Keterlambatan Proyek
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 31 Mei 2025
Mengapa Masalah Keuangan Jadi Biang Keterlambatan Proyek?
Dalam industri konstruksi, keterlambatan proyek bukan sekadar soal teknis—faktor keuangan justru kerap menjadi pemicu utama. Di Malaysia, persoalan ini terbukti nyata: pada tahun 2005, sekitar 17,3% dari 417 proyek pemerintah mengalami keterlambatan lebih dari tiga bulan atau bahkan terbengkalai. Padahal, sektor konstruksi menyumbang 4,6% dari PDB nasional di 2007 dan menyerap lebih dari 600.000 tenaga kerja.
Penelitian oleh Abdul-Rahman, Takim, dan Wong Sze Min (2009) mengangkat permasalahan ini secara komprehensif dengan menyelidiki empat faktor utama yang menghambat penyelesaian proyek dari sisi keuangan: keterlambatan pembayaran, manajemen arus kas yang lemah, keterbatasan sumber dana, dan ketidakstabilan pasar finansial.
Metodologi Penelitian: Kombinasi Survei dan Wawancara Mendalam
Penelitian ini mengadopsi pendekatan campuran yang melibatkan:
Distribusi kuesioner kepada 558 pihak profesional konstruksi (klien, kontraktor, konsultan, bankir), dengan 110 respon (tingkat respon 19,7%).
Wawancara mendalam terhadap 8 narasumber utama dari masing-masing kelompok profesi.
Analisis tematik terhadap 19 faktor penyebab yang dikelompokkan menjadi empat kategori utama.
Empat Akar Masalah Finansial Penyebab Keterlambatan Proyek
1. Keterlambatan Pembayaran
Keterlambatan pembayaran—terutama oleh klien—memicu efek domino dalam rantai proyek. Penundaan ini sering disebabkan oleh:
2. Manajemen Arus Kas yang Lemah
Sebagai darah kehidupan proyek, arus kas yang sehat menentukan kelangsungan pekerjaan. Sayangnya, banyak kontraktor gagal menjaga hal ini. Beberapa penyebabnya:
3. Sumber Dana Tidak Cukup
Keterbatasan dana bisa berasal dari:
4. Ketidakstabilan Pasar Keuangan
Faktor eksternal turut memperburuk kondisi:
Temuan Data: Prioritas dan Frekuensi Faktor
Analisis menunjukkan bahwa:
Faktor paling signifikan adalah manajemen arus kas yang buruk (464),
Faktor paling sering terjadi adalah ketidakstabilan pasar keuangan (349),
Semua kelompok profesional sepakat bahwa arus kas buruk adalah akar utama keterlambatan proyek.
Peran Klien dalam Mengurangi Keterlambatan
Menariknya, 60% responden menyatakan bahwa klien adalah pihak paling bertanggung jawab untuk mengatasi hambatan keuangan. Salah satu komentar bahkan menyebut pemerintah sebagai aktor penting dalam mencairkan anggaran tepat waktu.
Studi Kasus dan Konteks Global
Beberapa contoh serupa di negara lain menguatkan temuan ini:
Rekomendasi Praktis untuk Industri Konstruksi
Untuk Klien:
Untuk Kontraktor:
Untuk Lembaga Keuangan:
Untuk Pemerintah dan Legislator:
Kritik dan Catatan Tambahan
Meski studi ini komprehensif, beberapa aspek bisa ditingkatkan:
Penelitian lanjutan disarankan untuk fokus pada proyek-proyek mikro (< RM 1 juta) dan membandingkan model pembiayaan antara proyek pemerintah dan proyek developer swasta.
Kesimpulan: Saatnya Memutus Rantai Masalah Keuangan Proyek Konstruksi
Keterlambatan proyek di Malaysia, sebagaimana di banyak negara berkembang, tidak semata-mata disebabkan oleh masalah teknis atau manajerial. Penelitian ini membuktikan bahwa masalah keuangan adalah simpul utama yang harus segera ditangani.
Kunci utama ada pada klien dan kontraktor. Klien harus lebih disiplin dalam pengelolaan dana dan pembayaran, sedangkan kontraktor perlu memperkuat kemampuan manajerial dan keuangannya agar tidak hanya bergantung pada arus pembayaran dari atas.
Dengan penerapan praktik yang lebih profesional dan dukungan regulasi yang tepat, industri konstruksi dapat menghindari spiral keterlambatan akibat krisis finansial internal.
Sumber:
Abdul-Rahman, H., Takim, R., & Wong, S. M. (2009). Financial-related causes contributing to project delays. Journal of Retail & Leisure Property, 8(3), 225–238. DOI:10.1057/rlp.2009.11
Keterlambatan Proyek
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 31 Mei 2025
Mengapa Proyek EPC Rentan Terlambat di Indonesia?
Proyek EPC (Engineering, Procurement, and Construction) menjadi andalan dalam pembangunan infrastruktur skala besar di Indonesia, terutama dalam sektor industri pupuk milik BUMN. Model ini menjanjikan efisiensi melalui paket kerja terintegrasi. Namun, janji manis ini seringkali tidak terealisasi. Studi Sarwani dkk. mengungkap bahwa 90% proyek EPC pada periode 2010–2020 mengalami keterlambatan signifikan, meskipun telah menggunakan praktik terbaik dari proyek sebelumnya.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan penting: jika pendekatan EPC yang terintegrasi justru memicu keterlambatan, di mana letak masalahnya?
Metode dan Sampel: Representasi Nyata Dunia Proyek
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis survei terhadap 67 responden kunci yang berasal dari pemilik proyek (BUMN dan anak perusahaannya), kontraktor EPC, serta konsultan desain. Lebih dari 76% responden memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun, dan hampir separuh adalah manajer proyek.
Dengan menggunakan Relative Importance Index (RII) dan Spearman Rank Correlation, peneliti mengidentifikasi 21 faktor penyebab keterlambatan yang dikelompokkan ke dalam tujuh kategori: proyek, pemilik, kontraktor, desain, material, tenaga kerja, dan eksternal.
Sepuluh Penyebab Keterlambatan Paling Kritis
1. Keterlambatan Pengadaan Material dan Peralatan
Menempati peringkat pertama (RII 0.910), keterlambatan ini mengganggu jalur kritis proyek. Masalah seperti pergantian daftar produsen, masalah bea cukai, dan keterlambatan fabrikasi vendor menjadi akar penyebab.
2. Kesulitan Pembiayaan oleh Kontraktor
RII 0.896 mencerminkan bahwa banyak kontraktor yang bergantung sepenuhnya pada pembayaran progres. Jika progres lambat, dana macet, proyek pun tersendat.
3. Perencanaan dan Penjadwalan yang Tidak Efektif
Masalah ini menjadi penyebab klasik (RII 0.884). Jadwal kerja yang tidak realistis, ditambah kurangnya kompetensi perencana proyek, menyebabkan deviasi besar antara rencana dan realisasi.
4. Pemenang Tender adalah Penawar Terendah yang Tidak Layak
Ironi besar muncul ketika proyek diberikan kepada penawar 80% di bawah estimasi pemilik. RII 0.857 menunjukkan bahwa praktik “harga terendah” justru menjadi jebakan biaya dan kualitas.
5. Pekerjaan Ulang karena Kesalahan Konstruksi
RII 0.848. Rework terjadi karena kurangnya pelatihan dan pengawasan mutu. Biaya rework di proyek studi kasus mencapai 3,15% dari total nilai kontrak.
6. Komunikasi dan Koordinasi yang Buruk
Dalam proyek sebesar EPC, minimnya sistem komunikasi formal (bahkan hanya mengandalkan ingatan dan chat pribadi) menjadi penyebab salah paham antar pihak (RII 0.836).
7. Keterlambatan Desain Subkontraktor
Indonesia memiliki tingkat subkontrak yang tinggi dalam proyek EPC. Ketika subkontraktor tidak kompeten atau lambat menyelesaikan desain, seluruh proses mundur (RII 0.833).
8. Perselisihan dalam Pemahaman Kontrak EPC
Kontrak lumpsum sering kali disusun dalam waktu terbatas, dengan spesifikasi yang masih umum. Hal ini memicu sengketa saat proyek berjalan (RII 0.830).
9. Penentuan Durasi Kontrak yang Tidak Realistis oleh Pemilik
Manajemen proyek kadang ditekan untuk mengejar target politik atau kepentingan bisnis jangka pendek, memaksakan durasi tak masuk akal (RII 0.827).
10. Keterlambatan Keputusan Pemilik Terkait Perubahan Desain
Ketika pemilik lambat menyetujui perubahan atau resolusi konflik, proyek mandek (RII 0.815). Kerap kali pemilik harus konsultasi dengan pihak ketiga untuk menghindari konflik kepentingan, yang malah memperpanjang proses.
Analisis Tambahan: Apa yang Membuat Faktor Ini Berbahaya?
Faktor-faktor di atas, meskipun tampak teknis, memiliki implikasi luas. Misalnya, ketergantungan pada pembiayaan dari progres menyebabkan kontraktor kesulitan menalangi pekerjaan awal. Di sisi lain, sistem tender berbasis harga terendah mendorong kontraktor menekan biaya secara tidak sehat, yang berujung pada pekerjaan asal-asalan dan sengketa panjang.
Konsistensi Pandangan antar Pihak
Spearman Rank Correlation menunjukkan tingkat kesepakatan yang tinggi antar pemilik, kontraktor, dan konsultan:
Korelasi pemilik–kontraktor: 99,3%
Korelasi pemilik–konsultan: 98,3%
Korelasi kontraktor–konsultan: 97,4%
Hal ini menunjukkan bahwa penyebab keterlambatan bersifat struktural dan tidak sekadar pandangan sepihak.
Perbandingan Internasional: Pola Global yang Mirip
Penelitian ini juga membandingkan temuan dengan negara berkembang lain seperti Vietnam, India, Bangladesh, dan Iran. Hasilnya, penyebab seperti perencanaan buruk, keterlambatan pembayaran, dan konflik desain juga menjadi masalah umum di negara-negara tersebut.
Rekomendasi Mitigasi Keterlambatan Proyek EPC di Indonesia
Untuk Kontraktor:
Untuk Pemilik:
Untuk Konsultan:
Solusi Sistemik:
Opini dan Kritik: Apa yang Bisa Ditingkatkan dari Studi Ini?
Studi ini sudah sangat mendalam dalam identifikasi penyebab. Namun, beberapa catatan penting:
Meski begitu, data empiris dan metode kuantitatif yang digunakan cukup kuat sebagai dasar pembuatan kebijakan mitigasi risiko proyek di masa depan.
Kesimpulan: Saatnya EPC Indonesia Meninggalkan Paradigma "Murah Tapi Mahal"
Studi ini memperlihatkan bahwa sebagian besar keterlambatan proyek EPC di Indonesia disebabkan oleh faktor internal yang bisa dikendalikan, bukan oleh kejadian eksternal seperti cuaca atau politik. Proyek EPC memerlukan sinergi yang kuat antara perencanaan matang, komunikasi lintas aktor, pembiayaan yang sehat, dan sistem tender yang adil.
Jika Indonesia serius ingin meningkatkan kinerja infrastruktur nasional, perlu ada pergeseran paradigma dari sekadar efisiensi biaya menjadi efisiensi keseluruhan proyek—dari hulu ke hilir. Dan studi Sarwani dkk. memberi kita peta jalan awal untuk menuju ke sana.
Sumber:
Sarwani, I. Baihaqi, & C. Utomo. (2024). Causes of Delay in EPC Projects: The Case of Indonesia. International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 14(2). DOI:10.18517/ijaseit.14.2.19744
Keterlambatan Proyek
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 28 Mei 2025
Pendahuluan: Keterlambatan Proyek, Fenomena Sistemik di Industri Konstruksi
Keterlambatan proyek konstruksi merupakan persoalan klasik yang terus berulang, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Di Provinsi Aceh, masalah ini bahkan menjadi hal rutin yang terjadi hampir setiap akhir tahun anggaran. Tidak hanya menimbulkan kerugian secara ekonomi, tetapi juga berdampak langsung pada keterlambatan pelayanan publik dan kepercayaan terhadap tata kelola pemerintah daerah.
Penelitian oleh Rauzana dan Dharma berupaya menjawab pertanyaan mendasar: apa saja faktor risiko utama yang memicu keterlambatan proyek konstruksi di Aceh? Melalui pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner dan analisis deskriptif statistik, mereka mengidentifikasi dan mengklasifikasikan 60 indikator keterlambatan berdasarkan pengaruhnya terhadap proyek.
Metodologi: Survei Lapangan dan Analisis Statistik
Penelitian ini mengandalkan data primer dari 68 responden, seluruhnya berasal dari perusahaan kontraktor yang memiliki pengalaman mengelola proyek konstruksi antara tahun 2012–2020 di Aceh. Responden sebagian besar memiliki kualifikasi perusahaan M1 (92,65%) dengan rentang biaya proyek di bawah Rp10 miliar.
Data dianalisis menggunakan uji validitas, reliabilitas (dengan Cronbach Alpha > 0,6 untuk semua variabel), dan distribusi frekuensi. Indikator dinilai menggunakan skala Likert 1–5, dan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori pengaruh: sangat berpengaruh (mode = 5), berpengaruh tinggi (mode = 4), dan pengaruh sedang (mode = 3).
Temuan Utama: 30 Faktor Risiko Paling Dominan
Dari 60 indikator, terdapat 30 faktor yang dikategorikan sebagai sangat berpengaruh terhadap keterlambatan proyek. Faktor-faktor ini diklasifikasikan ke dalam sepuluh kelompok utama:
1. Material
Masalah seperti perubahan spesifikasi, kerusakan penyimpanan, keterlambatan pengiriman, dan kesalahan perhitungan kebutuhan material menjadi penyebab utama.
Contoh: 91,2% responden menyebut “perubahan spesifikasi material” sebagai faktor keterlambatan tertinggi (mode = 5).
2. Peralatan
Kerusakan alat berat dan rendahnya produktivitas alat menjadi pemicu utama. Efisiensi penggunaan alat menjadi krusial agar pekerjaan tidak stagnan.
3. Keuangan
Kondisi keuangan kontraktor yang lemah, keterlambatan pembayaran oleh pemilik proyek, serta tingginya biaya overhead berkontribusi besar terhadap kegagalan progres proyek.
4. Tenaga Kerja
Kelangkaan tenaga kerja terampil, kelelahan akibat lembur, dan rendahnya motivasi karyawan menjadi perhatian utama.
5. Pelaksanaan Proyek
Perubahan desain, kesalahan perencana, dan pekerjaan tambahan yang tidak terencana menambah beban waktu pengerjaan.
6. Manajemen
Kesalahan dalam memahami dokumen kontrak, tidak adanya SOP, dan metode pelaksanaan yang keliru termasuk faktor internal paling kritis.
7. Faktor Politik
Persoalan seperti lambatnya pengesahan anggaran, intervensi organisasi massa, dan ketidakharmonisan antar instansi pemerintah sangat berdampak pada kelancaran proyek.
8. Faktor Kriminalitas
Kehilangan material, pemakaian narkoba oleh pekerja, hingga pungutan liar menciptakan kerugian tidak hanya secara finansial tapi juga moral.
9. Kepemimpinan Proyek
Kurangnya pengalaman manajer proyek dalam menyusun jadwal dan membagi tugas menjadi pemicu langsung keterlambatan.
10. Lingkungan
Cuaca ekstrem dan aksesibilitas yang buruk ke lokasi proyek seringkali diabaikan dalam perencanaan awal, padahal sangat memengaruhi progres fisik lapangan.
Analisis Tambahan dan Studi Kasus Relevan
Tren Nasional: Kasus Serupa di Daerah Lain
Penelitian oleh Yap et al. (2021) di Malaysia menunjukkan bahwa 80% proyek mengalami keterlambatan akibat faktor serupa, seperti masalah keuangan, ketidaksiapan tenaga kerja, dan lemahnya koordinasi.
Data Proyek Aceh (2012–2020):
Menurut laporan BPK Aceh, hampir 72% proyek APBA 2019 tidak selesai tepat waktu. Ini menunjukkan betapa strukturalnya persoalan ini di provinsi tersebut.
Studi Banding Internasional:
Di Mesir, Aziz & Abdel-Hakam (2016) menyatakan bahwa 88% keterlambatan disebabkan oleh desain ulang dan manajemen waktu yang buruk.
Di UEA, studi Mpofu et al. (2017) mencatat keterlambatan besar karena minimnya komunikasi antar stakeholder.
Kritik dan Rekomendasi: Menuju Solusi Berbasis Data
Kelebihan Penelitian:
Cakupan data yang luas dan analisis mendalam berdasarkan 68 responden.
Klasifikasi variabel sangat rinci, mencakup aspek teknis hingga politik.
Namun, terdapat beberapa keterbatasan:
Fokus wilayah hanya di Aceh membuat generalisasi terbatas.
Data hanya berasal dari pihak kontraktor. Perspektif pemilik proyek dan konsultan belum diwakili.
Rekomendasi Strategis:
Penguatan Manajemen Risiko di Tahap Awal Proyek.
Identifikasi risiko seharusnya dilakukan sebelum kontrak ditandatangani, termasuk penilaian kapasitas finansial dan teknis kontraktor.
Integrasi Teknologi Informasi.
Mengadopsi sistem manajemen proyek berbasis digital (seperti BIM atau PMIS) untuk meningkatkan koordinasi dan pelacakan real-time.
Peningkatan Kompetensi SDM Konstruksi.
Pelatihan intensif bagi manajer proyek dan pengawas lapangan dalam hal time management dan pengendalian mutu.
Kolaborasi Antarlembaga Pemerintah.
Diperlukan SOP yang seragam dan harmonisasi lintas instansi agar birokrasi tidak menjadi penghambat.
Kesimpulan
Studi ini memperjelas bahwa keterlambatan proyek konstruksi bukan sekadar akibat teknis di lapangan, tapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian proyek. Dengan mengidentifikasi 60 faktor penyebab keterlambatan dan mengelompokkan 30 di antaranya sebagai sangat berpengaruh, penelitian ini memberikan landasan yang kuat untuk pengambilan keputusan berbasis data dalam industri konstruksi, khususnya di Aceh.
Dampak keterlambatan tidak hanya finansial, tetapi juga sosial, terutama jika menyangkut infrastruktur dasar yang menyentuh kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, penanganan persoalan ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor, pendekatan preventif berbasis data, serta penerapan manajemen proyek yang lebih adaptif terhadap risiko.
Sumber:
Rauzana, A., & Dharma, W. (2022). Causes of delays in construction projects in the Province of Aceh, Indonesia. PLOS ONE, 17(1): e0263337.
DOI: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0263337
Keterlambatan Proyek
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025
Pendahuluan
Keterlambatan dalam proyek konstruksi jalan telah lama menjadi persoalan serius di berbagai negara berkembang, termasuk Tanzania. Dengan sektor jalan menyumbang 8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan melibatkan lebih dari 1,9 juta pekerja, kelambanan proyek tak hanya berdampak pada efisiensi, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian Jenifa Simon (2017) yang berjudul "The Factors Causing Delays in Road Construction Projects in Tanzania: A Case of TANROADS Dar es Salaam City" mencoba mengidentifikasi akar masalah dari fenomena ini.
Melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif, penelitian ini menelaah persepsi dari berbagai pihak seperti pejabat TANROADS, kontraktor, konsultan, dan pemangku kepentingan lainnya. Penemuan menarik muncul: faktor politik mendominasi sebagai penyebab utama keterlambatan, bahkan melampaui isu teknis dan sumber daya.
Delays dalam Konstruksi: Konsep dan Klasifikasi
Dalam dunia konstruksi, "delay" merujuk pada keterlambatan penyelesaian proyek dibandingkan dengan jadwal yang telah disepakati. Delay ini diklasifikasikan menjadi:
Pemahaman klasifikasi ini penting agar manajer proyek bisa mengantisipasi risiko dan menetapkan strategi mitigasi secara tepat.
Tujuan dan Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi penyebab keterlambatan secara umum
2. Menentukan penyebab yang paling dominan
3. Menyigi perbedaan persepsi antara kontraktor, konsultan, dan klien terhadap faktor penyebab keterlambatan
Sebanyak 60 kuesioner disebar ke responden dari TANROADS, kontraktor, konsultan, dan pemangku kepentingan lainnya. Tingkat respons mencapai 75% atau 45 responden. Pendekatan analisis yang digunakan adalah kombinasi statistik (SPSS) dan analisis konten.
Temuan Utama: 7 Penyebab Utama Keterlambatan Proyek Jalan
Berikut adalah variabel utama beserta persentase responden yang mengakui kontribusinya terhadap keterlambatan proyek:
1. Intervensi politik: 68,9%
2. Manajemen konstruksi yang buruk: 60%
3. Desain yang tidak memadai: 55,6%
4. Hubungan kontraktual yang lemah: 57,8%
5. Ketersediaan sumber daya: 51,1%
6. Keterlibatan pihak ketiga yang tidak efektif: 44,4%
7. Kondisi lingkungan: 42,2%
Rata-rata seluruh variabel memberikan kontribusi sebesar 54,3% terhadap keterlambatan proyek.
Studi Lapangan: Proyek-Proyek di Dar es Salaam
Penelitian dilakukan di tiga distrik utama: Ilala, Kinondoni, dan Temeke. Mayoritas proyek dikelola oleh TANROADS, institusi negara yang bertanggung jawab atas pembangunan jalan. Data di lapangan menunjukkan bahwa:
Efek dari Keterlambatan
Keterlambatan proyek jalan tak hanya berdampak finansial, tetapi juga sosial. Berikut adalah tujuh efek utama keterlambatan yang diidentifikasi oleh responden:
1. Time overrun: 77,8%
2. Cost overrun: 73,3%
3. Dampak sosial negatif: 71,1%
4. Kualitas kerja menurun: 64,4%
5. Tertundanya keuntungan klien: 62,2%
6. Stres pada kontraktor: 57,8%
7. Sengketa dan arbitrase: 55,6%
Analisis Tambahan: Faktor Politik sebagai Isu Paling Kritis
Menariknya, intervensi politik justru muncul sebagai variabel paling berpengaruh, berbeda dengan hasil-hasil penelitian lain di Malaysia dan Timur Tengah yang menempatkan perencanaan kontraktor dan masalah material sebagai penyebab utama.
Beberapa praktik yang memperburuk situasi:
Perbandingan dengan Penelitian Internasional
Dari perbandingan ini, dapat dilihat bahwa politik menjadi faktor khas yang lebih menonjol di Tanzania.
Rekomendasi Praktis
1. Reformasi Kebijakan Publik: Pemerintah harus membuat regulasi yang membatasi intervensi politik dalam proyek infrastruktur.
2. Peningkatan Kompetensi Manajerial: Kontraktor dan manajer proyek perlu dibekali pelatihan manajemen risiko dan mutu.
3. Desain Lebih Matang: Audit desain sebelum lelang proyek harus diwajibkan.
4. Penguatan Komunikasi Lintas Pihak: Sistem komunikasi antar kontraktor, konsultan, dan klien harus lebih efisien.
5. Perencanaan Musim Hujan: Jadwal proyek perlu disesuaikan dengan kondisi cuaca.
Dampak Luas terhadap Industri Konstruksi Tanzania
Penelitian ini membuka wawasan tentang pentingnya governance dalam pengelolaan proyek. Isu teknis dan sumber daya memang penting, tetapi tanpa tata kelola yang bersih, proyek jalan akan terus terlambat dan merugikan publik. Dengan reformasi menyeluruh, industri konstruksi di Tanzania bisa lebih efisien, transparan, dan profesional.
Kesimpulan
Penelitian Jenifa Simon berhasil mengidentifikasi secara rinci penyebab keterlambatan proyek jalan di Tanzania. Dominasi faktor politik menunjukkan perlunya pendekatan lintas sektor dalam perbaikan sistem proyek. Selain itu, hasil ini memperkuat urgensi integrasi manajemen risiko, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam sektor konstruksi publik.
Sumber:
Simon, Jenifa. (2017). The Factors Causing Delays in Road Construction Projects in Tanzania: A Case of TANROADS Dar es Salaam City. Open University of Tanzania. Tersedia di: https://core.ac.uk/display/79425368
Keterlambatan Proyek
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025
Pendahuluan
Dalam konteks pembangunan nasional, proyek konstruksi memainkan peran strategis dalam menciptakan infrastruktur vital dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, salah satu masalah paling kronis yang terus menghantui sektor ini adalah keterlambatan proyek. Artikel ilmiah berjudul "The Effects of Delays in Algerian Construction Projects: An Empirical Study" karya Roumeissa Salhi dan Karima Messaoudi (2021) membedah dampak keterlambatan proyek konstruksi secara mendalam, khususnya di Aljazair.
Melalui pendekatan statistik dan model struktural berbasis SMART-PLS, penelitian ini tidak hanya memetakan berbagai efek keterlambatan, tetapi juga menjelaskan hubungan antar kelompok dampak secara logis dan ilmiah. Artikel ini memberikan wawasan penting, terutama dalam merancang solusi manajemen proyek yang lebih tanggap dan akurat terhadap keterlambatan.
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Mengingat kompleksitas proyek konstruksi dan banyaknya aktor yang terlibat, keterlambatan kerap muncul sebagai konsekuensi dari kurangnya koordinasi, perencanaan yang buruk, dan kendala eksternal seperti kondisi cuaca atau fluktuasi ekonomi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah:
Studi ini juga menjadi pelopor dalam pengkajian khusus terhadap dampak keterlambatan di wilayah Aljazair dengan metode empiris yang terstruktur.
Metodologi Penelitian
Peneliti menggunakan metode survei dengan menyebarkan kuesioner kepada 160 profesional konstruksi, dan berhasil mengumpulkan 114 respon valid (71,25%).
Komposisi responden:
43% kontraktor
38,6% konsultan
18,4% pemilik proyek
Sebagian besar responden (74,6%) berusia antara 25–40 tahun, dan lebih dari 50% memiliki pengalaman kerja lebih dari 5 tahun.
Teknik analisis yang digunakan:
Reliabilitas kuesioner terkonfirmasi dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,896.
Hasil dan Pembahasan
10 Efek Keterlambatan Teratas (berdasarkan RII)
1. Keterlambatan Waktu (Time Overrun) – RII: 4,13
2. Gagal Mencapai Tujuan Proyek (Non-Achievement of Objectives) – RII: 3,91
3. Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) – RII: 3,88
4. Menurunnya Kualitas Pekerjaan (Poor Quality) – RII: 3,79
5. Kegagalan Proyek (Project Failure) – RII: 3,76
6. Dampak Negatif terhadap Ekonomi Nasional – RII: 3,76
7. Citra Kota Tercemar (Negative City Image) – RII: 3,71
8. Penurunan Produktivitas – RII: 3,69
9. Pemborosan Sumber Daya (Wastage of Resources) – RII: 3,68
10. Gangguan Program dan Jadwal – RII: 3,65
Perbedaan Persepsi antar Aktor Proyek
Analisis ANOVA menunjukkan bahwa 29 dari 31 efek memiliki persepsi yang serupa di antara kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek. Namun dua poin menunjukkan perbedaan signifikan:
Sengketa dan Klaim Hukum: Pemilik cenderung menganggap ini sebagai efek minor, berbeda dengan kontraktor yang sering menanggung beban hukum.
Produktivitas yang Hilang: Kontraktor menganggap ini sebagai masalah serius karena langsung berdampak pada efisiensi operasional mereka.
Klasterisasi Efek melalui Analisis Faktor
31 efek diklasifikasikan ke dalam 5 klaster utama:
1. Persepsi Publik dan Kerugian Sosial Ekonomi (18,05%)
Dampak terhadap citra pemerintah, meningkatnya pengangguran, dan kekecewaan publik
2. Pemborosan dan Mutu Buruk (12,31%)
Terjadi akibat percepatan kerja yang memaksa pengorbanan kualitas
3. Kegagalan dan Gangguan Proyek (12,19%)
Berujung pada batalnya proyek atau tak tercapainya milestone
4. Disrupsi dan Konflik (11,59%)
Ketegangan internal, sengketa antar pemangku kepentingan, dan ketidakseimbangan kerja
5. Kerusakan Korporasi (10,16%)
Termasuk penalti kontraktual, kebangkrutan perusahaan, hingga hilangnya profitabilitas
Model Struktural Antar Efek: Hasil SMART-PLS
Dengan SEM berbasis SMART-PLS, ditemukan 10 hubungan signifikan antar faktor, seperti:
Model ini menunjukkan bahwa dampak keterlambatan saling berkaitan dan dapat menimbulkan efek domino.
Analisis Tambahan dan Opini
Penelitian ini menyajikan pemetaan yang komprehensif dan sangat relevan. Nilai lebih dari studi ini antara lain:
Namun, studi ini belum menjawab aspek penyebab keterlambatan atau strategi mitigasi secara langsung.
Bandingkan dengan studi lain: Penelitian di negara seperti Mesir dan Uni Emirat Arab lebih fokus pada faktor penyebab seperti masalah keuangan dan perizinan, bukan efek berantai seperti yang diteliti Salhi dan Messaoudi.
Implikasi Praktis
Berikut rekomendasi untuk industri konstruksi di Aljazair dan negara berkembang lain:
1. Sistem Manajemen Proyek Digital: Pengawasan progres dan keuangan secara real-time
2. Pelatihan Manajemen Risiko Konstruksi: Terutama untuk manajer proyek dan konsultan
3. Perencanaan Berbasis Data Historis: Menggunakan proyek sebelumnya sebagai referensi waktu dan anggaran
4. Sanksi Keterlambatan yang Proporsional: Untuk menghindari kontraktor yang tidak profesional
5. Kolaborasi Lebih Intensif Antarpihak: Agar ekspektasi dan jadwal sinkron sejak awal
Kesimpulan
Studi ini menjadi terobosan penting dalam memahami keterlambatan proyek dari sudut efek berantai yang timbul. Dengan pendekatan berbasis data dan analisis struktural, artikel ini memberikan kerangka kuat bagi regulator, pemilik proyek, dan kontraktor untuk menyusun strategi pencegahan yang lebih tepat sasaran.
Sumber:
Salhi, R., & Messaoudi, K. (2021). The Effects of Delays in Algerian Construction Projects: An Empirical Study. Civil and Environmental Engineering Reports, 31(2), 218–254. DOI: https://doi.org/10.2478/ceer-2021-0027
Keterlambatan Proyek
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025
Pendahuluan
Keterlambatan proyek konstruksi masih menjadi momok dalam industri pembangunan di Indonesia. Salah satu kasus nyata yang menggambarkan kompleksitas masalah ini adalah keterlambatan penyelesaian proyek pembangunan Mall ABC yang ditangani oleh PT. XYZ. Mall dengan luas area sewa 180.000 m2 ini semestinya menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Surabaya, namun kenyataannya proses pembangunannya terkendala berbagai isu. Studi oleh Ramdhan Yundra Saputra pada tahun 2017 mengupas secara rinci penyebab utama keterlambatan tersebut dengan pendekatan House of Risk (HOR).
Artikel ini mengulas kembali penelitian tersebut dengan gaya parafrase dan tambahan opini serta wawasan industri terkini, untuk memberikan nilai tambah serta menjamin keterbacaan dan optimasi SEO.
Faktor Penyebab Keterlambatan: Temuan Kunci dari HOR
1. Metodologi HOR dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua tahap metode HOR yang dikembangkan oleh Pujawan (2009): HOR1 untuk identifikasi dan prioritisasi agen risiko, serta HOR2 untuk penyusunan strategi mitigasi. Data dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD) dan wawancara dengan para profesional proyek yang memiliki pengalaman langsung dalam pembangunan Mall ABC.
2. Identifikasi Delay Event dan Delay Agent
Lima kejadian keterlambatan utama (delay events) ditemukan, di antaranya:
Dari kejadian tersebut, diturunkan 13 agen penyebab keterlambatan (delay agents), seperti:
Melalui penilaian tingkat keparahan (severity) dan probabilitas (occurrence), dihitung nilai Aggregated Delay Potential (ADP) untuk menentukan prioritas penanganan.
3. Tiga Faktor Utama Penyebab Keterlambatan
Berdasarkan HOR1, tiga agen penyebab paling signifikan adalah:
Ketiganya memberikan kontribusi besar terhadap total potensi keterlambatan proyek.
Solusi dan Strategi Mitigasi: HOR2
Pada tahap HOR2, strategi mitigasi ditentukan berdasarkan rasio efektivitas dan tingkat kesulitan implementasi. Berikut beberapa solusi yang diusulkan:
Analisis dan Opini Tambahan
Kelemahan Proses Manajemen Proyek
Penelitian ini mencerminkan lemahnya sistem manajemen proyek, terutama dari sisi komunikasi antar stakeholder. Dalam proyek besar seperti pembangunan mal, kegagalan komunikasi bisa menjadi pemicu utama konflik dan penundaan.
Studi Banding: Kasus Serupa di Industri
Keterlambatan akibat perubahan desain juga terjadi pada proyek MRT Jakarta fase I. Penyesuaian desain stasiun dan rel mengakibatkan lonjakan biaya dan penambahan waktu pembangunan. Hal ini memperkuat argumen bahwa scope management adalah aspek krusial.
Tren Industri: Digitalisasi Proyek
Solusi masa kini mencakup pemanfaatan Building Information Modeling (BIM) untuk meminimalisir konflik desain dan mempercepat koordinasi antarpihak. BIM telah terbukti mempercepat proyek dan mengurangi revisi gambar.
Rekomendasi Praktis
Kesimpulan
Keterlambatan proyek pembangunan Mall ABC menunjukkan pentingnya identifikasi risiko secara sistematis. Metode House of Risk terbukti efektif dalam memetakan faktor penyebab utama dan merancang mitigasi yang tepat sasaran. Namun, keberhasilan implementasi strategi tersebut sangat bergantung pada komitmen seluruh stakeholder dan adopsi teknologi manajemen proyek terkini.
Dengan mengadopsi prinsip manajemen risiko yang tepat dan penggunaan teknologi digital, keterlambatan proyek di masa depan dapat ditekan secara signifikan.
Sumber:
Saputra, R. Y. (2017). Analisa Faktor Penyebab Keterlambatan Penyelesaian Proyek Pembangunan Mall ABC. Tesis. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Tersedia di: http://repository.its.ac.id