah Indonesia.
Sebagai bank sentral, BI memiliki tujuan utama untuk mencapai dan menjaga stabilitas nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah ini mencakup dua aspek, yakni stabilitas nilai mata uang terhadap barang dan jasa domestik (inflasi), serta stabilitas nilai terhadap mata uang negara lain (kurs).
Untuk mencapai tujuan tersebut, BI menjalankan tiga pilar tugas utama:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2. Mengatur dan memastikan kelancaran sistem pembayaran.
3. Mengatur dan mengawasi sektor perbankan, dengan fokus pada aspek makroprudensial pasca-UU OJK untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Tiga tugas ini dijalankan secara terintegrasi untuk efektivitas dan efisiensi dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Meskipun tugas pengaturan dan pengawasan perbankan secara mikroprudensial dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, BI tetap memiliki peran dalam mengatur dan mengawasi sektor perbankan, terutama dalam aspek makroprudensial.
Selain itu, BI memiliki wewenang tunggal dalam pengedaran uang di Indonesia. Lembaga ini dipimpin oleh Dewan Gubernur yang dipimpin oleh seorang Gubernur Bank Indonesia. Perry Warjiyo saat ini menjabat sebagai Gubernur BI sejak 24 Mei 2018, menggantikan Agus Martowardojo.
Dasar Hukum Pendirian Bank Indonesia
Proses pendirian Bank Indonesia dimulai dengan proses nasionalisasi De Javasche Bank NV (DJB) pada Desember 1951, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1951 Tentang Nasionalisasi De Javasche Bank NV. Setelah DJB dinasionalisasi, Bank Indonesia didirikan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 Tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia, yang disahkan pada 19 Mei 1953 dan mulai berlaku pada 1 Juli 1953. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai hari lahir Bank Indonesia. Melalui undang-undang tersebut, Bank Indonesia diresmikan sebagai bank sentral Indonesia.
Seiring dengan perkembangan ekonomi, sosial, dan politik, peran Bank Indonesia telah mengalami berbagai perubahan. Hal ini tercermin dalam serangkaian perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang yang mengatur eksistensi Bank Indonesia. UU yang saat ini menjadi dasar hukum Bank Indonesia adalah UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, yang telah mengalami beberapa kali penyempurnaan, yang terakhir adalah dengan UU No. 6 Tahun 2009.
Perubahan tidak hanya terjadi dalam ranah undang-undang, tetapi juga pada tingkat konstitusional. Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyisipkan Pasal 23D, yang menegaskan bahwa negara memiliki bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur oleh Undang-Undang.
Sejarah
Pada tahun 1827-28, Raja Willem I memberikan izin eksklusif untuk pendirian De Javasche Bank (DJB) sebagai respons terhadap masalah ekonomi dan keuangan di Hindia Belanda setelah kebangkrutan VOC. DJB berperan sebagai bank sirkulasi dengan hak monopoli dalam penerbitan dan peredaran uang rupiah, serta sebagai bank komersial yang menyediakan layanan keuangan umum. Tujuan utama pendirian DJB adalah untuk melakukan reformasi keuangan dan mengimplementasikan sistem moneter yang seragam di seluruh Hindia Belanda.
Selama periode Oktroi, DJB berhasil menyelesaikan masalah moneter yang disebabkan oleh penerbitan mata uang berlebihan, seperti koin tembaga, dan menerapkan standar nilai tukar emas. Meskipun mata uang di Belanda dan Hindia Belanda berbeda, kurs antara keduanya tetap stabil. Selama Perang Dunia I, Belanda sementara menghentikan standar nilai tukar emas karena kekurangan cadangan emas di Eropa. Pada tahun 1922, tata kelola DJB diubah secara signifikan dengan diberlakukannya Undang-Undang DJB, yang mengharuskan DJB untuk berkoordinasi dengan pemerintah kolonial dalam menjalankan kebijakan dan memperoleh persetujuan untuk operasional tertentu.
Setelah Revolusi Indonesia pada tahun 1952, DJB diubah menjadi Bank Indonesia, dengan fokus sebagai bank sentral. Pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan tugas Bank Indonesia dalam bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Pada tahun 1968, diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur peran Bank Indonesia sebagai bank sentral terpisah dari bank-bank komersial.
Pada tahun 1999, UU No.23/1999 menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah. Kemudian, pada tahun 2004, UU Bank Indonesia diamendemen untuk memperkuat tugas dan wewenang Bank Indonesia serta penguatan tata kelola. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global.
Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia dimulai pada 17 Mei 1999 dengan berlakunya Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang ini memberikan Bank Indonesia status sebagai lembaga negara independen yang tidak terpengaruh oleh campur tangan pemerintah atau pihak lainnya. Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan undang-undang tersebut, dan tidak boleh diintervensi oleh pihak luar. Untuk memastikan independensinya, Bank Indonesia diberikan kedudukan khusus dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara atau Departemen, melainkan berada di luar Pemerintah.
Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki status sebagai badan hukum baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata sesuai dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan hukum yang mengikat seluruh masyarakat sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Hal ini memungkinkan Bank Indonesia untuk melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter dengan lebih efektif dan efisien.
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Bank Indonesia memiliki satu tujuan tunggal sebagai bank sentral, yaitu menjaga kestabilan nilai rupiah. Kestabilan ini mencakup dua aspek, yaitu stabilitas nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta stabilitas terhadap mata uang asing. Aspek pertama tercermin dalam kontrol inflasi, sementara aspek kedua tercermin dalam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Tujuan tunggal ini memberikan kejelasan pada sasaran Bank Indonesia dan tanggung jawabnya yang terbatas.
Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar utama dalam mencapai tujuan tersebut, yaitu:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3. Menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dengan dukungan dari ketiga bidang tugas ini, Bank Indonesia dapat bekerja efektif untuk mencapai tujuan tunggalnya dan menjaga stabilitas ekonomi negara.
Disandur: en.wikipedia.org